- Beranda
- Stories from the Heart
Kisah Seorang Pramugari (True Story)
...
TS
aymawishy
Kisah Seorang Pramugari (True Story)

Di saat kau merasa hidup sendiri
Dalam kerasnya dunia
Tersenyumlah
Bila kau pun harus berputus asa
Berpikir semua kan berakhir
Tersenyumlah
Kau tak sendiri aku di sini
Menantimu bersama hangatnya mentari
Kau tak sendiri aku di sini
Berikan tanganmu mari kita hadapi
Hidup memang tak selalu seperti
Yang kau inginkan yang kau harapkan
Hadapilah dengan hati tenang dan tetap melangkah
Kau tak sendiri
Perhatikan sekitar coba kau amati
Hidup bukan sekedar tentang patah hati
Dan semua yang terjadi ambil hikmahnya
Om Iwan pun berkata "ambil indahnya"
Kau tak sendiri aku di sini
Memanggilmu bersama hangatnya mentari
Kau tak sendiri kami di sini
Raihlah tanganku bersama kita lewati
Hidup memang tak selalu seperti
Yang kau inginkan yang kau harapkan
Hadapilah dengan hati tenang teruskan melangkah
Kau tak sendiri
Hidup memang tak selalu seperti
Yang kita inginkan yang kita harapkan
Hadapilah dengan hati tenang
Yakinkan dirimu
Kau tak sendiri yeah yeah yeaah
Dalam kerasnya dunia
Tersenyumlah
Bila kau pun harus berputus asa
Berpikir semua kan berakhir
Tersenyumlah
Kau tak sendiri aku di sini
Menantimu bersama hangatnya mentari
Kau tak sendiri aku di sini
Berikan tanganmu mari kita hadapi
Hidup memang tak selalu seperti
Yang kau inginkan yang kau harapkan
Hadapilah dengan hati tenang dan tetap melangkah
Kau tak sendiri
Perhatikan sekitar coba kau amati
Hidup bukan sekedar tentang patah hati
Dan semua yang terjadi ambil hikmahnya
Om Iwan pun berkata "ambil indahnya"
Kau tak sendiri aku di sini
Memanggilmu bersama hangatnya mentari
Kau tak sendiri kami di sini
Raihlah tanganku bersama kita lewati
Hidup memang tak selalu seperti
Yang kau inginkan yang kau harapkan
Hadapilah dengan hati tenang teruskan melangkah
Kau tak sendiri
Hidup memang tak selalu seperti
Yang kita inginkan yang kita harapkan
Hadapilah dengan hati tenang
Yakinkan dirimu
Kau tak sendiri yeah yeah yeaah
Quote:
Hai, aku Anes, nama panggilan dari pemilik akun aymawishy ini. Semasa sekolah, aku tinggal di sebuah Kabupaten di Jawa Timur bagian timur.
Mungkin yang sudah membaca threadku yang menceritakan bagaimana kisahku semasa SMPakan lebih tahu bagaimana kejamnya orang-orang di sekitarku memperlakukanku.
Tapi, seperti yang Papaku bilang, aku harus tetap semangat dan harus terus berperilaku baik meski dijahatin.
Selepas SMA, aku merantau ke Surabaya. Disaat itulah aku benar-benar ingin hidup mandiri tanpa bantuan dari Papa. Karenanya, aku harus bekerja agar bisa kuliah.
Awal kehidupanku di perantauan, sangatlah penuh perjuangan.
Ngekos di kosan kumuh, aku pernah. Disana aku ngerasain tidur diatas kasur yang basah karena atap kamarku bocor selama musim penghujan. Dan juga kamar mandi yang lantainya meski disikat berkali-kali pakai WPC, tetap berwarna hitam karena lumutan.
Selain itu, selama 3 bulan berturut-turut, tiap harinya hanya makan roti seharga seribuan yang aku beli di warung kopi dekat kantor tempat aku magang. Yaa meski, alhamdulillahnya ada aja orang baik yang ngasih aku makan. Ohya, karena sering banget makan roti tanpa makan nasi, aku jadi punya “maag” hehehe.
Rasanya jika diingat, masih banyak perjuangan-perjuangan yang aku lalui sejak tahun 2012.
Mungkin yang sudah membaca threadku yang menceritakan bagaimana kisahku semasa SMPakan lebih tahu bagaimana kejamnya orang-orang di sekitarku memperlakukanku.
Tapi, seperti yang Papaku bilang, aku harus tetap semangat dan harus terus berperilaku baik meski dijahatin.
Selepas SMA, aku merantau ke Surabaya. Disaat itulah aku benar-benar ingin hidup mandiri tanpa bantuan dari Papa. Karenanya, aku harus bekerja agar bisa kuliah.
Awal kehidupanku di perantauan, sangatlah penuh perjuangan.
Ngekos di kosan kumuh, aku pernah. Disana aku ngerasain tidur diatas kasur yang basah karena atap kamarku bocor selama musim penghujan. Dan juga kamar mandi yang lantainya meski disikat berkali-kali pakai WPC, tetap berwarna hitam karena lumutan.
Selain itu, selama 3 bulan berturut-turut, tiap harinya hanya makan roti seharga seribuan yang aku beli di warung kopi dekat kantor tempat aku magang. Yaa meski, alhamdulillahnya ada aja orang baik yang ngasih aku makan. Ohya, karena sering banget makan roti tanpa makan nasi, aku jadi punya “maag” hehehe.
