- Beranda
- Stories from the Heart
Kisah Seorang Pramugari (True Story)
...
TS
aymawishy
Kisah Seorang Pramugari (True Story)

Di saat kau merasa hidup sendiri
Dalam kerasnya dunia
Tersenyumlah
Bila kau pun harus berputus asa
Berpikir semua kan berakhir
Tersenyumlah
Kau tak sendiri aku di sini
Menantimu bersama hangatnya mentari
Kau tak sendiri aku di sini
Berikan tanganmu mari kita hadapi
Hidup memang tak selalu seperti
Yang kau inginkan yang kau harapkan
Hadapilah dengan hati tenang dan tetap melangkah
Kau tak sendiri
Perhatikan sekitar coba kau amati
Hidup bukan sekedar tentang patah hati
Dan semua yang terjadi ambil hikmahnya
Om Iwan pun berkata "ambil indahnya"
Kau tak sendiri aku di sini
Memanggilmu bersama hangatnya mentari
Kau tak sendiri kami di sini
Raihlah tanganku bersama kita lewati
Hidup memang tak selalu seperti
Yang kau inginkan yang kau harapkan
Hadapilah dengan hati tenang teruskan melangkah
Kau tak sendiri
Hidup memang tak selalu seperti
Yang kita inginkan yang kita harapkan
Hadapilah dengan hati tenang
Yakinkan dirimu
Kau tak sendiri yeah yeah yeaah
Dalam kerasnya dunia
Tersenyumlah
Bila kau pun harus berputus asa
Berpikir semua kan berakhir
Tersenyumlah
Kau tak sendiri aku di sini
Menantimu bersama hangatnya mentari
Kau tak sendiri aku di sini
Berikan tanganmu mari kita hadapi
Hidup memang tak selalu seperti
Yang kau inginkan yang kau harapkan
Hadapilah dengan hati tenang dan tetap melangkah
Kau tak sendiri
Perhatikan sekitar coba kau amati
Hidup bukan sekedar tentang patah hati
Dan semua yang terjadi ambil hikmahnya
Om Iwan pun berkata "ambil indahnya"
Kau tak sendiri aku di sini
Memanggilmu bersama hangatnya mentari
Kau tak sendiri kami di sini
Raihlah tanganku bersama kita lewati
Hidup memang tak selalu seperti
Yang kau inginkan yang kau harapkan
Hadapilah dengan hati tenang teruskan melangkah
Kau tak sendiri
Hidup memang tak selalu seperti
Yang kita inginkan yang kita harapkan
Hadapilah dengan hati tenang
Yakinkan dirimu
Kau tak sendiri yeah yeah yeaah
Quote:
Hai, aku Anes, nama panggilan dari pemilik akun aymawishy ini. Semasa sekolah, aku tinggal di sebuah Kabupaten di Jawa Timur bagian timur.
Mungkin yang sudah membaca threadku yang menceritakan bagaimana kisahku semasa SMPakan lebih tahu bagaimana kejamnya orang-orang di sekitarku memperlakukanku.
Tapi, seperti yang Papaku bilang, aku harus tetap semangat dan harus terus berperilaku baik meski dijahatin.
Selepas SMA, aku merantau ke Surabaya. Disaat itulah aku benar-benar ingin hidup mandiri tanpa bantuan dari Papa. Karenanya, aku harus bekerja agar bisa kuliah.
Awal kehidupanku di perantauan, sangatlah penuh perjuangan.
Ngekos di kosan kumuh, aku pernah. Disana aku ngerasain tidur diatas kasur yang basah karena atap kamarku bocor selama musim penghujan. Dan juga kamar mandi yang lantainya meski disikat berkali-kali pakai WPC, tetap berwarna hitam karena lumutan.
Selain itu, selama 3 bulan berturut-turut, tiap harinya hanya makan roti seharga seribuan yang aku beli di warung kopi dekat kantor tempat aku magang. Yaa meski, alhamdulillahnya ada aja orang baik yang ngasih aku makan. Ohya, karena sering banget makan roti tanpa makan nasi, aku jadi punya “maag” hehehe.
Rasanya jika diingat, masih banyak perjuangan-perjuangan yang aku lalui sejak tahun 2012.
Mungkin yang sudah membaca threadku yang menceritakan bagaimana kisahku semasa SMPakan lebih tahu bagaimana kejamnya orang-orang di sekitarku memperlakukanku.
Tapi, seperti yang Papaku bilang, aku harus tetap semangat dan harus terus berperilaku baik meski dijahatin.
Selepas SMA, aku merantau ke Surabaya. Disaat itulah aku benar-benar ingin hidup mandiri tanpa bantuan dari Papa. Karenanya, aku harus bekerja agar bisa kuliah.
Awal kehidupanku di perantauan, sangatlah penuh perjuangan.
Ngekos di kosan kumuh, aku pernah. Disana aku ngerasain tidur diatas kasur yang basah karena atap kamarku bocor selama musim penghujan. Dan juga kamar mandi yang lantainya meski disikat berkali-kali pakai WPC, tetap berwarna hitam karena lumutan.
