Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

albyabby91Avatar border
TS
albyabby91
HARI-HARI TERAKHIR DI BULAN FEBRUARI
Hari-Hari Terakhir Di Bulan Februari
HARI-HARI TERAKHIR DI BULAN FEBRUARI
Bedug masjid berdentum pertanda senja hari itu telah usai menutup ceritanya. Anna masih saja termenung menatap langit-langit kamarnya. Beberapa lembar plafond usang. Terbuat dari kayu papan yang mulai menunjukkan tanda-tanda kelapukan.

Sepanjang hari itu Anna enggan membuka pintu kamarnya. Hanya sesekali saja ke dapur mengambil minum. Sekedar untuk pelepas dahaga fisiknya. Sedang dahaga batinnya, hmm, nampaknya belum juga kunjung usai.

Adalah Samsi, seorang lelaki yang tidak lain tetangganya sendiri, yang akhir-akhir ini mencemaskan hati Anna. Dia adalah sosok pemuda yang begitu Anna idam-idamkan. Namun apa hendak dikata, perasaan itu hanyalah tetap sebatas angan-angan belaka. Tak pernah sekalipun diantara mereka saling mengikrarkan janji. Anna selalu saja ragu. Dan Samsi adalah sosok yang cerdas dan lugas. Tak suka basa-basi. Pun soal perasaan, nampaknya Samsi adalah tipe yang tidak terlalu peka.

Sering beberapa kali Anna mencoba menyampaikan hasratnya secara samar-samar. Lewat postingan statusnya di media sosial, Anna kerap menulis quote-quote yang sebenarnya ditujukkan untuk Samsi. Tapi apa boleh buat, alih-alih membuat Samsi tersentak, dilihatnya pun saja jarang. Kalaupun iya, status Anna baru dilihat menjelas akhir, ketika sudah akan menghilang dari story karena sudah hampir 24 jam diposting.

Kemarin, tepat tanggal 20 pada bulan Februari dan artinya tinggal tiga hari lagi Samsi akan melangsungkan pernikahan dengan seorang perempuan yang dipertemukan oleh adiknya. Sebuah kabar yang tentu saja sangat menyayat hati dan pikiran Anna. Tidak tahu harus berbuat apa dan bagaimana menempatkan perasaan. Lagipula memang tidak ada hubungan apa-apa diantara mereka. Sebuah amplop bermotif coklat yang tergeletak di atas meja menegaskan. Tertulis dengan jelas nama dua calon mempelai, "The Wedding Samsi Nurrohman dan Alicia Subhan". Jelas itu jawaban atas resah Anna selama bertahun-tahun. Dan rupanya akhir dari semua itu adalah luka. Akibat rasa yang bahkan tidak pernah sama sekali terungkap.

= = = =

"An, Anna. Ini ibu, Nak. Tolong buka pintunya". Suara itu membuyarkan lamunan Anna.

"Sebentar, bu. Aku lagi gabut" sahut Anna dari dalam.

"Lho. Ini ada tamu, Nak. Nak Samsi. Katanya mau ngomong"

"Eh... Iiiyaa, bu". Anna terbata-bata. Sekilas ada rasa bahagia terlintas dihatinya. Anna bergegas membuka pintu.

"Ada apa, bu. Tadi aku lagi dengar musik. Suara ibu sedikit gak kedengaran"

"Di depan ada nak Samsi. Dia nyariin kamu. Katanya ada yang pengen diomongin. Hayuk temui sekarang. Gak enak sama tamu"

"Baik, bu. Anna cuci muka sebentar"

"Yaudah. Cepetan"

"Baik, bu. Bentar lagi Anna kedepan"

Anna bergegas menuju kamar mandi. Sesegera mungkin membersihkan wajahnya yang kusam. Beberapa hari ino dia memang jarang membersihkan wajahnya. Kemalasan membuatnya merasa mengurus diri seperti memikul beban yang berat.

Sejurus kemudian Anna telah berada di ruang tamu. Senyum tipis mengembang dari raut wajahnya. Dia menyapa Samsi dengan salam dan dijawab kembali.

