- Beranda
- Stories from the Heart
KIDUNG DI ATAS TANAH JAWI
...
TS
breaking182
KIDUNG DI ATAS TANAH JAWI
Quote:
Menuliskan cerita yang berbau sejarah tidak gampang. Tulisan ini berdasarkan riset kecil dengan metode wawancara dengan orang yang lebih mengerti dan sumber terpercaya sebatas pengetahuan narasumber. Di samping itu kecintaan saya akan film -film kolosal, sandiwara radio era tahun 90-an tentang kerajaan - kerajaan di tanah Jawa mendorong saya untuk menulis. Tentu saja dengan keterbatasan ilmu pengetahuan yang saya miliki. Kidung Di Atas Tanah Jawi bercerita tentang perjalanan seorang pemuda bernama Arya Gading. Berlatar belakang kerajaan Pajang di bawah pemerintahan Sultan Hadiwijoyo. Cerita ini fiktif belaka. Baca dan nikmati. Salam Olahraga.........
Quote:
Quote:
Konten Sensitif
Quote:
EPISODE 1
GEGER DI PUCANG KEMBAR
gatra 1
gatra 2
gatra 3
gatra 4
gatra 5
gatra 6
gatra 7
gatra 8
gatra 9
gatra 10
gatra 11
gatra 12
gatra 13
gatra 14
gatra 15
gatra 16
gatra 17
gatra 18
gatra 19
gatra 20
gatra 21
gatra 22
gatra 23
gatra 24
gatra 25
gatra 26
gatra 27
gatra 28
gatra 29
gatra 30
gatra 31
gatra 32
gatra 33
gatra 34
gatra 35
gatra 36
gatra 37
gatra 38
gatra 39
gatra 40
gatra 41
gatra 42
gatra 43
gatra 44
gatra 45
gatra 46
gatra 47
gatra 48
gatra 49
Quote:
EPISODE 2
BARA API DI KAKI MERAPI
gatra 1
gatra 2
gatra 3
gatra 4
gatra 5
gatra 6
gatra 7
gatra 8
gatra 9
gatra 10
gatra 11
gatra 12
gatra 13
gatra 14
gatra 15
gatra 16
gatra 17
gatra 18
gatra 19
gatra 20
gatra 21
gatra 22
gatra 23
gatra 24
gatra 25
gatra 26
gatra 27
gatra 28
gatra 29
gatra 30
gatra 31
gatra 32
gatra 33
gatra 34
gatra 35
gatra 36
gatra 37
gatra 38
gatra 39
gatra 40
gatra 41
gatra 42
gatra 43
gatra 44
gatra 45
gatra 46
gatra 47
gatra 48
gatra 49
gatra 50
gatra 51
Quote:
Diubah oleh breaking182 30-12-2022 16:12
69banditos dan 66 lainnya memberi reputasi
67
78.6K
Kutip
621
Balasan
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
31.5KThread•42.2KAnggota
Tampilkan semua post
TS
breaking182
#372
gatra 6
Quote:
SEJAK DINI HARI gumpalan awan hitam menggantung di langit. Walaupun sang surya telah menampakkan diri namun karena masih adanya awan hitam itu, suasana kelihatan mendung sekali. Kokok ayam dan kicau burung – burung hutan tidak seriuh seperti biasanya, seolah-olah binatang-binatang itu tidak gembira menyambut kedatangan pagi yang sedikit muram itu. Dari celah-celah kelebatan dedaunan hutan, tampaklah membayang warna merah di langit. Segera orang-orang itu semua mengatur barang-barangnya dan menyiapkan diri untuk menempuh perjalanan ke kotaraja Pajang.
Maka setelah semuanya bersiap, serta setelah para prajurit dan kusir gerobak sarapan, mulailah mereka berangkat kembali. Di depan sendiri Wirapati dengan dua orang prajuritnya. Rombongan itu pun segera lenyap dibalik pepohonan. Perjalanan yang begitu sulit itu bagaikan sebuah tamasya, diantara kehijauan pepohonan yang berjajar tidak begitu rapat. Gemerisik daun kering yang dilemparkan oleh angin, terdengar merdunya.
