- Beranda
- Stories from the Heart
Kisah Seorang Pramugari (True Story)
...
TS
aymawishy
Kisah Seorang Pramugari (True Story)

Di saat kau merasa hidup sendiri
Dalam kerasnya dunia
Tersenyumlah
Bila kau pun harus berputus asa
Berpikir semua kan berakhir
Tersenyumlah
Kau tak sendiri aku di sini
Menantimu bersama hangatnya mentari
Kau tak sendiri aku di sini
Berikan tanganmu mari kita hadapi
Hidup memang tak selalu seperti
Yang kau inginkan yang kau harapkan
Hadapilah dengan hati tenang dan tetap melangkah
Kau tak sendiri
Perhatikan sekitar coba kau amati
Hidup bukan sekedar tentang patah hati
Dan semua yang terjadi ambil hikmahnya
Om Iwan pun berkata "ambil indahnya"
Kau tak sendiri aku di sini
Memanggilmu bersama hangatnya mentari
Kau tak sendiri kami di sini
Raihlah tanganku bersama kita lewati
Hidup memang tak selalu seperti
Yang kau inginkan yang kau harapkan
Hadapilah dengan hati tenang teruskan melangkah
Kau tak sendiri
Hidup memang tak selalu seperti
Yang kita inginkan yang kita harapkan
Hadapilah dengan hati tenang
Yakinkan dirimu
Kau tak sendiri yeah yeah yeaah
Dalam kerasnya dunia
Tersenyumlah
Bila kau pun harus berputus asa
Berpikir semua kan berakhir
Tersenyumlah
Kau tak sendiri aku di sini
Menantimu bersama hangatnya mentari
Kau tak sendiri aku di sini
Berikan tanganmu mari kita hadapi
Hidup memang tak selalu seperti
Yang kau inginkan yang kau harapkan
Hadapilah dengan hati tenang dan tetap melangkah
Kau tak sendiri
Perhatikan sekitar coba kau amati
Hidup bukan sekedar tentang patah hati
Dan semua yang terjadi ambil hikmahnya
Om Iwan pun berkata "ambil indahnya"
Kau tak sendiri aku di sini
Memanggilmu bersama hangatnya mentari
Kau tak sendiri kami di sini
Raihlah tanganku bersama kita lewati
Hidup memang tak selalu seperti
Yang kau inginkan yang kau harapkan
Hadapilah dengan hati tenang teruskan melangkah
Kau tak sendiri
Hidup memang tak selalu seperti
Yang kita inginkan yang kita harapkan
Hadapilah dengan hati tenang
Yakinkan dirimu
Kau tak sendiri yeah yeah yeaah
Quote:
Hai, aku Anes, nama panggilan dari pemilik akun aymawishy ini. Semasa sekolah, aku tinggal di sebuah Kabupaten di Jawa Timur bagian timur.
Mungkin yang sudah membaca threadku yang menceritakan bagaimana kisahku semasa SMPakan lebih tahu bagaimana kejamnya orang-orang di sekitarku memperlakukanku.
Tapi, seperti yang Papaku bilang, aku harus tetap semangat dan harus terus berperilaku baik meski dijahatin.
Selepas SMA, aku merantau ke Surabaya. Disaat itulah aku benar-benar ingin hidup mandiri tanpa bantuan dari Papa. Karenanya, aku harus bekerja agar bisa kuliah.
Awal kehidupanku di perantauan, sangatlah penuh perjuangan.
Ngekos di kosan kumuh, aku pernah. Disana aku ngerasain tidur diatas kasur yang basah karena atap kamarku bocor selama musim penghujan. Dan juga kamar mandi yang lantainya meski disikat berkali-kali pakai WPC, tetap berwarna hitam karena lumutan.
Selain itu, selama 3 bulan berturut-turut, tiap harinya hanya makan roti seharga seribuan yang aku beli di warung kopi dekat kantor tempat aku magang. Yaa meski, alhamdulillahnya ada aja orang baik yang ngasih aku makan. Ohya, karena sering banget makan roti tanpa makan nasi, aku jadi punya “maag” hehehe.
Rasanya jika diingat, masih banyak perjuangan-perjuangan yang aku lalui sejak tahun 2012.
Mungkin yang sudah membaca threadku yang menceritakan bagaimana kisahku semasa SMPakan lebih tahu bagaimana kejamnya orang-orang di sekitarku memperlakukanku.