Rasanya jika diingat, masih banyak perjuangan-perjuangan yang aku lalui sejak tahun 2012.
Ohya..
Saat nanti aku berbagi cerita di thread ini, tolong jangan dihujat ya.
Sebab..
Aku bukanlah seorang penulis, jadi jangan pernah berharap lebih terhadap tulisan yang aku bagi.
Aku juga bukanlah orang hebat yang hanya ingin berbagi pengalaman yang aku alami.
Saat nanti aku berbagi cerita di thread ini, tolong jangan dihujat ya.
Sebab..
Aku bukanlah seorang penulis, jadi jangan pernah berharap lebih terhadap tulisan yang aku bagi.
Aku juga bukanlah orang hebat yang hanya ingin berbagi pengalaman yang aku alami.
Pokok Isi Cerita
Quote:
#Bagian 1
-Part 1 : Awal Mula
-Part 2 : Menjemput Restu
-Part 3 : Tahap Awal
-Part 4 : Pantang Mundur
-Part 5 : Tentang Cinta Pertama
-Part 6 : Terjebak Nostalgia
-Part 7 : Mungkin Nanti
-Part 8 : Undangan?
-Part 1 : Awal Mula
-Part 2 : Menjemput Restu
-Part 3 : Tahap Awal
-Part 4 : Pantang Mundur
-Part 5 : Tentang Cinta Pertama
-Part 6 : Terjebak Nostalgia
-Part 7 : Mungkin Nanti
-Part 8 : Undangan?
Quote:
#Bagian 2 : Proses Perekrutan Pramugari
-Part 9 : Hi, Jakarta! Be Nice Please!
-Part 10 : Hall of Fame
-Part 11 : Berpisah dengan Shasa, Bertemu dengan Wildan!
-Part 12 : Papa Yang Makin Menua
-Part 13 : Manis Dan Pahit
-Part 14 : Yok Opo Seh!
-Part 15 : Dikirim Malaikat Baik Yang Menjelma Menjadi Manusia
-Part 16 : Medical Examination
-Part 17 : Curhat Dadakan, Berujung Menyesakkan
-Part 18 : Menjelang Tahun Baru
-Part 19 : Selamat Datang Tahun 2017!
-Part 20 : Made Darma
-Part 21 : Hari Yang Kutunggu
-Part 22 : PANTUKHIR!
-Part 9 : Hi, Jakarta! Be Nice Please!
-Part 10 : Hall of Fame
-Part 11 : Berpisah dengan Shasa, Bertemu dengan Wildan!
-Part 12 : Papa Yang Makin Menua
-Part 13 : Manis Dan Pahit
-Part 14 : Yok Opo Seh!
-Part 15 : Dikirim Malaikat Baik Yang Menjelma Menjadi Manusia
-Part 16 : Medical Examination
-Part 17 : Curhat Dadakan, Berujung Menyesakkan
-Part 18 : Menjelang Tahun Baru
-Part 19 : Selamat Datang Tahun 2017!
-Part 20 : Made Darma
-Part 21 : Hari Yang Kutunggu
-Part 22 : PANTUKHIR!
Quote:
#Bagian 3
-Part 23 : Kesempatan Kedua
-Part 24 : Accedere
-Part 25 : Tentang Rey!
-Part 26 : Become In Love
-Part 27 : Buket Mawar Merah
-Part 28 : Out Of Control
-Part 29 : Di Zangrandi
-Part 30 : Pantukhir Kedua
-Part 31 : Si Paling Inisiatif
-Part 32 : Agnes
-Part 33 : Cemburu
-Part 34 : Rey!?
-Part 35 : Ternyata…
-Part 36 : Di Puncak Bromo
-Part 37 : Berpisah
-Part 38 : Hasil Pantukhir
-Part 39 : Tyas!
-Part 40 : Di Kampung Halaman
-Part 41 : Berpamitan
-Part 23 : Kesempatan Kedua
-Part 24 : Accedere
-Part 25 : Tentang Rey!
-Part 26 : Become In Love
-Part 27 : Buket Mawar Merah
-Part 28 : Out Of Control
-Part 29 : Di Zangrandi
-Part 30 : Pantukhir Kedua
-Part 31 : Si Paling Inisiatif
-Part 32 : Agnes
-Part 33 : Cemburu
-Part 34 : Rey!?
-Part 35 : Ternyata…
-Part 36 : Di Puncak Bromo
-Part 37 : Berpisah
-Part 38 : Hasil Pantukhir
-Part 39 : Tyas!
-Part 40 : Di Kampung Halaman
-Part 41 : Berpamitan
Quote:
#Bagian 4 : Initial Flight Attendant’s Ground Training
-Briefing and Sign Contract :
-Part 42 : Sekilas Tentang Ground Training
-Part 43 : Kog Begini Amat Sih?!
###
-Part 44 : Drama Perkara Sepatu
-Part 45 - Astaga!!
-Part 46 : KACAU!
-Part 47 : Drama di Hari Pertama
-Part 48 : Apa Benar FA Harus Deketin Pilot Agar Jam Terbangnya Banyak?
-Part 49 : Jawaban Dari Pertanyaan Mia
-Part 50 : Learning By Doing
-Part 51 : Tentang Chapter Lima dan CET
-Part 52 : Rey Datang Lagi
-Part 53 : Tersimpul Luka Kedua Kali
-Part 54 : White Horse
-Part 55 : Menjelang Flight Training
-Part 56 : Overthinking!
