laviolaskyAvatar border
TS
laviolasky
Kurir Sakti
Siang itu matahari berada tepat di atas kepala kami. Rasa dahaga dan lapar kami tahan-tahan semenjak dalam perjalanan yang cukup jauh menyebrangi laut. Inilah tujuan yang semenjak dulu kami impikan dan nantikan. Setelah cukup lama kami berdua mengumpulkan uangn untuk ongkos berangkat ke kota yang kata banyak orang adalah tempat dimana orang-orang dewasa mengadu nasib hingga sukses.

Jelas saja sukses. Tetangga sebelah rumahku buktinya baru saja dua bulan kerja sudah bisa membeli sepeda motor baru. Walaupun katanya setiap bulan harus membayar, tapi entahlah katanya begitulah kalau ingin mempunyai motor katanya harus membayar setiap bulan.

Namaku Bakrie dan ini temanku Chaplin, yang baru saja aku temui di kapal. Kami berdua berkenalan dan mempunyai tujuan yang sama sepertiku. Kami sudah mengumpulkan uang untuk ongkos menaiki kapal untuk menyebrang dari Lampung ke Jakarta. Setibanya di Jakarta aku cuman bisa tolah-toleh melihat orang-orang berlalu lalang. Hanya tersisa uang sedikit sekali untuk makan satu kali saja. Aku bingung dan Chaplin juga bingung. Kami hanya duduk meringkuk di pinggir terotoar stasiun yang asapnya mengepul membuat kami terbatuk-batuk semenjak menginjakan kaki di sini.

Ada perasaan ingin balik ke kampung halaman menimba sumur belakang rumah dan meminum airnya yang sejuk untuk melepas dahaga. Jika lapar di sana tinggal pergi ke ladang Pak Pur yang baik hati untuk memetik pepaya dan jagunya yang manis dan berair. Namun semua sudah terjadi dan aku sudah menyelam, tidak mungkin berharap tubuhku kering. Kutoleh raut muka Chaplin yang sudah lemas dan murung berpandangan kosong. Dia juga merasakan hal yang sama seperti yang aku rsakan. Meski lebih muda dariku, Chaplin memiliki keberanian dan nekat pergi meninggalkan rumahnya mencari uang demi menyekolahkan adik-adiknya yang masih kecil.

Aku ingin menangis karena di sini kami tidak memiliki kenalan siapa-siapa dan orang-orang juga tidak suka beramah-tamah. Aku mencoba mencari air keran untuk mengisi botol aqua yang kami beli di kapal. Aku berpesan pasa Chaplin agar tidak meninggalkan tempatsampai aku kembali mendapatkan air. Namun naasnya di sini, hanya mencari air untuk minum saja susahnya lumayan harus berkeliling stasiun tolah-toleh kebingungan. Sampai akhirnya setelah bertanya ke beberapa orang, aku diarahkan ke belakang koridor pemberangkatan bus. Tertera tulisan di papan yang bertulis, "Kencing 2000 & Mandi 5000." Saya langsung mencari masjid terdekat dan meminum airnya sebanyak-banyaknya.
Diubah oleh laviolasky 14-09-2022 02:10
grandiscreamo
ZaCk965
bukhorigan
bukhorigan dan 13 lainnya memberi reputasi
14
4.4K
78
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the HeartKASKUS Official
31.5KThread42KAnggota
Tampilkan semua post
laviolaskyAvatar border
TS
laviolasky
#31
Dari penampilanya kedua orang berambut cepak itu memang sedang mencari seseorang. Mungkin inilah dia wanita berambut pirang dengan dada buatan dokter plastik. Dan kami tidak tau mana yang harus kami bela jika seumpama kedua orang itu mencari hingga kehadapan kami, karena bisa jadi kami akan mendapatkan uang dari kedua orang berambut cepak itu dan juga mungkin uang dari si cewek berambut pirang ini. Jadi kami bingung di antara kedua pilihan ini sekaligus kami tidak tau masalah mereka berdua.

"Mas, inget ya kalau ada orang yang nyari saya bilang aja engga tau." Katanya dari balik terpal biru.

"Kayaknya itu orangnya ya, Mbak?" Tanya Chaplin, sementara kedua orang berambut cepak itu dari kejauhan.

"Cirinya kayak gimana, Mas?"

"Dua orang, Mbak."

"Terus."

"Yang satu lagi rambutnya cepak, yang satu lagi pake kacamata hitam." Jelas Chaplin.

"Iya Mas, yang itu. Jangan kasi tau ya kalau aku ada di sini." Pinta wanita itu dari dalam terpal dengan nada yang memelas.

"Emangnya ada masalah apa, Mbak?"

"Itu urusan pribadi. Nanti aku kasih tau kalau kalian bisa tutup mulut."

"Iya Mabak." Chaplin manut-manut saja.

Sementara Chaplin terus saja memaksa ku untuk tidak berkata sepatah kata pun mengenai wanita di balik terpal itu. Lalu kedua pria berambut cepak itu datang menghampiri kami yang masih duduk di pinggir terotoar. Raut wajahnya sangar dan terlihat sudah patah arang setelah menanyai banyak orang dan berlalu tanpa mendapat jawaban apapun. Dan hanya tinggal tersisa kami berdua yang belum sempat ia tanyai. Rekanya satunya bilang itu percuma, dengan memandang keadaan kami yang kotor dan wajah yang bercelemot debu. Tetapi mereka tetap mendekati kami dengan langkah yang panjang-panjang dan tubuhnya yang besar.
sicepod
grandiscreamo
MFriza85
MFriza85 dan 6 lainnya memberi reputasi
7
Tutup
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.