Tiba –tiba Wirapati yang berkuda paling depan segera mengangkat tangannya, rombongan kecil yang di belakangnya termasuk dua gerobak sapi dengan serta merta ikut menghentikan laju langkah kaki kuda tunggangannya. Ki Panjulu pun sedikit terkejut. Lelaki tua itu segera menarik tali kekang sapi-sapinya. Wirapati segera memperhatikannya keadaan di sekelilingnya dengan saksama. Sebagai seorang yang mempunyi pengalaman yang luas, Wirapati mendapatkan suatu firasat, bahwa ada sesuatu yang mencurigakan.
Mendadak telinganya yang tajam itu mendengar suara berdesir lambat sekali. Tetapi Wirapati sudah cukup mendapat gambaran bahwa beberapa orang datang mendekatinya. Orang-orang itu pasti bukanlah orang yang mempunyai ilmu yang terlalu tinggi. Sebab gerak serta pernafasannya tidaklah dikuasainya dengan baik. Karena itu sekaligus Wirapati dapat mengetahui dari arah mana orang - orang itu datang. Tetapi ia tidak segera mengadakan tindakan apa-apa. Ia ingin mengetahui lebih dahulu, apakah kira-kira maksud orang itu mengintainya. Para prajurit pengawal yang berjumlah sepuluh orang itu segera tanggap akan keadaan yang tengah mereka hadapi. Serta merta mereka segera memegang hulu senjata masing –masing dengan penuh ketegangan. Wirapati masih tetap duduk di atas punggung kudanya, serta bersikap seperti tak mengetahuinya. Meskipun dalam keadaan yang demikian ia sudah bersiaga untuk menghadapi segala kemungkinan.
Suara berdesir itu pun semakin lama semakin jelas, serta suara tarikan nafasnya semakin memburu pula. Tetapi pada jarak tertentu suara itu tidak lagi maju. Rupanya orang itu baru mempersiapkan diri untuk menyerang. Mendadak Wirapati terkejut ketika mendengar suara itu mundur dan menjauh. Segera Wirapati tahu, bahwa orang itu tidak bermaksud menyerang, tetapi hanya mengintai saja. Hal yang demikian itu malahan akan dapat mengandung bahaya yang lebih besar. Karena itu segera Wirapati turun dari punggung kudanya dan dengan beberapa loncatan saja ia sudah berdiri di samping orang yang mengintainya.
Orang itu terkejut. Wirapati yang dikira tidak mengetahui kehadirannya, kini tiba-tiba sudah ada di sampingnya. Karena itu tidaklah mungkin ia dapat melepaskan diri. Dengan demikian ia menghentikan langkahnya, dan tidak ada jalan lain kecuali mendahului menyerang. Orang itu segera mengangkat goloknya, dan dengan sekuat tenaga dibabatnya pundak Wirapati. Mendapat serangan yang tiba-tiba, Wirapati menjadi terkejut pula. Ternyata meskipun orang itu tidak dapat menguasai pernafasannya dengan baik, tetapi ia mempunyai keistimewaan pula.
Maka setelah semuanya bersiap, serta setelah para prajurit dan kusir gerobak sarapan, mulailah mereka berangkat kembali. Di depan sendiri Wirapati dengan dua orang prajuritnya. Rombongan itu pun segera lenyap dibalik pepohonan. Perjalanan yang begitu sulit itu bagaikan sebuah tamasya, diantara kehijauan pepohonan yang berjajar tidak begitu rapat. Gemerisik daun kering yang dilemparkan oleh angin, terdengar merdunya.
Tiba –tiba Wirapati yang berkuda paling depan segera mengangkat tangannya, rombongan kecil yang di belakangnya termasuk dua gerobak sapi dengan serta merta ikut menghentikan laju langkah kaki kuda tunggangannya. Ki Panjulu pun sedikit terkejut. Lelaki tua itu segera menarik tali kekang sapi-sapinya. Wirapati segera memperhatikannya keadaan di sekelilingnya dengan saksama. Sebagai seorang yang mempunyi pengalaman yang luas, Wirapati mendapatkan suatu firasat, bahwa ada sesuatu yang mencurigakan.