-Briefing and Sign Contract :
-Part 42 : Sekilas Tentang Ground Training
-Part 43 : Kog Begini Amat Sih?!
###
-Part 44 : Drama Perkara Sepatu
-Part 45 - Astaga!!
-Part 46 : KACAU!
-Part 47 : Drama di Hari Pertama
-Part 48 : Apa Benar FA Harus Deketin Pilot Agar Jam Terbangnya Banyak?
-Part 49 : Jawaban Dari Pertanyaan Mia
-Part 50 : Learning By Doing
-Part 51 : Tentang Chapter Lima dan CET
-Part 52 : Rey Datang Lagi
-Part 53 : Tersimpul Luka Kedua Kali
-Part 54 : White Horse
-Part 55 : Menjelang Flight Training
-Part 56 : Overthinking!
Quote:
#Bagian 5 : Flight Training
-Part 57 : Junior Selalu Salah
-Part 58 : Briefing Before Flight
-Part 59 : About Preflight Check
-Part 60 : Company Check
-Part 61 : Berjuang Lagi!
-Part 62 : Jungle And Sea Survival Part I
-Part 63 : Jungle And Sea Survival Part II
-Part 64 : Jungle And Sea Survival Part III
-Part 65 : Jungle And Sea Survival Part IV
-Part 66 : CCFA & DGCA Check
-Part 57 : Junior Selalu Salah
-Part 58 : Briefing Before Flight
-Part 59 : About Preflight Check
-Part 60 : Company Check
-Part 61 : Berjuang Lagi!
-Part 62 : Jungle And Sea Survival Part I
-Part 63 : Jungle And Sea Survival Part II
-Part 64 : Jungle And Sea Survival Part III
-Part 65 : Jungle And Sea Survival Part IV
-Part 66 : CCFA & DGCA Check
Quote:
#Bagian 6 : Kehidupan Seorang Pramugari
-Part 67 : Persiapan Untuk Terbang
-Part 68 : My First Flight
-Part 69 : Rian dan Ihsan
-Part 70 : Setan Penjaga Kamar Vs Senior Ala Ala
-Part 71 : Kisah Kasih Tak Sampai
-Part 72 : Padaido
-Part 73 : Hubungan Tanpa Status
-Part 74 : Mimpi Aneh
-Part 75 : Putri Kebaya
-Part 76 : Kamu Mau Jadi Pramugari Yang Seperti Apa?
-Part 77 : Turbulensi
-Part 78 : Hari-hari Bersama Papa
-Part 79 : Papa, It’s My Birthday!
-Part 80 : Duka Yang Bertubi
-Part 81 : Flashback to 2017
-Part 82 : Tentang Aku dan Dia
-Part 67 : Persiapan Untuk Terbang
-Part 68 : My First Flight
-Part 69 : Rian dan Ihsan
-Part 70 : Setan Penjaga Kamar Vs Senior Ala Ala
-Part 71 : Kisah Kasih Tak Sampai
-Part 72 : Padaido
-Part 73 : Hubungan Tanpa Status
-Part 74 : Mimpi Aneh
-Part 75 : Putri Kebaya
-Part 76 : Kamu Mau Jadi Pramugari Yang Seperti Apa?
-Part 77 : Turbulensi
-Part 78 : Hari-hari Bersama Papa
-Part 79 : Papa, It’s My Birthday!
-Part 80 : Duka Yang Bertubi
-Part 81 : Flashback to 2017
-Part 82 : Tentang Aku dan Dia
Diubah oleh aymawishy 02-02-2024 08:38
Dhekazama dan 47 lainnya memberi reputasi
48
64.1K
Kutip
1K
Balasan
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•52KAnggota
Tampilkan semua post
TS
aymawishy
#80
Part 23 - Kesempatan Kedua
Spoiler for Kesempatan Kedua:
“Kak, aku dan Mila balik duluan yaa!”, pamit Lita saat setelah kami berada di lobby kantor. Mila dan Lita ini adalah teman seperantauan. Dan qadarullahnya mereka sama-sama sampai di tahap ini. Sesuatu yang jarang terjadi!
“Iyaa, hati-hati ya kalian. Jangan lupain aku yaaa!!”, jawabku sambil bercipika-cipiki dengan mereka.
“Gak dong. Pokoknya Kakak tetep semangat yaa!”, ujar Mila dan Lita menyemangati.
“Kalau aku jadi Kakak, aku pasti udah nangis kalau digituin. Tapi Kakak hebat, masih tetep tersenyum meski…”, Lita terbata.
“Dipermalukan hehehe.”, kataku melanjutkan kalimat Lita yang terputus. Sepertinya dia tak sanggup mengatakan hal itu didepanku. Mereka pun kembali memelukku erat. Seolah merasakan bagaimana rasanya menjadi aku saat itu.
“Hehehe makasih yaaa Mila dan Lita.. Kalian sukses terus yaaaa. Yaudah gih, katanya udah dijemput..”
“Hehe iyaa. Yaudah kami duluan ya Kak. See you soon, Kak!!”
Mereka pun pergi menjauh dari tempatku berdiri dengan sedikit berlari menuju pintu keluar. Setelah aku memastikan mereka masuk ke dalam mobil sedan hitam dari kejauhan, aku pun membalikkan badan yang mulai lunglai ini dan melangkah gontai menuju sofa yang berada di ujung lobby, menjauh dari pintu masuk dan meja resepsionis dimana ada banyak karyawan berlalu-lalang.
