- Beranda
- Stories from the Heart
ANOMALI LINGGARJATI MENUJU PUNCAK CIREMAI
...
TS
sive
ANOMALI LINGGARJATI MENUJU PUNCAK CIREMAI
Quote:

Quote:
Quote:
PROLOG
Entah kenapa Ciremai, hampir selalu jadi pilihan setiap gue dan teman teman gue memutuskan untuk naik gunung di daerah jawa barat. Seolah Ciremai mempunyai daya Tarik yang membuat gue dan yang lain selalu pengen balik ke tempat itu. 
Mungkin karena Ciremai selalu menyuguhkan cerita yang berbeda setiap kali kami kesana. Jalur mana pun yang kami lalui, kami selalu punya kenangan dan cerita yang seru.
Ciremai memang memberikan bermacam sudut kecantikan yang berbeda dari tiap jalur yang dipilih. Ga cuma itu itu aja. Itu yang rasanya membuat gue dan yang lain, ga bosan bosan menjelajahi gunung itu.
Dan liburan akhir pekan kali ini pun kami memutuskan untuk balik lagi ke Ciremai. Berharap mendapatkan cerita yang berbeda, Gue dan teman teman malah mendapatkan pengalaman yang luar biasa mendebarkan disana.
Hampir semua cerita yang gue tulis adalah kisah yang terjadi, tentunya gue tambahin micin fiksi agar lebih gurih. Yang mana yang asli mana yang enggak, ya gak usah terlalu di pikirin. Karena cerita ini gue tulis, Cuma untuk berbagi dan menghibur.
Cerita ini terjadi sekitar akhir taun sembilan puluhan. Awal awal gue menginjakan kaki di bangku kuliah. Udah lama banget, Dan sempet gue tulis ulang beberapa tahun berikutnya, tanpa beredar kemana mana. Gue sendiri lebih senang menceritakannya langsung bersama teman teman di kala santai sambil menikmati secangkir kopi dan sebungkus rokok.
Memang kata orang orang itu benar. Naik gunung itu paling cuma dua tiga hari. Tapi ceritanya ga akan habis tujuh turunan. Cerita yang di tulis, cerita yang menyebar lewat mulut ke mulut, semua akan mengalir terus sampai di telan waktu.
Ceritanya akan di bagi dalam setiap pos. Dan akan di update kalo ada yang minta. Kalo ga ada yang minta, ya InsyaAllah akan tetap saya update. Kalo inget.
Akhir kata, selamat menikmati perjalanan ini. Semoga selamat sampai tujuan. Kencangkan sabuk pengaman, dan jangan lupa berdoa.

Mungkin karena Ciremai selalu menyuguhkan cerita yang berbeda setiap kali kami kesana. Jalur mana pun yang kami lalui, kami selalu punya kenangan dan cerita yang seru.

Ciremai memang memberikan bermacam sudut kecantikan yang berbeda dari tiap jalur yang dipilih. Ga cuma itu itu aja. Itu yang rasanya membuat gue dan yang lain, ga bosan bosan menjelajahi gunung itu.

Dan liburan akhir pekan kali ini pun kami memutuskan untuk balik lagi ke Ciremai. Berharap mendapatkan cerita yang berbeda, Gue dan teman teman malah mendapatkan pengalaman yang luar biasa mendebarkan disana.
Hampir semua cerita yang gue tulis adalah kisah yang terjadi, tentunya gue tambahin micin fiksi agar lebih gurih. Yang mana yang asli mana yang enggak, ya gak usah terlalu di pikirin. Karena cerita ini gue tulis, Cuma untuk berbagi dan menghibur.

Cerita ini terjadi sekitar akhir taun sembilan puluhan. Awal awal gue menginjakan kaki di bangku kuliah. Udah lama banget, Dan sempet gue tulis ulang beberapa tahun berikutnya, tanpa beredar kemana mana. Gue sendiri lebih senang menceritakannya langsung bersama teman teman di kala santai sambil menikmati secangkir kopi dan sebungkus rokok.

Memang kata orang orang itu benar. Naik gunung itu paling cuma dua tiga hari. Tapi ceritanya ga akan habis tujuh turunan. Cerita yang di tulis, cerita yang menyebar lewat mulut ke mulut, semua akan mengalir terus sampai di telan waktu.

Ceritanya akan di bagi dalam setiap pos. Dan akan di update kalo ada yang minta. Kalo ga ada yang minta, ya InsyaAllah akan tetap saya update. Kalo inget.

Akhir kata, selamat menikmati perjalanan ini. Semoga selamat sampai tujuan. Kencangkan sabuk pengaman, dan jangan lupa berdoa.

