- Beranda
- Stories from the Heart
Kisah Seorang Pramugari (True Story)
...
TS
aymawishy
Kisah Seorang Pramugari (True Story)

Di saat kau merasa hidup sendiri
Dalam kerasnya dunia
Tersenyumlah
Bila kau pun harus berputus asa
Berpikir semua kan berakhir
Tersenyumlah
Kau tak sendiri aku di sini
Menantimu bersama hangatnya mentari
Kau tak sendiri aku di sini
Berikan tanganmu mari kita hadapi
Hidup memang tak selalu seperti
Yang kau inginkan yang kau harapkan
Hadapilah dengan hati tenang dan tetap melangkah
Kau tak sendiri
Perhatikan sekitar coba kau amati
Hidup bukan sekedar tentang patah hati
Dan semua yang terjadi ambil hikmahnya
Om Iwan pun berkata "ambil indahnya"
Kau tak sendiri aku di sini
Memanggilmu bersama hangatnya mentari
Kau tak sendiri kami di sini
Raihlah tanganku bersama kita lewati
Hidup memang tak selalu seperti
Yang kau inginkan yang kau harapkan
Hadapilah dengan hati tenang teruskan melangkah
Kau tak sendiri
Hidup memang tak selalu seperti
Yang kita inginkan yang kita harapkan
Hadapilah dengan hati tenang
Yakinkan dirimu
Kau tak sendiri yeah yeah yeaah
Dalam kerasnya dunia
Tersenyumlah
Bila kau pun harus berputus asa
Berpikir semua kan berakhir
Tersenyumlah
Kau tak sendiri aku di sini
Menantimu bersama hangatnya mentari
Kau tak sendiri aku di sini
Berikan tanganmu mari kita hadapi
Hidup memang tak selalu seperti
Yang kau inginkan yang kau harapkan
Hadapilah dengan hati tenang dan tetap melangkah
Kau tak sendiri
Perhatikan sekitar coba kau amati
Hidup bukan sekedar tentang patah hati
Dan semua yang terjadi ambil hikmahnya
Om Iwan pun berkata "ambil indahnya"
Kau tak sendiri aku di sini
Memanggilmu bersama hangatnya mentari
Kau tak sendiri kami di sini
Raihlah tanganku bersama kita lewati
Hidup memang tak selalu seperti
Yang kau inginkan yang kau harapkan
Hadapilah dengan hati tenang teruskan melangkah
Kau tak sendiri
Hidup memang tak selalu seperti
Yang kita inginkan yang kita harapkan
Hadapilah dengan hati tenang
Yakinkan dirimu
Kau tak sendiri yeah yeah yeaah
Quote:
Hai, aku Anes, nama panggilan dari pemilik akun aymawishy ini. Semasa sekolah, aku tinggal di sebuah Kabupaten di Jawa Timur bagian timur.
Mungkin yang sudah membaca threadku yang menceritakan bagaimana kisahku semasa SMPakan lebih tahu bagaimana kejamnya orang-orang di sekitarku memperlakukanku.
Tapi, seperti yang Papaku bilang, aku harus tetap semangat dan harus terus berperilaku baik meski dijahatin.
Selepas SMA, aku merantau ke Surabaya. Disaat itulah aku benar-benar ingin hidup mandiri tanpa bantuan dari Papa. Karenanya, aku harus bekerja agar bisa kuliah.
Awal kehidupanku di perantauan, sangatlah penuh perjuangan.
Ngekos di kosan kumuh, aku pernah. Disana aku ngerasain tidur diatas kasur yang basah karena atap kamarku bocor selama musim penghujan. Dan juga kamar mandi yang lantainya meski disikat berkali-kali pakai WPC, tetap berwarna hitam karena lumutan.
Selain itu, selama 3 bulan berturut-turut, tiap harinya hanya makan roti seharga seribuan yang aku beli di warung kopi dekat kantor tempat aku magang. Yaa meski, alhamdulillahnya ada aja orang baik yang ngasih aku makan. Ohya, karena sering banget makan roti tanpa makan nasi, aku jadi punya “maag” hehehe.
Rasanya jika diingat, masih banyak perjuangan-perjuangan yang aku lalui sejak tahun 2012.