Tapi, seperti yang Papaku bilang, aku harus tetap semangat dan harus terus berperilaku baik meski dijahatin.
Selepas SMA, aku merantau ke Surabaya. Disaat itulah aku benar-benar ingin hidup mandiri tanpa bantuan dari Papa. Karenanya, aku harus bekerja agar bisa kuliah.
Awal kehidupanku di perantauan, sangatlah penuh perjuangan.
Ngekos di kosan kumuh, aku pernah. Disana aku ngerasain tidur diatas kasur yang basah karena atap kamarku bocor selama musim penghujan. Dan juga kamar mandi yang lantainya meski disikat berkali-kali pakai WPC, tetap berwarna hitam karena lumutan.
Selain itu, selama 3 bulan berturut-turut, tiap harinya hanya makan roti seharga seribuan yang aku beli di warung kopi dekat kantor tempat aku magang. Yaa meski, alhamdulillahnya ada aja orang baik yang ngasih aku makan. Ohya, karena sering banget makan roti tanpa makan nasi, aku jadi punya “maag” hehehe.
Rasanya jika diingat, masih banyak perjuangan-perjuangan yang aku lalui sejak tahun 2012.
Ohya..
Saat nanti aku berbagi cerita di thread ini, tolong jangan dihujat ya.
Sebab..
Aku bukanlah seorang penulis, jadi jangan pernah berharap lebih terhadap tulisan yang aku bagi.
Aku juga bukanlah orang hebat yang hanya ingin berbagi pengalaman yang aku alami.
Saat nanti aku berbagi cerita di thread ini, tolong jangan dihujat ya.
Sebab..
Aku bukanlah seorang penulis, jadi jangan pernah berharap lebih terhadap tulisan yang aku bagi.
Aku juga bukanlah orang hebat yang hanya ingin berbagi pengalaman yang aku alami.
Pokok Isi Cerita
Quote:
#Bagian 1
-Part 1 : Awal Mula
-Part 2 : Menjemput Restu
-Part 3 : Tahap Awal
-Part 4 : Pantang Mundur
-Part 5 : Tentang Cinta Pertama
-Part 6 : Terjebak Nostalgia
-Part 7 : Mungkin Nanti
-Part 8 : Undangan?
-Part 1 : Awal Mula
-Part 2 : Menjemput Restu
-Part 3 : Tahap Awal
-Part 4 : Pantang Mundur
-Part 5 : Tentang Cinta Pertama
-Part 6 : Terjebak Nostalgia
-Part 7 : Mungkin Nanti
-Part 8 : Undangan?
Quote:
#Bagian 2 : Proses Perekrutan Pramugari
-Part 9 : Hi, Jakarta! Be Nice Please!
-Part 10 : Hall of Fame
-Part 11 : Berpisah dengan Shasa, Bertemu dengan Wildan!
-Part 12 : Papa Yang Makin Menua
-Part 13 : Manis Dan Pahit
-Part 14 : Yok Opo Seh!
-Part 15 : Dikirim Malaikat Baik Yang Menjelma Menjadi Manusia
-Part 16 : Medical Examination
-Part 17 : Curhat Dadakan, Berujung Menyesakkan
-Part 18 : Menjelang Tahun Baru
-Part 19 : Selamat Datang Tahun 2017!
-Part 20 : Made Darma
-Part 21 : Hari Yang Kutunggu
-Part 22 : PANTUKHIR!
-Part 9 : Hi, Jakarta! Be Nice Please!
-Part 10 : Hall of Fame
-Part 11 : Berpisah dengan Shasa, Bertemu dengan Wildan!
-Part 12 : Papa Yang Makin Menua
-Part 13 : Manis Dan Pahit
-Part 14 : Yok Opo Seh!
-Part 15 : Dikirim Malaikat Baik Yang Menjelma Menjadi Manusia
-Part 16 : Medical Examination
-Part 17 : Curhat Dadakan, Berujung Menyesakkan
-Part 18 : Menjelang Tahun Baru
-Part 19 : Selamat Datang Tahun 2017!
-Part 20 : Made Darma
-Part 21 : Hari Yang Kutunggu
-Part 22 : PANTUKHIR!
Quote:
#Bagian 3
-Part 23 : Kesempatan Kedua
-Part 24 : Accedere
-Part 25 : Tentang Rey!
