Baru-baru ini, jika agan dan sista  mengikuti postingan berita terkait gencarnya pemerintah untuk meminta para milenial untuk bertani turut mengusik pemikirian saya.

Bila menakar kebijakan itu, ada maksud terselubung Jokowi untuk menegaskan hal tersebut. Entah itu baik bagi kesejaterahaan rakyat atau sebaliknya malah bikin beban rakyat. Semua kembali yang peduli.


Poto:ASEP SYAEFUL BACHRI/JAWA POS 

Disini saya coba berpikir Positif saja. Mungkin Pak Jokowi melalui Kementan, sedang melakukan perubahan jaman. Disaat dunia sedang mengejar dan bersaing dalam teknologi. Maka rakyat Indonesia khususnya kaum milenial diminta untuk jadi Petani.

Bisa saja petani itu dimaksudkan untuk gabungan antara teknologi dan petani. Atau Petani untuk Teknologi ya begitulah kira-kira.




Dok. DPR RI

Hal yang disorot, Pernyataaan anggota Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP) DPR RI, Puteri Anetta Komarudin menyebutkan kaum milenial enggan menjadi petani. Ia berpendapat bahwa menjadi petani bagi anak muda sekarang adalah hal yang tidak mudah karena harga gabah rendah dan pasokan pupuk yang sulit dicari juga harganya yang sangat tinggi.


Kesimpulannya, Hasil riset Indonesia Development and Islamic Studies (IDEAS) menyebutkan bahwa pembangunan tol yang masif di Jawa telah banyak menghilangkan lahan pertanian, terutama area persawahan.

Pernyataan diatas itu belum dibandingkan dengan pembangunan ToL yang ada di sumatera dan wilayah lainnya.




Terbaru, Penetapan trase proyek tol Ngaroban (Ngawi–Bojonegoro–Tuban) ruas Ngawi selesai. Pemerintah pusat telah mengubah status area persawahan delapan desa di tiga kecamatan yang bakal menjadi rute jalan bebas hambatan itu.

Area tersebut, dikutip dari laman jawapos. Bukan lagi lahan sawah dilindungi usai turunnya Surat Keputusan Menteri Agraria dan Tata Ruang Nomor 1589/SK-HK.02.01/XII/2021 tentang Penetapan Peta Lahan Sawah Dilindungi (LSD). ‘’Luasan LSD tidak berubah, masih 47 ribu hektare, cuma ada penyesuaian,’’ kata Bupati Ngawi Ony Anwar Harsono, Sabtu (17/9).(*)