Quote:
Quote:
INDEX

CEK POST KOMEN DI BAWAH
Diubah oleh sive 09-11-2022 02:24
bukhorigan dan 18 lainnya memberi reputasi
19
7.4K
Kutip
96
Balasan
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•51.8KAnggota
Tampilkan semua post
TS
sive
#10
CIBUNAR
Quote:

Quote:
Quote:
CIBUNAR
Sekitar jam 5an sore akhirnya kami sampai di pos Cibunar. Gue udah bisa bernafas lega sampe disini. Karena jalur kebawah udah ga se extrem dan seseram diatas. Kami cukup melewati pepohonan dan perkebunan teh milik warga. Karena Cibunar udah masuk di kaki gunung Ciremai.
Sampai di pos Ranger, kami pun laporan lagi. Karena setiap pendaki di haruskan melapor setiap mau naik ataupun sesudah turun di pos ranger tersebut.
“Mas beneran naik lewat sini?” Si petugas tampak kebingungan mencari data kami.
“Lah ya beneran bang. Ini kan bukan pertama kalinya kita ke sini.” Sahut gue sewot.
“Tapi datanya ga ada mas..” Sahut petugasnya lagi. Dia tampak membolak balik buku pendataan dan berkordinasi dengan rekannya.
“Keselip mungkin pak? Tapi kemaren saya liat kok nama kita dicatat.” Sahut gue lagi. Temen temen gue yang lain ikut mengiyakan.
“Ingat ga, yang catat siapa? orangnya kaya gimana? Dan kalian masih simpan tiket retribusinya? Tanya bapak itu.
“Yang saya ingat orangnya masih muda pak. Agak hitam, tinggi.. Saya ga tau Namanya..”
Jawab gue sembari mencari tiket retribusi masuknya. Setelah berhasil mengumpulkannya, gue menyerahkannya pada bapak petugas itu. Dia memperhatikan tiket itu dengan seksama, dan kemudian seperti berdiskusi dengan rekannya.
“Mas, ini tiket sudah tidak berlaku. Ini tiket bertahun tahun yang silam. Sekarang tiketnya kaya gini.” Bapak petugas itu menunjukan buku tiket retribusi yang berbeda dari yang punya gue. Gue pun makin bingung. Sementara rekannya yang satu lagi tampak sibuk mencari sesuatu di balik meja arsip.
“Mas, waktu itu yang ngedaftarin orang ini bukan?”Rekan bapak itu, menunjukan sebuah foto dengan sederet orang didalamnya. Dia menunjuk salah satu orang yang ada di foto itu.
“Ya.. betul.. itu dia pak yang nerima pendaftaran saya waktu itu.” Seru gue.
“Kenapa pak? Jangan jangan dia oknum penipu ya pak?” Sambung gue lagi.
“Orangnya udah mati mas.” Sahut bapak itu lagi.
“Hah?!! Jangan bercanda pak!!” Sahut gue terkejut.
“Iya pak.. Jangan ngelawak dah..” Timpal Shendi.
“Ini Rudi. Mungkin hampir sepuluh tahun yang lalu ikut operasi penyelamatan orang hilang. 3 Orang yang kebetulan hilang waktu itu, Mahasiswa dari Jakarta. Satu orang di temukan meninggal di bawah pohon menuju sangga buana. Sementara yang dua di temukan hidup dengan anggota badan yang udah ga utuh. Ada yang bilang di makan macan, ada juga yang bilang mereka saling memakan untuk bertahan hidup, Tapia da juga yang bilang kalo ke tiga orang itu terlibat pertikaian dan saling bunuh. Sampe akhirnya dua orang itu juga ikutan mati dalam perjalanan di gotong kebawah.” Bapak itu mencoba mengkisahkan secara singkat.
“Lalu pak Rudi?” Gue makin penasaran sama hubungan kejadian itu.
“Rudi yang jadi tim relawan malah ikutan hilang dalam operasi itu. Dan di temukan sepuluh hari berikutnya di area Condang Amis dalam keadaan tak bernyawa.” Sambung bapak itu lagi.
Tengkuk gue seketika terasa berat. Dengkul gue lemes. Rentetatan kejadian ini mulai saling berkaitan. Tinggal satu pertanyaan yang sekarang terbersit di benak gue.
“Pak, apa data data nama korbannya masih ada?” Tanya gue lagi.
“Sebentar..” Bapak itu tampak mengubek ubek dokumen lainnya.
“Deni, Rendi dan Zaki.. Mahasiswa asal..” Belum sempet selesai gue udah keburu teriak..
“Nah.. Kan..” Bener dugaan gue barusan.. Terjawab sudah semuanya.
“Tapi gimana bisa? Zaki ama Rend ikan semalem..” Ucapan Andri terputus tiba tiba..
“Wah ga bener ini.. Ga bener.. “ Sahut Shendi sambil mondar mandir.
“Sepertinya kalian sudah salah masuk. Sebaiknya kalian cepat pergi dari sini..” Sahut Bapak itu lagi. Ucapannya terdengar menggeram. Dan tiba tiba saja, Leher bapak itu di gorok oleh temannya sendiri hingga putus. Darah itu muncrat kemana mana. Kami bergegas lari keluar membawa barang barang kami.