Mungkin yang sudah membaca threadku yang menceritakan bagaimana kisahku semasa SMPakan lebih tahu bagaimana kejamnya orang-orang di sekitarku memperlakukanku.
Tapi, seperti yang Papaku bilang, aku harus tetap semangat dan harus terus berperilaku baik meski dijahatin.
Selepas SMA, aku merantau ke Surabaya. Disaat itulah aku benar-benar ingin hidup mandiri tanpa bantuan dari Papa. Karenanya, aku harus bekerja agar bisa kuliah.
Awal kehidupanku di perantauan, sangatlah penuh perjuangan.
Ngekos di kosan kumuh, aku pernah. Disana aku ngerasain tidur diatas kasur yang basah karena atap kamarku bocor selama musim penghujan. Dan juga kamar mandi yang lantainya meski disikat berkali-kali pakai WPC, tetap berwarna hitam karena lumutan.
Selain itu, selama 3 bulan berturut-turut, tiap harinya hanya makan roti seharga seribuan yang aku beli di warung kopi dekat kantor tempat aku magang. Yaa meski, alhamdulillahnya ada aja orang baik yang ngasih aku makan. Ohya, karena sering banget makan roti tanpa makan nasi, aku jadi punya “maag” hehehe.
Rasanya jika diingat, masih banyak perjuangan-perjuangan yang aku lalui sejak tahun 2012.
Ohya..
Saat nanti aku berbagi cerita di thread ini, tolong jangan dihujat ya.
Sebab..
Aku bukanlah seorang penulis, jadi jangan pernah berharap lebih terhadap tulisan yang aku bagi.
Aku juga bukanlah orang hebat yang hanya ingin berbagi pengalaman yang aku alami.
Saat nanti aku berbagi cerita di thread ini, tolong jangan dihujat ya.
Sebab..
Aku bukanlah seorang penulis, jadi jangan pernah berharap lebih terhadap tulisan yang aku bagi.
Aku juga bukanlah orang hebat yang hanya ingin berbagi pengalaman yang aku alami.
Pokok Isi Cerita
Quote:
#Bagian 1
-Part 1 : Awal Mula
-Part 2 : Menjemput Restu
-Part 3 : Tahap Awal
-Part 4 : Pantang Mundur
-Part 5 : Tentang Cinta Pertama
-Part 6 : Terjebak Nostalgia
-Part 7 : Mungkin Nanti
-Part 8 : Undangan?
-Part 1 : Awal Mula
-Part 2 : Menjemput Restu
-Part 3 : Tahap Awal
-Part 4 : Pantang Mundur
-Part 5 : Tentang Cinta Pertama
-Part 6 : Terjebak Nostalgia
-Part 7 : Mungkin Nanti
-Part 8 : Undangan?
Quote:
#Bagian 2 : Proses Perekrutan Pramugari
-Part 9 : Hi, Jakarta! Be Nice Please!
-Part 10 : Hall of Fame
-Part 11 : Berpisah dengan Shasa, Bertemu dengan Wildan!
-Part 12 : Papa Yang Makin Menua
-Part 13 : Manis Dan Pahit
-Part 14 : Yok Opo Seh!
-Part 15 : Dikirim Malaikat Baik Yang Menjelma Menjadi Manusia
-Part 16 : Medical Examination
-Part 17 : Curhat Dadakan, Berujung Menyesakkan
-Part 18 : Menjelang Tahun Baru
-Part 19 : Selamat Datang Tahun 2017!
-Part 20 : Made Darma
-Part 21 : Hari Yang Kutunggu
-Part 22 : PANTUKHIR!
-Part 9 : Hi, Jakarta! Be Nice Please!
-Part 10 : Hall of Fame
-Part 11 : Berpisah dengan Shasa, Bertemu dengan Wildan!
-Part 12 : Papa Yang Makin Menua
-Part 13 : Manis Dan Pahit
-Part 14 : Yok Opo Seh!
-Part 15 : Dikirim Malaikat Baik Yang Menjelma Menjadi Manusia
-Part 16 : Medical Examination
-Part 17 : Curhat Dadakan, Berujung Menyesakkan
-Part 18 : Menjelang Tahun Baru
-Part 19 : Selamat Datang Tahun 2017!
