- Beranda
- Stories from the Heart
Kisah Seorang Pramugari (True Story)
...
TS
aymawishy
Kisah Seorang Pramugari (True Story)
Di saat kau merasa hidup sendiri
Dalam kerasnya dunia
Tersenyumlah
Bila kau pun harus berputus asa
Berpikir semua kan berakhir
Tersenyumlah
Kau tak sendiri aku di sini
Menantimu bersama hangatnya mentari
Kau tak sendiri aku di sini
Berikan tanganmu mari kita hadapi
Hidup memang tak selalu seperti
Yang kau inginkan yang kau harapkan
Hadapilah dengan hati tenang dan tetap melangkah
Kau tak sendiri
Perhatikan sekitar coba kau amati
Hidup bukan sekedar tentang patah hati
Dan semua yang terjadi ambil hikmahnya
Om Iwan pun berkata "ambil indahnya"
Kau tak sendiri aku di sini
Memanggilmu bersama hangatnya mentari
Kau tak sendiri kami di sini
Raihlah tanganku bersama kita lewati
Hidup memang tak selalu seperti
Yang kau inginkan yang kau harapkan
Hadapilah dengan hati tenang teruskan melangkah
Kau tak sendiri
Hidup memang tak selalu seperti
Yang kita inginkan yang kita harapkan
Hadapilah dengan hati tenang
Yakinkan dirimu
Kau tak sendiri yeah yeah yeaah
Dalam kerasnya dunia
Tersenyumlah
Bila kau pun harus berputus asa
Berpikir semua kan berakhir
Tersenyumlah
Kau tak sendiri aku di sini
Menantimu bersama hangatnya mentari
Kau tak sendiri aku di sini
Berikan tanganmu mari kita hadapi
Hidup memang tak selalu seperti
Yang kau inginkan yang kau harapkan
Hadapilah dengan hati tenang dan tetap melangkah
Kau tak sendiri
Perhatikan sekitar coba kau amati
Hidup bukan sekedar tentang patah hati
Dan semua yang terjadi ambil hikmahnya
Om Iwan pun berkata "ambil indahnya"
Kau tak sendiri aku di sini
Memanggilmu bersama hangatnya mentari
Kau tak sendiri kami di sini
Raihlah tanganku bersama kita lewati
Hidup memang tak selalu seperti
Yang kau inginkan yang kau harapkan
Hadapilah dengan hati tenang teruskan melangkah
Kau tak sendiri
Hidup memang tak selalu seperti
Yang kita inginkan yang kita harapkan
Hadapilah dengan hati tenang
Yakinkan dirimu
Kau tak sendiri yeah yeah yeaah
Quote:
Hai, aku Anes, nama panggilan dari pemilik akun aymawishy ini. Semasa sekolah, aku tinggal di sebuah Kabupaten di Jawa Timur bagian timur.
Mungkin yang sudah membaca threadku yang menceritakan bagaimana kisahku semasa SMPakan lebih tahu bagaimana kejamnya orang-orang di sekitarku memperlakukanku.
Tapi, seperti yang Papaku bilang, aku harus tetap semangat dan harus terus berperilaku baik meski dijahatin.
Selepas SMA, aku merantau ke Surabaya. Disaat itulah aku benar-benar ingin hidup mandiri tanpa bantuan dari Papa. Karenanya, aku harus bekerja agar bisa kuliah.
Awal kehidupanku di perantauan, sangatlah penuh perjuangan.
Ngekos di kosan kumuh, aku pernah. Disana aku ngerasain tidur diatas kasur yang basah karena atap kamarku bocor selama musim penghujan. Dan juga kamar mandi yang lantainya meski disikat berkali-kali pakai WPC, tetap berwarna hitam karena lumutan.
Selain itu, selama 3 bulan berturut-turut, tiap harinya hanya makan roti seharga seribuan yang aku beli di warung kopi dekat kantor tempat aku magang. Yaa meski, alhamdulillahnya ada aja orang baik yang ngasih aku makan. Ohya, karena sering banget makan roti tanpa makan nasi, aku jadi punya “maag” hehehe.
Rasanya jika diingat, masih banyak perjuangan-perjuangan yang aku lalui sejak tahun 2012.
Mungkin yang sudah membaca threadku yang menceritakan bagaimana kisahku semasa SMPakan lebih tahu bagaimana kejamnya orang-orang di sekitarku memperlakukanku.
Tapi, seperti yang Papaku bilang, aku harus tetap semangat dan harus terus berperilaku baik meski dijahatin.
Selepas SMA, aku merantau ke Surabaya. Disaat itulah aku benar-benar ingin hidup mandiri tanpa bantuan dari Papa. Karenanya, aku harus bekerja agar bisa kuliah.
Awal kehidupanku di perantauan, sangatlah penuh perjuangan.
Ngekos di kosan kumuh, aku pernah. Disana aku ngerasain tidur diatas kasur yang basah karena atap kamarku bocor selama musim penghujan. Dan juga kamar mandi yang lantainya meski disikat berkali-kali pakai WPC, tetap berwarna hitam karena lumutan.
Selain itu, selama 3 bulan berturut-turut, tiap harinya hanya makan roti seharga seribuan yang aku beli di warung kopi dekat kantor tempat aku magang. Yaa meski, alhamdulillahnya ada aja orang baik yang ngasih aku makan. Ohya, karena sering banget makan roti tanpa makan nasi, aku jadi punya “maag” hehehe.
Rasanya jika diingat, masih banyak perjuangan-perjuangan yang aku lalui sejak tahun 2012.
Ohya..
Saat nanti aku berbagi cerita di thread ini, tolong jangan dihujat ya.
Sebab..
Aku bukanlah seorang penulis, jadi jangan pernah berharap lebih terhadap tulisan yang aku bagi.
Aku juga bukanlah orang hebat yang hanya ingin berbagi pengalaman yang aku alami.
Saat nanti aku berbagi cerita di thread ini, tolong jangan dihujat ya.
Sebab..
Aku bukanlah seorang penulis, jadi jangan pernah berharap lebih terhadap tulisan yang aku bagi.
Aku juga bukanlah orang hebat yang hanya ingin berbagi pengalaman yang aku alami.
Pokok Isi Cerita
Quote:
#Bagian 1
-Part 1 : Awal Mula
-Part 2 : Menjemput Restu
-Part 3 : Tahap Awal
-Part 4 : Pantang Mundur
-Part 5 : Tentang Cinta Pertama
-Part 6 : Terjebak Nostalgia
-Part 7 : Mungkin Nanti
-Part 8 : Undangan?
-Part 1 : Awal Mula
-Part 2 : Menjemput Restu
-Part 3 : Tahap Awal
-Part 4 : Pantang Mundur
-Part 5 : Tentang Cinta Pertama
-Part 6 : Terjebak Nostalgia
-Part 7 : Mungkin Nanti
-Part 8 : Undangan?
Quote:
#Bagian 2 : Proses Perekrutan Pramugari
-Part 9 : Hi, Jakarta! Be Nice Please!
-Part 10 : Hall of Fame
-Part 11 : Berpisah dengan Shasa, Bertemu dengan Wildan!