Selain itu, selama 3 bulan berturut-turut, tiap harinya hanya makan roti seharga seribuan yang aku beli di warung kopi dekat kantor tempat aku magang. Yaa meski, alhamdulillahnya ada aja orang baik yang ngasih aku makan. Ohya, karena sering banget makan roti tanpa makan nasi, aku jadi punya “maag” hehehe.
Rasanya jika diingat, masih banyak perjuangan-perjuangan yang aku lalui sejak tahun 2012.
Ohya..
Saat nanti aku berbagi cerita di thread ini, tolong jangan dihujat ya.
Sebab..
Aku bukanlah seorang penulis, jadi jangan pernah berharap lebih terhadap tulisan yang aku bagi.
Aku juga bukanlah orang hebat yang hanya ingin berbagi pengalaman yang aku alami.
Saat nanti aku berbagi cerita di thread ini, tolong jangan dihujat ya.
Sebab..
Aku bukanlah seorang penulis, jadi jangan pernah berharap lebih terhadap tulisan yang aku bagi.
Aku juga bukanlah orang hebat yang hanya ingin berbagi pengalaman yang aku alami.
Pokok Isi Cerita
Quote:
#Bagian 1
-Part 1 : Awal Mula
-Part 2 : Menjemput Restu
-Part 3 : Tahap Awal
-Part 4 : Pantang Mundur
-Part 5 : Tentang Cinta Pertama
-Part 6 : Terjebak Nostalgia
-Part 7 : Mungkin Nanti
-Part 8 : Undangan?
-Part 1 : Awal Mula
-Part 2 : Menjemput Restu
-Part 3 : Tahap Awal
-Part 4 : Pantang Mundur
-Part 5 : Tentang Cinta Pertama
-Part 6 : Terjebak Nostalgia
-Part 7 : Mungkin Nanti
-Part 8 : Undangan?
Quote:
#Bagian 2 : Proses Perekrutan Pramugari
-Part 9 : Hi, Jakarta! Be Nice Please!
-Part 10 : Hall of Fame
-Part 11 : Berpisah dengan Shasa, Bertemu dengan Wildan!
-Part 12 : Papa Yang Makin Menua
-Part 13 : Manis Dan Pahit
-Part 14 : Yok Opo Seh!
-Part 15 : Dikirim Malaikat Baik Yang Menjelma Menjadi Manusia
-Part 16 : Medical Examination
-Part 17 : Curhat Dadakan, Berujung Menyesakkan
-Part 18 : Menjelang Tahun Baru
-Part 19 : Selamat Datang Tahun 2017!
-Part 20 : Made Darma
-Part 21 : Hari Yang Kutunggu
-Part 22 : PANTUKHIR!
-Part 9 : Hi, Jakarta! Be Nice Please!
-Part 10 : Hall of Fame
-Part 11 : Berpisah dengan Shasa, Bertemu dengan Wildan!
-Part 12 : Papa Yang Makin Menua
-Part 13 : Manis Dan Pahit
-Part 14 : Yok Opo Seh!
-Part 15 : Dikirim Malaikat Baik Yang Menjelma Menjadi Manusia
-Part 16 : Medical Examination
-Part 17 : Curhat Dadakan, Berujung Menyesakkan
-Part 18 : Menjelang Tahun Baru
-Part 19 : Selamat Datang Tahun 2017!
-Part 20 : Made Darma
-Part 21 : Hari Yang Kutunggu
-Part 22 : PANTUKHIR!
Quote:
#Bagian 3
-Part 23 : Kesempatan Kedua
-Part 24 : Accedere
-Part 25 : Tentang Rey!
-Part 26 : Become In Love
-Part 27 : Buket Mawar Merah
-Part 28 : Out Of Control
-Part 29 : Di Zangrandi
-Part 30 : Pantukhir Kedua
-Part 31 : Si Paling Inisiatif
-Part 32 : Agnes
-Part 33 : Cemburu
-Part 34 : Rey!?
-Part 35 : Ternyata…
-Part 36 : Di Puncak Bromo
-Part 37 : Berpisah
-Part 38 : Hasil Pantukhir
-Part 39 : Tyas!
-Part 40 : Di Kampung Halaman
-Part 41 : Berpamitan
-Part 23 : Kesempatan Kedua
-Part 24 : Accedere
-Part 25 : Tentang Rey!
-Part 26 : Become In Love
-Part 27 : Buket Mawar Merah
-Part 28 : Out Of Control
-Part 29 : Di Zangrandi
-Part 30 : Pantukhir Kedua
-Part 31 : Si Paling Inisiatif
-Part 32 : Agnes
-Part 33 : Cemburu
-Part 34 : Rey!?
-Part 35 : Ternyata…
-Part 36 : Di Puncak Bromo
-Part 37 : Berpisah
-Part 38 : Hasil Pantukhir
-Part 39 : Tyas!
-Part 40 : Di Kampung Halaman
-Part 41 : Berpamitan
Quote:
#Bagian 4 : Initial Flight Attendant’s Ground Training
-Briefing and Sign Contract :
-Part 42 : Sekilas Tentang Ground Training
-Part 43 : Kog Begini Amat Sih?!