-Part 20 : Made Darma
-Part 21 : Hari Yang Kutunggu
-Part 22 : PANTUKHIR!
Quote:
#Bagian 3
-Part 23 : Kesempatan Kedua
-Part 24 : Accedere
-Part 25 : Tentang Rey!
-Part 26 : Become In Love
-Part 27 : Buket Mawar Merah
-Part 28 : Out Of Control
-Part 29 : Di Zangrandi
-Part 30 : Pantukhir Kedua
-Part 31 : Si Paling Inisiatif
-Part 32 : Agnes
-Part 33 : Cemburu
-Part 34 : Rey!?
-Part 35 : Ternyata…
-Part 36 : Di Puncak Bromo
-Part 37 : Berpisah
-Part 38 : Hasil Pantukhir
-Part 39 : Tyas!
-Part 40 : Di Kampung Halaman
-Part 41 : Berpamitan
-Part 23 : Kesempatan Kedua
-Part 24 : Accedere
-Part 25 : Tentang Rey!
-Part 26 : Become In Love
-Part 27 : Buket Mawar Merah
-Part 28 : Out Of Control
-Part 29 : Di Zangrandi
-Part 30 : Pantukhir Kedua
-Part 31 : Si Paling Inisiatif
-Part 32 : Agnes
-Part 33 : Cemburu
-Part 34 : Rey!?
-Part 35 : Ternyata…
-Part 36 : Di Puncak Bromo
-Part 37 : Berpisah
-Part 38 : Hasil Pantukhir
-Part 39 : Tyas!
-Part 40 : Di Kampung Halaman
-Part 41 : Berpamitan
Quote:
#Bagian 4 : Initial Flight Attendant’s Ground Training
-Briefing and Sign Contract :
-Part 42 : Sekilas Tentang Ground Training
-Part 43 : Kog Begini Amat Sih?!
###
-Part 44 : Drama Perkara Sepatu
-Part 45 - Astaga!!
-Part 46 : KACAU!
-Part 47 : Drama di Hari Pertama
-Part 48 : Apa Benar FA Harus Deketin Pilot Agar Jam Terbangnya Banyak?
-Part 49 : Jawaban Dari Pertanyaan Mia
-Part 50 : Learning By Doing
-Part 51 : Tentang Chapter Lima dan CET
-Part 52 : Rey Datang Lagi
-Part 53 : Tersimpul Luka Kedua Kali
-Part 54 : White Horse
-Part 55 : Menjelang Flight Training
-Part 56 : Overthinking!
-Briefing and Sign Contract :
-Part 42 : Sekilas Tentang Ground Training
-Part 43 : Kog Begini Amat Sih?!
###
-Part 44 : Drama Perkara Sepatu
-Part 45 - Astaga!!
-Part 46 : KACAU!
-Part 47 : Drama di Hari Pertama
-Part 48 : Apa Benar FA Harus Deketin Pilot Agar Jam Terbangnya Banyak?
-Part 49 : Jawaban Dari Pertanyaan Mia
-Part 50 : Learning By Doing
-Part 51 : Tentang Chapter Lima dan CET
-Part 52 : Rey Datang Lagi
-Part 53 : Tersimpul Luka Kedua Kali
-Part 54 : White Horse
-Part 55 : Menjelang Flight Training
-Part 56 : Overthinking!
Quote:
#Bagian 5 : Flight Training
-Part 57 : Junior Selalu Salah
-Part 58 : Briefing Before Flight
-Part 59 : About Preflight Check
-Part 60 : Company Check
-Part 61 : Berjuang Lagi!
-Part 62 : Jungle And Sea Survival Part I
-Part 63 : Jungle And Sea Survival Part II
-Part 64 : Jungle And Sea Survival Part III
-Part 65 : Jungle And Sea Survival Part IV
-Part 66 : CCFA & DGCA Check
-Part 57 : Junior Selalu Salah
-Part 58 : Briefing Before Flight
-Part 59 : About Preflight Check
-Part 60 : Company Check
-Part 61 : Berjuang Lagi!
