- Beranda
- Stories from the Heart
Bukan Rama Shinta
...
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•51.8KAnggota
Tampilkan semua post
TS
chrishana
#4
Chapter 03 - Rama dan Shinta Versi Mereka
Seluruh siswa mengikuti kegiatan mereka hari itu cukup antusias. Kelas yang tadinya sepi kini berubah menjadi riuh ketika pusat tata surya yang memberikan cahaya ke bumi tepat berada di atas kepala. Penanda waktu istirahat siang pun berbunyi. Seluruh siswa berhamburan keluar pergi menuju kantin.
Masih saja dua orang siswa kelas sepuluh ini diam tanpa satu patah kata yang terucap dari mulainya kegiatan masa pengenalan hingga waktu istirahat tiba. Mereka tidak melihat satu sama lain. Terkadang, mereka juga saling memalingkan pandangan dan lebih memilih untuk berbincang dengan khayalan dan mendengarkan suara kendaraan yang menderu.
Ajakan dari salah satu murid perempuan yang menghampiri meja Rama dan Shinta membuyarkan lamunan mereka berdua.
Shinta beranjak dari bangkunya dan meminta Rama untuk berdiri karena posisinya yang berada di sudut kelas lalu pergi bersama teman satu meja sebelumnnya. Ara juga datang menghampiri Rama untuk mengajaknya makan siang bersama.
Di waktu ini, keadaan kantin sudah dipenuhi oleh lautan siswa-siswa berseragam putih. Ada yang duduk bergerombol di sudut sambil menghisap rokok, ada juga yang bersenda gurau menghilangkan penat dalam kegiatan belajar mereka. Tak sedikit juga yang bergosip ria dan bermain game online yang sedang ramai dimainkan saat itu.
Namun, suasana seketika berubah ketika Rama dan Ara sampai di tempat itu. Tak sedikit mata mereka memandang ke arah Rama dan Ara yang menyebabkan Ara bersembunyi di balik tubuh Rama sambil melingkarkan kedua tangannya ke tangan kanan Rama yang sontak membuat Rama bingung.
Ara adalah salah satu murid perempuan yang terbilang cantik di sekolah. Walaupun baru memulai debutnya menjadi murid kelas sepuluh di Sekolah Menengah Atas, dia sudah banyak dibicarakan karena parasnya mampu menghipnotis murid lain yang melihatnya.
Murid yang mempunyai nama lengkap Ayara Prameswari ini baru saja memulai debutnya menjadi pelajar di SMA Bumi Yadhika. Di awal karirnya menjadi pelajar kelas sepuluh, dia sudah berhasil menghipnotis siswa lain karena parasnya. Perempuan berzodiak Aries ini masih belum terbiasa dengan hasil perbuatan ibunya di pagi hari sebelum berangkat menuju sekolah. Dengan tubuh yang memiliki tinggi 165 sentimeter dan langsing, berhasil menjadi pusat perhatian, terutama bagi murid laki-laki.
Setelah selesai memesan makan siang, Rama dan Ara menempati meja dan bangku yang masih kosong. Keadaan kantin yang mulai longgar, membuat Ara lebih percaya diri untuk membuka obrolan.
Masa terbebas dari perempuan menyebalkan pun berakhir. Rama terpaksa kembali menuju kelasnya dan duduk di samping perempuan paling menyebalkan di hidupnya. Tak ada satu suku kata terucap, tak ada obrolan apapun. Bahkan, mereka duduk saling jaga jarak hingga akhirnya ada seorang guru laki-laki yang masuk ke dalam kelas mereka.
Rama dan Shinta sontak terkejut. Bahkan, mereka belum berkenalan satu sama lain. Hanya mengetahui nama karena disebutkan oleh wali kelas pagi tadi. Yang ada di memori Rama, Shinta adalah perempuan menyebalkan seperti tokoh antagonis dalam adegan sinema elektronik. Begitu juga dengan Shinta yang berpikir bahwa Rama adalah pria paling menjengkelkan yang dia tahu seumur hidupnya.