-Part 26 : Become In Love
-Part 27 : Buket Mawar Merah
-Part 28 : Out Of Control
-Part 29 : Di Zangrandi
-Part 30 : Pantukhir Kedua
-Part 31 : Si Paling Inisiatif
-Part 32 : Agnes
-Part 33 : Cemburu
-Part 34 : Rey!?
-Part 35 : Ternyata…
-Part 36 : Di Puncak Bromo
-Part 37 : Berpisah
-Part 38 : Hasil Pantukhir
-Part 39 : Tyas!
-Part 40 : Di Kampung Halaman
-Part 41 : Berpamitan
-Part 23 : Kesempatan Kedua
-Part 24 : Accedere
-Part 25 : Tentang Rey!
-Part 26 : Become In Love
-Part 27 : Buket Mawar Merah
-Part 28 : Out Of Control
-Part 29 : Di Zangrandi
-Part 30 : Pantukhir Kedua
-Part 31 : Si Paling Inisiatif
-Part 32 : Agnes
-Part 33 : Cemburu
-Part 34 : Rey!?
-Part 35 : Ternyata…
-Part 36 : Di Puncak Bromo
-Part 37 : Berpisah
-Part 38 : Hasil Pantukhir
-Part 39 : Tyas!
-Part 40 : Di Kampung Halaman
-Part 41 : Berpamitan
Quote:
#Bagian 4 : Initial Flight Attendant’s Ground Training
-Briefing and Sign Contract :
-Part 42 : Sekilas Tentang Ground Training
-Part 43 : Kog Begini Amat Sih?!
###
-Part 44 : Drama Perkara Sepatu
-Part 45 - Astaga!!
-Part 46 : KACAU!
-Part 47 : Drama di Hari Pertama
-Part 48 : Apa Benar FA Harus Deketin Pilot Agar Jam Terbangnya Banyak?
-Part 49 : Jawaban Dari Pertanyaan Mia
-Part 50 : Learning By Doing
-Part 51 : Tentang Chapter Lima dan CET
-Part 52 : Rey Datang Lagi
-Part 53 : Tersimpul Luka Kedua Kali
-Part 54 : White Horse
-Part 55 : Menjelang Flight Training
-Part 56 : Overthinking!
-Briefing and Sign Contract :
-Part 42 : Sekilas Tentang Ground Training
-Part 43 : Kog Begini Amat Sih?!
###
-Part 44 : Drama Perkara Sepatu
-Part 45 - Astaga!!
-Part 46 : KACAU!
-Part 47 : Drama di Hari Pertama
-Part 48 : Apa Benar FA Harus Deketin Pilot Agar Jam Terbangnya Banyak?
-Part 49 : Jawaban Dari Pertanyaan Mia
-Part 50 : Learning By Doing
-Part 51 : Tentang Chapter Lima dan CET
-Part 52 : Rey Datang Lagi
-Part 53 : Tersimpul Luka Kedua Kali
-Part 54 : White Horse
-Part 55 : Menjelang Flight Training
-Part 56 : Overthinking!
Quote:
#Bagian 5 : Flight Training
-Part 57 : Junior Selalu Salah
-Part 58 : Briefing Before Flight
-Part 59 : About Preflight Check
-Part 60 : Company Check
-Part 61 : Berjuang Lagi!
-Part 62 : Jungle And Sea Survival Part I
-Part 63 : Jungle And Sea Survival Part II
-Part 64 : Jungle And Sea Survival Part III
-Part 65 : Jungle And Sea Survival Part IV
-Part 66 : CCFA & DGCA Check
-Part 57 : Junior Selalu Salah
-Part 58 : Briefing Before Flight
-Part 59 : About Preflight Check
-Part 60 : Company Check
-Part 61 : Berjuang Lagi!
-Part 62 : Jungle And Sea Survival Part I
-Part 63 : Jungle And Sea Survival Part II
-Part 64 : Jungle And Sea Survival Part III
-Part 65 : Jungle And Sea Survival Part IV
-Part 66 : CCFA & DGCA Check
Quote:
#Bagian 6 : Kehidupan Seorang Pramugari
-Part 67 : Persiapan Untuk Terbang
-Part 68 : My First Flight
-Part 69 : Rian dan Ihsan
-Part 70 : Setan Penjaga Kamar Vs Senior Ala Ala
-Part 71 : Kisah Kasih Tak Sampai
-Part 72 : Padaido
-Part 73 : Hubungan Tanpa Status
-Part 74 : Mimpi Aneh
-Part 75 : Putri Kebaya
-Part 76 : Kamu Mau Jadi Pramugari Yang Seperti Apa?