-Part 62 : Jungle And Sea Survival Part I
-Part 63 : Jungle And Sea Survival Part II
-Part 64 : Jungle And Sea Survival Part III
-Part 65 : Jungle And Sea Survival Part IV
-Part 66 : CCFA & DGCA Check
Quote:
#Bagian 6 : Kehidupan Seorang Pramugari
-Part 67 : Persiapan Untuk Terbang
-Part 68 : My First Flight
-Part 69 : Rian dan Ihsan
-Part 70 : Setan Penjaga Kamar Vs Senior Ala Ala
-Part 71 : Kisah Kasih Tak Sampai
-Part 72 : Padaido
-Part 73 : Hubungan Tanpa Status
-Part 74 : Mimpi Aneh
-Part 75 : Putri Kebaya
-Part 76 : Kamu Mau Jadi Pramugari Yang Seperti Apa?
-Part 77 : Turbulensi
-Part 78 : Hari-hari Bersama Papa
-Part 79 : Papa, It’s My Birthday!
-Part 80 : Duka Yang Bertubi
-Part 81 : Flashback to 2017
-Part 82 : Tentang Aku dan Dia
-Part 67 : Persiapan Untuk Terbang
-Part 68 : My First Flight
-Part 69 : Rian dan Ihsan
-Part 70 : Setan Penjaga Kamar Vs Senior Ala Ala
-Part 71 : Kisah Kasih Tak Sampai
-Part 72 : Padaido
-Part 73 : Hubungan Tanpa Status
-Part 74 : Mimpi Aneh
-Part 75 : Putri Kebaya
-Part 76 : Kamu Mau Jadi Pramugari Yang Seperti Apa?
-Part 77 : Turbulensi
-Part 78 : Hari-hari Bersama Papa
-Part 79 : Papa, It’s My Birthday!
-Part 80 : Duka Yang Bertubi
-Part 81 : Flashback to 2017
-Part 82 : Tentang Aku dan Dia
Diubah oleh aymawishy 02-02-2024 08:38
Dhekazama dan 47 lainnya memberi reputasi
48
64.1K
Kutip
1K
Balasan
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•52KAnggota
Tampilkan semua post
TS
aymawishy
#132
Part 36 - Di Puncak Bromo
Spoiler for Di Puncak Bromo:
16 April 2017, Minggu
“Saay.. bangun!!”, pagi itu sekitar jam tiga lebih tiga menit, aku membangunkan Titin yang masih tidur nyenyak meski alarm di ponselnya berdering sejak setengah jam yang lalu.
“Hooaaammm!!”, Titin yang baru saja bangun, langsung menguap selebar-lebarnya. Akupun diam-diam tersenyum memperhatikannya.
“Kamu uda mandi, say?”, tanyanya kemudian dengan suaranya yang parau.
“Udaah! Tadi aku kebangun saat alarmmu bunyi!”, jawabku sembari memakai skincare di depan cermin panjang yang ada di sebelah tempat tidurku.
“Ohya? Hehehe akunya malah ga denger apa-apa!!”, ujarnya sembari menggaruk-garuk kepalanya yang tak gatal.
“Yawes tak mandi sek yo say..”, lanjutnya.
“Iyaa..”
Ohya, saat tadi aku membasuh kakiku, rupanya lukanya sudah terbalut rapi dengan perban. Pasti saat aku ketiduran semalam, selain mengompres keningku, Rey juga membalut lukaku.

Sekitar jam 3.45, terdengar suara Odi, Rey, Pak Eri, dan Ibuk di luar kamar. Aku dan Titin pun segera bergegas untuk keluar kamar dengan membawa semua perlengkapan, sebab, sepulang dari Bromo nanti, kami akan langsung balik ke Surabaya.
“Pagi Pak Eri, Ibuk…”, sapaku saat sudah berada di ruang makan.
“Pagii, Mbaa..”, jawab mereka.
Pak Eri dan Ibuk yang ku sapa, tapi yang senyum-senyum adalah Rey. Dia yang sedang makan sepotong roti cokelat sembari bersandar ke pilar besar di ruang makan, tiba-tiba menghampiriku dan berbisik padaku “Nes, kenapa sih pagi-pagi gini uda cantik banget?”.