###
-Part 44 : Drama Perkara Sepatu
-Part 45 - Astaga!!
-Part 46 : KACAU!
-Part 47 : Drama di Hari Pertama
-Part 48 : Apa Benar FA Harus Deketin Pilot Agar Jam Terbangnya Banyak?
-Part 49 : Jawaban Dari Pertanyaan Mia
-Part 50 : Learning By Doing
-Part 51 : Tentang Chapter Lima dan CET
-Part 52 : Rey Datang Lagi
-Part 53 : Tersimpul Luka Kedua Kali
-Part 54 : White Horse
-Part 55 : Menjelang Flight Training
-Part 56 : Overthinking!
-Briefing and Sign Contract :
-Part 42 : Sekilas Tentang Ground Training
-Part 43 : Kog Begini Amat Sih?!
###
-Part 44 : Drama Perkara Sepatu
-Part 45 - Astaga!!
-Part 46 : KACAU!
-Part 47 : Drama di Hari Pertama
-Part 48 : Apa Benar FA Harus Deketin Pilot Agar Jam Terbangnya Banyak?
-Part 49 : Jawaban Dari Pertanyaan Mia
-Part 50 : Learning By Doing
-Part 51 : Tentang Chapter Lima dan CET
-Part 52 : Rey Datang Lagi
-Part 53 : Tersimpul Luka Kedua Kali
-Part 54 : White Horse
-Part 55 : Menjelang Flight Training
-Part 56 : Overthinking!
Quote:
#Bagian 5 : Flight Training
-Part 57 : Junior Selalu Salah
-Part 58 : Briefing Before Flight
-Part 59 : About Preflight Check
-Part 60 : Company Check
-Part 61 : Berjuang Lagi!
-Part 62 : Jungle And Sea Survival Part I
-Part 63 : Jungle And Sea Survival Part II
-Part 64 : Jungle And Sea Survival Part III
-Part 65 : Jungle And Sea Survival Part IV
-Part 66 : CCFA & DGCA Check
-Part 57 : Junior Selalu Salah
-Part 58 : Briefing Before Flight
-Part 59 : About Preflight Check
-Part 60 : Company Check
-Part 61 : Berjuang Lagi!
-Part 62 : Jungle And Sea Survival Part I
-Part 63 : Jungle And Sea Survival Part II
-Part 64 : Jungle And Sea Survival Part III
-Part 65 : Jungle And Sea Survival Part IV
-Part 66 : CCFA & DGCA Check
Quote:
#Bagian 6 : Kehidupan Seorang Pramugari
-Part 67 : Persiapan Untuk Terbang
-Part 68 : My First Flight
-Part 69 : Rian dan Ihsan
-Part 70 : Setan Penjaga Kamar Vs Senior Ala Ala
-Part 71 : Kisah Kasih Tak Sampai
-Part 72 : Padaido
-Part 73 : Hubungan Tanpa Status
-Part 74 : Mimpi Aneh
-Part 75 : Putri Kebaya
-Part 76 : Kamu Mau Jadi Pramugari Yang Seperti Apa?
-Part 77 : Turbulensi
-Part 78 : Hari-hari Bersama Papa
-Part 79 : Papa, It’s My Birthday!
-Part 80 : Duka Yang Bertubi
-Part 81 : Flashback to 2017
-Part 82 : Tentang Aku dan Dia
-Part 67 : Persiapan Untuk Terbang
-Part 68 : My First Flight
-Part 69 : Rian dan Ihsan
-Part 70 : Setan Penjaga Kamar Vs Senior Ala Ala
-Part 71 : Kisah Kasih Tak Sampai
-Part 72 : Padaido
-Part 73 : Hubungan Tanpa Status
-Part 74 : Mimpi Aneh
-Part 75 : Putri Kebaya
-Part 76 : Kamu Mau Jadi Pramugari Yang Seperti Apa?
-Part 77 : Turbulensi
-Part 78 : Hari-hari Bersama Papa
-Part 79 : Papa, It’s My Birthday!
-Part 80 : Duka Yang Bertubi
-Part 81 : Flashback to 2017
-Part 82 : Tentang Aku dan Dia
Diubah oleh aymawishy 02-02-2024 08:38
Dhekazama dan 47 lainnya memberi reputasi
48
64.1K
Kutip
1K
Balasan
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•52KAnggota
Tampilkan semua post
TS
aymawishy
#137
Part 37 - Berpisah
Spoiler for Berpisah:
“Maafin aku ya Nes..”
“Setelah aku rasakan dan aku pikir berulang-ulang, rasaku untuk kamu ga lebih dari rasa seorang kakak yang memberikan perhatian pada adeknya..”
“Hmm maksud kamu, semua yang kamu lakuin ke aku selama ini hanya sebatas rasa kakak ke adek, Rey? Lalu buat apa sejauh ini kamu berusaha sekeras itu untuk aku? Toh kamunya hanya nganggep aku adek?”
Rey terdiam.