-Part 12 : Papa Yang Makin Menua
-Part 13 : Manis Dan Pahit
-Part 14 : Yok Opo Seh!
-Part 15 : Dikirim Malaikat Baik Yang Menjelma Menjadi Manusia
-Part 16 : Medical Examination
-Part 17 : Curhat Dadakan, Berujung Menyesakkan
-Part 18 : Menjelang Tahun Baru
-Part 19 : Selamat Datang Tahun 2017!
-Part 20 : Made Darma
-Part 21 : Hari Yang Kutunggu
-Part 22 : PANTUKHIR!
-Part 9 : Hi, Jakarta! Be Nice Please!
-Part 10 : Hall of Fame
-Part 11 : Berpisah dengan Shasa, Bertemu dengan Wildan!
-Part 12 : Papa Yang Makin Menua
-Part 13 : Manis Dan Pahit
-Part 14 : Yok Opo Seh!
-Part 15 : Dikirim Malaikat Baik Yang Menjelma Menjadi Manusia
-Part 16 : Medical Examination
-Part 17 : Curhat Dadakan, Berujung Menyesakkan
-Part 18 : Menjelang Tahun Baru
-Part 19 : Selamat Datang Tahun 2017!
-Part 20 : Made Darma
-Part 21 : Hari Yang Kutunggu
-Part 22 : PANTUKHIR!
Quote:
#Bagian 3
-Part 23 : Kesempatan Kedua
-Part 24 : Accedere
-Part 25 : Tentang Rey!
-Part 26 : Become In Love
-Part 27 : Buket Mawar Merah
-Part 28 : Out Of Control
-Part 29 : Di Zangrandi
-Part 30 : Pantukhir Kedua
-Part 31 : Si Paling Inisiatif
-Part 32 : Agnes
-Part 33 : Cemburu
-Part 34 : Rey!?
-Part 35 : Ternyata…
-Part 36 : Di Puncak Bromo
-Part 37 : Berpisah
-Part 38 : Hasil Pantukhir
-Part 39 : Tyas!
-Part 40 : Di Kampung Halaman
-Part 41 : Berpamitan
-Part 23 : Kesempatan Kedua
-Part 24 : Accedere
-Part 25 : Tentang Rey!
-Part 26 : Become In Love
-Part 27 : Buket Mawar Merah
-Part 28 : Out Of Control
-Part 29 : Di Zangrandi
-Part 30 : Pantukhir Kedua
-Part 31 : Si Paling Inisiatif
-Part 32 : Agnes
-Part 33 : Cemburu
-Part 34 : Rey!?
-Part 35 : Ternyata…
-Part 36 : Di Puncak Bromo
-Part 37 : Berpisah
-Part 38 : Hasil Pantukhir
-Part 39 : Tyas!
-Part 40 : Di Kampung Halaman
-Part 41 : Berpamitan
Quote:
#Bagian 4 : Initial Flight Attendant’s Ground Training
-Briefing and Sign Contract :
-Part 42 : Sekilas Tentang Ground Training
-Part 43 : Kog Begini Amat Sih?!
###
-Part 44 : Drama Perkara Sepatu
-Part 45 - Astaga!!
-Part 46 : KACAU!
-Part 47 : Drama di Hari Pertama
-Part 48 : Apa Benar FA Harus Deketin Pilot Agar Jam Terbangnya Banyak?
-Part 49 : Jawaban Dari Pertanyaan Mia
-Part 50 : Learning By Doing
-Part 51 : Tentang Chapter Lima dan CET
-Part 52 : Rey Datang Lagi
-Part 53 : Tersimpul Luka Kedua Kali
-Part 54 : White Horse
-Part 55 : Menjelang Flight Training
-Part 56 : Overthinking!
-Briefing and Sign Contract :
-Part 42 : Sekilas Tentang Ground Training
-Part 43 : Kog Begini Amat Sih?!
###
-Part 44 : Drama Perkara Sepatu
-Part 45 - Astaga!!
-Part 46 : KACAU!
-Part 47 : Drama di Hari Pertama
-Part 48 : Apa Benar FA Harus Deketin Pilot Agar Jam Terbangnya Banyak?
-Part 49 : Jawaban Dari Pertanyaan Mia
-Part 50 : Learning By Doing
-Part 51 : Tentang Chapter Lima dan CET
-Part 52 : Rey Datang Lagi
-Part 53 : Tersimpul Luka Kedua Kali
-Part 54 : White Horse
-Part 55 : Menjelang Flight Training
-Part 56 : Overthinking!
Quote:
#Bagian 5 : Flight Training
-Part 57 : Junior Selalu Salah
-Part 58 : Briefing Before Flight
-Part 59 : About Preflight Check
-Part 60 : Company Check
-Part 61 : Berjuang Lagi!
-Part 62 : Jungle And Sea Survival Part I
-Part 63 : Jungle And Sea Survival Part II
-Part 64 : Jungle And Sea Survival Part III
-Part 65 : Jungle And Sea Survival Part IV
-Part 66 : CCFA & DGCA Check
-Part 57 : Junior Selalu Salah
-Part 58 : Briefing Before Flight
-Part 59 : About Preflight Check
-Part 60 : Company Check
-Part 61 : Berjuang Lagi!
-Part 62 : Jungle And Sea Survival Part I
-Part 63 : Jungle And Sea Survival Part II
-Part 64 : Jungle And Sea Survival Part III
-Part 65 : Jungle And Sea Survival Part IV
-Part 66 : CCFA & DGCA Check
Quote:
#Bagian 6 : Kehidupan Seorang Pramugari
-Part 67 : Persiapan Untuk Terbang
-Part 68 : My First Flight
-Part 69 : Rian dan Ihsan
-Part 70 : Setan Penjaga Kamar Vs Senior Ala Ala
-Part 71 : Kisah Kasih Tak Sampai
-Part 72 : Padaido
-Part 73 : Hubungan Tanpa Status
-Part 74 : Mimpi Aneh
-Part 75 : Putri Kebaya
-Part 76 : Kamu Mau Jadi Pramugari Yang Seperti Apa?
-Part 77 : Turbulensi
-Part 78 : Hari-hari Bersama Papa
-Part 79 : Papa, It’s My Birthday!
-Part 80 : Duka Yang Bertubi
-Part 81 : Flashback to 2017
-Part 82 : Tentang Aku dan Dia
-Part 67 : Persiapan Untuk Terbang
-Part 68 : My First Flight
-Part 69 : Rian dan Ihsan
-Part 70 : Setan Penjaga Kamar Vs Senior Ala Ala
-Part 71 : Kisah Kasih Tak Sampai
-Part 72 : Padaido
-Part 73 : Hubungan Tanpa Status
-Part 74 : Mimpi Aneh
-Part 75 : Putri Kebaya
-Part 76 : Kamu Mau Jadi Pramugari Yang Seperti Apa?
-Part 77 : Turbulensi
-Part 78 : Hari-hari Bersama Papa
-Part 79 : Papa, It’s My Birthday!