“Ibuk, ini bekal untuk kita makan di Bromo?”, aku berusaha untuk mengabaikan Rey.
Ibuk meresponsnya dengan memberikan anggukan dan kedipan.
“Banyak bangeeet hehe..”, lanjutku.
Tak ada yang menyadari bahwa aku sedang salah tingkah saat ini, kecuali si Rey.
“Permisi Mba saya bawakan barang-barangnya ke mobil..”, ujar Pak Eri kepadaku dan juga Titin.
“Ga usah Pak biar saya aja!”, jawabku.
“Gapapa sini, biar Mba tinggal naik mobil aja nanti..”, balas Pak Eri.
Aku yang ragu, seketika memberikan pertanyaan ke Rey melalui sebuah tatapan: ‘ini gapapa Pak Eri yang bawain?’ dan Rey yang juga sedang menatapku, membalasnya dengan anggukan kecil juga memberikan senyuman khasnya.
Dengan berat hati, ku berikan bawaanku pada Pak Eri yang ternyata sudah membawa barang-barang Titin.
“Makasih nggeh Pak..”, ujarku.
“Sami-samii, Mba..”, lalu Pak Eri segera membawa barang kami ke mobil.
“Ibuuk, jauh ga sih Bromo dari sini?”, tanya Odi.
“Dekeet Mas. Paling sepuluh menit yo wes sampe!”
“Ibuk melu ora? (Ibuk ikut ga?)”, tanyanya lagi.
“Wes tuwuk Mas! (Saya sudah bosan kesana Mas!)”
Saat itu, jam dinding tua di ruang makan sudah menunjukkan pukul empat kurang lima menit. Saat itu pula Ibuk baru saja selesai memasukkan bekal ke dalam ransel besar, berbarengan dengan kami yang sudah merasa kenyang memakan sepotong roti bakar.
“Yuk berangkat!!”, ajak Rey.
“Yuuk!!”, jawab kami serempak.
Kami pun berbondong-bondong berjalan menuju mobil. Ku lihat Rey lebih dulu masuk ke mobil, kali ini dia duduk di mobil bagian belakang. Mau ga mau aku juga duduk di belakang bersamanya.
“Aauu!!”, teriakku.
“Hati-hati say!”, kata Titin saat ngeliat lututku kepentok pinggiran mobil saat aku berusaha menaikinya.
“Kaki mana yang tadi kepentok?”, tanya Rey saat aku baru duduk di sebelahnya.
“Hehehe gapapa, udah biasa..”
“Jangan gitu dong, Nes. Lain kali harus hati-hati ya. Jangan sakiti anggota tubuh kamu meskipun itu hanya secuil!!”
“Iyaaaaaa… pagi-pagi udah diomelin akunya!”, gerutuku. Rey yang mendengar gerutuku, menarik pelan kepalaku kemudian mengecup sebentar pelipis kananku.
Setelah semuanya sudah di mobil, mobil perlahan mulai melaju menjauhi pekarangan villa.
Pak Eri sibuk menyetir, menembus jalanan yang tampak masih gelap juga dipenuhi oleh kabut tebal di jalanan yang agak terjal. Titin dan Odi tampak serius membahas sesuatu berdua, yang sepertinya tak ingin aku maupun Rey mengetahuinya. Sedang Rey, dia tiba-tiba meraih tanganku dan digenggamnya erat.
“Rey, makasih ya udah ngobatin lecet di kakiku juga luka di lenganku.”, ujarku kemudian.
“Iya, sama-sama..”, dia memberiku senyuman kecil.
“Btw, tadi chat apa? Kog dihapus?”, tanyaku kemudian.
“Hmm bukan apa-apa..”
“Dih..”
“Hmm di chat tadi aku cuma bilang, kalau aku ngegodain kamu doang!”
“Ngegodain doang? Yang bagian mana?”
“Yang bagian aku tau kamu mimpi apaan..”
“Ooh..”
“Aku godain, eh kamunya malah ninggalin aku ke kamar!”
“Makanya, jangan ngacooo!”, balasku pada Rey, jujur saat itu ada lega di hatiku, bahwa ternyata dia ga tau apa yang sedang aku mimpikan semalam hehe.