Kini aku tengah duduk menatap dinding bercat putih yang terpasang sebuah pigura kayu berukuran besar berisikan visi-misi perusahaan. Namun, aku tak sedang membaca visi-misi itu, aku hanya memandangnya dengan tatapan kosong.
Melamun aku rupanya. Entah apa pula yang aku lamunkan!
Pernah gak sih kalian diem dan bengong gitu disaat kenyataan tak sesuai dengan harapan? Hehehe yaa kurang lebih begitulah aku saat itu.
“Dek..”, panggil seseorang sembari menepuk ringan pundakku.
Aku menoleh. “Eh iya Mba Dil!!”
“Kenapa kamu?”, tanyanya sambil duduk di sebelahku.
“Hmm gapapa Mbaaa.”, jawabku sembari tersenyum.
“Kecapean ya kamu? Mau istirahat di kontrakan duluan kah?? Biar kamu istirahat?”
“Gapapa Mba, aku nunggu Mba aja.”
“Beneran nih? Aku pulang masih sejaman lagi loh!”
“Hehehe iyaa gapapa Mba. Take your time.”
“Okedeh.. btw kamu mau minum popice ga? Rasa cokelat?”, tanyanya sembari mengangkat popice cokelat di gelas plastik bening sekali pakai.
“Ini Mba beliin buat aku?”
“Iya.. tapi kamu mau minum beginian ga sih?”, dia nyengir memperlihatkan giginya yang berbehel pink.
“Maaulah! Itu kesukaanku!”
“Yaudah nih abisiiin!! Wkwkwk bye!! Aku balik ke ruanganku dulu yaaa.”, dasar Mba Dila, dia yang beliin aku minum, dia juga yang salting. Gemes!
Butuh waktu sekitar tiga puluh menit bagiku untuk menghabiskan segelas popice cokelat itu. Bisa dibilang, bengong dikit, minum, bengong dikit lagi, minum lagi. Gitu aja terus sampe ga sadar kalau isinya udah kosong.
Aku pun beranjak dari tempat dudukku, menjinjing tas hitam dengan tangan kiri dan membawa gelas plastik bekas minumanku dengan tangan kanan. Lalu melangkah menuju tempat sampah stainless besar yang berada tak jauh dari sofaku berada. Setelahnya, aku mencoba mengalihkan kesedihanku dengan memandangi setiap foto dan lukisan yang dipajang di dinding yang ada di lobby ini. Meski sebetulnya aku tak memahami makna dari lukisan yang ku lihat, namun aku paksakan diri ini untuk bisa memahaminya. Hingga tiba disaat aku menemukan sebuah lukisan -yang letaknya dekat dengan pintu lift-, dimana lukisan itu berhasil membuatku memahami maknanya.
Pada lukisan itu terdapat gambar orang yang menaiki sepeda yang berjalan dari kiri ke kanan. Gambar orang yang sedang menaiki sepeda itu seakan orang yang tengah menikmati hidupnya, dan posisi orang tersebut yang berada di tengah menggambarkan bahwasanya di dalam hidup akan selalu ada prosesnya termasuk yang sedang aku jalani sekarang. Kadang aku memang seringkali merasa bahwa aku sudah menyelesaikan banyak, bahkan merasa sudah di garis finish, tapi nyatanya dalam hidup ini tuh tidak ada kata finish kecuali apabila kita memang sudah berpulang, disitulah garis finish sesungguhnya. Intinya, yaa jalani saja, meskipun kita belum tahu bagaimana akhirnya, terus jalani dan nikmati.
Aku tersenyum, merasa lukisan itu baru saja menyemangatiku.
Karena aku yang khusyu’ menatap lukisan itu, membuatku tak menyadari bahwa ada seorang perempuang cantik yang tengah melihat lukisan yang sama denganku. Aku memberanikan diri untuk menoleh padanya. Dan tak disangka-sangka, perempuan itu adalah seseorang yang tadi menemukan jerawat yang bersarang di wajahku.
“Selamat sore, Bu.”, sapaku. Dia menatapku dan membalas salamku dengan senyuman.
“Sore, Anes! Serius banget liat lukisannya ya?! Hehe ngomong-ngomong kenapa belum pulang?”, tanyanya. Wah parah nih aku, sampe gak sadar gitu!
“Hehe iyaa Bu, maaf. Hmm saya sedang menunggu teman, Bu.”
“Ohgitu.. Ohya, Anes, kira-kira tiga bulan lagi jerawatnya bisa sembuh gak ya? Kalau memang bisa sembuh, nanti akan saya kirim undangan lagi untuk Anes untuk ikut langsung di Pantukhir tahap 2.”
“Hmm maksudnya, Bu?”, tanyaku yang masih belum mengerti sepenuhnya apa yang dikatakannya.
“Di pantukhir tadi kan Anes belum bisa lolos karena jerawatan, jadi saya akan berikan Anes kesempatan lagi untuk ikut di Pantukhir kedua. Tapi pastikan kalau Anes ga bakal jerawatan lagi yaa.”
“Hm jadi maksud Ibu, saya tidak perlu mengikuti perekrutan dari awal Bu?”
“Iyaa bener, jadi langsung diundang untuk ke tahap Pantukhir!”, ujarnya sembari tersenyum. Seketika sedih dan kecewaku sirna. Alhamdulillah!