-Part 80 : Duka Yang Bertubi
-Part 81 : Flashback to 2017
-Part 82 : Tentang Aku dan Dia
Diubah oleh aymawishy 02-02-2024 01:38
snf0989 dan 45 lainnya memberi reputasi
46
61.3K
Kutip
1K
Balasan
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32KThread•44.9KAnggota
Tampilkan semua post
TS
aymawishy
#90
Part 25 - Tentang Rey!
Spoiler for Tentang Rey!:
9 Februari 2017, Kamis
Setelah skripsiku rampung dan bahkan tanggal sidangnya sudah ditentukan, aku pun merasa sedikit lebih lega. Dan untuk merayakannya, aku mengajak Titin untuk makan ramen langganan kami malam itu. Niatku ingin menraktirnya dan berharap dia merasa bahagia, namun yang terjadi, justru dialah yang membuatku bahagia. Bagaimana tidak, bertemu dengannya itu seperti sedang bertemu dengan Papaku. Karena bobot perbincangannya itu udah mirip kek petuah gitu hehehe.
Aku yang baru mengenalnya lima tahun lalu telah menyadari betapa tangguhnya dia menjalani kerasnya hidup ini sejak awal pertemuan kami.
“Btw itu nada dering HP kamu bukan sih? Perasaan dari tadi bunyi...", Titin menyeruput ramennya setelah memberitahu bahwa HPku terus berdering. Aku pun segera merogohnya ke dalam tas kecilku. Lalu terlihat notifikasi panggilan tak terjawab sebanyak tiga kali dan satu notifikasi pesan whatsapp.
// 19.55 Rey : Nes sorry baru bales. Aku baru kelar ujian simulator nih. Btw selamat yaa. Semoga sidangnya lancar.. //
// 19.57 Rey : Kamu lagi ngapain? I wish you were here.. //
"Siapa say?", tanya Titin saat aku terlihat senyum-senyum ketika membaca pesan Rey.
"Temen..", jawabku singkat sembari membalas pesan Rey.
// 20.17 Anes : Aku lagi makan diluar nih. Nanti aku telpon balik ya kalau udah di kosan.. //
"Temen yang mana? Yang itu apa yang ono?", sahut Titin ngeledek.
"Nguawur, ga ada ya yang itu apa yang ono! Cuma satu kog!"
"Iyaa yang kamu ladenin satu, yang kamu cuekin banyaaaak! Hahaha.."
“Yee mana ada!”
Perbincangan kami terus berlanjut ke arah yang lebih ringan. Tak jarang kami saling terbahak disaat kami saling bertukar cerita lucu dan kocak sampai sebelum dia menerima telpon dari Mamanya dan menyuruhnya segera pulang sebab ada tamu yang datang mencarinya.
— — —
// 21.35 Anes : Mas, aku udah di kosan. //
Tak lama dari aku mengirim pesan itu pada Rey, Rey kembali menelponku.
“Halo..”
“Haai Nes.. Akhirnya aku bisa denger suara kamu lagi setelah sekian lama.”, suara berat Rey tidak terdengar seperti biasanya.
“Hehehe. Btw gimana ujian simulatornya?”
“Lancar. Meski puyeng dapet instruktur yang kaku.”
“Ohya?”
“Iyaa. Untung aja hari ini kelar!”
“Emang kalau simulator gitu berapa hari?”
“Dua harian doang siih.”
“Hmm gitu. Btw are you okay?”, aku yang menyadari Rey sedang tidak baik-baik saja mulai memberanikan diri untuk menanyakan keadaannya.
“Kenapa nanya gitu?”
“Lagi nguji kemampuan, soalnya baru belajar jadi peramal??”
“Hahaha dasar! Hm mungkin akunya kecapean aja sih Nes.. karena beberapa hari lalu lumayan menguras tenaga dan pikiran untuk nyiapin ujian..”
“Ohgitu. Bukan karena hal lain kan?”, tanyaku lagi berusaha terus menguliknya.
Dan pada akhirnya, Rey pun mulai bercerita apa yang sedang dialaminya.
Dia bercerita bahwa beberapa hari lalu ini adalah hari-hari terberat baginya. Kenapa? Bukan! Bukan karena dia akan ujian. Melainkan cinta pertamanya yang telah menjadi pacarnya selama hampir dua belas tahun ini, memilih untuk menikah dengan pria lain yang ternyata adalah teman dekatnya.
Alasan kenapa Rey selalu menghubungiku beberapa waktu lalu ya karena menurut Rey, aku bisa memahami dia meski dianya sudah berusaha untuk menyembunyikan apa yang dia rasakan. Termasuk saat aku nyeletuk ‘syukurlah ya kalau ketiduran bukan karena nangis galau ditinggalin pacar nikah’ disaat aku tak sengaja bertemu di penerbangan yang sama dengannya beberapa saat lalu. Rupanya, apa yang aku celetukkan itu benar-benar dialaminya.
“Tanggal 4 Februari kemarin, tanggal pernikahannya Nes.”
“Lalu Mas dateng?”
“Nggak. Kebetulan akunya duty di hari itu. After duty, akunya malah nelponin kamu mulu hehe sorry banget yaa, hari itu aku pasti ngeganggu kamu banget.”
“IYA BANGEET! Hehehehe.”
(Rey terdiam)
“Hehehe nggak ganggu kog, soalnya HPku kan di mode silent saat itu.”
(Rey masih terdiam)
“Mas??”
“Hmmm??”
“Mau nangis?”, tanyaku ragu.
“Bahkan buat nangis aja aku nggak sanggup, Nes.”
“Yaudah sini aku puk-puk-in”
“Gimana cara puk-puk-innya?”, tanyanya menanggapi leluconku.
“Lewat imaji.”
Kemudian Rey membalasnya dengan diam. Sedang aku terus mencoba untuk merasakan apa yang dia rasakan.
“Aku kurang setia apa lagi coba Nes?”, tanyanya lirih. Aku tak menjawabnya.
“Semisal dia milih cowok baik-baik, paling enggak bukan cowok pemabok yang tiap malem clubbing, aku pasti bisa terima!”, suara Rey makin lirih. Aku hanya bisa mendengarkan disaat Rey mulai mengeluarkan emosinya perlahan.
“Dan bodohnya, mereka sudah saling berhubungan sejak dua tahun terakhir, tanpa aku sadari.”
“Tapi nggak bisa dipungkiri kalau aku masih sayang sama dia Nes, meski dia ngekhianatin aku abis-abisan selama ini..”, suara Rey makin berat dan lemah. Sepertinya dibalik telpon ini, dia mulai terisak.
“Dan aku makin kesal saat aku nggak bisa berbuat apa-apa selain harus relain dia dengan cowok itu.”
"Hmm sorry ya Nes.. Aku malah cerita semuanya ke kamu..", ujarnya tiba-tiba setelah sekian lama kami saling terdiam.
"Iyaa, nggak papa.”
Kami kembali saling terdiam.
“Hm aku bisa ngerti gimana sakit dan sedihnya. Ya meski ga sepenuhnya merasakan sakit seperti yang Mas rasain sih. Dan Mas hebat sih, bisa ngeluapinnya dengan cara begini, bukan ke hal-hal yang ga baik."