Rama dan Shinta bertanya secara bersama-sama yang membuat suasana berubah menjadi canggung. Rama memberikan kertas miliknya kepada Shinta dan memintanya untuk menulis sendiri tentang dirinya. Shinta pun berbuat demikian.
Sesekali Rama melirik ke arah Shinta yang sedang menulis tentang dirinya. Shinta tersenyum geli dan tertawa sinis ketika menulis sendiri deskripsi tentang dirinya. Rama yang penasarn sedikit melirik ke arah tulisan Shinta. Betapa terkejutnya Rama melihat apa yang ditulis oleh Shinta yang membuat matanya terbelalak.
Tak membutuhkan waktu lama untuk Rama menyelesaikan tulisannya tentang dirinya sendiri. Dengan percaya diri, Rama menuliskan hal-hal yang bagus untuk dirinya. Setelah waktu habis, Rama memberikan kertasnya kepada Shinta. Begitu juga dengan Shinta yang mengembalikan kertas serta pena milik Rama.
Shinta berdiri tegak dan menarik napas dalam. Ketika ingin mulai membaca, Shinta diam sejenak lalu melirik sinis ke arah Rama dan tersenyum tipis layaknya penjahat yang akan melancarkan serangan.
Seluruh murid yang ada di kelas itu tertawa pelan karena tulisan yang dibaca oleh Shinta berlawanan dengan apa yang ditulis oleh Rama sebelumnya. Dan kini, giliran Rama yang berdiri.
Rama melirik ke arah Shinta dan tersenyum sinis. Shinta hanya bisa membalas tatapannya dengan penuh amarah layaknya singa yang ingin menerkam. Rama pun kembali duduk di bangkunya dan memalingkan pandangan.
Pelajaran pun dilanjutkan. Seluruh murid membacakan deskripsi mereka tentang teman satu bangku mereka. Hingga akhirnya jam pelajaran pun berakhir dan diganti dengan guru lain yang masuk ke kelas mereka. Dikarenakan masih dalam masa pengenalan, belum ada pelajaran yang diberikan oleh guru kepada murid kelas sepuluh.
Matahari mulai berayun ke arah barat. Tak ada segumpal awan yang memayungi sinarnya untuk memberi cahaya dan panas ke bumi. Mengundang udara untuk bergerak untuk menggerakkan pepohonan untuk menari dan menggugurkan sebagian dedaunan. Suasana yang sepi mampu membuat suara dari dahan dan ranting yang bergoyang terdengar jelas. Namun, keadaan itu tak berlangsung lama. Beberapa detik kemudian, tanda waktu kegiatan belajar dan mengajar berakhir. Suasana seketika berubah menjadi riuh seraya seluruh murid keluar berhamburan.
Langkah Rama seketika berhenti karena tiba-tiba dia dihampiri oleh murid perempuan yang melingkarkan kedua tangannya di tangan kanan Rama dan mengajak Rama untuk keluar dari sekolah bersama-sama.
Masih saja dua orang siswa kelas sepuluh ini diam tanpa satu patah kata yang terucap dari mulainya kegiatan masa pengenalan hingga waktu istirahat tiba. Mereka tidak melihat satu sama lain. Terkadang, mereka juga saling memalingkan pandangan dan lebih memilih untuk berbincang dengan khayalan dan mendengarkan suara kendaraan yang menderu.
“Sin, kantin yuk!”
Ajakan dari salah satu murid perempuan yang menghampiri meja Rama dan Shinta membuyarkan lamunan mereka berdua.
Shinta beranjak dari bangkunya dan meminta Rama untuk berdiri karena posisinya yang berada di sudut kelas lalu pergi bersama teman satu meja sebelumnnya. Ara juga datang menghampiri Rama untuk mengajaknya makan siang bersama.
“Ram, makan yuk!” ajak Ara.
“Oke, Endik mana?” tanya Rama.
“Dia udah turun duluan sama yang lain,” jawab Ara.
“Ya udah deh, yuk!” Rama beranjak dari bangkunya dan berjalan bersama Ara.
“Oke, Endik mana?” tanya Rama.
“Dia udah turun duluan sama yang lain,” jawab Ara.
“Ya udah deh, yuk!” Rama beranjak dari bangkunya dan berjalan bersama Ara.