“Bu Chief, silahkan mobil sudah siap!”, ujar security memotong pembicaraanku dengannya. ‘Bu Chief? Jadi beliau ini adalah Chief FA-nya? Huuaaaa!’, bathinku berteriak.
“Anes, saya duluan yaa. Good luck! Jangan patah semangat ya!”, pamitnya. Aku segera mencium tangannya dan mengucapkan banyak terima kasih untuk kesempatan yang telah diberikan.
Mendengar kabar bahagia itu, aku segera menghubungi Papaku. Dan siapa sangka, Papa menyadarkanku akan satu hal.
“Nggapapa kalau belum lolos saat ini, Nak! Karena Allah udah kasih jalan yang terbaik buat kamu. Coba bayangin semisal kamu lolos di pantukhir ini, kamu ga bakal bisa lulus Sarjana loh. Padahal kamunya udah skripsian kan?”
Benar juga yang Papaku bilang.
Jerawatku ini tumbuh disaat yang tepat. Dan semua itu terjadi tak lain dan tak bukan ya karena atas izin Allah, yang Maha Tahu atas segalanya. Yang tahu mana yang terbaik buat aku.
Aku yang beberapa saat lalu layu tak bertenaga seperti kerupuk direndam air, seketika menjadi sumringah dan kembali berenergi seperti popeye setelah makan bayam. Hehehehe.
———
24 Januari 2017, Selasa.
“Dek, hati-hati yaa. Kabarin kalau udah di Surabaya.”
“Nggeh, Mba.. Makasih ya Mba Dil untuk semuanya.”, pelukku saat sebelum memasuki mobil yang telah dipesankan oleh Mba Dila.
“Iyaa sama-sama.”, jawabnya sembari membetulkan maskerku yang miring. Pagi itu aku memutuskan untuk mengenakan masker berwarna hitam, masker Mba Dila yang ia beli di Korea Selatan katanya.
“Ini masker biasanya dipake aktor-aktor korea loh Dek.”, ujarnya semalam dengan medhoknya.
“Jadi beneran gapapa nih kalau maskernya aku pake?”, godaku.
“Gapapa-gapapa, tapi satu ajaa yaaaaa ga boleh dua! Hahaha”, tawanya.
Kenapa pagi ini aku memakai masker? Karena aku merasa gak percaya diri dengan jerawat-jerawat di wajah ini. Apalagi dibagian pipi dan dagu. Kata Mba Dila jerawatku udah mulai kering sih, tapi akunya tetep aja gak nyaman karenanya. Yaa bayangin aja, selama ini akunya ga pernah jerawatan! Saat itu adalah momen pertama bagi aku ngerasain jerawatan, apalagi saat ada jerawat di jidat. Yang saat bersujud dalam shalat, rasanya cenat-cenut ga karuan hehehe.
Tiba di bandara, aku tidak perlu antri untuk check-in lagi, sebab tiketku sudah di check-inkan oleh Mba Dila. Dan aku kebagian duduk di seat 2C. Alhamdulillah yaa dekat lorong! Hehehe.
Sekitar jam enam-an pagi, aku sudah berada di pesawat. Tampak seorang pria berjaket hitam, bercelana bahan berwarna biru kelasi, dan bersepatu pantofel bertali, tengah sibuk dengan gadgetnya di kursi 2A (di dekat jendela) sejak aku baru akan duduk di kursiku. Aku pikir akulah penumpang pertama yang masuk ke pesawat, ternyata ada yang lebih awal lagi hehe. Saat aku hendak memejamkan mataku, pria itu menyapaku.
“Maaf, Anes bukan?”, tanyanya. Saat itu juga aku baru ngeh kalau dia adalah Mas Reyhan. Saat aku hendak menjawab, ada seorang FA menginterupsi kami.
“Mas Rey sorry, mau teh atau kopi ga?”, tawar Mba pramugari cantik yang kini sedang berdiri di sampingku.
“Nes, kamu mau teh atau kopi?”, tanya Mas Rey padaku.
“Hm engga, Mas. Makasih..”, jawabku yang masih terheran-heran, kog bisa dia tahu kalau ini aku?
“Engga deh Mba, thanks yaaa..”, jawabnya sambil tersenyum pada si Mba cantik itu. “Apa kabar Nes?”, tanyanya kepadaku kemudian, setelah Mba Pramugarinya tak lagi disampingku.
“Kabar lagi ga baik-baik aja..”, jawabku datar.
“Loh kenapa? Sakit? Sakit apa? Flu? Atau batuk?”, tanyanya menggebu.
“Bukan-bukan..”
“Lalu?”
“Ga baik-baik aja soalnya lagi jerawatan!!”, ujarku perlahan sembari memanyunkan bibirku di balik masker.
“Astaaaagaaa!! Kirain! Jadi kamunya pake masker karena lagi jerawatan?!”, dia terlihat sedang menahan kegemasannya padaku yang selalu ngeselin.
Saat itu, akupun memberanikan diri untuk melepas maskerku.
“Ohya Nes, btw maafin yaa saat malem tahun baru kemarin, akunya ketiduran. Padahal udah janji mau makan ikan bakar bareng kamu sambil liat kembang api.”, ujarnya.
“Hahaha iya iya gapapa. Syukurlah yaa kalau ketiduran bukan karena nangis galau ditinggalin pacar nikah..”, ujarku ngasal.
“Eh, kog? Tau dari mana kamu?”. Aku kaget mendengar responsnya.