"Hal-hal ga baik? Misalnya?"
"Ya masa perlu dikasih tau juga sih?"
"Hahaha yaa aku pengen tau aja pendapat kamu.. Jadi apa tuh hal-hal yang ga baik?", suara Rey sudah mulai terdengar ceria seperti biasanya.
"Hmm minum alkohol dan sejenisnya sampe mabok?"
"Okee.. Lalu?"
"Hm apa yaa..", aku mulai berpikir.
"Hahaha polos banget sih kamu!”, ledek Rey.
"Dih! Sembarangan!!"
"Nes?”, panggilnya.
“Hmm??”
“Besok libur ya?"
"Iyaa.."
"Meet up yuk, mau nggak?"
"Ga ah, males!"
"Kamu nggak butuh refreshing emang? Ohya, jangan-jangan kamu punya pacar ya?"
"Haha nggak!"
"Nggak apa nih? Nggak butuh refreshing atau nggak punya pacar?"
"Kalau aku punya pacar, nggak bakal aku mau ditelpon sama cowok lain beginiii.."
“Oh jadi jomblo yaaa?? Mau nggak kalau kamu jadi pacar aku?”
"Hahaha mulai ngacooo!"
"Hahaha.. Yaudah besok mau ketemu ya? Kebetulan besok aku mau balik Surabaya."
"Balik Surabaya?"
"Iyaaa! Kan orangtuaku masih di Surabaya, Nes."
"Oh gituuu..”
"Jadi mau ga besok ketemuan? Kalau mau, besok nonton sekalian dinner yuk. Gimana?"
"Oke..", jawabku pada akhirnya.
"Btw thanks yaa udah dengerin dan nenangin.."
"Iyaa, sama-sama yaa..."
“Yaudah tidur gih. Udah jam dua belas lewat hehe sampe ketemu besok Nes!”
“Iyaa..”
(Dalam percakapan aku dan Rey ini, nggak aku published semuanya yaa. Khawatir ngebuka aib Rey dan juga mantan pacarnyaa terlalu banyak.)
10 Februari 2017, Jum'at
Keberangkatan pesawat Rey dari Jakarta sekitar jam sepuluh pagi. Dan dia membuat janji temu denganku di jam enam sore, karena acara keluarganya baru selesai sekitar jam lima-an. Dan juga biar aku bisa shalat maghrib di kosan, katanya.
Sore itu, kami akan menonton sekalian makan malam di mall yang dikenal memiliki konsep semi outdoor dengan banyak pilihan menu kuliner. Selain itu, biasanya juga akan ada live musicnya di malam hari.
Disaat aku keukeuh ingin bertemu langsung dengan Rey di mall yang letaknya berada di Jalan Adityawarman itu, ada Rey yang juga bersikukuh untuk menjemputku dan ingin berangkat bersama. Salahku sih beberapa jam lalu dengan polosnya ngasih alamat kosan ke dia.
// 17.45 Rey : aku udah di depan gang kosan kamu yaa.. btw shalatnya ga usah buru-buru!! //
// 17.55 Anes : Astagaa!! Kamu yaaa bener-bener deh! Yaudah, aku kesana sekarang. //
Malam itu aku mengenakan baju atasan berwarna hitam berlengan balon hingga pergelangan tangan dengan potongan square di bagian leher. Rambut panjangku yang secara alami membentuk keriting gantung jika ku biarkan terurai, ku gulung seadanya. Karena wajahku sedang tak baik-baik saja, aku pun hanya mengaplikasikan day cream secukupnya. Tak lupa juga aku memakai mascara pada bulu mataku dan liptint untuk lebih mencerahkan bibirku.
Untuk bawahannya aku menggunakan jeans berwarna biru light dan juga flat shoes hitam memadukan dengan baju atasanku. Lalu aku juga membawa tas slempang kecil berwarna sepadan dengan warna sepatuku yang hanya muat membawa dompet dan juga handphone.
Saat aku mencari-cari dimana Rey berada ketika aku sudah berada di ujung gang, ada mobil sport hitam berpintu lima dengan logo mitsubishi di bagian depannya mendekatiku. Kemudian, orang di dalamnya menurunkan kaca jendela pada pintu mobil penumpang depan. Di dalamya, terlihat sosok pria yang memiliki senyum khas tengah sumringah melihatku yang sedikit kebingungan.
“Anes! Masuk!”, teriaknya dari balik kemudi. Aku segera membalasnya dengan senyum sumringah juga lalu membuka pintu mobilnya.
“Maaf, lama yaa nunggunya?”, ujarku saat baru selesai memakai sabuk pengaman dan Rey baru melajukan mobilnya.
“Nggak kog. Lagian kalau aku nggak standby kek tadi, pasti kamunya bakal tetep keukeuh motoran sendiri.”
“Hehehehe yaa juga sih, kan akunya ga mau ngerepotin yeee.”
“Hahaha padahal aku sama sekali nggak ngerasa direpotin!”, balas Rey. Aku menoleh ke arahnya dan ternyata Rey juga tengah menoleh ke arahku.
“Samaan nih warna baju kita?”, tanya Rey saat terpergok memperhatikanku. Aku meresponsnya dengan berhehehe ria.
Malam itu, Rey mengenakan kemeja hitam berlengan panjang namun dia lipat hingga pergelangan tangannya terlihat. Dia memadupadankan kemejanya dengan celana jeans denim navy dengan sepatu casual tanpa tali berwarna senada dengan celananya.
Setelahnya, seperti biasa kami bercerita apa saja dari sesuatu yang ga penting dan kocak ke sesuatu yang serius sampe berujung saling terdiam beberapa saat.
Untungnya saat kami mulai terdiam, Rey sudah memarkirkan mobilnya di pelataran parkir mall. Dengan kikuk, kami sama-sama turun dari mobil, kemudian berjalan beriringan menuju ke bioskop yang terletak di lantai 2. Awal mula kami jadi kikuk begini karena tadi saat asyik bercerita dan bercanda, Rey tetiba memanggilku dengan nama mantannya. Seketika aku menyadari, Rey masih terbayang-bayang dengan mantannya. Sekalipun kini sedang bersamaku, yang ada dipikirannya yaa tetap mantannya. Aku sih nggak masalah yaa meski merasa sedikit kecewa, tapi tidak dengan Rey. Pasti dia bingung sekarang, kira-kira apa yang dilakuin ini, -hm maksudnya bertemu denganku-, sesuatu yang bener atau malah sebaliknya. Di lain sisi dia butuh temen, di lain sisi dia takut menjadikanku sebagai pelarian. Huhuhu makanya aku jadi ikutan bingung harus apa selain diam aja.
“Sore, Mas..”, sapa security di pintu masuk XXI.
“Sore, Pak..”, tetiba Rey meraih tangan kananku dan menggenggamnya.
‘Hmm mungkin dia pikir aku ini mantannya’, bathinku. Saat itu aku berusaha untuk terus memahaminya dan memakluminya. Jadi ku biarkan dia menggenggam tanganku begitu erat, seolah jika dilepas sedikit saja, aku akan lenyap.
“Sudah memilih tiket atau belum, Mas?”
“Sudah Pak.”