Di waktu ini, keadaan kantin sudah dipenuhi oleh lautan siswa-siswa berseragam putih. Ada yang duduk bergerombol di sudut sambil menghisap rokok, ada juga yang bersenda gurau menghilangkan penat dalam kegiatan belajar mereka. Tak sedikit juga yang bergosip ria dan bermain game online yang sedang ramai dimainkan saat itu.
Namun, suasana seketika berubah ketika Rama dan Ara sampai di tempat itu. Tak sedikit mata mereka memandang ke arah Rama dan Ara yang menyebabkan Ara bersembunyi di balik tubuh Rama sambil melingkarkan kedua tangannya ke tangan kanan Rama yang sontak membuat Rama bingung.
“Eh, lo kenapa Ra?” tanya Rama.
“Gue gak biasa diliatin banyak orang begini,” ujar Ara dari balik tubuh Rama.
Rama tertawa, “Lama-lama nanti juga lo akan terbiasa, Ra.”
“Gue gak biasa diliatin banyak orang begini,” ujar Ara dari balik tubuh Rama.
Rama tertawa, “Lama-lama nanti juga lo akan terbiasa, Ra.”
Ara adalah salah satu murid perempuan yang terbilang cantik di sekolah. Walaupun baru memulai debutnya menjadi murid kelas sepuluh di Sekolah Menengah Atas, dia sudah banyak dibicarakan karena parasnya mampu menghipnotis murid lain yang melihatnya.
Murid yang mempunyai nama lengkap Ayara Prameswari ini baru saja memulai debutnya menjadi pelajar di SMA Bumi Yadhika. Di awal karirnya menjadi pelajar kelas sepuluh, dia sudah berhasil menghipnotis siswa lain karena parasnya. Perempuan berzodiak Aries ini masih belum terbiasa dengan hasil perbuatan ibunya di pagi hari sebelum berangkat menuju sekolah. Dengan tubuh yang memiliki tinggi 165 sentimeter dan langsing, berhasil menjadi pusat perhatian, terutama bagi murid laki-laki.
Setelah selesai memesan makan siang, Rama dan Ara menempati meja dan bangku yang masih kosong. Keadaan kantin yang mulai longgar, membuat Ara lebih percaya diri untuk membuka obrolan.
“Cewek yang satu meja sama lo siapa namanya?” tanya Ara.
“Entah,” jawab Rama datar.
“Entah? Setau gue yang nama depannya E di kelas kita cuma Endik doang, Ram,” balas Ara.
“Untung Ara, kalau Endik yang jawab begitu, udah gue tonjok,” ujar Rama seraya menyuap makan siangnya.
Ara tertawa kecil dan tersenyum, “Lo tau nggak, Ram. Lo itu orang pertama yang ngajak gue ngomong di sekolah ini,” lanjutnya.
“Masa sih? Emang lo gak ngomong sama guru yang suka berdiri depan gerbang?” tanya Rama.
Ara menggelengkan kepalanya, “Abis salaman, gue langsung cabut nyari kelas,” ujarnya lalu menghabiskan minumannya, “Gue diliatin banyak orang, malu gue. Rasanya tuh kayak lo abis ngelakuin sesuatu yang memalukan terus diliatin banyak orang,” lanjutnya.
“Entah,” jawab Rama datar.
“Entah? Setau gue yang nama depannya E di kelas kita cuma Endik doang, Ram,” balas Ara.
“Untung Ara, kalau Endik yang jawab begitu, udah gue tonjok,” ujar Rama seraya menyuap makan siangnya.
Ara tertawa kecil dan tersenyum, “Lo tau nggak, Ram. Lo itu orang pertama yang ngajak gue ngomong di sekolah ini,” lanjutnya.
“Masa sih? Emang lo gak ngomong sama guru yang suka berdiri depan gerbang?” tanya Rama.
Ara menggelengkan kepalanya, “Abis salaman, gue langsung cabut nyari kelas,” ujarnya lalu menghabiskan minumannya, “Gue diliatin banyak orang, malu gue. Rasanya tuh kayak lo abis ngelakuin sesuatu yang memalukan terus diliatin banyak orang,” lanjutnya.