-Part 77 : Turbulensi
-Part 78 : Hari-hari Bersama Papa
-Part 79 : Papa, It’s My Birthday!
-Part 80 : Duka Yang Bertubi
-Part 81 : Flashback to 2017
-Part 82 : Tentang Aku dan Dia
-Part 67 : Persiapan Untuk Terbang
-Part 68 : My First Flight
-Part 69 : Rian dan Ihsan
-Part 70 : Setan Penjaga Kamar Vs Senior Ala Ala
-Part 71 : Kisah Kasih Tak Sampai
-Part 72 : Padaido
-Part 73 : Hubungan Tanpa Status
-Part 74 : Mimpi Aneh
-Part 75 : Putri Kebaya
-Part 76 : Kamu Mau Jadi Pramugari Yang Seperti Apa?
-Part 77 : Turbulensi
-Part 78 : Hari-hari Bersama Papa
-Part 79 : Papa, It’s My Birthday!
-Part 80 : Duka Yang Bertubi
-Part 81 : Flashback to 2017
-Part 82 : Tentang Aku dan Dia
Diubah oleh aymawishy 02-02-2024 08:38
Dhekazama dan 47 lainnya memberi reputasi
48
64.1K
Kutip
1K
Balasan
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•52KAnggota
Tampilkan semua post
TS
aymawishy
#56
Part 16 - Medical Examination
Spoiler for Medical Examination:
29 Desember 2016, Kamis
Semalam, aku pamit untuk tidur lebih dulu pada Teh Sonya dan yang lainnya. Aku yang lumayan kecapean, tak membutuhkan waktu lama untuk bisa tidur dengan pulas. Padahal, aku tidur di tempat dan suasana baru yakaan. Hehehe.
Tepat sebelum aku tidur, Teh Sonya menawarkan untuk meminjamkan bantalnya untuk ku pakai. Namun, aku menolaknya. Karena, dengan dia kasih izin aku menumpang disini aja, bahkan aku dipinjemin kasur, aku udah berterima kasih banget. Aku tidak ingin terus-terusan merepotkannya.
Toh, dia hanya punya satu bantal, masa iya dia ga pake bantal, aku malah yang pake.
“Makasih banyak teteh, aku bisa kog pake ini hehehehe”, ujarku sembari menunjuk sajadah dan mukenahku yang terlipat yang kupakai sebagai bantalan kepalaku.
Tak berhenti disitu, dia kembali menawarkan untuk meminjamkan selimut satu-satunya. Dan lagi-lagi aku tolak dengan alasan bahwa aku suka banget dengan suhu dingin, karena di Surabaya suhunya sangat panas dan kadang bikin gerah.
Dia pun mempercayai ucapanku dan memintaku untuk lekas tidur karena jam sudah menunjukkan pukul sebelas lewat sepuluh menit.
Baru dua jam tertidur pulas, aku mulai merasakan kedinginan yang amat sangat, terutama di bagian telapak kakiku.
Akupun terjaga karenanya.
Saat mataku terbuka, rupanya ruangan sudah benar-benar gelap. Tersisa sedikit cahaya dari lampu kecil dari AC sentral yang letaknya tepat di atasku.
Aku jadi tau kenapa tempat ini sudah lama kosong, karena mungkin seseorang yang mendapatkan tempat tidur disini, engga betah sama dinginnya AC yang nusuk sampai ke tulang-tulang.
Aku yang sebenarnya engga biasa tidur pake AC, mulai mencari-cari pakaian kotor yang tadi aku pakai. Kemudian kututupi bagian kakiku dengan pakaian kotor itu. Tak lama kemudian, aku pun tertidur lagi. Disaat baru saja merasa terlelap, hapeku bergetar pertanda alarmku menyala.
‘Hmm udah jam setengah empat yaaa..’,bathinku.
Aku pun perlahan-lahan untuk terjaga dari tidurku dan kemudian sejenak bersila di tengah kasur.