“Jika sudah, Mas bisa cetak tiketnya disebelah sana ya..”, Bapak security mengarahkan kami dan aku yang ngefreeze karena ulah Rey, hanya bisa merespons Bapak Security dengan senyuman.
“Makasih ya Pak..”, Rey mengikuti arahan security dengan tanganku yang masih digenggamnya.
“Mas, boleh ga lepasin tanganku?”, bisikku. Rey kemudian menatapku saat kami baru saja tiba di depan mesin cetak tiket.
“Kalau aku nggak mau, kamu marah?”, godanya. Aku hanya menatapnya sinis. Kemudian dia senyum-senyum nyebelin sembari mengacak-ngacak rambutku setelah ia melepas tanganku. Dia bersikap seolah telah melupakan bahwa kami sempat saling terdiam dan kikuk beberapa saat lalu.
Setelah dua tiket film John Wick : Chapter 2 tercetak, Rey kembali meraih tanganku dan kami berjalan menuju antrian yang cukup panjang hanya untuk membeli popcorn dan juga minumannya.
“Mas, boleh lepasin tanganku nggak? Iketan rambutku lepas!”, bisikku lagi. Rey menoleh ke arahku sebentar dan kembali mengabaikan permintaanku.
“Biarin aja rambut kamu terurai gitu..”, jawabnya sama sekali tak melihatku.
Aku menatapnya sinis.
“Kenapa natap aku kek gitu?”, tanyanya dengan hanya sekilas menatapku, kemudian kembali membuang muka. Sepertinya dia sedang menghindari tatapanku.
“Kamu kenapa sih? Pegangin tanganku tapi malah jutekin aku! Nggak sopan!”, bisikku kesal.
“Selamat Sore, Kak.. Silahkan bisa pesan disini…….”, belum sempat Rey menjawab, Mba di kasir sebelah mempersilahkan kami untuk lebih dulu pesan padanya.
“Kamu mau apa?”, tanya Rey padaku saat kami sudah berpindah tempat ke kasir sebelah.
Setelah memesan snacks and drinks, Rey tidak lagi bisa menggenggam tanganku sebab tangannya tengah memegang popcorn dan juga minumannya. Meski begitu, dia tetap saja dingin selama kami berjalan menuju tempat duduk kami di dalam studio bioskop. Rasa-rasanya, aku harus banyak sabar ngeladenin orang yang baru putus cinta ini!
“Rey, kamu kenapa sih?”, tanyaku memecahkan keheningan. Udah nggak ada lagi embel-embel panggilan ‘Mas’ ke dia.
Masalahnya, penonton malam itu bisa dihitung dengan jari dan duduknya lumayan jauh di depan kami yang berada di baris kedua dari atas dan duduk di tengah-tengah, -jadi liat layarnya nggak bikin leher pegel-. Lalu orang yang duduk disebelahku nih dari tadi diem mulu. Kan aku takut yaa dianya kesambet atau apa.
Rey meresponsku hanya dengan senyuman kecil kemudian sibuk memakan popcorn.
“Kamu nggak jadi ngiket rambutmu?”, tanyanya tiba-tiba.
“Nggak, iketannya udah nggak tau jatuh dimana.”, jawabku seadanya.
“Ini bukan?”, Rey merogoh bagian luar pouch hitamnya dan menunjukkan iketan rambut berwarna hitam.
“Huaa iyaa!! Thanks yaa..”, akupun segera mengambilnya dan kembali menggulung rambutku seadanya seperti sebelumnya dengan iketan yang ditemuin oleh Rey.
Tak berselang lama, lampu studio mulai dipadamkan dan film pun dimulai.
Sejak film dimulai, Rey kembali mengajakku berbicara, yaa meski mengenai jalan cerita filmnya. Tapi gapapa. Kemungkinan keadaan hatinya udah kembali baik.
Hmm ohya, nggak tau kenapa, saat aku lagi sama Rey malam itu, aku bener-bener bisa mengerti bagaimana rasa yang sebenarnya dia rasain. Jadi yaa aku hanya perlu sabar dan ngikutin mood dia supaya perlahan-lahan dia mulai bisa berdamai dengan rasa sakitnya. Yaa harapanku sih begitu yaa. Tapi nggak tau deh gimana dianya hehe.
“Nes..”, bisiknya.
“Hmm?”, jawabku dengan tatapanku yang masih fokus ke layar.
“Maafin ya daritadi aku dinginin kamu…”, bisiknya lagi di telinga kananku, membuatku sedikit bergidik.
“Iyaa gapapa. Hehehe”, jawabku singkat dan masih sibuk menatap layar.
“Tau nggak? Iketan rambut yang kamu pake sekarang, itu punya dia..”. Sontak aku menoleh padanya.
“Serius?”, bisikku dengan mimik wajah yang kebingungan.
“Iyaaa. Hm kamu tuh nyaris sama seperti dia. Dari tinggi, warna kulit, panjang rambut, cara mengikat rambut, bahkan dari cara berpakaian pun sama. Cuma kamu lebih sabar sih..”
Aku meresponnya dengan anggukan kepala dan membentuk bibirku seperti huruf O.
“Maaf ya aku malah nyama-nyamain kamu dengan dia.”
“Hehe gapapa.. yaudah jangan sedih-sedih lagi. Hm?”
“Biasanya kalau nonton, dia suka nyuapin aku popcorn.”, bisiknya lagi.
“Oh jadi daritadi diemin aku karena aku nggak nyuapin kamu popcorn gitu?”
Rey tersenyum. Lalu jemari tangan kananku meraih popcorn milikku yang masih utuh kemudian mengarahkannya pada Rey. Rey menoleh dan seolah bertanya dalam tatapan matanya ‘serius?’ dan aku mengangguk mengiyakan.
Siapa sangka saat aku akan menyuapinya, Rey justru meraih tanganku lalu meraih bagian leher kananku dengan tangan satunya dan mendekatkan wajahnya dengan wajahku. Saat itu terdengar jelas suara napas Rey dan juga suara detak jantungku yang berdegup tak karuan.
Aku mulai meronta ingin dilepaskan, tapi Rey terlanjur melumat bibirku begitu dalam.
Aku mendorongnya untuk menghentikan ciumannya. Namun hal itu tak membuat wajahnya menjauh dari wajahku. Kami saling menatap dengan jarak yang sangat dekat!
“Is this your first kiss?”, bisiknya. Aku mengangguk pelan.
“Can I kiss you one more?”, tanyanya. Saat itu aku mendengar suara napasnya makin terengah.
Belum juga aku menjawabnya, dia kembali mengecup bibirku, kali ini lebih lembut dan perlahan. Namun aku kembali mendorongnya. Akan tetapi, bukannya menghentikannya, aku justru menanyakan pertanyaan bodoh.
“Kamu melihatku sebagai Anes atau dia?”
“Anes!”, setelah mendengar jawabannya, aku terbawa suasana dan mulai memejamkan mata.
Dan dia pun kembali melumat bibirku dengan kedua tangannya yang kini berada di leherku.
Semakin lama semakin dia memagut bibirku dengan serakah. Dan aku pun membalasnya.