Mendadak telinganya yang tajam itu mendengar suara berdesir lambat sekali. Tetapi Wirapati sudah cukup mendapat gambaran bahwa beberapa orang datang mendekatinya. Orang-orang itu pasti bukanlah orang yang mempunyai ilmu yang terlalu tinggi. Sebab gerak serta pernafasannya tidaklah dikuasainya dengan baik. Karena itu sekaligus Wirapati dapat mengetahui dari arah mana orang - orang itu datang. Tetapi ia tidak segera mengadakan tindakan apa-apa. Ia ingin mengetahui lebih dahulu, apakah kira-kira maksud orang itu mengintainya. Para prajurit pengawal yang berjumlah sepuluh orang itu segera tanggap akan keadaan yang tengah mereka hadapi. Serta merta mereka segera memegang hulu senjata masing –masing dengan penuh ketegangan. Wirapati masih tetap duduk di atas punggung kudanya, serta bersikap seperti tak mengetahuinya. Meskipun dalam keadaan yang demikian ia sudah bersiaga untuk menghadapi segala kemungkinan.
Suara berdesir itu pun semakin lama semakin jelas, serta suara tarikan nafasnya semakin memburu pula. Tetapi pada jarak tertentu suara itu tidak lagi maju. Rupanya orang itu baru mempersiapkan diri untuk menyerang. Mendadak Wirapati terkejut ketika mendengar suara itu mundur dan menjauh. Segera Wirapati tahu, bahwa orang itu tidak bermaksud menyerang, tetapi hanya mengintai saja. Hal yang demikian itu malahan akan dapat mengandung bahaya yang lebih besar. Karena itu segera Wirapati turun dari punggung kudanya dan dengan beberapa loncatan saja ia sudah berdiri di samping orang yang mengintainya.
Orang itu terkejut. Wirapati yang dikira tidak mengetahui kehadirannya, kini tiba-tiba sudah ada di sampingnya. Karena itu tidaklah mungkin ia dapat melepaskan diri. Dengan demikian ia menghentikan langkahnya, dan tidak ada jalan lain kecuali mendahului menyerang. Orang itu segera mengangkat goloknya, dan dengan sekuat tenaga dibabatnya pundak Wirapati. Mendapat serangan yang tiba-tiba, Wirapati menjadi terkejut pula. Ternyata meskipun orang itu tidak dapat menguasai pernafasannya dengan baik, tetapi ia mempunyai keistimewaan pula.
Quote:
MENDENGAR DESING GOLOK yang terayun deras sekali, Wirapati barulah dapat mengukur kekuatan tenaga orang asing itu. Ketika golok itu sudah hampir menyinggung tubuhnya, segera Wirapati berkisar sedikit, serta meloncat selangkah ke samping. Dengan demikian golok yang tak mengenai sasarannya itu terayun deras sekali, sehingga orang yang memegangnya agak kehilangan keseimbangan. Dalam keadaan yang demikian Wirapati segera meloncat maju dan menangkap pergelangan tangan orang itu, langsung diputarnya ke belakang. Dengan sekali dorong, orang itu telah jatuh tertelungkup dan tidak dapat bergerak lagi, kecuali berdesis menahan sakit.
“Kau siapa?,” tanya Wirapati geram.
Tetapi orang itu tidak menjawab. Demikianlah sampai Wirapati mengulangi pertanyaan itu dua kali. Akhirnya Wirapati menjadi jengkel dan menekan punggung orang itu semakin kuat serta memutar tangan yang terpuntir itu semakin keras, sehingga orang itu mengaduh kesakitan.
“Kalau kau tidak menjawab,” desak Wirapati, ”tanganmu akan aku patahkan,”
Rupanya orang itu pun masih merasa perlu memiliki tangan sehingga dengan terpaksa menjawab, “Aku adalah Klungsu.”
“Apa maksudmu mengintai kami? “ desak Wirapati lebih lanjut. Kembali orang itu diam saja.
Wirapati menjadi semakin jengkel, dan ia menekan orang itu lebih keras lagi, sehingga orang itu mengaduh lebih keras pula. “Jawablah! Atau tanganmu betul-betul patah.” Wirapati makin geram.
Tapi baru saja Wirpati hendak mematahkan orang itu tiba-tiba dia dikejutkan oleh suara sorak sorai di belakangnya, disusul dengan suara ringkik kuda. Seketika dia melepaskan tangan Klungsu segera bergegas melompat dari tempat itu. Matanya melotot memandang ke depan dilihatnya rombongannya yang berhenti di tengah jalan. Dari kiri kanan jalan menyerbu kira-kira puluhan orang berpakaian serba hitam, bersenjatakan golok-golok besar.