“Tapi Rey, kenapa kog sampe dihapus chatnya?”
“Yaa biar kamunya ga salah paham.. jadi aku mau ngomong langsung aja.”
“Ooh..”
Rasanya baru saja duduk dalam mobil, tapi kami sudah tiba di pintu masuk Bromo Sukapura.
Saat aku turun dari mobil, kesan pertama yang aku rasakan adalah hawa yang sangat dingin khas pegunungan. Saat keluar villa tadi memang terasa dingin, tapi ini benar-benar dingin. Dingin sejuk gitu!
Ku lihat ada beberapa orang yang sudah terjaga (atau mereka belum sempat tidur ya?) memakai kain sarung di tubuh mereka sebagai penghangat.
Ohya, untuk kami bisa melanjutkan perjalanan memasuki kawasan wisata Bromo, kami diwajibkan untuk membeli tiket masuk dan juga menyewa jeep hardtop yang sudah berjejer rapi di dekat pintu masuk. Kata salah satu dari mereka, dengan menyewa jeep, kami akan diantar menuju ke berbagai spot menarik di Gunung Bromo.
Awalnya Odi dan Titin yang keukeuh ingin membayar tiket masuk dan juga menyewa jeep berebutan dengan Rey. Tapi setelah Rey bilang itu adalah tanggung jawabnya karena dia yang mengajak berlibur, akhirnya Odi dan Titin mengalah.
Setelah Rey mengurus semuanya, kami bergegas memasuki jeep yang disopiri oleh salah satu pemandu wisata disana.
———
Di area parkir memang masih ada orang dan pencahayaannya juga terang. Tapi setelah kami meninggalkan tempat itu, yang ada hanyalah kegelapan dan pasir. Penerangan selama perjalanan hanya bersumber dari cahaya lampu jeep.
Seketika aku bergidik membayangkan bagaimana jika semisal aku berjalan seorang diri di tengah suasana sepi dan gelap itu.
“Nes, sini aku pakein kupluk dulu!”, ujar Rey yang menyadari aku hanya menggunakan mantel tanpa tudung kepala, menghentikan lamunanku.
“Gimana, hangat kan?”, tanyanya kemudian.
Aku mengangguk menjawabnya.
“Sini tanganmu! Aku pakein sarung tangan juga!”, ujar Rey lagi.
“Memang ga dingin tangannya kamu biarin begini sedari tadi?”, tanyanya sembari serius memasukkan jari-jariku ke dalam sarung tangan.
“Enggak. Soalnya kan kamu genggamin tangan aku terus!”.
“Dasar..”, balasnya.
Tak lama kemudian, kami pun sampai di tangga menuju puncak Bromo yang konon berjumlah 250 anak tangga.
Terbersit keinginan kami untuk menghitung anak tangga itu, tapi nyatanya hitungan kami ambyar, kalah dengan rasa lelah juga hawa dingin yang semakin tak sopan merasuki tubuh.
Saat kami tiba di puncak Bromo, fajar mulai menyingsing. Dalam temaram fajar tampak kawah Bromo yang mengepulkan asap abadi, begitu dalam namun sangat indah. Kami hanya dibatasi dengan pagar kayu di sekeliling kawah yang berdiameter cukup luas. Titin dan Odi mulai sibuk mengambil foto. Sedang aku dan Rey memilih untuk menikmati suasana Bromo dengan menyusuri puncak sang gunung sambil menghirup udara dingin yang bercampur bau belerang.
Di puncak Bromo, aku memberanikan diri untuk lebih dulu menggenggam tangan Rey yang sejak memulai mendaki, lebih banyak diam. Dia pun membalas genggamanku dengan erat.
“Makasih ya Rey.. Udah ngajakin aku juga temen-temenku ke tempat seindah ini..”, ujarku memecahkan lamunannya.
“Sama-sama, Nes! Seneng ga?”
“Bangett!!”
“Aku harap, kamu bakal seneng terus kedepannya.”, ujar Rey sembari menatap lurus ke depan, menatap perbukitan yang menjulang begitu indah.
“Kamu juga harus begitu ya?”, balasku seraya memberikan senyuman terindahku untuknya.