———
Setelah skripsiku rampung dan bahkan tanggal sidangnya sudah ditentukan, aku pun merasa sedikit lebih lega. Dan untuk merayakannya, aku mengajak Titin untuk makan ramen langganan kami malam itu. Niatku ingin menraktirnya dan berharap dia merasa bahagia, namun yang terjadi, justru dialah yang membuatku bahagia. Bagaimana tidak, bertemu dengannya itu seperti sedang bertemu dengan Papaku. Karena bobot perbincangannya itu udah mirip kek petuah gitu hehehe.
Aku yang baru mengenalnya lima tahun lalu telah menyadari betapa tangguhnya dia menjalani kerasnya hidup ini sejak awal pertemuan kami.
“Btw itu nada dering HP kamu bukan sih? Perasaan dari tadi bunyi...", Titin menyeruput ramennya setelah memberitahu bahwa HPku terus berdering. Aku pun segera merogohnya ke dalam tas kecilku. Lalu terlihat notifikasi panggilan tak terjawab sebanyak tiga kali dan satu notifikasi pesan whatsapp.
// 19.55 Rey : Nes sorry baru bales. Aku baru kelar ujian simulator nih. Btw selamat yaa. Semoga sidangnya lancar.. //
// 19.57 Rey : Kamu lagi ngapain? I wish you were here.. //
"Siapa say?", tanya Titin saat aku terlihat senyum-senyum ketika membaca pesan Rey.
"Temen..", jawabku singkat sembari membalas pesan Rey.
// 20.17 Anes : Aku lagi makan diluar nih. Nanti aku telpon balik ya kalau udah di kosan.. //
"Temen yang mana? Yang itu apa yang ono?", sahut Titin ngeledek.
"Nguawur, ga ada ya yang itu apa yang ono! Cuma satu kog!"
"Iyaa yang kamu ladenin satu, yang kamu cuekin banyaaaak! Hahaha.."
“Yee mana ada!”
Perbincangan kami terus berlanjut ke arah yang lebih ringan. Tak jarang kami saling terbahak disaat kami saling bertukar cerita lucu dan kocak sampai sebelum dia menerima telpon dari Mamanya dan menyuruhnya segera pulang sebab ada tamu yang datang mencarinya.
— — —
// 21.35 Anes : Mas, aku udah di kosan. //
Tak lama dari aku mengirim pesan itu pada Rey, Rey kembali menelponku.
“Halo..”
“Haai Nes.. Akhirnya aku bisa denger suara kamu lagi setelah sekian lama.”, suara berat Rey tidak terdengar seperti biasanya.
“Hehehe. Btw gimana ujian simulatornya?”
“Lancar. Meski puyeng dapet instruktur yang kaku.”
“Ohya?”
“Iyaa. Untung aja hari ini kelar!”
“Emang kalau simulator gitu berapa hari?”
“Dua harian doang siih.”
“Hmm gitu. Btw are you okay?”, aku yang menyadari Rey sedang tidak baik-baik saja mulai memberanikan diri untuk menanyakan keadaannya.
“Kenapa nanya gitu?”
“Lagi nguji kemampuan, soalnya baru belajar jadi peramal??”
“Hahaha dasar! Hm mungkin akunya kecapean aja sih Nes.. karena beberapa hari lalu lumayan menguras tenaga dan pikiran untuk nyiapin ujian..”
“Ohgitu. Bukan karena hal lain kan?”, tanyaku lagi berusaha terus menguliknya.
Dan pada akhirnya, Rey pun mulai bercerita apa yang sedang dialaminya.
Dia bercerita bahwa beberapa hari lalu ini adalah hari-hari terberat baginya. Kenapa? Bukan! Bukan karena dia akan ujian. Melainkan cinta pertamanya yang telah menjadi pacarnya selama hampir dua belas tahun ini, memilih untuk menikah dengan pria lain yang ternyata adalah teman dekatnya.
Alasan kenapa Rey selalu menghubungiku beberapa waktu lalu ya karena menurut Rey, aku bisa memahami dia meski dianya sudah berusaha untuk menyembunyikan apa yang dia rasakan. Termasuk saat aku nyeletuk ‘syukurlah ya kalau ketiduran bukan karena nangis galau ditinggalin pacar nikah’ disaat aku tak sengaja bertemu di penerbangan yang sama dengannya beberapa saat lalu. Rupanya, apa yang aku celetukkan itu benar-benar dialaminya.
“Tanggal 4 Februari kemarin, tanggal pernikahannya Nes.”
“Lalu Mas dateng?”
“Nggak. Kebetulan akunya duty di hari itu. After duty, akunya malah nelponin kamu mulu hehe sorry banget yaa, hari itu aku pasti ngeganggu kamu banget.”
“IYA BANGEET! Hehehehe.”
(Rey terdiam)
“Hehehe nggak ganggu kog, soalnya HPku kan di mode silent saat itu.”
(Rey masih terdiam)
“Mas??”
“Hmmm??”
“Mau nangis?”, tanyaku ragu.
“Bahkan buat nangis aja aku nggak sanggup, Nes.”
“Yaudah sini aku puk-puk-in”
“Gimana cara puk-puk-innya?”, tanyanya menanggapi leluconku.
“Lewat imaji.”
Kemudian Rey membalasnya dengan diam. Sedang aku terus mencoba untuk merasakan apa yang dia rasakan.
“Aku kurang setia apa lagi coba Nes?”, tanyanya lirih. Aku tak menjawabnya.
“Semisal dia milih cowok baik-baik, paling enggak bukan cowok pemabok yang tiap malem clubbing, aku pasti bisa terima!”, suara Rey makin lirih. Aku hanya bisa mendengarkan disaat Rey mulai mengeluarkan emosinya perlahan.
“Dan bodohnya, mereka sudah saling berhubungan sejak dua tahun terakhir, tanpa aku sadari.”
“Tapi nggak bisa dipungkiri kalau aku masih sayang sama dia Nes, meski dia ngekhianatin aku abis-abisan selama ini..”, suara Rey makin berat dan lemah. Sepertinya dibalik telpon ini, dia mulai terisak.
“Dan aku makin kesal saat aku nggak bisa berbuat apa-apa selain harus relain dia dengan cowok itu.”
"Hmm sorry ya Nes.. Aku malah cerita semuanya ke kamu..", ujarnya tiba-tiba setelah sekian lama kami saling terdiam.
"Iyaa, nggak papa.”
Kami kembali saling terdiam.
“Hm aku bisa ngerti gimana sakit dan sedihnya. Ya meski ga sepenuhnya merasakan sakit seperti yang Mas rasain sih. Dan Mas hebat sih, bisa ngeluapinnya dengan cara begini, bukan ke hal-hal yang ga baik."
"Hal-hal ga baik? Misalnya?"
"Ya masa perlu dikasih tau juga sih?"
"Hahaha yaa aku pengen tau aja pendapat kamu.. Jadi apa tuh hal-hal yang ga baik?", suara Rey sudah mulai terdengar ceria seperti biasanya.
"Hmm minum alkohol dan sejenisnya sampe mabok?"
"Okee.. Lalu?"