Sebelum Wirapati sampai di tempat itu pertempuran antara dua pengawal yang dibantu oleh kusir gerobak melawan puluhan orang berpakaian hitam itu telah berlangsung! Tak salah lagi pastilah orang-orang itu gerombolan orang yang mengintainya tadi. Tanpa menunggu lama lagi Wirapati langsung menghamburkan diri ke dalam arena pertempuran.
Kedua prajurit pengawal dari Pasuruan itu masing-masing bersenjatakan sebilah pedang sedang kusir gerobak yang bernama Ki Panjalu itu memegang sebilah keris panjang. Dari gerakan-gerakan mereka nyatalah bahwa ketiganya memiliki ilmu kanuragan yang cukup tinggi. Sampai sepuluh jurus mereka sanggup membendung serangan-serangan orang –orang berpakaian serba hitam itu. Tapi walau bagaimanapun jumlah mereka terlalu sedikit untuk menghadapi lawan yang tiga kali lipat lebih banyak hingga jurus-jurus selanjutnya ketiga orang itupun terdesaklah.
Pada saat yang genting itulah sesosok tubuh menghambur di tengah pertempuran. Gerakannya cepat menyerang kesana kemari senjatanya yang berupa sebilah keris itu berkelebat seperti paruh alap –alap yang menyambar mangsanya. Dia lah Wirapati. Sesaat pertempuran mulai goyah. Gerombolan penyerang itu seakan –akan mulai tercerai berai. Namun, itu hanya beberapa saat saja karena dari balik gerumbulan pepohonan dan perdu berloncatan orang –orang dengan senjata terhunus.
Pertempuran itu pun segera menjadi semakin sengit, Wirapati itu pun ternyata memiliki kekuatan tenaga yang luar biasa. Gerakannya pasti akan menimbulkan getaran yang mengerikan. Orang yang dipercayai sebagai pimpinan dari rombongan pengantar upeti itu memiliki keistimewaan pula. Tangannya yang panjang setiap kali terjulur menjulurkan angin maut. Sedang di ujung tangannya itu tampak keris berluk tujuh belas menyambar-nyambar dari segala arah.
“Kau siapa?,” tanya Wirapati geram.
Tetapi orang itu tidak menjawab. Demikianlah sampai Wirapati mengulangi pertanyaan itu dua kali. Akhirnya Wirapati menjadi jengkel dan menekan punggung orang itu semakin kuat serta memutar tangan yang terpuntir itu semakin keras, sehingga orang itu mengaduh kesakitan.
“Kalau kau tidak menjawab,” desak Wirapati, ”tanganmu akan aku patahkan,”
Rupanya orang itu pun masih merasa perlu memiliki tangan sehingga dengan terpaksa menjawab, “Aku adalah Klungsu.”
“Apa maksudmu mengintai kami? “ desak Wirapati lebih lanjut. Kembali orang itu diam saja.
Wirapati menjadi semakin jengkel, dan ia menekan orang itu lebih keras lagi, sehingga orang itu mengaduh lebih keras pula. “Jawablah! Atau tanganmu betul-betul patah.” Wirapati makin geram.
Tapi baru saja Wirpati hendak mematahkan orang itu tiba-tiba dia dikejutkan oleh suara sorak sorai di belakangnya, disusul dengan suara ringkik kuda. Seketika dia melepaskan tangan Klungsu segera bergegas melompat dari tempat itu. Matanya melotot memandang ke depan dilihatnya rombongannya yang berhenti di tengah jalan. Dari kiri kanan jalan menyerbu kira-kira puluhan orang berpakaian serba hitam, bersenjatakan golok-golok besar.
Sebelum Wirapati sampai di tempat itu pertempuran antara dua pengawal yang dibantu oleh kusir gerobak melawan puluhan orang berpakaian hitam itu telah berlangsung! Tak salah lagi pastilah orang-orang itu gerombolan orang yang mengintainya tadi. Tanpa menunggu lama lagi Wirapati langsung menghamburkan diri ke dalam arena pertempuran.
Kedua prajurit pengawal dari Pasuruan itu masing-masing bersenjatakan sebilah pedang sedang kusir gerobak yang bernama Ki Panjalu itu memegang sebilah keris panjang. Dari gerakan-gerakan mereka nyatalah bahwa ketiganya memiliki ilmu kanuragan yang cukup tinggi. Sampai sepuluh jurus mereka sanggup membendung serangan-serangan orang –orang berpakaian serba hitam itu. Tapi walau bagaimanapun jumlah mereka terlalu sedikit untuk menghadapi lawan yang tiga kali lipat lebih banyak hingga jurus-jurus selanjutnya ketiga orang itupun terdesaklah.