Karena ruangan yang masih gelap, aku pun meraba-raba isi tasku mencari pembersih wajah dan kapas. Untungnya aku terbiasa membersihkan wajah tanpa harus bercermin, jadi pagi itu aku sama sekali tidak merasa kesulitan.
Setelah membersihkan wajahku, aku kembali meraba mencari letak handuk dan beberapa peralatan mandi, yang semalam sebelum aku tidur, sudah ku letakkan disamping kanan kasurku. Setelah handuk dan peralatan mandi sudah di tangan, aku melangkah perlahan melewati kasur-kasur teman-teman Teh Sonya menuju kamar mandi yang letaknya berada di ujung ruangan.
Pokoknya, saat itu, aku lakuin dengan cara mengendap-ngendap, agar mereka tidak terbangun karena aku.

(Ruangan messnya kurang lebih kaya gini. -foto dari google-)
—
Sekitar jam 05.30, aku sudah siap dan sudah dalam perjalanan menuju Balai Kesehatan Penerbangan.
Kesana naik apa? Dianter temen naik motor dong. Hehe lumayan hemat ongkos taksi. Yaa meski rambut yang udah tertata rapi, jadi lepek saat helm dilepas hahaha.
‘Gapapa, kan hari ini bukan performance yang dicek wkwkwk’.
Saat aku tiba, jam masih menunjukkan pukul 06.00. Aku yang melihat sekitar sudah mulai ramai, agak sedikit kebingungan. Akupun bertanya pada Pak Satpam disana, aku harus melakukan pendaftaran dimana dan bagaimana. Lalu beliau yang membantuku untuk mendapatkan nomor antrian.
“Nanti kalau Kakak dipanggil, serahin berkasnya ke meja itu ya? Lalu nanti akan dikasih nomor antrian lagi untuk ke tahap pemeriksaan.”
“Baik, Pak. Makasih banyak yaaa.”
Aku pun berjalan menuju kursi kosong satu-satunya itu, yang letaknya sangat tidak strategis karena nyempil di ujung belakang. Yang untuk bisa duduk disana, harus melewati empat orang yang anehnya ga mau bergeser dan memilih untuk menekukkan kaki-kakinya saat aku lewat.
“Permisi Mas.. Permisi Mba..”, ujarku sembari memeluk tasku di depan dada, khawatir jika posisi tas berada di belakangku, akan menimpa kepala atau bagian tubuh orang-orang yang duduk di kursi bagian depan.
Mereka tak meresponsnya dengan ucapan, melainkan dengan tindakan : memberi celah untuk aku jalan.
Aku menghela napas saat aku sudah berhasil duduk di paling ujung.
‘Ini mereka pada berangkat jam berapa ya? Jam 6 aja udah penuh begini?’, tanyaku dalam hati.
Lalu, aku mencoba melirik ID Card seseorang yang duduk di sebelahku, dia seorang perempuan berwajah pucat, yang ternyata berbeda ID cardnya dengan yang duduk di sebelahnya dan yang duduk di depan-depanku.
Dan disaat itulah aku baru menyadari bahwa yang melakukan medical check ini bukan hanya calon pramugari seperti aku, tapi juga semua awak kabin dan awak pesawat dari semua maskapai Indonesia.

(Suasana di lantai 1 kurang lebih begini. -foto dari google-)
Tak berselang lama dari kekepoanku melirik ID Card orang-orang di sekitarku, namaku dipanggil untuk mengumpulkan berkas-berkas yang dibutuhkan.
"Anestya Dewi..."
Namaku pun disebut berkali-kali karena posisiku yang lumayan tak terjangkau dari pandangan staff tersebut.
‘Duh tau gitu aku ga perlu duduk disini tadi. Yaa gimana yaa, kupikir lama banget antrinya, ternyata engga huhuhu’, bathinku ngedumel.
“Maaf Mba-Mas, permisi lewat lagi yaaaa.”, ujarku pada mereka yang duduk sederet denganku.
Dari keempat orang ini, hanya ada satu orang yang mau membalas senyumku, yang lainnya jutek-jutek mungkin karena lagi cape atau ngantuk yaa.
“Baru pertama kesini ya Kak?”, tanya Mas yang kulupa namanya, yang menerima berkasku.
“Iyaa, betul.”, jawabku. Kemudian si Masnya meminta berkasku lalu di periksa ulang olehnya.
