Kaskus

Story

harrywjyyAvatar border
TS
harrywjyy
Pocong Keliling [Epic Horror Story]

Pocong Keliling [Epic Horror Story]
Sumber Gambar Asli

Selamat datang di thread cerita horor ane yang baru gan! Kali ini ane bawa cerita yang gak kalah seram!

emoticon-2 Jempol

Ketika orang meninggal, dipercaya arwahnya akan kembali ke Tuhan dan terlepas dari segala urusan dunianya.

Tapi tidak dengan keluarga Pak Joko. Setelah kematiannya, justru ada banyak pocong yang meneror warga setiap malam. Mengetuk pintu satu per satu rumah warga di tengah malam.

Apa yang ia inginkan? Nantikan kisahnya.

emoticon-Ngaciremoticon-Ngaciremoticon-Ngacir

Quote:

emoticon-Takutemoticon-Takutemoticon-Takut

Nantikan part 1 yang akan segera TS update gan!

Pokoknya setiap part akan memberikan ketegangan yang seru! emoticon-Blue Guy Peaceemoticon-Takut (S)

INDEX

1. Part 1 - Kepala Desa
2. Part 2 - Ancaman Tak Kasat Mata
3. Part 3 - Empat Tali Gantung
4. Part 4 - Kok Gak Ajak Aku Ronda?
5. Part 5 - Tamu Tengah Malam
6. Part 6 - Tamu Tengah Malam 2
7. Part 7 - Lantunan Di Rumah Berdarah
8. Part 8 - Tawa Di Belakang Pos
9. Part 9 - Menagih Janji
10. Part 10 - Tali Pocong
11. Part 11 - Mbah Dino
12. Part 12 - Nestapa Penjual Bakso
13. Part 13 - Ilusi
14. Part 14 - Secercah Harapan
15. Part 15 - Linda
16. Part 16 - Teka-teki


Jangan lupa bagi cendol gan! Haus nih. emoticon-Blue Guy Cendol (S)

emoticon-Cendol Gan


Ditulis oleh Harry Wijaya

Cerita ini merupakan karya orisinil dan karangan asli TS, dilarang mengcopas dan mempublikasikan di luar KasKus tanpa izin!
Diubah oleh harrywjyy 03-11-2022 15:58
ryanwayongAvatar border
cacadloeAvatar border
margitopAvatar border
margitop dan 37 lainnya memberi reputasi
38
20.8K
207
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the Heart
KASKUS Official
32.7KThread52.1KAnggota
Tampilkan semua post
harrywjyyAvatar border
TS
harrywjyy
#41
Part 12 - Nestapa Penjual Bakso
Suatu malam yang sepi di desa yang tanpa adanya aktivitas. Seakan sudah jadi kebiasaan baru, warga desa kini sudah tidak berani lagi keluar di atas jam sembilan. Teror pocong keluarga Joko benar-benar membuat mereka ketakutan. Jalanan yang biasanya ramai oleh anak-anak kini sepi. Warung yang biasanya jadi tempat nongkrong anak muda juga hanya menyisakan bangku-bangku kosong tanpa ada siapa pun.

Karena sepinya desa ini, para pedagang keliling pun enggan mampir. Padahal biasanya, ada saja penjual nasi goreng, jajanan ringan sampai es dawet yang lewat mencari pelanggan di jalan desa ini. Di saat semuanya enggan lewat desa, ada satu pedagang bernama Fahri yang menjual bakso.

Tanpa ada rasa takut, Fahri percaya diri mendorong gerobaknya di pinggir jalan desa yang sepi. Bersebelahan langsung dengan sawah yang gelap. Sambil sesekali membunyikan piringnya untuk menarik pelanggan datang.

Setelah berjalan jauh, sampailah Fahri di pos ronda yang kebetulan sedang ada tiga orang di sana. Karena lelah, ia pun menepikan gerobaknya di pinggir. Berhenti sejenak dan ikut bergabung bersama mereka. Kebetulan Fahri juga sudah cukup mengenal anak-anak muda desa ini.

“Wei, asik banget nih!” kata Fahri dengan maksud mengangetkan mereka semua.

Reza yang sedang asik bermain game bersama Dani dan Bejo hanya melirik ke arah si pedagang bakso. “Dia lagi, dia lagi!” kata Reza.