Pada saat yang genting itulah sesosok tubuh menghambur di tengah pertempuran. Gerakannya cepat menyerang kesana kemari senjatanya yang berupa sebilah keris itu berkelebat seperti paruh alap –alap yang menyambar mangsanya. Dia lah Wirapati. Sesaat pertempuran mulai goyah. Gerombolan penyerang itu seakan –akan mulai tercerai berai. Namun, itu hanya beberapa saat saja karena dari balik gerumbulan pepohonan dan perdu berloncatan orang –orang dengan senjata terhunus.
Pertempuran itu pun segera menjadi semakin sengit, Wirapati itu pun ternyata memiliki kekuatan tenaga yang luar biasa. Gerakannya pasti akan menimbulkan getaran yang mengerikan. Orang yang dipercayai sebagai pimpinan dari rombongan pengantar upeti itu memiliki keistimewaan pula. Tangannya yang panjang setiap kali terjulur menjulurkan angin maut. Sedang di ujung tangannya itu tampak keris berluk tujuh belas menyambar-nyambar dari segala arah.
Quote:
WIRAPATI MASIH BERTEMPUR dengan garangnya. Bahkan lawan-lawannya semakin lama semakin menyadari keperkasaannya. Namun tiba-tiba Wirapati menjadi cemas. Manakala ia mendengar beberapa dari prajuritnya terlempar dari arena pertempuran dengan luka yang mengoyak di beberapa bagian tubuhnya. Disisi lain Wirapati juga melihat Ki Panjalu sudah tampak kerepotan meladeni serangan dari orang –orang berpakaian serba hitam itu.
Ketika Wirapati melihat Ki Panjalu semakin terdesak, serta setelah dilihatnya, betapa Samba dan Kayun sama sekali tidak berhasil membantunya dengan leluasa, Wirapati pun menjadi cemas.
Karena itu segera ia meloncat,menyusup di antara pertempuran itu mendekati Ki Panjalu yang telah hampir kehabisan tenaga. Tetapi Wirapati datang tepat pada waktunya. Pada saat Ki Panjalu terdorong beberapa langkah surut, serta beberapa ujung senjata lawan itu telah terayun dengan derasnya, sehingga Ki Panjalu tak mungkin lagi menghindar, selain menangkis dengan keris di tangannya, pada saat itulah Wirapati telah berada di sampingnya.
Desisnya sambil menyilangkan pedangnya di hadapan dadanya, “Aku terpaksa agak lambat menemanimu bermain –main Ki.”
Ki Panjalu tersenyum, “ Mari kita lanjutkan lagi permainan ini “
Tetapi bagaimanapun juga, perlawanan itu tidaklah seimbang dari ukuran jumlah. Dengan demikian pasukan pengawal upeti yang hanya berjumlah sepuluh orang itu semakin terdesak dan berada di ujung tanduk. Karena itu maka Wirapati pun segera mengambil keputusan untuk menyelamatkan orang-orangnya. Ia sama sekali tidak melihat keuntungan apa pun apabila ia memperpanjang perlawanannya.
Maka yang kemudian dilakukan oleh Wirapati adalah meloncat surut, melepaskan diri dari ikatan pertempuran dengan. Dengan nyaringnya ia berteriak, “Tinggalkan pertempuran. Tidak usah lagi pikirkan upeti –upeti dalam gerobak itu. Mundurlah segera!”
Pengawal itu pun adalah prajurit yang terlatih. Mereka pun tahu benar, bagaimana mereka harus meninggalkan pertempuran. Beberapa orang segera tampil ke depan melindungi kawan - kawan mereka yang berloncatan mundur. Wirapati itu pun kemudian meloncat kian kemari, seperti burung elang yang berterbangan menyambar-nyambar. Dengan tangkasnya ia memotong orang –orang yang menyerangnya dan berusaha mengejar anak buahnya yang melarikan diri.
Para pengawal upeti dari Pasuruan itu pun kemudian mencapai tepi hutan yang sudah tidak terlalu pepat oleh pepohonan dan mendekati batas sebuah padukuhan yang mulai ramai. Sehingga orang –orang berpakaian serba hitam itu pun segera mengurungkan niat untuk mengejar mereka terus. Mereka harus berhati-hati, dan tidak menimbulkan kecurigaan sehingga orang –orang padukuhan tidak akan keluar yang menimbulkan kericuhan yang semakin besar. Keadaan pengawal upeti dari Pasuruan pun akhirnya dapat meloloskan diri sembari bersusah payah memapah beberapa kawannya yang terluka cukup parah.