“Btw aku sempet cari tau nomor kamu ke Mas Agus, Mas Hadi, Babe dan beberapa driver Surabaya yang lain, tapi ga ada satupun yang ngasih. Katanya ga dibolehin sama kamu.”, ujarnya setelahnya. Seolah tidak ingin lagi membahas mengenai apa yang aku katakan sebelumnya.
“Hah masa sih?”, tanyaku pura-pura gak tahu.
“Boleh aku minta nomor kamu?”, tanyanya kemudian sembari menyodorkan handphonenya kepadaku.
“Satu digitnya aku hargain seratus ribu yaa..”, handphonenya kini dalam genggamanku.
“Iyaa boleh.”, jawabnya sembari menatapku dalam sembari menahan senyum.
“Hahaha nih!!”, ujarku dan kembali menyodorkan handphonenya padanya. Dia kemudian menghitung jumlah digit nomor handphoneku.
“Totalnya sebelas digit doang?”
“Harusnya duabelas sih. Cuma kalau aku kasih sebelas digit jadi gratis, ga usah bayar!”
“Hahaha jadi aku disuruh nebak nih digit terakhirnya angka berapa?”
“Iya!”
“Give me a hint!”, perintahnya antusias.
“That number is one of my favorites!”. Setelah aku memberikan petunjuk itu, dia segera mengetik sesuatu di handphonenya. Dan tak lama kemudian, handphoneku yang kuletakkan di dalam tas bergetar. Aku segera mengambilnya dan segera membuka kunci layar handphoneku. Rupanya ada satu notifikasi pesan whatsapp! Aku pun tak menunda lama untuk membuka pesan tersebut.
// 081249xx 06.17 (mengirim foto) //

(kira-kira begini fotoku yang dikirim Mas Rey saat itu)
-foto diambil dari google-
// 081249xx 06.17 You look so beautiful dan attractive! //
“Iyaa, hati-hati ya kalian. Jangan lupain aku yaaa!!”, jawabku sambil bercipika-cipiki dengan mereka.
“Gak dong. Pokoknya Kakak tetep semangat yaa!”, ujar Mila dan Lita menyemangati.
“Kalau aku jadi Kakak, aku pasti udah nangis kalau digituin. Tapi Kakak hebat, masih tetep tersenyum meski…”, Lita terbata.
“Dipermalukan hehehe.”, kataku melanjutkan kalimat Lita yang terputus. Sepertinya dia tak sanggup mengatakan hal itu didepanku. Mereka pun kembali memelukku erat. Seolah merasakan bagaimana rasanya menjadi aku saat itu.
“Hehehe makasih yaaa Mila dan Lita.. Kalian sukses terus yaaaa. Yaudah gih, katanya udah dijemput..”
“Hehe iyaa. Yaudah kami duluan ya Kak. See you soon, Kak!!”
Mereka pun pergi menjauh dari tempatku berdiri dengan sedikit berlari menuju pintu keluar. Setelah aku memastikan mereka masuk ke dalam mobil sedan hitam dari kejauhan, aku pun membalikkan badan yang mulai lunglai ini dan melangkah gontai menuju sofa yang berada di ujung lobby, menjauh dari pintu masuk dan meja resepsionis dimana ada banyak karyawan berlalu-lalang.
Kini aku tengah duduk menatap dinding bercat putih yang terpasang sebuah pigura kayu berukuran besar berisikan visi-misi perusahaan. Namun, aku tak sedang membaca visi-misi itu, aku hanya memandangnya dengan tatapan kosong.
Melamun aku rupanya. Entah apa pula yang aku lamunkan!
Pernah gak sih kalian diem dan bengong gitu disaat kenyataan tak sesuai dengan harapan? Hehehe yaa kurang lebih begitulah aku saat itu.
“Dek..”, panggil seseorang sembari menepuk ringan pundakku.
Aku menoleh. “Eh iya Mba Dil!!”
“Kenapa kamu?”, tanyanya sambil duduk di sebelahku.
“Hmm gapapa Mbaaa.”, jawabku sembari tersenyum.
“Kecapean ya kamu? Mau istirahat di kontrakan duluan kah?? Biar kamu istirahat?”
“Gapapa Mba, aku nunggu Mba aja.”
“Beneran nih? Aku pulang masih sejaman lagi loh!”
“Hehehe iyaa gapapa Mba. Take your time.”
“Okedeh.. btw kamu mau minum popice ga? Rasa cokelat?”, tanyanya sembari mengangkat popice cokelat di gelas plastik bening sekali pakai.
“Ini Mba beliin buat aku?”
“Iya.. tapi kamu mau minum beginian ga sih?”, dia nyengir memperlihatkan giginya yang berbehel pink.
“Maaulah! Itu kesukaanku!”
“Yaudah nih abisiiin!! Wkwkwk bye!! Aku balik ke ruanganku dulu yaaa.”, dasar Mba Dila, dia yang beliin aku minum, dia juga yang salting. Gemes!
Butuh waktu sekitar tiga puluh menit bagiku untuk menghabiskan segelas popice cokelat itu. Bisa dibilang, bengong dikit, minum, bengong dikit lagi, minum lagi. Gitu aja terus sampe ga sadar kalau isinya udah kosong.