Masa terbebas dari perempuan menyebalkan pun berakhir. Rama terpaksa kembali menuju kelasnya dan duduk di samping perempuan paling menyebalkan di hidupnya. Tak ada satu suku kata terucap, tak ada obrolan apapun. Bahkan, mereka duduk saling jaga jarak hingga akhirnya ada seorang guru laki-laki yang masuk ke dalam kelas mereka.
“Selamat siang, anak-anakku!” sapa guru tersebut.
“Selamat siang, Pak!” balas para murid-murid.
“Perkenalkan, nama saya Triyono, panggil saya Pak Tri. Nanti, saya akan mengajar pelajaran Bahasa Indonesia kepada kalian,” ujarnya.
Guru yang akrab dipanggil Pak Tri menaruh barang bawaannya di atas meja khusus guru dan kembali berdiri di depan kelas, “Berhubung masih waktunya masa pengenalan, silahkan keluarkan selembar kertas,” mintanya, “Lalu, silahkan deskripsikan bagaimana teman sebangku kalian,” lanjutnya.
“Selamat siang, Pak!” balas para murid-murid.
“Perkenalkan, nama saya Triyono, panggil saya Pak Tri. Nanti, saya akan mengajar pelajaran Bahasa Indonesia kepada kalian,” ujarnya.
Guru yang akrab dipanggil Pak Tri menaruh barang bawaannya di atas meja khusus guru dan kembali berdiri di depan kelas, “Berhubung masih waktunya masa pengenalan, silahkan keluarkan selembar kertas,” mintanya, “Lalu, silahkan deskripsikan bagaimana teman sebangku kalian,” lanjutnya.
Rama dan Shinta sontak terkejut. Bahkan, mereka belum berkenalan satu sama lain. Hanya mengetahui nama karena disebutkan oleh wali kelas pagi tadi. Yang ada di memori Rama, Shinta adalah perempuan menyebalkan seperti tokoh antagonis dalam adegan sinema elektronik. Begitu juga dengan Shinta yang berpikir bahwa Rama adalah pria paling menjengkelkan yang dia tahu seumur hidupnya.
“Duh, males banget gue mesti nanya-nanya ke dia,” umpat Rama dalam pikirannya.
“Namanya siapa sih tadi. Masa gue mesti nanya ke dia,”Shinta berucap dalam pikirannya.
“Nama lo siapa?”
“Namanya siapa sih tadi. Masa gue mesti nanya ke dia,”Shinta berucap dalam pikirannya.
“Nama lo siapa?”
Rama dan Shinta bertanya secara bersama-sama yang membuat suasana berubah menjadi canggung. Rama memberikan kertas miliknya kepada Shinta dan memintanya untuk menulis sendiri tentang dirinya. Shinta pun berbuat demikian.
“Tulis sendiri deh,” ujar Rama seraya menaruh selembar kertas dan juga pena miliknya.
Shinta juga menaruh kertas miliknya di atas meja, “Sama.”
Shinta juga menaruh kertas miliknya di atas meja, “Sama.”
Sesekali Rama melirik ke arah Shinta yang sedang menulis tentang dirinya. Shinta tersenyum geli dan tertawa sinis ketika menulis sendiri deskripsi tentang dirinya. Rama yang penasarn sedikit melirik ke arah tulisan Shinta. Betapa terkejutnya Rama melihat apa yang ditulis oleh Shinta yang membuat matanya terbelalak.
“Ooh, gitu cara main lo. Gue juga bisa,”ujar Rama dalam pikirannya.
Tak membutuhkan waktu lama untuk Rama menyelesaikan tulisannya tentang dirinya sendiri. Dengan percaya diri, Rama menuliskan hal-hal yang bagus untuk dirinya. Setelah waktu habis, Rama memberikan kertasnya kepada Shinta. Begitu juga dengan Shinta yang mengembalikan kertas serta pena milik Rama.
“Baik. Sekarang, coba bacakan hasil tulisan kalian satu per satu. Dimulai dari kamu yang di pojok sana,” ujar Triyono seraya menunjuk Shinta untuk pertama kali membacakan deskripsi soal Rama.