“Hmm kayanya aku ga perlu nanya-nanya lagi sih. Aku juga kayanya ga butuh penjelasan apa-apa lagi. Karena intinya, kamu pengen kita udahan, sebelum akhirnya kamu berangkat ke luar negeri. Gitu kan ya? Hehehehe…”
(Alhamdulillah banget, disaat itu, aku bisa meredam emosiku. Aku masih bisa mengeluarkan pertanyaan dengan nada halus dan lembut.
Sebenarnya ada banyak pertanyaan yang muncul di pikiranku untuknya. Tapi percuma dijelaskan juga sih, karena hal itu ga bisa mengubah apapun pada hubungan kami.)
“Maafin aku ya Nes..”
“Rey, bukan itu jawaban yang aku mau…”
Kami tiba-tiba terdiam dan saling menatap.
“Mulai sekarang, kamu ga perlu minta maaf lagi ya.. karena aku yang harusnya minta maaf.”, ujarku sembari mengalihkan tatapanku darinya.
“Maaf aku ga bisa buat kamu mencintai aku layaknya seorang pria jatuh cinta pada seorang wanita. Meski aku tau kamu sudah berusaha untuk mencintai aku.”
“Aku berharap, nanti, kamu akan menemukan seseorang yang bisa buat kamu move on ya, Rey..”, kali ini aku menatapnya lagi dengan memberikan senyumanku yang begitu tulus untuknya.
“Makasih untuk semuanya yaa, Rey..”, kataku pada akhirnya.
Tak lama dari itu, Titin dan Odi terlihat sedang mendekati kami.
“Rey, jangan sampai Titin dan Odi tau kalau kita begini ya, pleeeaaseee!!”, ujarku memohon. Rey meresponsnya dengan mengusap-usap kupluk di kepalaku.
“Senyum Rey!”, perintahku selanjutnya. Dia pun menurut.
“Yaudah yuk, kita samperin mereka!”
Kami pun berjalan beriringan menuju Titin dan Odi berada.
“Kalian kucari-cari loh dari tadi! Ternyata disini toh!”, ujar Titin saat melihat kehadiran kami.
“Huhu pegel pek kaki aku!! Kalian pegel gak?”, tanya Odi.
“Lemah kamu Odi!!!”, jawabku yang disambut tawa dengan yang lain.
“Asem kon Nes!”, balas Odi kesel.
Jika kalian bertanya, apakah ada foto aku dan Rey saat di puncak Bromo? Jawabannya adalah tidak! Kenapa?
Karena aku ga mau aja nanti saat ngeliat foto kami disini, akunya malah keinget-inget momen saat putus cinta.
“Kalian ga foto ta?”, tanya Odi setelahnya, menawarkanku dan Titin untuk foto berdua.
“Wah boleh!!”, jawab kami serempak.
Ya, di puncak Bromo, hanya ada foto aku dan Titin.
Saat kami baru saja berpose, ada drama baru terjadi lagi.
“Say, idung kamu!!!”, teriak Titin spontan.
Aku segera meraba lubang hidungku. Ku pikir aku ingusan.
“Kamu mimisan!!”, kata Titin lagi.
Aku pun mengelap hidungku dengan punggung tangan. Disaat itu, Rey pasang badan lagi untuk memberikan perhatian padaku.
Tanpa basa-basi, dia segera menyandarkan keningku ke dada bidangnya. Dengan begini, posisi tubuhku lebih condong ke depan.
Setelah ku baca-baca, tindakan Rey ini untuk mencegah darahku mengalir ke sinus dan tenggorokanku, jadi bukan karena Rey masih ada perasaan ke aku ya! Jangan gede rasa kamu, Nes!
“Cubit hidung kamu, Nes.. untuk sementara napas lewat mulut ya!”, kata Rey.
Aku pun menurutinya tanpa banyak bertanya.
Ohya, disaat keningku berada di dadanya, entah kenapa aku merasakan kalau jantung Rey sedang berdegup kencang.
Hm mungkin dia deg-deg-an karena kaget akunya mimisan kali ya?
Titin dan Odi terlihat panik. Sedang aku dan Rey malah biasa-biasa saja.
“Say kamu sering mimisan kah?”, tanya Titin.
“Enggak, ini baru pertama kalinya aku mimisan.”, suaraku yang hanya didengar Rey, membuat Rey menyampaikan apa yang ku bilang ke Titin.
“Katanya ini pertama kali dia mimisan.”
“Oooowalaaah!!”, balas Titin.
Sekitar lima belas menit keningku bersandar di dada Rey. Membuat Titin dan Odi lebih dulu menuruni puncak Bromo. Karena saat itu mereka butuh untuk ke toilet segera.
“Kayanya udah ga mimisan lagi akunya…”, ujarku tiba-tiba memecahkan keheningan diantara kami berdua.
Dengan kikuk, aku pun segera menjaga jarak dengan Rey. Namun, Rey justru menarik tubuhku dan memelukku begitu erat. Sedang aku, sama sekali tak membalas pelukannya dan juga tak bisa memberontak padanya, sebab, aku seperti sedang kehabisan tenaga.
“Rey, yuk.. ga enak kalau bikin mereka lama nunggu kita.”, harapanku Rey bisa segera melepaskan pelukannya.