Dia mengangguk perlahan. Namun, tak ada senyuman yang terpancar, melainkan, kesenduan yang ia berikan.
“Nes…”, katanya kemudian. Kini kami saling berhadapan dan saling menatap.
“Hmm?”, jawabku. Seketika senyumku sirna, sebab dari tatapannya, aku tahu bahwa Rey sedang tidak baik-baik saja.
“Aku boleh ngomong sesuatu?”, tanyanya kemudian.
“Boleh. Mau ngomong apa kah?”, balasku lembut.
“Nes, seminggu lagi, aku berangkat ke Aaa. Aku diterima untuk jadi First Officer disana.”, ujar Rey. Dia menyebutkan nama salah satu negara bagian dari Asia Barat itu.
(Disini aku sensor karena khawatir identitas Rey bakal diketahui. Soalnya ga banyak orang indo yang diterima disana.)
“Maksud kamu, kamu pindah maskapai?”, tanyaku.
“Iyaa..”, jawabnya lirih.
“Wah, hebat!! Selamat ya Rey!”, aku terlihat bahagia diluar, namun dalam hatiku, aku bingung harus merasakan apa.
“Thanks ya Nes..”
“Tapi kog, kamu sedih? Kenapa?”, tanyaku.
“Aku bakal ninggalin kamu disini..”
“Ya gapapa dong.. kan kita masih bisa komunikasi lewat telpon? Dan juga bisa video call pake skype?”, disini aku masih bisa menahan rasa sedihku.
Rey terdiam.
“Hm kamu udah lama ikut perekrutan di maskapai itu Rey?”, tanyaku berusaha mencairkan suasana yang membeku bersama dinginnya puncak Bromo ini.
“Sejak aku putus sama dia.. dan proses terakhirnya bulan lalu..”
“Hmm lumayan lama juga ya prosesnya. Jadi kamu pindah maskapai karena memang pengen atau karena ada hal lain, Rey?”
Terlihat dengan jelas bahwa Rey ragu untuk menjawabnya.
“Jujur aja, gapapa, Rey hehehe..”, aku masih bisa tersenyum di momen ini.
“Hm aku pindah bukan karena aku berambisi untuk kesana, Nes.. tapi lebih karena.. aku pengen lupain dia..”
“Pengen lupain dia?”, tanyaku lagi.
Rey pun mengangguk.
“Maksud kamu, meski kita sudah pacaran, kamu masih belum bisa lupain dia?”
“Maafin aku ya Nes.. Setelah aku rasakan dan aku pikir berulang-ulang, rasaku untuk kamu ga lebih dari rasa seorang kakak yang memberikan perhatian pada adeknya..”
Aku hanya bisa tersenyum mendengar penjelasan Rey.
‘Ternyata, saat dia ngigau sampe nangis kemarin, itu karena emang dia belum bisa lupain masa lalunya.
Siapa sangka bahwa dia hanya mempermainkan perasaanku selama ini.
Apa dia bilang? Aku hanya dianggapnya sebagai adek? Hahahahaha!!!’
Dari lubuk hatiku yang paling dalam, sekuat tenaga aku menahan segala rasa amarah dan sedihku yang larut menjadi satu ini, agar tak menumpahkan air mataku yang rasanya sungguh sulit untuk ku bendung lagi.
Aku tak percaya lagi dengan apa yang kau beri
Aku terdampar disini tersudut menunggu mati
Aku tak percaya lagi akan guna matahari
Yang dulu mampu terangi sudut gelap hati ini
Aku berhenti berharap dan menunggu datang gelap
Sampai nanti suatu saat tak ada cinta kudapat
Kenapa ada derita bila bahagia tercipta?
Kenapa ada sang hitam bila putih menyenangkan?
Aku pulang tanpa dendam
Kuterima kekalahanku
Aku pulang tanpa dendam
Kusalutkan kemenanganmu, woo
Kau ajarkan aku bahagia
Kau ajarkan aku derita
Kau tunjukkan aku bahagia
Kau tunjukkan aku derita
Kau berikan aku bahagia
Kau berikan aku derita
Diubah oleh aymawishy 31-03-2023 05:01
delet3 dan 5 lainnya memberi reputasi
6
Kutip
Balas
Tutup