"Ada apa, mas Samsi. Kata ibu mas mau ngomong sesuatu". Anna membuka pembicaraan.

"Oh iya. Benar. Ada yang mau aku omongin"

"Soal apa, mas?"

Eh, anu. Begini. Aku mau menyampaikan soal pernikahanku"

"Oh iya. Udah sampai kok undangannya. Tadi adikmu Nela yang mengantarkan"

"Iya. Aku tahu. Tapi rasanya tidak afdol jika tak menyampaikan ini sendiri. Secara langsung. Kayak gak sopan gitu"

"Gak apa-apa kok, mas. Gak perlu repot-repot kemari. Kan masih ada banyak hal yang lebih penting yang harus mas persiapkan"

"Iya. Aku tahu. Sekalian aja aku mampir"

"Oh ya. Maaf aku lupa suguhin minum. Mau minum apa?"

"Gak usah, Na. Aku langsung pamit aja. Jangan lupa tiga hari lagi. Datang ya. Aku harap loh"

"Umm, iya. Aku pasti datang, kok"

"Kalau gitu aku pamit dulu. Calonku nungguin di mobil"

"Oalah yaudah, Sok. Jangan bikin calon istrimu nunggu lama"

"Baiklah, Na. Aku permisi dulu, ya. Maaf nanti bilang ke ibu. Aku jalan dulu"

"Baik, mas. Sukses buat acaranya, ya"

"Terima kasih. Assalamualaikum"

"Waalaikumussalam".

Samsi segera menuju mobilnya. Sekilas dia melambaikan tangan ke arah Anna dan diikuti pula oleh calon istrinya yang juga turut melambai dengan senyuman dari dalam mobil. Tak berapa lama kemudian, mereka menghilang dari pandangan Anna.

Sepanjang percakapan tadi perasaan Anna campur aduk. Meski telah sering bergaul dan mengobrol dengan Samsi, namun apa yang terjadi baru saja sungguh sangat berbeda. Di satu sisi Anna seperti merasakan kelegaan karena berjumpa dengan Samsi dalam kondisi hatinya yang kalut. Itu obrolan terakhir kali mereka sebagai dua sahabat dalam status Samsi yang masih lajang sebab sebentar lagi dia sudah tentu akan lebih sering mengatur jarak. Di sisi lain Anna juga merasa sedih. Sebuah perasaan yang tidak beralasan. Tapi hal demikian itu sulit untuk Anna sembunyikan. Terpampang jelas dari gesturnya sepanjang mengobrol tadi. Berkali-kali Samsi berusaha menjuruskan pandangannya tepat pada kedua bola mata Anna. Namun berkali-kali pula Anna berkelit menghindari kontak mata langsung dengan Samsi dan lebih banyak menunduk.

= = = =

Sungguh sebuah suasana yang sangat mendebarkan. Kali ini, Anna yang mengenakan kebaya merah jambu sengaja membiarkan rambutnya terurai. Dia dan ibunya telah sampai di sebuah aula besar tempat dilangsungkannya resepsi pernikahan Samsi dan Alicia. Tempatnya berada dalam sebuah hotel mewah di kota itu. Nampaknya dekorasi acara itu bertema modern dan astetik. Corak resepsi pernikahan kaum berada dan terpandang. Tidak mengherankan mengingat kedudukan kedua orang tua Samsi yang sangat dihormati. Ayah Samsi adalah pejabat di sebuah kantor pemerintahan sedang ibunya seorang pengusaha yang "bukan kaleng-kaleng". Perpaduan yang sangat mumpuni.

Setelah berjalan beberapa langkah, Anna dan ibunya kini telah mendekati stage utama. Tempat kedua mempelai bersanding didampingi oleh kedua orang tuanya masing-masing.

Makin dekat jarak itu, makin kencang pula debaran dada Anna. Dengan sekali tarikan nafas yang dalam dan sekali hembusan, Anna mencoba menguatkan dirinya menuju pelaminan. Diikuti ibunya, Anna mulai menyalami satu demi satu. Mulai dari ayah dan ibu Samsi, lalu Alicia yang kini telah resmi jadi istri Samsi, dan akhirnya dia akan bersalaman dengan sosok yang dikaguminya diam-diam, Samsi.