Kami berlarian menuju jalan. Terus berlari menuju kebawah dengan sekuat tenaga. Kami berteriak minta tolong, namun ga seorang pun yang keluar dari pemukiman warga. Kami terus berlari sambil sesekali menengok kebelakang. Sampai akhirnya gue sadar kalo ada sebuah balok kayu yang terbang tepat mengenai kepala gue. Semua tampak gelap. Dan gue pun tak sadarkan diri.
Sampai di pos Ranger, kami pun laporan lagi. Karena setiap pendaki di haruskan melapor setiap mau naik ataupun sesudah turun di pos ranger tersebut.
“Mas beneran naik lewat sini?” Si petugas tampak kebingungan mencari data kami.
“Lah ya beneran bang. Ini kan bukan pertama kalinya kita ke sini.” Sahut gue sewot.
“Tapi datanya ga ada mas..” Sahut petugasnya lagi. Dia tampak membolak balik buku pendataan dan berkordinasi dengan rekannya.
“Keselip mungkin pak? Tapi kemaren saya liat kok nama kita dicatat.” Sahut gue lagi. Temen temen gue yang lain ikut mengiyakan.
“Ingat ga, yang catat siapa? orangnya kaya gimana? Dan kalian masih simpan tiket retribusinya? Tanya bapak itu.
“Yang saya ingat orangnya masih muda pak. Agak hitam, tinggi.. Saya ga tau Namanya..”
Jawab gue sembari mencari tiket retribusi masuknya. Setelah berhasil mengumpulkannya, gue menyerahkannya pada bapak petugas itu. Dia memperhatikan tiket itu dengan seksama, dan kemudian seperti berdiskusi dengan rekannya.
“Mas, ini tiket sudah tidak berlaku. Ini tiket bertahun tahun yang silam. Sekarang tiketnya kaya gini.” Bapak petugas itu menunjukan buku tiket retribusi yang berbeda dari yang punya gue. Gue pun makin bingung. Sementara rekannya yang satu lagi tampak sibuk mencari sesuatu di balik meja arsip.
“Mas, waktu itu yang ngedaftarin orang ini bukan?”Rekan bapak itu, menunjukan sebuah foto dengan sederet orang didalamnya. Dia menunjuk salah satu orang yang ada di foto itu.
“Ya.. betul.. itu dia pak yang nerima pendaftaran saya waktu itu.” Seru gue.
“Kenapa pak? Jangan jangan dia oknum penipu ya pak?” Sambung gue lagi.
“Orangnya udah mati mas.” Sahut bapak itu lagi.
“Hah?!! Jangan bercanda pak!!” Sahut gue terkejut.
“Iya pak.. Jangan ngelawak dah..” Timpal Shendi.
“Ini Rudi. Mungkin hampir sepuluh tahun yang lalu ikut operasi penyelamatan orang hilang. 3 Orang yang kebetulan hilang waktu itu, Mahasiswa dari Jakarta. Satu orang di temukan meninggal di bawah pohon menuju sangga buana. Sementara yang dua di temukan hidup dengan anggota badan yang udah ga utuh. Ada yang bilang di makan macan, ada juga yang bilang mereka saling memakan untuk bertahan hidup, Tapia da juga yang bilang kalo ke tiga orang itu terlibat pertikaian dan saling bunuh. Sampe akhirnya dua orang itu juga ikutan mati dalam perjalanan di gotong kebawah.” Bapak itu mencoba mengkisahkan secara singkat.
“Lalu pak Rudi?” Gue makin penasaran sama hubungan kejadian itu.
“Rudi yang jadi tim relawan malah ikutan hilang dalam operasi itu. Dan di temukan sepuluh hari berikutnya di area Condang Amis dalam keadaan tak bernyawa.” Sambung bapak itu lagi.
Tengkuk gue seketika terasa berat. Dengkul gue lemes. Rentetatan kejadian ini mulai saling berkaitan. Tinggal satu pertanyaan yang sekarang terbersit di benak gue.
“Pak, apa data data nama korbannya masih ada?” Tanya gue lagi.
“Sebentar..” Bapak itu tampak mengubek ubek dokumen lainnya.
“Deni, Rendi dan Zaki.. Mahasiswa asal..” Belum sempet selesai gue udah keburu teriak..
“Nah.. Kan..” Bener dugaan gue barusan.. Terjawab sudah semuanya.
“Tapi gimana bisa? Zaki ama Rend ikan semalem..” Ucapan Andri terputus tiba tiba..
“Wah ga bener ini.. Ga bener.. “ Sahut Shendi sambil mondar mandir.
“Sepertinya kalian sudah salah masuk. Sebaiknya kalian cepat pergi dari sini..” Sahut Bapak itu lagi. Ucapannya terdengar menggeram. Dan tiba tiba saja, Leher bapak itu di gorok oleh temannya sendiri hingga putus. Darah itu muncrat kemana mana. Kami bergegas lari keluar membawa barang barang kami.
Kami berlarian menuju jalan. Terus berlari menuju kebawah dengan sekuat tenaga. Kami berteriak minta tolong, namun ga seorang pun yang keluar dari pemukiman warga. Kami terus berlari sambil sesekali menengok kebelakang. Sampai akhirnya gue sadar kalo ada sebuah balok kayu yang terbang tepat mengenai kepala gue. Semua tampak gelap. Dan gue pun tak sadarkan diri.

BERSAMBUNG
Diubah oleh sive 06-11-2022 15:53
sampeuk dan 5 lainnya memberi reputasi
6
Kutip
Balas