"Berkasnya komplit yaa. Silahkan isi formulir ini dulu..", ujarnya lagi sembari memberikan formulir mengenai data diri. Saat aku mengisi formulir, si Masnya terus memanggil antrian selanjutnya.
Karenanya, aku pun pindah ke meja security untuk melanjutkan mengisi formulirnya. Setelah memakan waktu sekitar sepuluh menit, aku kembali lagi ke meja sebelumnya dan menyerahkan formulirku.
“Hm formulirnya udah terisi semua ya Kak..", ujarnya setelah memeriksanya. Kemudian dia mengambil sesuatu lagi yang kemudian diberikan kepadaku.
"Ini ada list mengenai apa saja yang harus Kakak cek ya. Nanti, Kakak taruh aja list ini di keranjang atau kotak yang ada di meja yang disediakan. Misal mau cek darah, taruh kertas ini di keranjang di depan ruangan pengambilan darah, begitu seterusnya. Nanti kalau dipanggil, baru deh Kakak masuk. Dan jangan lupa untuk minta paraf dari dokter yang melakukan pengecekan pada Kakak yaa. Ohya Kak, untuk pengambilan darah, urine, dan pengecekan jantung di lantai 1 ya Kak, sisanya di lantai 2.”
“Hmm gitu, baik Mas, terima kasih.”
“Ada lagi yang ingin ditanyakan?”, tanyanya lagi.
“Hmm kalau udah semua, saya harus gimana Mas?”
“Disana, ada kasir. Nanti Kakak letakkan list ini di keranjang depan kasir ya. Setelah kasir mengecek list Kakak apa saja yang di paraf, kasir akan memanggil Kakak untuk proses pembayarannya. Jadi tunggu aja yaaa nanti.”
“Hmm begitu, baiklah. Makasih ya Mas.”
“Dengan senang hati, Kak. Goodluck ya!”, ujarnya. Aku membalasnya dengan senyum dan segera berlalu menuju ruang tes urine. Tiba disana, aku langsung disambut oleh petugasnya.
“Silahkan Kak, listnya diletakkan disini. Tasnya juga letakkan di meja ya Kak. Boleh liat IDnya?”
“Hm saya masih dalam tahap perekrutan, Pak.”
“Oh oke. Namanya siapa Kak?”
“Anes.”, kemudian si Bapak menuliskan namaku dan juga nomor urutku di pot urine.
“Ini pot urinnya ya Kak. Untuk pengambilan urinnya bisa di toilet yaa.”
“Baik, terima kasih.”, ish aku kayanya tegang banget, daritadi ngejawabnya baik-terima kasih baik-terima kasih terus. Padahal biasanya kalau sama mereka yang aku kenal, pasti aku ajakin bercandaan hehehe.
Saat urineku sudah berhasil di dalam pot bening bernama dan bernomor urutanku, aku khawatir sama warna urinku yang berwarna kuning cerah. Karena saat itu aku melihat pot urine yang lain, warna urinenya kaya air gitu. Kog bisa ya? Semua rasa penasaranku itu terjawab saat aku lagi pengambilan darah.
Karena menunggu darahku mengalir ke tiga tabung, aku pun sempat menanyakan pada dokter yang menanganiku.
“Dokter, kalau medical check begini, boleh minum air ga sih dok?”
“Boleh kalau minum air putih, yang ga boleh itu makan dan minum selain air putih, Kak.”
“Hmm gituuu..”, jawabku.
“Kenapa? Liat pot urine yang lain ada yang bening ya?”
“Hehehe kog tau dok?”
Kami pun terus mengobrol sampai 3 tabung kecil sudah dipenuhi dengan darahku.
Hmm aku yang baru tau kalau boleh minum air, sedikit agak gimana gitu, soalnya dari semalem aku kehausan loh. Tenggorokanku ini rasanya udah kering kerontang. Huhuhu.
—-
Setelah pengambilan darah, aku langsung ke lantai 2. Sebab kata dokter, untuk pengecekan jantung terakhir aja meski letak ruangannya di lantai 1, karena pengecekannya itu paling lama dan juga antriannya panjang kalau pagi-pagi banget.