Ketika Wirapati melihat Ki Panjalu semakin terdesak, serta setelah dilihatnya, betapa Samba dan Kayun sama sekali tidak berhasil membantunya dengan leluasa, Wirapati pun menjadi cemas.
Karena itu segera ia meloncat,menyusup di antara pertempuran itu mendekati Ki Panjalu yang telah hampir kehabisan tenaga. Tetapi Wirapati datang tepat pada waktunya. Pada saat Ki Panjalu terdorong beberapa langkah surut, serta beberapa ujung senjata lawan itu telah terayun dengan derasnya, sehingga Ki Panjalu tak mungkin lagi menghindar, selain menangkis dengan keris di tangannya, pada saat itulah Wirapati telah berada di sampingnya.
Desisnya sambil menyilangkan pedangnya di hadapan dadanya, “Aku terpaksa agak lambat menemanimu bermain –main Ki.”
Ki Panjalu tersenyum, “ Mari kita lanjutkan lagi permainan ini “
Tetapi bagaimanapun juga, perlawanan itu tidaklah seimbang dari ukuran jumlah. Dengan demikian pasukan pengawal upeti yang hanya berjumlah sepuluh orang itu semakin terdesak dan berada di ujung tanduk. Karena itu maka Wirapati pun segera mengambil keputusan untuk menyelamatkan orang-orangnya. Ia sama sekali tidak melihat keuntungan apa pun apabila ia memperpanjang perlawanannya.
Maka yang kemudian dilakukan oleh Wirapati adalah meloncat surut, melepaskan diri dari ikatan pertempuran dengan. Dengan nyaringnya ia berteriak, “Tinggalkan pertempuran. Tidak usah lagi pikirkan upeti –upeti dalam gerobak itu. Mundurlah segera!”
Pengawal itu pun adalah prajurit yang terlatih. Mereka pun tahu benar, bagaimana mereka harus meninggalkan pertempuran. Beberapa orang segera tampil ke depan melindungi kawan - kawan mereka yang berloncatan mundur. Wirapati itu pun kemudian meloncat kian kemari, seperti burung elang yang berterbangan menyambar-nyambar. Dengan tangkasnya ia memotong orang –orang yang menyerangnya dan berusaha mengejar anak buahnya yang melarikan diri.
Para pengawal upeti dari Pasuruan itu pun kemudian mencapai tepi hutan yang sudah tidak terlalu pepat oleh pepohonan dan mendekati batas sebuah padukuhan yang mulai ramai. Sehingga orang –orang berpakaian serba hitam itu pun segera mengurungkan niat untuk mengejar mereka terus. Mereka harus berhati-hati, dan tidak menimbulkan kecurigaan sehingga orang –orang padukuhan tidak akan keluar yang menimbulkan kericuhan yang semakin besar. Keadaan pengawal upeti dari Pasuruan pun akhirnya dapat meloloskan diri sembari bersusah payah memapah beberapa kawannya yang terluka cukup parah.
Quote:
DEMIKIANLAH, maka iring-iringan itu telah melanjutkan perjalanan mereka. Kelelahan dan perih yang menyucuk kulit yang mereka alami hampir tidak pernah dirasakannya karena disamping berjalan merekapun telah bertempur pula, dan sekarang mendukung beberapa kawan –kawannya yang terluka. Karena keinginan mereka mendesak untuk segera sampai di Pajang, terutama ingin menyampaikan apa yang telah meraka alami di hutan Jati Jajar kepada Sultan Hadiwijoyo. Ketika iring-iringan itu memasuki pintu gerbang Pajang, para prajurit Pajang benar-benar terkejut karenanya. Bahkan seorang perwira yang mengenali pemimpin kelompok pengantar upeti ke Pajang.
“ Apakah yang terjadi dengan para pengawalmu kakang Wirapati. Mengapa kalian berjalan kaki. Dan aku lihat banyak yang terluka. Sebenarnya apa yang terjadi?”
“Sebagaimana yang kau lihat sekarang,”berkata Wirapati dengan serta merta.
