kipas.angin.199Avatar border
TS
kipas.angin.199
Eddy Hiariej Sebut KUHP Jalan Tengah, Tak Mungkin Senangkan Semua Pihak

JAKARTA – Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Republik Indonesia, Prof Edward Omar Sharif Hiariej (Eddy Hiariej) menyatakan bahwa KUHP tidak akan bisa memenuhi kepuasan batin semua pihak di seluruh Indonesia.

“Saya bisa memahami kan nggak mungkin KUHP bisa memuaskan semua pihak, tapi tolong bertanya pada hati nurani pada masing-masing yang kontra itu, kira-kira antara KUHP yang lama dengan KUHP yang baru itu bagusan yang mana,” kata Eddy saat berdialog di Ruang Tamu Holopis, Selasa (13/12).

Ada dinamika yang rasional mengapa KUHP tidak mungkin bisa menyenangkan dan memuaskan hati semua masyarakat di Indonesia. Eddy menyebut berdasarkan dialog di berabagai daerah, ternyata ditemukan perspektif yang berbeda-beda.

“Ketika kita melakukan dialog publik, ada perbedaan-perbedaan terhadap satu isu secara diameteral berbeda,” ujarnya.

Salah satu yang biasa ia paparkan adalah sebagai contoh adalah tentang pasal yang berkaitan dengan kohabitasi. Kohabitasi adalah hubungan suami istri yang dilakukan tanpa ada ikatan perkimpoian sah.

“Ketika kita melakukan dialog publik di salah satu provinsi di Indonesia, kalau saya tidak salah di Provinsi Sulawesi Utara, mereka meminta pasal ini di-take out karena terlalu masuk ke ranah privasi. Tapi ketika kita pergi ke Sumatera Barat, pemerintah dicaci maki, dianggap pasal ini terlalu lemah. Seharusnya kohabitasi itu bukan delik aduan tapi delik biasa, siapa pun bisa melapor karena melanggar norma agama, moral, kesusilaan, apalagi Indonesia ini mayoritasnya muslim,” paparnya.

Jika melihat dari perspektif dan fakta yang ada, tentu sebuah pasal yang mengatur tentang sebuah persoalan bisa dianggap salah dan dianggap benar oleh pihak-pihak yang berbeda.
“Artinya, isu seperti ini diatur salah, nggak diatur salah,” sambungnya.

Tidak hanya saat berdialog dengan masyarakat daerah saja, pemerintah pun membuka pembahasannya kepada DPR RI. Eddy mengatakan bahwa untuk contoh pasal ini pun terjadi perdebatan pula di lingkaran parlemen, pun akhirnya bisa diambil kesepatan bersama.

“Pasal ini termasuk pasal yang kita lobi saat pembahasan 24 November. Paling tidak ada 3 fraksi yang meminta pasal ini dicabut, alasan mereka masuk akal, saya bisa menerima. Alasannya, selama ini terjadi di beberapa daerah Satpol PP melakukan razia, penggerebekan, sweeping penginapan di hotel-hotel dengan alasan penegakan Perda, jadi minta pasal ini tidak ada. Oke, tapi fraksi-fraksi (partai) Islam meminta pasal ini tetap ada dengan alasan moral value,” jelas Eddy.

Untuk itu, di KUHP yang baru itu, pemerintah sebagai pembuat Undang-Undang pun memilih jalan tengah sebagai langkah yang bijak. Dimana semua perspektif baik yang pro dan kontra setidaknya bisa dipenuhi dengan porsinya.

“Akhirnya kita win win solution, kita cari jalan tengah,” ucapnya.
Solusi terbaik untuk mengambil jalan tengah di dalam penentuan kebijakan tersebut, pemerintah pun tetap mengakomodasi agar semua keinginan bisa diserap dan ditampung dengan proporsional.

“Akhirnya dicapai kesepakatan dalam lobi, oke, pasal ini tetap ada tapi diberikan penjelasan, penjelasannya dengan diberlakukan ketentuan ini maka peraturan perundang-undangan yang bertentangan tidak berlaku,” terangnya.

Dengan demikian, pasal yang mengatur tentang kohabitasi dianggap lebih bisa mengakomodir keinginan kedua belah pihak, baik yang tidak ingin pasal itu ada ataupun pihak yang ingin pasal itu tetap ada.

Satpol PP atau aparat keamanan lain tidak boleh melakukan razia, sweeping atau penggerebekan terhadap persoalan kohabitasi. Hanya saja ketika ada tindakan tersebut, maka sifatnya adalah delik aduan. Jika pelaku memiliki status perkimpoian maka suami atau istri masing-masing bisa mengadukan ke polisi. Namun jika keduanya single maka anak atau orang tua kedua belah pihak yang bisa mempidanakannya.

“Justru pasal ini memberi perlindungan. KUHP ini kan levelnya UU, kalau UU ini delik aduan yang sifatnya absolut, maka tidak boleh ada perda yang menyatakan itu sebagai delik biasa. Konsekuensinya satpol PP tidak boleh sweeping, tidak boleh gerebek, tidak boleh razia,” tegasnya.

Pasal yang mengatur kohabitasi tersebut adalah ;
Pasal 411 KUHP
(1) Setiap Orang yang melakukan persetubuhan dengan orang yang bukan suami atau istrinya, dipidana karena perzinaan, dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau pidana denda paling banyak kategori II.
(2) Terhadap Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dilakukan penuntutan kecuali atas pengaduan:
a. suami atau istri bagi orang yang terikat perkimpoian.
b. Orang Tua atau anaknya bagi orang yang tidak terikat perkimpoian.
(3) Terhadap pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak berlaku ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25, Pasal 26, dan Pasal 30.
(4) Pengaduan dapat ditarik kembali selama pemeriksaan di sidang pengadilan belum dimulai.


Sumber


Entah kenapa menurut ane alasan moralitas dalam masalah teknis agak susah diterima.

Landasan moral biasanya ada pada landasan filosofis, kalo teknis harus sudah masuk taraf "rasional" dan "logika hukum"...Ane lebih sepakat ke Hotman Paris yang menyebut penambahan pelaporan Anak dan Ortu akan mengacaukan Logika hukum. 

Sementara Tokoh masyarakat Sumbar dan partai Islam ane rasa mereka membohongi diri sendiri.. Mereka tahu penambahan Anak dan Ortu tidak punya logika hukum yang kuat, hanya saja karena mereka juga dalam posisi "mempertahankan citra diri"  dan "Takut jika ngak bicara seperti itu akan dicap liberal" sebagai Aktivis dan Tokoh Islam, akhirnya terpaksa ngomong dengan argumentasi Moralis. 
emoticon-Bingung

Quote:


Quote:


Quote:
Diubah oleh kipas.angin.199 14-12-2022 09:24
gabener.edan
muhamad.hanif.2
muhamad.hanif.2 dan gabener.edan memberi reputasi
2
1.2K
46
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Berita dan Politik
Berita dan PolitikKASKUS Official
670.6KThread40.7KAnggota
Tampilkan semua post
shaumiAvatar border
shaumi
#6
kalau didasarkan kepada agama jadi susah, karena di indonesia ada beberapa agama. Makanya di sumbar setuju, sulteng gak setuju. Mungkin bisa jadi negara arab gak komplain, tapi negara AS, Australia pada komplain. Jelas terkait dengan agama.
kipas.angin.199
kipas.angin.199 memberi reputasi
1
Tutup
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.