Diulurkannya tangan itu dengan tegas. Samsi menyambutnya dengan senyum yang mengembang di pipi.

"Selamat, ya". Ucap Anna sambil sedikit mengatur suaranya agar tidak terbata.

"Terima kasih, Anna. Sebuah kehormatan kamu bisa datang"

"Sama-sama. Semoga berbahagia dan pernikahannya langgeng"

"Sekali lagi, terima kasih". Anna segera mengakhiri momen itu dengan menyalami kedua orang tua Alicia.

Semua berlangsung cepat. Sesaat kemudian Anna dan ibunya telah berada di deretan tempat duduk tamu. Pikirannya kini kosong. Tidak tahu harus bagaimana menyikapi apa yang kini dengan berlangsung. Perasaannya luluh lantak. Tercebis penyesalan mendalam mengapa selama bertahun-tahun lamanya perasaan itu tak pernah diungkapnya. Menunggu Samsi yang duluan adalah hal yang tidak mungkin. Perasaan itu bukanlah sebuah perasaan yang terjadi dua arah. Itu hanyalah sebuah cita-cita Anna seorang diri tanpa sedikitpun Samsi tahu dan nampaknya tak pernah mau tahu. Mengapa dulu Anna terlalu tinggi hati dan menjaga kultur "gengsi" hingga tak berani memulai. Bukankah zaman sudah berubah. Seorang perempuan yang lebih dulu mengungkapkan perasaannya kepada lelaki bukanlah sebuah aib. Itu hal yang wajar-wajar saja. Tapi nampaknya Anna masih begitu kuat memegang prinsip lama. Enggan ia memulai itu. Enggan ia mendahulukan diri.

= = = =

Resepsi terus berlanjut. Kemeriahan acara seolah tak ada habisnya. Sekonyong-konyong oleh sebab kekuatan dan bisikkan dari mana, kini Anna sudah berada di podium utama. Ibunya yang sedari tadi berada semeja dengan Anna, tak sempat menyadari karena sibuk mengobrol dengan temannya. Anna lalu meminta mic pengeras suara lalu izin hendak berbicara sesuatu. Sang MC acara lantas menyampaikan agar semua tamu diam dan sejenak mengarahkan perhatiannya.

"Assalamualaikum dan Selamat malam, hadirin. Bapak-bapak dan ibu-ibu tamu undangan sekalian". Anna memulai pidatonya dengan lantang bak seorang orator ulung. Semua mata kini tertuju padanya. Pun Samsi dan Alicia. Anna melanjutkan.

"Sebelumnya mohon maaf sudah menyela acara ini. Saya hanya ingin menyampaikan beberapa kalimat saja. Saya Anna Khairunnisa, ingin mengucapkan selamat atas pernikahan mas Samsi dan istrinya mbak Alicia. Kedatangan saya di sini juga ingin berbicara satu rahasia yang selama ini tidak pernah saya ungkap. Bahwa saya,...". Kalimat itu terputus. Seketika Anna ambruk tak sadarkan diri. Tubuhnya menghantam lantai podium utama.

Keadaan kini panik. Ibu Anna segera berlari. Beberapa orang juga turut bereaksi. Berusaha mengangkat dan memindahkan tubuh Anna ke sebuah ruangan lain di hotel itu. Anna kini telah terbaring di atas sebuah meja panjang beralas karpet. Tak lama kemudian mobil ambulans datang untuk segera mengantarkan Anna ke rumah sakit.

Perasaan ibu Anna kini was-was. Teringat lagi ia akan kejadian beberapa waktu silam. Anna pernah tiba-tiba saja pingsan. Menurut diagnosa dokter, Anna mengalami sedikit gangguan pada otaknya. Tetapi itu sudah sangat lama. Sudah beberapa tahun yang silam. Apakah kejadian itu akan terulang lagi? Mungkinkah akan lebih parah sekarang? Apakah Anna memang tidak benar-benar pulih waktu itu? Entahlah. Yang pasti saat ini doa-doa dan pengharapan terus saja dirapalkan oleh ibu Anna. Berharap tidak akan terjadi apa-apa pada putrinya.
Tiga puluh menit sudah Anna berada di ruang gawat darurat. Belum ada kabar terbaru lagi dari Dokter atau Perawat mengenai kondisi Anna. Selang tak berapa lama kemudian, seorang Petugas Medis datang menghampiri ibu Anna dan menyampaikan hal penting. Terlihat mereka terlibat sebuah percakapan yang cukup serius. Petugas Medis lalu terlihat mengarahkan untuk mengikutinya masuk ke sebuah ruangan.