Aku pun beranjak dari tempat dudukku, menjinjing tas hitam dengan tangan kiri dan membawa gelas plastik bekas minumanku dengan tangan kanan. Lalu melangkah menuju tempat sampah stainless besar yang berada tak jauh dari sofaku berada. Setelahnya, aku mencoba mengalihkan kesedihanku dengan memandangi setiap foto dan lukisan yang dipajang di dinding yang ada di lobby ini. Meski sebetulnya aku tak memahami makna dari lukisan yang ku lihat, namun aku paksakan diri ini untuk bisa memahaminya. Hingga tiba disaat aku menemukan sebuah lukisan -yang letaknya dekat dengan pintu lift-, dimana lukisan itu berhasil membuatku memahami maknanya.
Pada lukisan itu terdapat gambar orang yang menaiki sepeda yang berjalan dari kiri ke kanan. Gambar orang yang sedang menaiki sepeda itu seakan orang yang tengah menikmati hidupnya, dan posisi orang tersebut yang berada di tengah menggambarkan bahwasanya di dalam hidup akan selalu ada prosesnya termasuk yang sedang aku jalani sekarang. Kadang aku memang seringkali merasa bahwa aku sudah menyelesaikan banyak, bahkan merasa sudah di garis finish, tapi nyatanya dalam hidup ini tuh tidak ada kata finish kecuali apabila kita memang sudah berpulang, disitulah garis finish sesungguhnya. Intinya, yaa jalani saja, meskipun kita belum tahu bagaimana akhirnya, terus jalani dan nikmati.
Aku tersenyum, merasa lukisan itu baru saja menyemangatiku.
Karena aku yang khusyu’ menatap lukisan itu, membuatku tak menyadari bahwa ada seorang perempuang cantik yang tengah melihat lukisan yang sama denganku. Aku memberanikan diri untuk menoleh padanya. Dan tak disangka-sangka, perempuan itu adalah seseorang yang tadi menemukan jerawat yang bersarang di wajahku.
“Selamat sore, Bu.”, sapaku. Dia menatapku dan membalas salamku dengan senyuman.
“Sore, Anes! Serius banget liat lukisannya ya?! Hehe ngomong-ngomong kenapa belum pulang?”, tanyanya. Wah parah nih aku, sampe gak sadar gitu!
“Hehe iyaa Bu, maaf. Hmm saya sedang menunggu teman, Bu.”
“Ohgitu.. Ohya, Anes, kira-kira tiga bulan lagi jerawatnya bisa sembuh gak ya? Kalau memang bisa sembuh, nanti akan saya kirim undangan lagi untuk Anes untuk ikut langsung di Pantukhir tahap 2.”
“Hmm maksudnya, Bu?”, tanyaku yang masih belum mengerti sepenuhnya apa yang dikatakannya.
“Di pantukhir tadi kan Anes belum bisa lolos karena jerawatan, jadi saya akan berikan Anes kesempatan lagi untuk ikut di Pantukhir kedua. Tapi pastikan kalau Anes ga bakal jerawatan lagi yaa.”
“Hm jadi maksud Ibu, saya tidak perlu mengikuti perekrutan dari awal Bu?”
“Iyaa bener, jadi langsung diundang untuk ke tahap Pantukhir!”, ujarnya sembari tersenyum. Seketika sedih dan kecewaku sirna. Alhamdulillah!
“Bu Chief, silahkan mobil sudah siap!”, ujar security memotong pembicaraanku dengannya. ‘Bu Chief? Jadi beliau ini adalah Chief FA-nya? Huuaaaa!’, bathinku berteriak.
“Anes, saya duluan yaa. Good luck! Jangan patah semangat ya!”, pamitnya. Aku segera mencium tangannya dan mengucapkan banyak terima kasih untuk kesempatan yang telah diberikan.
Mendengar kabar bahagia itu, aku segera menghubungi Papaku. Dan siapa sangka, Papa menyadarkanku akan satu hal.
“Nggapapa kalau belum lolos saat ini, Nak! Karena Allah udah kasih jalan yang terbaik buat kamu. Coba bayangin semisal kamu lolos di pantukhir ini, kamu ga bakal bisa lulus Sarjana loh. Padahal kamunya udah skripsian kan?”
Benar juga yang Papaku bilang.
Jerawatku ini tumbuh disaat yang tepat. Dan semua itu terjadi tak lain dan tak bukan ya karena atas izin Allah, yang Maha Tahu atas segalanya. Yang tahu mana yang terbaik buat aku.
Aku yang beberapa saat lalu layu tak bertenaga seperti kerupuk direndam air, seketika menjadi sumringah dan kembali berenergi seperti popeye setelah makan bayam. Hehehehe.
———
24 Januari 2017, Selasa.
“Dek, hati-hati yaa. Kabarin kalau udah di Surabaya.”
“Nggeh, Mba.. Makasih ya Mba Dil untuk semuanya.”, pelukku saat sebelum memasuki mobil yang telah dipesankan oleh Mba Dila.
“Iyaa sama-sama.”, jawabnya sembari membetulkan maskerku yang miring. Pagi itu aku memutuskan untuk mengenakan masker berwarna hitam, masker Mba Dila yang ia beli di Korea Selatan katanya.
“Ini masker biasanya dipake aktor-aktor korea loh Dek.”, ujarnya semalam dengan medhoknya.
“Jadi beneran gapapa nih kalau maskernya aku pake?”, godaku.
“Gapapa-gapapa, tapi satu ajaa yaaaaa ga boleh dua! Hahaha”, tawanya.