“Ngapain sih ke sini? Bikin laper aja tau gak?” kata Dani sambil menatap layar ponselnya.

“Laper? Beli dong, bakso belum laku nih,” balas Fahri sambil duduk di pos ronda.

“Kalo ada duit sih pasti beli. Uang kita udah abis diperes sama dukun matre,” jawab Bejo.

“Ah, bilang aja kalian pelit, kan? Udahlah, cuma sepuluh ribu apa salahnya sih? Kenyang lagi.” Fahri berusaha menarik minat mereka untuk membeli dagangannya. Tak cukup sampai di situ, ia langsung membuka tutup pancinya.

Sontak asap dari dalam panci itu pun mengepul-ngepul ke luar, membawa aroma bakso daging yang lezat. Dengan sengaja Fahri mengipas-ngipas anginnya ke arah mereka bertiga. Supaya mereka bertiga mencium aroma bakso dan semakin lapar.

“Heh! Rese banget sih!” kata Reza yang mulai kesal.”

“Kenapa? Enak ya baunya? Makanya beli! Hahaha!” kata Fahri sambil terus mengipas-ngipas aroma bakso ke arah mereka.

Dani dan Bejo sudah habis kesabaran, mereka sama-sama mematikan ponsel mereka dengan wajah kesal. “Za, udahlah! Mending kita keliling, udah mau jam sebelas nih!” ajak Bejo.

“Yaudah, ayo.”

“Nanti kalo tukang bakso gila ini udah pergi baru kita balik!” tambah Dani
“Tau nih, tukang bakso sialan! Cuma kasih asapnya aja, giliran kita ngutang gak boleh!” kata Bejo.

“Aku sumpahin ketemu pocong kamu di sini!” ucap Reza.

"Masa bodo! Mau pocong juga gak apa-apa yang penting punya duit buat beli bakso," jawab Fahri dengan nada mengejek.

Mereka bertiga keluar dari pos ronda dan memakai sandal masing-masing. Tanpa basa-basi, mereka berdua mulai berjalan meninggalkan pos ronda dengan perasaan jengkel. Sambil cekikikan, Fahri pun puas mengerjai mereka. Perlahan Reza dan kawan-kawan semakin menjauh, sampai akhirnya mereka belok dan masuk ke pemukiman warga hingga tak terlihat lagi.

“Bagus deh pada pergi, aku jadi bisa rebahan di sini.” Fahri lalu masuk ke pos ronda dan membaringkan badannya di pos tanpa alas apa pun. Lantai keramik pos ini membuatnya merasa dingin. Tapi masih bisa ia tahan.

“Mas, beli bakso dong!” ucap seseorang yang entah kapan datangnya, tiba-tiba sudah ada di depan gerobak Fahri. Sampai-sampai Fahri pun kaget dibuatnya.

Si penjual bakso lalu bangkit, wajahnya berseri saat melihat ada pelanggan yang datang. Seorang pemuda berkulit putih dan rambut ikal. Orang itu adalah Rian. Dengan wajah pucat pasi, Rian tersenyum ke arah Fahri.

“Siap sebentar ya, makan di sini apa bawa pulang?” tanya Fahri.

“Makan di sini, Mas,” jawab Rian.

Dengan sigap, Fahri langsung mengambil mangkuk dan mulai meracik bumbu untuk baksonya. Sambil bersiul-siul, ia mengerjakan pekerjaan yang sudah ia lakukan selama tiga tahun ini. Setelah semua bumbu masuk ke mangkuk, ia membuka panci dan mengambil kuah beserta beberapa butir bakso.

“Saus sama sambalnya ambil sendiri ya.” Fahri memberikan semangkuk bakso kepada Rian. Ditambah botol saus dan sambalnya juga. Rian menerima baksonya seperti orang pada umumnya.

“Mas duduk aja makannya!” kata Fahri yang kemudian duduk di pos ronda.

Rian menggeleng. “Saya maunya makan berdiri.” Ia lalu membuang sendok dan garpu, kemudian langsung menuang bakso yang panas itu ke dalam mulutnya sekaligus. Sampai-sampai kuahnya tumpah membasahi baju.