"Bagaimana kondisi anak saya, Dok?" Tanya ibu Anna seketika

"Saya perlu bicara empat mata sama ibu"

"Baik, Dok. Anak saya tidak apa-apa, kan?"

"Mari kita bicara. Mari. Silahkan".

Dokter mengarahkan ibu Anna menuju sebuah ruangan kecil. Nampaknya itu adalah ruang kerja pribadi Dokter. Kini sang Dokter dan ibu Anna duduk berhadap-hadapan.

"Bagaimana keadaan anak saya, Dok? Apa yang terjadi?"

"Hmm. Begini, bu. Dengan sangat prihatin saya harus menyampaikan kalau putri anda terkena kanker otak stadium akhir"

"Hah. Apa saya gak salah dengar, Dok"

"Mohon maaf, Bu. Demikianlah adanya"

"Sejak kapan? Setahuku Anna baik-baik saja. Ini tidak mungkin"

"Ada riwayat diagnosanya. Pernah mengalami hal yang sama beberapa tahun lalu. Tapi lebih ringan. Yang ini sangat serius".

Sesaat kemudian suasana menjadi hening. Ibu Anna nampak sangat terpukul. Tidak percaya dengan apa yang baru saja dia dengar. Dia terus saja menyeka air matanya.

"Saya rasa kita harus melakukan tindakan operasi. Saya ingin meminta persetujuan ibu"

"Baik, Dok. Tolong lakukanlah sesuatu. Selamatkan anak saya"

"Saya dan tim medis akan berusaha semampu kami, bu"

"Segera, Dok. Lakukan saja sekarang"

"Baik, bu. Saya perlu tanda tangan anda. Silahkan".

Dokter lalu menyodorkan beberapa dokumen dan segera saja ibu Anna membubuhkan tanda tangannya. Semua berlangsung cepat dan Anna akan segera dibawa ke ruang operasi. Tapi, Tiba-tiba...

"Ibu diminta bertemu anaknya sekarang". Seorang petugas menghampiri ibu Anna yang kini tengah duduk di ruang tunggu.

"Ada apa? Apa sudah mulai?"

"Dokter bilang, ibu diminta ke ruang operasi. Anak ibu ingin bicara"

"Baik... Baik. Ayo ke sana"

"Baik, bu. Mari saya antar"

Setelah melewati koridor yang tidak begitu jauh, kini ibu Anna telah berada di dalam ruang operasi. Nampaknya Anna telah siuman. Wajahnya menyuratkan senyuman meski tubuhnya kelihatan sangat lemas. Segera dua tangan ibu dan anak itu saling menggenggam. Air mata tumpah ruah tak terkendali. Sebuah pemandangan yang sangat memilukan.

"Bu. Anna tidak ingin dioperasi. Ini sudah berakhir"

"Apa maksudmu, Nak? Jangan bicara seperti itu"

"Nggak, bu. Anna sungguh-sungguh. Ana rasa semua sudah terlambat"

"Apa yang terjadi, anakku. Apa yang kamu sembunyikan dari ibu?"

"Aa...Aku tidak apa-apa, bu. Semua ini sudah takdir Allah"

"Kamu kenapa, sih. Kamu bicara apa?"

"Aku sudah lama kena kanker otak, bu. Aku sengaja tidak memberitahu. Tidak ingin merepotkan ibu. Jadi, kupikir memang ini jalanku yang terbaik"

"Astaghfirullah, Nak. Kenapa kamu seperti ini, Anna?".