Shinta berdiri tegak dan menarik napas dalam. Ketika ingin mulai membaca, Shinta diam sejenak lalu melirik sinis ke arah Rama dan tersenyum tipis layaknya penjahat yang akan melancarkan serangan.
“Namanya Rama Mahendra, biasa dipanggil Rama. Dia adalah laki-laki yang sangat jelek dan bau,” ucap Shinta yang membuat Rama menoleh ke arahnya, “Dia juga mempunyai sikap yang buruk dan suka marah-marah tidak jelas. Dia juga punya isi otak yang cabul dan membuat saya jaga jarak dengannya,” lanjutnya.
Seluruh murid yang ada di kelas itu tertawa pelan karena tulisan yang dibaca oleh Shinta berlawanan dengan apa yang ditulis oleh Rama sebelumnya. Dan kini, giliran Rama yang berdiri.
“Oh, gitu cara main lo. Oke!”ucapnya dalam hati.
“Dia bernama Shinta Anggraeni, perempuan sinting yang maunya dipanggil dengan nama Shinta,” ucap Rama yang membuat Shinta terkejut sambil menahan amarah.
“Mempunyai sifat yang jelek, egois, maunya menang sendiri. Dia adalah perempuan yang paling jelek dan sok cantik yang pernah saya temui. Dia juga orang yang tidak bertanggung jawab dengan apa yang sudah dia lakukan. Tidak pernah merasa salah dan minta maaf membuat saya menyesal bertemu dengannya,” lanjut Rama.
“Dia bernama Shinta Anggraeni, perempuan sinting yang maunya dipanggil dengan nama Shinta,” ucap Rama yang membuat Shinta terkejut sambil menahan amarah.
“Mempunyai sifat yang jelek, egois, maunya menang sendiri. Dia adalah perempuan yang paling jelek dan sok cantik yang pernah saya temui. Dia juga orang yang tidak bertanggung jawab dengan apa yang sudah dia lakukan. Tidak pernah merasa salah dan minta maaf membuat saya menyesal bertemu dengannya,” lanjut Rama.
Rama melirik ke arah Shinta dan tersenyum sinis. Shinta hanya bisa membalas tatapannya dengan penuh amarah layaknya singa yang ingin menerkam. Rama pun kembali duduk di bangkunya dan memalingkan pandangan.
Pak Triyono tertawa, “Kalian kayak pasangan suami-istri ya.”
“Cieee…” suasana kelas menjadi riuh.
“Oke, silahkan selanjutnya!” sahut Pak Triyono.
“Cieee…” suasana kelas menjadi riuh.
“Oke, silahkan selanjutnya!” sahut Pak Triyono.
Pelajaran pun dilanjutkan. Seluruh murid membacakan deskripsi mereka tentang teman satu bangku mereka. Hingga akhirnya jam pelajaran pun berakhir dan diganti dengan guru lain yang masuk ke kelas mereka. Dikarenakan masih dalam masa pengenalan, belum ada pelajaran yang diberikan oleh guru kepada murid kelas sepuluh.
Matahari mulai berayun ke arah barat. Tak ada segumpal awan yang memayungi sinarnya untuk memberi cahaya dan panas ke bumi. Mengundang udara untuk bergerak untuk menggerakkan pepohonan untuk menari dan menggugurkan sebagian dedaunan. Suasana yang sepi mampu membuat suara dari dahan dan ranting yang bergoyang terdengar jelas. Namun, keadaan itu tak berlangsung lama. Beberapa detik kemudian, tanda waktu kegiatan belajar dan mengajar berakhir. Suasana seketika berubah menjadi riuh seraya seluruh murid keluar berhamburan.
Langkah Rama seketika berhenti karena tiba-tiba dia dihampiri oleh murid perempuan yang melingkarkan kedua tangannya di tangan kanan Rama dan mengajak Rama untuk keluar dari sekolah bersama-sama.
“Gue gak pede, Ram. Gue takut dilihatin banyak orang. Anter gue sampai keluar sekolah ya,” mintanya.
unhappynes dan 3 lainnya memberi reputasi
4
Tutup
