Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

santrilakilakiAvatar border
TS
santrilakilaki
Solusi MUI Cegah Kekerasan Seksual di Pesantren


Merdeka.com - Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jember mendorong pesantren dan lembaga pendidikan lain mendeklarasikan diri sebagai zona ramah anak. Hal itu berkaca dari sejumlah kasus kekerasan di pesantren.

Termasuk kekerasan seksual yang dilakukan Muhammad Fahim Mawardi, seorang pemimpin pondok pesantren yang diduga mencabuli beberapa santriwatinya yang masih di bawah umur.

"Pesantren harus berani mendeklarasikan diri bahwa tempatnya itu adalah kawasan ramah anak. Sehingga tidak ada keraguan dari masyarakat untuk memondokkan anaknya di sana. Sebab sudah ada garansi dari pesantren," ujar Ketua Komisi Hukum dan HAM MUI Jember, Mochammad Cholily kepada merdeka.com pada Sabtu (21/1).

Seperti diberitakan sebelumnya, Kiai Fahim adalah pemimpin pesantren al-Djalil 2 yang ada di Desa Mangaran, Kecamatan Ajung. Dia telah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan oleh Polres Jember.

Fahim dijerat pasal berlapis dalam UU Perlindungan Anak, UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual, serta KUHP dengan ancaman hukuman tertinggi 15 tahun penjara.

Kekerasan Seksual itu diduga dilakukan Fahim di kamar pribadinya yang digunakan studio, yang berada di dalam lingkungan pondok pesantren. Selain sebagai pengasuh pesantren, Fahim juga aktif sebagai Youtuber dengan akun 'Benteng Aqidah'.

Di sisi lain, MUI Jember juga mendesak Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (DP3AKB) sebagai perpanjangan tangan dari Pemkab Jember, agar terus melakukan sosialisasi.

Yakni untuk mengajak pesantren dan lembaga pendidikan lain agar mengimplementasikan lembaga pendidikan ramah anak.

"DP3AKB Jember bisa melakukan edukasi kepada lembaga pendidikan untuk kemudian diajak deklarasi kawasan ramah anak. Sehingga masyarakat tidak ragu lagi dengan lembaga pendidikan seperti pesantren yang memang sudah semestinya ramah anak," ujar pria yang juga dikenal sebagai aktivis pendampingan buruh migran ini.

MUI Jember juga menghimbau masyarakat khususnya calon wali santri agar lebih jeli dalam memilih pesantren atau lembaga pendidikan untuk menitipkan buah hatinya.

Menurut Cholily, terdapat tiga kriteria dalam memilih pesantren atau lembaga pendidikan. Pertama, harus dilihat tingkat kealiman dan pengamalan ilmu dari pengasuh pesantren. Kedua, harus dilihat dari perilaku pengasuh pesantren, apakah sudah sesuai ajaran agama atau tidak.

"Profil dari pengasuh pesantren harus dilihat betul. Bagaimana perilaku dan ketaatannya terhadap norma-norma agama dan sosial yang berlaku," ujar peraih penghargaan Hassan Wirajuda Perlindungan WNI Award (HWPA) 2021 dari Kemenlu RI ini.

Terakhir, calon wali santri perlu melihat sanad keilmuan dari pengasuh pesantren. Agar ajaran agama yang diajarkan benar-benar merupakan ajaran yang ramah dan penuh rahmat.

"Sehingga ketika anak kembali ke rumah, bisa mengamalkan ilmunya sesuai ajaran ahlussunnah wal jamaah dan tidak terpapar pemahaman yang menyimpang," pungkas Cholily.

https://m.merdeka.com/amp/peristiwa/...esantren.html?
pilotamoy141
nomorelies
bontakkun
bontakkun dan 3 lainnya memberi reputasi
4
2.6K
84
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Berita dan Politik
Berita dan PolitikKASKUS Official
671KThread40.9KAnggota
Tampilkan semua post
AskeladdAvatar border
Askeladd
#17
Kualifikasi apa yg dimiliki pesantren sampe didorong oleh MUI untuk mengklaim sebagai zona ramah anak? Jangan ujuk2 mengklaim, klo gak punya kualifikasi, sama aja menjerumuskan masyarakat yg menyekolahkan anak2nya ke pesantren. MUI bisa kok sebegitu antusiasnya mengejar target sertifikat halal, tapi kok loyo dlm pengawasan pesantren dan ustad cabul?
bontakkun
areszzjay
Proloque
Proloque dan 7 lainnya memberi reputasi
8
Tutup
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.