“Begini dulu sebentar aja, Nes..”, kata Rey kemudian.
Ada banyak pasang mata melihat kami yang sedang berpelukan. Berkali-kali mereka memastikan, apakah kami sedang syuting film atau sedang syuting sinetron. Jika mereka yakin kalau kami tidak sedang syuting, mereka akan begitu saja melewati kami.
“Maafin aku ya, Nes…”, katanya lagi. Aku mulai menepuk-nepuk punggungnya dengan tangan kanan.
“Udah yuk, Rey.. ga enak diliatin orang banyak.”, akhirnya kali ini Rey benar-bener melepaskan pelukannya.
Kami pun mulai berjalan menuju anak tangga berada lalu menuruninya tanpa saling bicara.
Aneh rasanya. Tadi saat menaikinya, aku merasa sangat bahagia. Namun saat menuruninya, aku bahkan tak mengerti apa yang sedang kurasa. Apakah ini rasa sakit atau sedih atau kecewa dan atau marah?
Perubahan rasa yang berbeda seratus delapan puluh derajat ya?
— — —
Sekitar jam empat sore, kami pun sudah tiba di Surabaya, lebih tepatnya, kami sudah berada di teras kosku.
Ohya, saat di Bromo tadi, setelah dari penanjakan pertama, kami melanjutkan untuk melihat spot-spot menarik lainnya di sana. Yang paling berkesan dari spot-spot itu menurut aku adalah saat kami di Bukit Teletubbies.
Jadi, di Bukit Teletubbies itu, aku melihat hamparan padang rumput yang hijau dan bukit yang berjajar-jajar bagus banget ditumbuhi rerumputan yang menyelimuti perbukitan. Ya mirip lah yaa kaya film Teletubbies itu. Karena pengen ngerasain jadi Tinky-Winky, Dipsy, Laa-lala, dan Po meski sebentar, kami pun sepakat untuk piknik disana dan rela menahan lapar sepanjang perjalanan.
“Rey, makasih banyak yaa udah ngajakin kita liburan!”, kata Odi sebelum akhirnya berpamitan untuk pulang.
“Rey, makasih juga yaa.. titip Agnes! Jangan bikin dia nangis!”, kata Titin kemudian.
Huhu sedih, Titin belum tau apa yang sebenarnya terjadi kepada kami.
“Say, makasih yaa..”, lanjut Titin saat kami bercipika-cipiki.
Aku dan Rey melihat kepergian Titin dan Odi di depan gerbang. Entah kenapa vibesnya seperti sepasang suami istri yang mengantar tamunya pulang.
“Pak Eri ga kelamaan nungguin kamunya, Rey?”, tanyaku saat kami kembali berjalan menuju teras kos.
“Pak Eri udah aku suruh pulang.”
“Loh, kamunya gimana?”
“Gapapa, nanti aku balik naik taksi aja.”
“Oh gitu..”, kini aku sudah duduk di kursi jati di tepi kolam.
“Nes..”, panggil Rey, saat dia sudah duduk tak jauh di depanku.
“Ya?”
“Kita masih bisa temenan kan?”
“Hm selama ini sih aku ga pernah ada komunikasi lagi dengan mantan, Rey. Soalnya aku bukan tipe orang yang bisa temenan sama mantan.”
“Kenapa?”
“Yaa namanya mantan, berarti dia pernah jadi orang yang kita sayang dan dia pun juga pernah sayang sama kita kan ya? Yaa aku ga mau aja, saat kita saling berkabar, membuat pacar barunya cemburu dan lain sebagainya ke aku. Begitu juga denganku yang ga mau bikin cemburu pacarku. Jadi aku lebih berusaha untuk ngejaga perasaan seseorang yang sekarang udah bersama dia dan juga yang udah bersama aku.”
“Berarti selama kita masih ga punya pacar, ga masalah kan kalau kita tetep temenan?”
“Hm kita liat nanti yaa, Rey.. Karena ini pertama kalinya buat aku.. Kalau boleh jujur, ga mudah buat aku untuk menerima semua keputusan kamu, Rey.. Jadi, aku harap, kamu juga bisa menerima keputusanku ini ya.”
“Hm iya, Nes..”
Kami pun saling terdiam lagi dan lagi. Aku ga tau kenapa Rey ga cepet-cepet pulang! Padahal rasanya aku udah ga kuat lagi untuk ngebendung air mataku!
“Ohya Nes, penerbanganku nanti di hari Senin depan. Hari Senin kamu libur kan? Mau ga nganterin aku ke bandara?”, ujar Rey memohon.
“Aku ga janji ya, Rey..”
“Hmm yaudah kalau kamu ga bisa, gapapa kog.”, Rey terlihat sedang berusaha tersenyum. Senyumnya yang hingga saat itu, masih menggetarkan hatiku.
Tak ku sangka, aku pun menangis hanya karena melihat senyumannya yang teduh itu.
“Nes..”, kata Rey sembari mengusap air mata di pipiku.
“Hehe makanya jangan senyum gitu di depan aku..”, ujarku membuat air mataku semakin tak terbendung.