Suasana makin kalut. Anna dan ibunya saling menangisi. Bagaimanapun juga, ibu Anna tidak tega melihat hal sedemikian terjadi pada anaknya. Naluri kasih sayang seorang ibu yang tak ada taranya.

"Bu...Anna ingin ibu memberikan ini untuk mas Samsi". Anna menyerahkan secarik kertas kecil. Nampaknya kertas itu berisi pesan penting yang tidak sempat tersampaikan.

"Baik, Nak. Ibu pasti akan memberikan ini pada nak Samsi"

"Tolong pastikan ini benar-benar sampai ditangan Samsi ya, bu"

"Iya, Nak. Iyaa...pasti ibu sampaikan"

"Aa... Aku pamit, bu. Maaf hanya menemani ibu sampai di sini saja"

"Oh... Anna. Anakku. Jangan bicara seperti itu, Nak"

"Aa...Aku juga minta maaf. Selama ini belum jadi anak yang baik"

"Tidak, Anakku. Kamu anak yang baik"

"Terima kasih, bu. Sekali lagi maaf. Anna pamit, ya".

Anna kini sekarat. Takdir kematiannya akan segera tiba. Dia harus meregang nyawa di hari yang sama dengan hari pernikahan Samsi. Orang yang dicintainya dalam diam. Sungguh hancur tiada tara hati ibu Anna. Berteriak histeris, mengguncang tubuh anaknya yang kini telah terbujur kaku. Beberapa petugas medis berusaha memegangi dan menenangkan. Meyakinkan kepada ibu Anna kalau anaknya telah tiada.

= = = =

Sirine mobil ambulans meraung-raung melewati sebuah jalan kecil menuju area pemakaman. Hari telah gelap. Namun keluarga bersepakat untuk langsung mengebumikan Anna hari itu juga. Upacara pemakaman berlangsung khikmad dan mengharu biru. Samsi dan Alicia juga sudah berada di sana sedari tadi. Mereka memutuskan untuk menghadiri upacara pemakaman sesat selepas resepsi usai.

Sebelum berpamitan pulang, Samsi dan Alicia menyempatkan untuk tabur bunga di atas makam Anna. Keduanya nampak ikut larut dalam suasana duka. Ketika hendak pulang, ibu Anna menyerahkan secarik kertas kecil pada Samsi. Itu wasiat dari Anna yang kini ibunya tunaikan.

Sehari setelah kematian Anna, Samsi teringat akan secarik kertas kecil yang diterimanya dari ibu Anna di pemakaman. Segera saja dia membukanya dan membaca isinya.

"
Kepada mas Samsi, tempat hatiku yang tertaut diam-diam. Maaf jika aku telah begitu lancang menuliskan pesan ini untukmu. Aku adalah seseorang yang bertahun-tahun lamanya jatuh cinta sendiri. Jelas kamu tidak akan pernah tahu. Tak ada juga gunanya kamu tahu, mas. Selamat atas pernikahanmu, mas. Doaku selalu buatmu. Di sini, pada dimensi yang berbeda, aku akan selalu menyimpan memori tentang kamu dengan rapi. Jika takdir merestui, semoga kelak kita bisa berjumpa lagi. Tentu saja sebagai dua sahabat. Sekali lagi selamat, selamat berbahagia".


Seketika air mata Samsi berderai tak terkendali. Dia baru sadar, rupanya selama ini Anna adalah sosok yang telah menyembunyikan rasa padanya bertahun-tahun lamanya. Sungguh sebuah penyesalan yang sangat terlambat. Perasaan Samsi campuraduk tak menentu. Ada kekesalan dan kesedihan yang menyelimuti dirinya. Hatinya bertanya-tanya. Mengapa alam tak pernah berpihak pada Anna. Dan akhir takdir mereka, hanyalah kesedihan semenjana.
oktavp
tumiskecap
bukhorigan
bukhorigan dan 14 lainnya memberi reputasi
15
2K
47
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the HeartKASKUS Official
31.7KThread43.1KAnggota
Tampilkan semua post
siveAvatar border
sive
#19
Nice story gan.. emoticon-Big Grin

Ayo buat versi stensilnya..emoticon-Hammer
0
Tutup
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.