"Hm apa yaa..", aku mulai berpikir.
"Hahaha polos banget sih kamu!”, ledek Rey.
"Dih! Sembarangan!!"
"Nes?”, panggilnya.
“Hmm??”
“Besok libur ya?"
"Iyaa.."
"Meet up yuk, mau nggak?"
"Ga ah, males!"
"Kamu nggak butuh refreshing emang? Ohya, jangan-jangan kamu punya pacar ya?"
"Haha nggak!"
"Nggak apa nih? Nggak butuh refreshing atau nggak punya pacar?"
"Kalau aku punya pacar, nggak bakal aku mau ditelpon sama cowok lain beginiii.."
“Oh jadi jomblo yaaa?? Mau nggak kalau kamu jadi pacar aku?”
"Hahaha mulai ngacooo!"
"Hahaha.. Yaudah besok mau ketemu ya? Kebetulan besok aku mau balik Surabaya."
"Balik Surabaya?"
"Iyaaa! Kan orangtuaku masih di Surabaya, Nes."
"Oh gituuu..”
"Jadi mau ga besok ketemuan? Kalau mau, besok nonton sekalian dinner yuk. Gimana?"
"Oke..", jawabku pada akhirnya.
"Btw thanks yaa udah dengerin dan nenangin.."
"Iyaa, sama-sama yaa..."
“Yaudah tidur gih. Udah jam dua belas lewat hehe sampe ketemu besok Nes!”
“Iyaa..”
(Dalam percakapan aku dan Rey ini, nggak aku published semuanya yaa. Khawatir ngebuka aib Rey dan juga mantan pacarnyaa terlalu banyak.)
10 Februari 2017, Jum'at
Keberangkatan pesawat Rey dari Jakarta sekitar jam sepuluh pagi. Dan dia membuat janji temu denganku di jam enam sore, karena acara keluarganya baru selesai sekitar jam lima-an. Dan juga biar aku bisa shalat maghrib di kosan, katanya.
Sore itu, kami akan menonton sekalian makan malam di mall yang dikenal memiliki konsep semi outdoor dengan banyak pilihan menu kuliner. Selain itu, biasanya juga akan ada live musicnya di malam hari.
Disaat aku keukeuh ingin bertemu langsung dengan Rey di mall yang letaknya berada di Jalan Adityawarman itu, ada Rey yang juga bersikukuh untuk menjemputku dan ingin berangkat bersama. Salahku sih beberapa jam lalu dengan polosnya ngasih alamat kosan ke dia.
// 17.45 Rey : aku udah di depan gang kosan kamu yaa.. btw shalatnya ga usah buru-buru!! //
// 17.55 Anes : Astagaa!! Kamu yaaa bener-bener deh! Yaudah, aku kesana sekarang. //
Malam itu aku mengenakan baju atasan berwarna hitam berlengan balon hingga pergelangan tangan dengan potongan square di bagian leher. Rambut panjangku yang secara alami membentuk keriting gantung jika ku biarkan terurai, ku gulung seadanya. Karena wajahku sedang tak baik-baik saja, aku pun hanya mengaplikasikan day cream secukupnya. Tak lupa juga aku memakai mascara pada bulu mataku dan liptint untuk lebih mencerahkan bibirku.
Untuk bawahannya aku menggunakan jeans berwarna biru light dan juga flat shoes hitam memadukan dengan baju atasanku. Lalu aku juga membawa tas slempang kecil berwarna sepadan dengan warna sepatuku yang hanya muat membawa dompet dan juga handphone.
Saat aku mencari-cari dimana Rey berada ketika aku sudah berada di ujung gang, ada mobil sport hitam berpintu lima dengan logo mitsubishi di bagian depannya mendekatiku. Kemudian, orang di dalamnya menurunkan kaca jendela pada pintu mobil penumpang depan. Di dalamya, terlihat sosok pria yang memiliki senyum khas tengah sumringah melihatku yang sedikit kebingungan.
“Anes! Masuk!”, teriaknya dari balik kemudi. Aku segera membalasnya dengan senyum sumringah juga lalu membuka pintu mobilnya.
“Maaf, lama yaa nunggunya?”, ujarku saat baru selesai memakai sabuk pengaman dan Rey baru melajukan mobilnya.
“Nggak kog. Lagian kalau aku nggak standby kek tadi, pasti kamunya bakal tetep keukeuh motoran sendiri.”
“Hehehehe yaa juga sih, kan akunya ga mau ngerepotin yeee.”
“Hahaha padahal aku sama sekali nggak ngerasa direpotin!”, balas Rey. Aku menoleh ke arahnya dan ternyata Rey juga tengah menoleh ke arahku.
“Samaan nih warna baju kita?”, tanya Rey saat terpergok memperhatikanku. Aku meresponsnya dengan berhehehe ria.
Malam itu, Rey mengenakan kemeja hitam berlengan panjang namun dia lipat hingga pergelangan tangannya terlihat. Dia memadupadankan kemejanya dengan celana jeans denim navy dengan sepatu casual tanpa tali berwarna senada dengan celananya.
Setelahnya, seperti biasa kami bercerita apa saja dari sesuatu yang ga penting dan kocak ke sesuatu yang serius sampe berujung saling terdiam beberapa saat.
Untungnya saat kami mulai terdiam, Rey sudah memarkirkan mobilnya di pelataran parkir mall. Dengan kikuk, kami sama-sama turun dari mobil, kemudian berjalan beriringan menuju ke bioskop yang terletak di lantai 2. Awal mula kami jadi kikuk begini karena tadi saat asyik bercerita dan bercanda, Rey tetiba memanggilku dengan nama mantannya. Seketika aku menyadari, Rey masih terbayang-bayang dengan mantannya. Sekalipun kini sedang bersamaku, yang ada dipikirannya yaa tetap mantannya. Aku sih nggak masalah yaa meski merasa sedikit kecewa, tapi tidak dengan Rey. Pasti dia bingung sekarang, kira-kira apa yang dilakuin ini, -hm maksudnya bertemu denganku-, sesuatu yang bener atau malah sebaliknya. Di lain sisi dia butuh temen, di lain sisi dia takut menjadikanku sebagai pelarian. Huhuhu makanya aku jadi ikutan bingung harus apa selain diam aja.
“Sore, Mas..”, sapa security di pintu masuk XXI.
“Sore, Pak..”, tetiba Rey meraih tangan kananku dan menggenggamnya.
‘Hmm mungkin dia pikir aku ini mantannya’, bathinku. Saat itu aku berusaha untuk terus memahaminya dan memakluminya. Jadi ku biarkan dia menggenggam tanganku begitu erat, seolah jika dilepas sedikit saja, aku akan lenyap.
“Sudah memilih tiket atau belum, Mas?”
“Sudah Pak.”
“Jika sudah, Mas bisa cetak tiketnya disebelah sana ya..”, Bapak security mengarahkan kami dan aku yang ngefreeze karena ulah Rey, hanya bisa merespons Bapak Security dengan senyuman.
“Makasih ya Pak..”, Rey mengikuti arahan security dengan tanganku yang masih digenggamnya.