“Maafin aku ya Nes.. Maaf banget.”
“Hehe gapapa, Rey..”
“Asal kamu tau, kamu itu perempuan paling baik yang pernah aku kenal. Perempuan yang paling sabar. Perempuan yang berkorban banyak untuk orang seperti aku. Aku tau kamu sejak tadi nahan untuk ga marah sama aku. Aku tau kamu sejak tadi nahan untuk ga nangis di depan aku. Dan aku tau semua itu kamu lakuin untuk ga bikin aku khawatir.”
“Nes, sejujurnya, aku mengakhiri hubungan kita seperti ini, bukan karena aku ga sayang sama kamu, juga bukan karena aku nganggep kamu sebagai adek aku! Tapi..”
“Tapii?”, tanyaku.
“Aku takut nantinya akan nyakitin kamu lebih dari ini, Nes.
Kamu belum merasakan bagaimana rasanya berhubungan jarak jauh itu.
Disaat kamu rindu, tak bisa saling menyentuh.
Disaat kamu berada di keramaian, tapi hanya kesunyian yang bisa kamu rasakan.
Disaat kamu butuh aku, aku butuh kamu, tapi kita ga bisa segera bertemu.
Bahkan disaat nanti ada seseorang yang baru yang mulai mengetuk pintu hati kamu, kamu malah menghindar dengan alasan ingin menjaga perasaanku yang jauh disana yang entah tak tau kapan akan datang.”
“Aku ga mau kebebasanmu terampas karena kesetiaan kamu menunggu aku, Nes!”
“Aku cinta sama kamu, tapi aku juga akan melepaskan kamu.”, ujar Rey yang kala itu juga tak bisa membendung air matanya sepertiku.
———
Sore itu aku menyadari satu hal bahwa, akan ada satu orang yang membuatku jatuh cinta tanpa sebab, tanpa alasan, juga tanpa pertanyaan.
Akan ada satu orang yang membuatku belajar bahwa cinta bisa datang di waktu yang sangat singkat tapi sungguh susah membuatku melupakannya dengan cepat.
Dan akan ada satu orang yang mengajarkanku bahwa cinta itu tak perlu memiliki.
Dan orang itu adalah Rey.
“Setelah aku rasakan dan aku pikir berulang-ulang, rasaku untuk kamu ga lebih dari rasa seorang kakak yang memberikan perhatian pada adeknya..”
“Hmm maksud kamu, semua yang kamu lakuin ke aku selama ini hanya sebatas rasa kakak ke adek, Rey? Lalu buat apa sejauh ini kamu berusaha sekeras itu untuk aku? Toh kamunya hanya nganggep aku adek?”
Rey terdiam.
“Hmm kayanya aku ga perlu nanya-nanya lagi sih. Aku juga kayanya ga butuh penjelasan apa-apa lagi. Karena intinya, kamu pengen kita udahan, sebelum akhirnya kamu berangkat ke luar negeri. Gitu kan ya? Hehehehe…”
(Alhamdulillah banget, disaat itu, aku bisa meredam emosiku. Aku masih bisa mengeluarkan pertanyaan dengan nada halus dan lembut.
Sebenarnya ada banyak pertanyaan yang muncul di pikiranku untuknya. Tapi percuma dijelaskan juga sih, karena hal itu ga bisa mengubah apapun pada hubungan kami.)
“Maafin aku ya Nes..”
“Rey, bukan itu jawaban yang aku mau…”
Kami tiba-tiba terdiam dan saling menatap.
“Mulai sekarang, kamu ga perlu minta maaf lagi ya.. karena aku yang harusnya minta maaf.”, ujarku sembari mengalihkan tatapanku darinya.
“Maaf aku ga bisa buat kamu mencintai aku layaknya seorang pria jatuh cinta pada seorang wanita. Meski aku tau kamu sudah berusaha untuk mencintai aku.”
“Aku berharap, nanti, kamu akan menemukan seseorang yang bisa buat kamu move on ya, Rey..”, kali ini aku menatapnya lagi dengan memberikan senyumanku yang begitu tulus untuknya.
“Makasih untuk semuanya yaa, Rey..”, kataku pada akhirnya.
Tak lama dari itu, Titin dan Odi terlihat sedang mendekati kami.
“Rey, jangan sampai Titin dan Odi tau kalau kita begini ya, pleeeaaseee!!”, ujarku memohon. Rey meresponsnya dengan mengusap-usap kupluk di kepalaku.
“Senyum Rey!”, perintahku selanjutnya. Dia pun menurut.
“Yaudah yuk, kita samperin mereka!”
Kami pun berjalan beriringan menuju Titin dan Odi berada.
“Kalian kucari-cari loh dari tadi! Ternyata disini toh!”, ujar Titin saat melihat kehadiran kami.
“Huhu pegel pek kaki aku!! Kalian pegel gak?”, tanya Odi.
“Lemah kamu Odi!!!”, jawabku yang disambut tawa dengan yang lain.
“Asem kon Nes!”, balas Odi kesel.
Jika kalian bertanya, apakah ada foto aku dan Rey saat di puncak Bromo? Jawabannya adalah tidak! Kenapa?