Kenapa pagi ini aku memakai masker? Karena aku merasa gak percaya diri dengan jerawat-jerawat di wajah ini. Apalagi dibagian pipi dan dagu. Kata Mba Dila jerawatku udah mulai kering sih, tapi akunya tetep aja gak nyaman karenanya. Yaa bayangin aja, selama ini akunya ga pernah jerawatan! Saat itu adalah momen pertama bagi aku ngerasain jerawatan, apalagi saat ada jerawat di jidat. Yang saat bersujud dalam shalat, rasanya cenat-cenut ga karuan hehehe.
Tiba di bandara, aku tidak perlu antri untuk check-in lagi, sebab tiketku sudah di check-inkan oleh Mba Dila. Dan aku kebagian duduk di seat 2C. Alhamdulillah yaa dekat lorong! Hehehe.
Sekitar jam enam-an pagi, aku sudah berada di pesawat. Tampak seorang pria berjaket hitam, bercelana bahan berwarna biru kelasi, dan bersepatu pantofel bertali, tengah sibuk dengan gadgetnya di kursi 2A (di dekat jendela) sejak aku baru akan duduk di kursiku. Aku pikir akulah penumpang pertama yang masuk ke pesawat, ternyata ada yang lebih awal lagi hehe. Saat aku hendak memejamkan mataku, pria itu menyapaku.
“Maaf, Anes bukan?”, tanyanya. Saat itu juga aku baru ngeh kalau dia adalah Mas Reyhan. Saat aku hendak menjawab, ada seorang FA menginterupsi kami.
“Mas Rey sorry, mau teh atau kopi ga?”, tawar Mba pramugari cantik yang kini sedang berdiri di sampingku.
“Nes, kamu mau teh atau kopi?”, tanya Mas Rey padaku.
“Hm engga, Mas. Makasih..”, jawabku yang masih terheran-heran, kog bisa dia tahu kalau ini aku?
“Engga deh Mba, thanks yaaa..”, jawabnya sambil tersenyum pada si Mba cantik itu. “Apa kabar Nes?”, tanyanya kepadaku kemudian, setelah Mba Pramugarinya tak lagi disampingku.
“Kabar lagi ga baik-baik aja..”, jawabku datar.
“Loh kenapa? Sakit? Sakit apa? Flu? Atau batuk?”, tanyanya menggebu.
“Bukan-bukan..”
“Lalu?”
“Ga baik-baik aja soalnya lagi jerawatan!!”, ujarku perlahan sembari memanyunkan bibirku di balik masker.
“Astaaaagaaa!! Kirain! Jadi kamunya pake masker karena lagi jerawatan?!”, dia terlihat sedang menahan kegemasannya padaku yang selalu ngeselin.
Saat itu, akupun memberanikan diri untuk melepas maskerku.
“Ohya Nes, btw maafin yaa saat malem tahun baru kemarin, akunya ketiduran. Padahal udah janji mau makan ikan bakar bareng kamu sambil liat kembang api.”, ujarnya.
“Hahaha iya iya gapapa. Syukurlah yaa kalau ketiduran bukan karena nangis galau ditinggalin pacar nikah..”, ujarku ngasal.
“Eh, kog? Tau dari mana kamu?”. Aku kaget mendengar responsnya.
“Btw aku sempet cari tau nomor kamu ke Mas Agus, Mas Hadi, Babe dan beberapa driver Surabaya yang lain, tapi ga ada satupun yang ngasih. Katanya ga dibolehin sama kamu.”, ujarnya setelahnya. Seolah tidak ingin lagi membahas mengenai apa yang aku katakan sebelumnya.
“Hah masa sih?”, tanyaku pura-pura gak tahu.
“Boleh aku minta nomor kamu?”, tanyanya kemudian sembari menyodorkan handphonenya kepadaku.
“Satu digitnya aku hargain seratus ribu yaa..”, handphonenya kini dalam genggamanku.
“Iyaa boleh.”, jawabnya sembari menatapku dalam sembari menahan senyum.
“Hahaha nih!!”, ujarku dan kembali menyodorkan handphonenya padanya. Dia kemudian menghitung jumlah digit nomor handphoneku.
“Totalnya sebelas digit doang?”
“Harusnya duabelas sih. Cuma kalau aku kasih sebelas digit jadi gratis, ga usah bayar!”
“Hahaha jadi aku disuruh nebak nih digit terakhirnya angka berapa?”
“Iya!”
“Give me a hint!”, perintahnya antusias.
“That number is one of my favorites!”. Setelah aku memberikan petunjuk itu, dia segera mengetik sesuatu di handphonenya. Dan tak lama kemudian, handphoneku yang kuletakkan di dalam tas bergetar. Aku segera mengambilnya dan segera membuka kunci layar handphoneku. Rupanya ada satu notifikasi pesan whatsapp! Aku pun tak menunda lama untuk membuka pesan tersebut.
// 081249xx 06.17 (mengirim foto) //

(kira-kira begini fotoku yang dikirim Mas Rey saat itu)
-foto diambil dari google-
// 081249xx 06.17 You look so beautiful dan attractive! //
You're way too beautiful girl
That's why it'll never work
You'll have me suicidal, suicidal
When you say it's over
Damn all these beautiful girls
They only wanna do you dirt
They'll have you suicidal, suicidal
When they say it's over
Diubah oleh aymawishy 17-10-2022 01:34
wakazsurya77 dan 5 lainnya memberi reputasi
6
Kutip
Balas
Tutup