“Mas, boleh ga lepasin tanganku?”, bisikku. Rey kemudian menatapku saat kami baru saja tiba di depan mesin cetak tiket.
“Kalau aku nggak mau, kamu marah?”, godanya. Aku hanya menatapnya sinis. Kemudian dia senyum-senyum nyebelin sembari mengacak-ngacak rambutku setelah ia melepas tanganku. Dia bersikap seolah telah melupakan bahwa kami sempat saling terdiam dan kikuk beberapa saat lalu.
Setelah dua tiket film John Wick : Chapter 2 tercetak, Rey kembali meraih tanganku dan kami berjalan menuju antrian yang cukup panjang hanya untuk membeli popcorn dan juga minumannya.
“Mas, boleh lepasin tanganku nggak? Iketan rambutku lepas!”, bisikku lagi. Rey menoleh ke arahku sebentar dan kembali mengabaikan permintaanku.
“Biarin aja rambut kamu terurai gitu..”, jawabnya sama sekali tak melihatku.
Aku menatapnya sinis.
“Kenapa natap aku kek gitu?”, tanyanya dengan hanya sekilas menatapku, kemudian kembali membuang muka. Sepertinya dia sedang menghindari tatapanku.
“Kamu kenapa sih? Pegangin tanganku tapi malah jutekin aku! Nggak sopan!”, bisikku kesal.
“Selamat Sore, Kak.. Silahkan bisa pesan disini…….”, belum sempat Rey menjawab, Mba di kasir sebelah mempersilahkan kami untuk lebih dulu pesan padanya.
“Kamu mau apa?”, tanya Rey padaku saat kami sudah berpindah tempat ke kasir sebelah.
Setelah memesan snacks and drinks, Rey tidak lagi bisa menggenggam tanganku sebab tangannya tengah memegang popcorn dan juga minumannya. Meski begitu, dia tetap saja dingin selama kami berjalan menuju tempat duduk kami di dalam studio bioskop. Rasa-rasanya, aku harus banyak sabar ngeladenin orang yang baru putus cinta ini!
“Rey, kamu kenapa sih?”, tanyaku memecahkan keheningan. Udah nggak ada lagi embel-embel panggilan ‘Mas’ ke dia.
Masalahnya, penonton malam itu bisa dihitung dengan jari dan duduknya lumayan jauh di depan kami yang berada di baris kedua dari atas dan duduk di tengah-tengah, -jadi liat layarnya nggak bikin leher pegel-. Lalu orang yang duduk disebelahku nih dari tadi diem mulu. Kan aku takut yaa dianya kesambet atau apa.
Rey meresponsku hanya dengan senyuman kecil kemudian sibuk memakan popcorn.
“Kamu nggak jadi ngiket rambutmu?”, tanyanya tiba-tiba.
“Nggak, iketannya udah nggak tau jatuh dimana.”, jawabku seadanya.
“Ini bukan?”, Rey merogoh bagian luar pouch hitamnya dan menunjukkan iketan rambut berwarna hitam.
“Huaa iyaa!! Thanks yaa..”, akupun segera mengambilnya dan kembali menggulung rambutku seadanya seperti sebelumnya dengan iketan yang ditemuin oleh Rey.
Tak berselang lama, lampu studio mulai dipadamkan dan film pun dimulai.
Sejak film dimulai, Rey kembali mengajakku berbicara, yaa meski mengenai jalan cerita filmnya. Tapi gapapa. Kemungkinan keadaan hatinya udah kembali baik.
Hmm ohya, nggak tau kenapa, saat aku lagi sama Rey malam itu, aku bener-bener bisa mengerti bagaimana rasa yang sebenarnya dia rasain. Jadi yaa aku hanya perlu sabar dan ngikutin mood dia supaya perlahan-lahan dia mulai bisa berdamai dengan rasa sakitnya. Yaa harapanku sih begitu yaa. Tapi nggak tau deh gimana dianya hehe.
“Nes..”, bisiknya.
“Hmm?”, jawabku dengan tatapanku yang masih fokus ke layar.
“Maafin ya daritadi aku dinginin kamu…”, bisiknya lagi di telinga kananku, membuatku sedikit bergidik.
“Iyaa gapapa. Hehehe”, jawabku singkat dan masih sibuk menatap layar.
“Tau nggak? Iketan rambut yang kamu pake sekarang, itu punya dia..”. Sontak aku menoleh padanya.
“Serius?”, bisikku dengan mimik wajah yang kebingungan.
“Iyaaa. Hm kamu tuh nyaris sama seperti dia. Dari tinggi, warna kulit, panjang rambut, cara mengikat rambut, bahkan dari cara berpakaian pun sama. Cuma kamu lebih sabar sih..”
Aku meresponnya dengan anggukan kepala dan membentuk bibirku seperti huruf O.
“Maaf ya aku malah nyama-nyamain kamu dengan dia.”
“Hehe gapapa.. yaudah jangan sedih-sedih lagi. Hm?”
“Biasanya kalau nonton, dia suka nyuapin aku popcorn.”, bisiknya lagi.
“Oh jadi daritadi diemin aku karena aku nggak nyuapin kamu popcorn gitu?”
Rey tersenyum. Lalu jemari tangan kananku meraih popcorn milikku yang masih utuh kemudian mengarahkannya pada Rey. Rey menoleh dan seolah bertanya dalam tatapan matanya ‘serius?’ dan aku mengangguk mengiyakan.
Siapa sangka saat aku akan menyuapinya, Rey justru meraih tanganku lalu meraih bagian leher kananku dengan tangan satunya dan mendekatkan wajahnya dengan wajahku. Saat itu terdengar jelas suara napas Rey dan juga suara detak jantungku yang berdegup tak karuan.
Aku mulai meronta ingin dilepaskan, tapi Rey terlanjur melumat bibirku begitu dalam.
Aku mendorongnya untuk menghentikan ciumannya. Namun hal itu tak membuat wajahnya menjauh dari wajahku. Kami saling menatap dengan jarak yang sangat dekat!
“Is this your first kiss?”, bisiknya. Aku mengangguk pelan.
“Can I kiss you one more?”, tanyanya. Saat itu aku mendengar suara napasnya makin terengah.
Belum juga aku menjawabnya, dia kembali mengecup bibirku, kali ini lebih lembut dan perlahan. Namun aku kembali mendorongnya. Akan tetapi, bukannya menghentikannya, aku justru menanyakan pertanyaan bodoh.
“Kamu melihatku sebagai Anes atau dia?”
“Anes!”, setelah mendengar jawabannya, aku terbawa suasana dan mulai memejamkan mata.
Dan dia pun kembali melumat bibirku dengan kedua tangannya yang kini berada di leherku.
Semakin lama semakin dia memagut bibirku dengan serakah. Dan aku pun membalasnya.
———
She looks at me
And she can see
The chance I wanna take
She moves in close
And takes my breath away
I never thought I'd find a love like this
There's no need to hide that feeling we get
Whenever we touch we can't resist
We go back to our first date
Our first kiss
Diubah oleh aymawishy 27-10-2022 02:37
delet3 dan 5 lainnya memberi reputasi
6
Kutip
Balas
Tutup