Karena aku ga mau aja nanti saat ngeliat foto kami disini, akunya malah keinget-inget momen saat putus cinta.
“Kalian ga foto ta?”, tanya Odi setelahnya, menawarkanku dan Titin untuk foto berdua.
“Wah boleh!!”, jawab kami serempak.
Ya, di puncak Bromo, hanya ada foto aku dan Titin.

Saat kami baru saja berpose, ada drama baru terjadi lagi.
“Say, idung kamu!!!”, teriak Titin spontan.
Aku segera meraba lubang hidungku. Ku pikir aku ingusan.
“Kamu mimisan!!”, kata Titin lagi.
Aku pun mengelap hidungku dengan punggung tangan. Disaat itu, Rey pasang badan lagi untuk memberikan perhatian padaku.
Tanpa basa-basi, dia segera menyandarkan keningku ke dada bidangnya. Dengan begini, posisi tubuhku lebih condong ke depan.
Setelah ku baca-baca, tindakan Rey ini untuk mencegah darahku mengalir ke sinus dan tenggorokanku, jadi bukan karena Rey masih ada perasaan ke aku ya! Jangan gede rasa kamu, Nes!
“Cubit hidung kamu, Nes.. untuk sementara napas lewat mulut ya!”, kata Rey.
Aku pun menurutinya tanpa banyak bertanya.
Ohya, disaat keningku berada di dadanya, entah kenapa aku merasakan kalau jantung Rey sedang berdegup kencang.
Hm mungkin dia deg-deg-an karena kaget akunya mimisan kali ya?
Titin dan Odi terlihat panik. Sedang aku dan Rey malah biasa-biasa saja.
“Say kamu sering mimisan kah?”, tanya Titin.
“Enggak, ini baru pertama kalinya aku mimisan.”, suaraku yang hanya didengar Rey, membuat Rey menyampaikan apa yang ku bilang ke Titin.
“Katanya ini pertama kali dia mimisan.”
“Oooowalaaah!!”, balas Titin.
Sekitar lima belas menit keningku bersandar di dada Rey. Membuat Titin dan Odi lebih dulu menuruni puncak Bromo. Karena saat itu mereka butuh untuk ke toilet segera.
“Kayanya udah ga mimisan lagi akunya…”, ujarku tiba-tiba memecahkan keheningan diantara kami berdua.
Dengan kikuk, aku pun segera menjaga jarak dengan Rey. Namun, Rey justru menarik tubuhku dan memelukku begitu erat. Sedang aku, sama sekali tak membalas pelukannya dan juga tak bisa memberontak padanya, sebab, aku seperti sedang kehabisan tenaga.
“Rey, yuk.. ga enak kalau bikin mereka lama nunggu kita.”, harapanku Rey bisa segera melepaskan pelukannya.
“Begini dulu sebentar aja, Nes..”, kata Rey kemudian.
Ada banyak pasang mata melihat kami yang sedang berpelukan. Berkali-kali mereka memastikan, apakah kami sedang syuting film atau sedang syuting sinetron. Jika mereka yakin kalau kami tidak sedang syuting, mereka akan begitu saja melewati kami.
“Maafin aku ya, Nes…”, katanya lagi. Aku mulai menepuk-nepuk punggungnya dengan tangan kanan.
“Udah yuk, Rey.. ga enak diliatin orang banyak.”, akhirnya kali ini Rey benar-bener melepaskan pelukannya.
Kami pun mulai berjalan menuju anak tangga berada lalu menuruninya tanpa saling bicara.
Aneh rasanya. Tadi saat menaikinya, aku merasa sangat bahagia. Namun saat menuruninya, aku bahkan tak mengerti apa yang sedang kurasa. Apakah ini rasa sakit atau sedih atau kecewa dan atau marah?
Perubahan rasa yang berbeda seratus delapan puluh derajat ya?

— — —
Sekitar jam empat sore, kami pun sudah tiba di Surabaya, lebih tepatnya, kami sudah berada di teras kosku.
Ohya, saat di Bromo tadi, setelah dari penanjakan pertama, kami melanjutkan untuk melihat spot-spot menarik lainnya di sana. Yang paling berkesan dari spot-spot itu menurut aku adalah saat kami di Bukit Teletubbies.
Jadi, di Bukit Teletubbies itu, aku melihat hamparan padang rumput yang hijau dan bukit yang berjajar-jajar bagus banget ditumbuhi rerumputan yang menyelimuti perbukitan. Ya mirip lah yaa kaya film Teletubbies itu. Karena pengen ngerasain jadi Tinky-Winky, Dipsy, Laa-lala, dan Po meski sebentar, kami pun sepakat untuk piknik disana dan rela menahan lapar sepanjang perjalanan.
“Rey, makasih banyak yaa udah ngajakin kita liburan!”, kata Odi sebelum akhirnya berpamitan untuk pulang.
“Rey, makasih juga yaa.. titip Agnes! Jangan bikin dia nangis!”, kata Titin kemudian.
Huhu sedih, Titin belum tau apa yang sebenarnya terjadi kepada kami.