“ Kami diserang oleh puluhan orang di perbatasan hutan Jati Jajar“
“ Tolong sampaikan pada Kanjeng Sultan bahwa utusan dari Pasuruan hendak menghadap. Dan tolong bawa para pengawalku yang terluka ini kepada tabib kedaton. Aku takut kalau tidak segera diobati akan berakibat fatal”
Perwira itu menarik nafas dalam-dalam. Namun jantungnya serasa berdegup semakin keras. Dengan bergegas perwira itu memerintahkan beberapa prajurit unutk membawa pengawal dari Pasuruan kepada tabib kedaton. Demikianlah, maka iring-iringan itupun telah langsung menuju ke istana. Kehadiran iring-iringan itu memang mengejutkan kalangan istana. Ketika kehadiran mereka dilaporkan kepada Sultan Hadiwijoyo, maka Sultan Hadiwijoyo pun langsung memerintahkan untuk menerima mereka.
“ Aku akan menerima mereka langsung”berkata Sultan Hadiwijoyo.
Ternyata Sultan Hadiwijoyo tidak memerintahkan beberapa orang untuk menghadap. Tetapi Sultan Hadiwijoyo turun langsung menerima mereka seluruhnya di bangsal penantian. Ketika Sultan Hadiwijoyo melihat keadaan para pengawal dari Pasuruan, maka jantungnya bergetar didalam dadanya. Dengan wajah tegang Sultan Hadiwijoyo memberi isyarat agar utusan dari Pasuruan itu duduk lebih mendekat.
“ Bagaimana dengan keadaanmu Ki Panjalu?”bertanya Sultan Hadiwijoyo sebelum ia mendengarkan laporan selengkapnya dari Wirapati yang mempimpin sekelompok kecil pasukan itu.
Ki Panjalu yang memang sudah tua itu terlihat sangat lelah. Beberapa bagian tubuhnya masih tampak darah mongering sisa pertempuran tadi. Namun Ki Panjalu masih juga tersenyum sambil berkata”Ampun Kanjeng Sultan maafkan hamba dan para pengawal dari Pasuruan. Kami gagal mengemban tugas yang telah dibebankan kepada kami oleh gusti adipati Pasuruan”
“ Apa yang sebenarnya kau alami?”bertanya Sultan Hadiwijoyo yang melihat noda-noda darah pada tubuh Ki Panjalu itu.
“ Hamba sekali lagi mohon ampun. Mungkin hal itu biarlah Wirapati yang akan menceritakannya secara lengkap “
Sultan Hadiwijoyo lantas mengalihkan pandangannya ke arah Wirapati. Tanpa banyak basa – basi lantas Wirapati menceritakan apa yang dialaminya di perbatasan hutan Jati Jajar. Sultan Hadiwijoyo menghela nafas panjang.
Lanjutnya, “ Sudahlah tidak perlu kau pikirkan tentang upeti yang telah di jarah rampok itu. Sekarang beristirahatlah. Biarkan urusan ini segera aku selesaikan beserta para senopatiku. Aku heran mengapa tiba –tiba saja di wilayah Pajang ada begal dan rampok “
“ Baik Kanjeng Sultan, hamba mohon diri “
Sembari memberikan sembah Wirapati, Ki Panjalu dan beberapa orang pengawal dari Pasuruan itu undur diri. Setelah para utusan dari Pasuruan itu tidak ada lagi di tempat itu. Sultan Hadiwijoyo melambaikan tangan ke arah prajurit yang berjaga di pintu masuk paseban. Sedikit terburu –buru pajurit itu menghadap.
“ Prajurit, panggilkan Sukmo Aji dan tumenggung Cokroyudo kesini “
“ Sendika dhawuh Kanjeng Sultan “
Sultan Hadiwijoyo duduk termenung di kursinya. Lelaki yang merupakan anak satu -satunya dari Kebo Kenanga ini yang sewaktu mudanya bernama Mas Karebet atau Joko Tingkir itu tampak berkerut keningnya. Baginya sesuatu hal yang aneh karena di daerah kekuasaannya tiba – tiba ada rampok yang membuat kericuhan dengan menyerang para utusan dari Pasuruan yang sedang membawa upeti ke Pajang.
“ Apakah yang terjadi dengan para pengawalmu kakang Wirapati. Mengapa kalian berjalan kaki. Dan aku lihat banyak yang terluka. Sebenarnya apa yang terjadi?”
“Sebagaimana yang kau lihat sekarang,”berkata Wirapati dengan serta merta.