“Heh, yang bener aja, Mas!” Fahri menatap Rian dengan tatapan aneh.

“Gak apa-apa, saya emang begini kalo makan,” jawab Rian yang kemudian lanjut menuang bakso ke mulutnya.

“Masih panas lho, Mas. Lagian gak keselek apa? Sampe kotor begitu bajunya.”

Sambil mengunyah bakso, Rian menggelengkan kepala.

“Baru keluar, Mas?” tanya Rian.

“Iya nih, biasa saya jualannya malem.”
“Enak, Mas. Baksonya.”

“Enak? Mau nambah?”

“Enggak, cukup. Udah kenyang.”

“Bungkus gak?”

“Enggak, Mas.”

“Oke deh.” Fahri lalu duduk meluruskan kedua kakinya sambil bersandar di dinding pos ronda. Sementara pelanggannya itu belum selesai memakan baksonya. Cara makannya membuat Fahri geleng-geleng kepala. Tapi baginya, tidak masalah asalkan dia membayar.

Saat sedang melihat sekitar, tanpa sengaja mata Fahri melihat ke arah jalan setapak. Di sana ada Bejo dan Reza yang sedang menatap ke arah Fahri dengan tatapan takut. Kedua pemuda itu berusaha memanggil Fahri dan menyuruhnya untuk lari.

Tangan mereka berdua melambai dan mengisyaratkan untuk segera meninggalkan pos ronda. Akan tetapi Fahri malah membalas dengan gestur mengejeknya dari jauh.

“Kabur! Kabur!” teriak Bejo.

“Dasar bego! Kabur! Pocong!” teriak Reza mencoba memperingati Fahri.
Pedagang bakso itu lalu berdiri dan berjalan beberapa langkah ke depan membelakangi Rian dan gerobaknya. Dengan wajah bingung, ia melihat ke arah Reza dan Bejo yang terus menerus meneriakinya.

“Pocong! Itu pocong!” teriak Reza.

“Apaan sih? Pocong apaan? Mau nakut-nakutin? Alah, gak mempan!” balas Fahri.

Karena Fahri yang tak juga paham dengan kode mereka, Reza dan Bejo akhirnya memilih untuk berlari memasuki jalan setapak. Mereka berdua ketakutan, sementara Fahri hanya bisa menertawakan kedua pemuda yang tampak aneh di matanya.

“Dasar, gak bisa liat orang dapet pelanggan apa? Gak asik banget, mau nakut-nakutin malah gagal. Mana ada pocong di sini?” kata Fahri dengan sombong.

“Mungkin yang mereka maksud pocong itu saya, Mas,” kata Rian dari arah belakang.

“Hah? Maksudnya?” Fahri lalu berbalik badan dan menghadap ke arah Rian. Akan tetapi, Rian yang semula membeli baksonya kini sudah  berubah wujud. Rian memakai kain kafan yang membungkus badannya. Lalu sepasang kapas kecil terpasang di kedua lubang hidungnya.

Rian tersenyum sambil menatap Fahri dengan wajah pucatnya dan bola mata yang putih. “Makasih, Mas. Baksonya enak!”

Fahri yang semula diam mematung kini tersadar, badannya gemetar hebat dan napasnya mulai memburu. Matanya melotot melihat sosok pocong yang baru pertama kali ia lihat secara langsung. “Setaaan!!!” teriak Fahri yang kemudian langsung lari tunggang langgang.

Saking ketakutannya, Fahri meninggalkan gerobaknya di pos ronda. Beberapa kali juga ia tersandung batu dan terjatuh. Tapi segera ia berdiri dan lanjut berlari dengan begitu panik. “Tolong! Setan!” teriak Fahri di tengah kegelapan malam tanpa ada satu pun warga yang berani keluar rumah apalagi menolongnya.

“Hahahahaha!” Sosok pocong yang menyerupai Rian pun tertawa puas, kemudian terbang meninggalkan  pos ronda.

.
.
.

Pocong terus berulah, akan ada banyak kisah-kisah teror pocong dari berbagai versi masyarakat yang pernah bertemu.

Simak kelanjutannya!
ferist123
viensi
symoel08
symoel08 dan 8 lainnya memberi reputasi
9
Tutup
Ikuti KASKUS di
© 2025 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.