“Say, makasih yaa..”, lanjut Titin saat kami bercipika-cipiki.
Aku dan Rey melihat kepergian Titin dan Odi di depan gerbang. Entah kenapa vibesnya seperti sepasang suami istri yang mengantar tamunya pulang.
“Pak Eri ga kelamaan nungguin kamunya, Rey?”, tanyaku saat kami kembali berjalan menuju teras kos.
“Pak Eri udah aku suruh pulang.”
“Loh, kamunya gimana?”
“Gapapa, nanti aku balik naik taksi aja.”
“Oh gitu..”, kini aku sudah duduk di kursi jati di tepi kolam.
“Nes..”, panggil Rey, saat dia sudah duduk tak jauh di depanku.
“Ya?”
“Kita masih bisa temenan kan?”
“Hm selama ini sih aku ga pernah ada komunikasi lagi dengan mantan, Rey. Soalnya aku bukan tipe orang yang bisa temenan sama mantan.”
“Kenapa?”
“Yaa namanya mantan, berarti dia pernah jadi orang yang kita sayang dan dia pun juga pernah sayang sama kita kan ya? Yaa aku ga mau aja, saat kita saling berkabar, membuat pacar barunya cemburu dan lain sebagainya ke aku. Begitu juga denganku yang ga mau bikin cemburu pacarku. Jadi aku lebih berusaha untuk ngejaga perasaan seseorang yang sekarang udah bersama dia dan juga yang udah bersama aku.”
“Berarti selama kita masih ga punya pacar, ga masalah kan kalau kita tetep temenan?”
“Hm kita liat nanti yaa, Rey.. Karena ini pertama kalinya buat aku.. Kalau boleh jujur, ga mudah buat aku untuk menerima semua keputusan kamu, Rey.. Jadi, aku harap, kamu juga bisa menerima keputusanku ini ya.”
“Hm iya, Nes..”
Kami pun saling terdiam lagi dan lagi. Aku ga tau kenapa Rey ga cepet-cepet pulang! Padahal rasanya aku udah ga kuat lagi untuk ngebendung air mataku!
“Ohya Nes, penerbanganku nanti di hari Senin depan. Hari Senin kamu libur kan? Mau ga nganterin aku ke bandara?”, ujar Rey memohon.
“Aku ga janji ya, Rey..”
“Hmm yaudah kalau kamu ga bisa, gapapa kog.”, Rey terlihat sedang berusaha tersenyum. Senyumnya yang hingga saat itu, masih menggetarkan hatiku.
Tak ku sangka, aku pun menangis hanya karena melihat senyumannya yang teduh itu.
“Nes..”, kata Rey sembari mengusap air mata di pipiku.
“Hehe makanya jangan senyum gitu di depan aku..”, ujarku membuat air mataku semakin tak terbendung.
“Maafin aku ya Nes.. Maaf banget.”
“Hehe gapapa, Rey..”
“Asal kamu tau, kamu itu perempuan paling baik yang pernah aku kenal. Perempuan yang paling sabar. Perempuan yang berkorban banyak untuk orang seperti aku. Aku tau kamu sejak tadi nahan untuk ga marah sama aku. Aku tau kamu sejak tadi nahan untuk ga nangis di depan aku. Dan aku tau semua itu kamu lakuin untuk ga bikin aku khawatir.”
“Nes, sejujurnya, aku mengakhiri hubungan kita seperti ini, bukan karena aku ga sayang sama kamu, juga bukan karena aku nganggep kamu sebagai adek aku! Tapi..”
“Tapii?”, tanyaku.
“Aku takut nantinya akan nyakitin kamu lebih dari ini, Nes.
Kamu belum merasakan bagaimana rasanya berhubungan jarak jauh itu.
Disaat kamu rindu, tak bisa saling menyentuh.
Disaat kamu berada di keramaian, tapi hanya kesunyian yang bisa kamu rasakan.
Disaat kamu butuh aku, aku butuh kamu, tapi kita ga bisa segera bertemu.
Bahkan disaat nanti ada seseorang yang baru yang mulai mengetuk pintu hati kamu, kamu malah menghindar dengan alasan ingin menjaga perasaanku yang jauh disana yang entah tak tau kapan akan datang.”
“Aku ga mau kebebasanmu terampas karena kesetiaan kamu menunggu aku, Nes!”
“Aku cinta sama kamu, tapi aku juga akan melepaskan kamu.”, ujar Rey yang kala itu juga tak bisa membendung air matanya sepertiku.
———
Sore itu aku menyadari satu hal bahwa, akan ada satu orang yang membuatku jatuh cinta tanpa sebab, tanpa alasan, juga tanpa pertanyaan.
Akan ada satu orang yang membuatku belajar bahwa cinta bisa datang di waktu yang sangat singkat tapi sungguh susah membuatku melupakannya dengan cepat.
Dan akan ada satu orang yang mengajarkanku bahwa cinta itu tak perlu memiliki.
Dan orang itu adalah Rey.
###
wakazsurya77 dan 4 lainnya memberi reputasi
5
Kutip
Balas
Tutup