“ Kami diserang oleh puluhan orang di perbatasan hutan Jati Jajar“
“ Tolong sampaikan pada Kanjeng Sultan bahwa utusan dari Pasuruan hendak menghadap. Dan tolong bawa para pengawalku yang terluka ini kepada tabib kedaton. Aku takut kalau tidak segera diobati akan berakibat fatal”
Perwira itu menarik nafas dalam-dalam. Namun jantungnya serasa berdegup semakin keras. Dengan bergegas perwira itu memerintahkan beberapa prajurit unutk membawa pengawal dari Pasuruan kepada tabib kedaton. Demikianlah, maka iring-iringan itupun telah langsung menuju ke istana. Kehadiran iring-iringan itu memang mengejutkan kalangan istana. Ketika kehadiran mereka dilaporkan kepada Sultan Hadiwijoyo, maka Sultan Hadiwijoyo pun langsung memerintahkan untuk menerima mereka.
“ Aku akan menerima mereka langsung”berkata Sultan Hadiwijoyo.
Ternyata Sultan Hadiwijoyo tidak memerintahkan beberapa orang untuk menghadap. Tetapi Sultan Hadiwijoyo turun langsung menerima mereka seluruhnya di bangsal penantian. Ketika Sultan Hadiwijoyo melihat keadaan para pengawal dari Pasuruan, maka jantungnya bergetar didalam dadanya. Dengan wajah tegang Sultan Hadiwijoyo memberi isyarat agar utusan dari Pasuruan itu duduk lebih mendekat.
“ Bagaimana dengan keadaanmu Ki Panjalu?”bertanya Sultan Hadiwijoyo sebelum ia mendengarkan laporan selengkapnya dari Wirapati yang mempimpin sekelompok kecil pasukan itu.
Ki Panjalu yang memang sudah tua itu terlihat sangat lelah. Beberapa bagian tubuhnya masih tampak darah mongering sisa pertempuran tadi. Namun Ki Panjalu masih juga tersenyum sambil berkata”Ampun Kanjeng Sultan maafkan hamba dan para pengawal dari Pasuruan. Kami gagal mengemban tugas yang telah dibebankan kepada kami oleh gusti adipati Pasuruan”
“ Apa yang sebenarnya kau alami?”bertanya Sultan Hadiwijoyo yang melihat noda-noda darah pada tubuh Ki Panjalu itu.
“ Hamba sekali lagi mohon ampun. Mungkin hal itu biarlah Wirapati yang akan menceritakannya secara lengkap “
Sultan Hadiwijoyo lantas mengalihkan pandangannya ke arah Wirapati. Tanpa banyak basa – basi lantas Wirapati menceritakan apa yang dialaminya di perbatasan hutan Jati Jajar. Sultan Hadiwijoyo menghela nafas panjang.
Lanjutnya, “ Sudahlah tidak perlu kau pikirkan tentang upeti yang telah di jarah rampok itu. Sekarang beristirahatlah. Biarkan urusan ini segera aku selesaikan beserta para senopatiku. Aku heran mengapa tiba –tiba saja di wilayah Pajang ada begal dan rampok “
“ Baik Kanjeng Sultan, hamba mohon diri “
Sembari memberikan sembah Wirapati, Ki Panjalu dan beberapa orang pengawal dari Pasuruan itu undur diri. Setelah para utusan dari Pasuruan itu tidak ada lagi di tempat itu. Sultan Hadiwijoyo melambaikan tangan ke arah prajurit yang berjaga di pintu masuk paseban. Sedikit terburu –buru pajurit itu menghadap.
“ Prajurit, panggilkan Sukmo Aji dan tumenggung Cokroyudo kesini “
“ Sendika dhawuh Kanjeng Sultan “
Sultan Hadiwijoyo duduk termenung di kursinya. Lelaki yang merupakan anak satu -satunya dari Kebo Kenanga ini yang sewaktu mudanya bernama Mas Karebet atau Joko Tingkir itu tampak berkerut keningnya. Baginya sesuatu hal yang aneh karena di daerah kekuasaannya tiba – tiba ada rampok yang membuat kericuhan dengan menyerang para utusan dari Pasuruan yang sedang membawa upeti ke Pajang.
Diubah oleh breaking182 21-10-2022 15:56
ashrose dan 16 lainnya memberi reputasi
17
Kutip
Balas
Tutup