(Suasana di lantai 2 kurang lebih begini. -foto dari google-)
Di lantai 2, aku melakukan pemeriksaan audiometri terlebih dahulu setelah mengantri kurang lebih 20 menitan. Saat pemeriksaan audiometri, aku harus masuk ke bilik kecil kedap suara gitu, lalu diminta untuk duduk dan menggunakan headphone. Lalu ada tombol di dekat lututku, yang harus ditekan apabila aku mendengar suara, nada, atau frekuensi tertentu.

(Suasana di ruang audiometri. -foto dari google-)
Selanjutnya aku memilih untuk melakukan pemeriksaan mata. Seperti pemeriksaan mata pada umumnya, aku diminta untuk menyebutkan angka dari warna-warna yang dicampuraduk dalam setiap lembar buku tes buta warna. Lalu diminta untuk menyebutkan angka dan huruf yang letaknya sekitar beberapa meter di depanku dengan ukuran angka dan huruf yang berbeda-beda.
Setelahnya, aku memilih untuk melakukan pemeriksaan gigi. Dokternya melihat gigiku dengan sangat teliti.
“Saya cek dulu yaa, khawatir ada gigi yang berlubang.”, tanya dokter cantik yang wajahnya tertutup oleh masker.
Aku meresponsnya dengan mengangguk.
“Soalnya, kalau sampai ada gigi yang lubang, saat pesawat sudah berada di ketinggian tertentu, pasti akan ngilu giginya. Selain itu, bisa sakit kepala juga hanya gegara gigi berlubang.”, dokter kembali menjelaskan.
Setelah dokter cukup lama berkutat dengan gigi-gigiku, akhirnya beliau mengatakan :
“Hmm aman yaa, giginya bersih dari karang gigi dan juga bebas dari gigi berlubang.”
Selanjutnya, aku memilih untuk pemeriksaan radiologi (foto rontgen) dan terakhir adalah uji fisik.
Sebelum masuk ke ruang uji fisik, aku harus melakukan pengukuran tinggi badan, berat badan, dan tekanan darah.

(Kurang lebih suasananya begini yaa. -foto dari google-)
“Anes 165cm, 50kg. Tensinya 110/90. Silahkan ke ruang 4 ya Kak untuk uji fisik.”, ujar petugas yang lain.
Di Balai Kesehatan Penerbangan ini, aku sempat merasa ‘waah’ gitu, soalnya pelayanannya cepat. Jumlah petugas banyak tapi semuanya terlihat kerja. Ga ada yang keliatan nganggur apalagi ngerumpi hehehe.
Setelah semua pemeriksaan di lantai 2 selesai (total membutuhkan waktu sekitar sejam lebih tiga puluh menit karena antriannya yang lumayan), aku kembali ke lantai 1 untuk melakukan pemeriksaan jantung.
Disana, aku bertemu dengan beberapa kandidat lain. Dan ternyata, mereka memilih untuk menyelesaikan semua pemeriksaan di lantai 1 terlebih dahulu. Makanya, di jam delapanan, mereka baru selesai melakukan tes urine dan pengambilan darah. Kasianan kan, mereka kelamaan ngantri
Alhamdulillah, sekitar jam sembilan kurang, aku sudah selesai melakukan pemeriksaan dan juga sudah melakukan pembayaran yang rupanya menghabiskan biaya sebesar Rp. 1.850.000,-.
Setelahnya, aku ke kantin sebelah untuk sarapan bersama beberapa kandidat lain yang juga sudah selesai medex. Kami saling berbagi cerita mengenai pemeriksaan yang baru saja kami lewati.
Aku yang memilih menjadi pendengar, diam-diam sudah menghabiskan semangkok soto ayam dan segelas es jeruk.
(Hehehe aku emang gitu kalau lagi laper, jadi pendiem dan kalem.
)
Saat mereka pada sibuk bayar pesanan mereka ke kasir kantin, aku menyempatkan untuk mengabari Mas Jaya melalui SMS.
// Assalamu’alaykum, Mas Jaya. Aku baru kelar medex nih. Dan Alhamdulillah biayanya 1.850.000. Ada sisa 150 ribu, boleh untuk aku nambah uang jajan ga? //
// Iya, boleh. Hati-hati yo. Jaga diri.. //
// Asiiik!! Makasih Mas. Siaaap laksanakan!!! //
// Kapan balik Surabaya? //
// InsyaAllah besok pagi Mas. //
// Oh, oke. Kabarin kalau uang jajan yang kemarin udah abis. //
// Aman, Mas. Masih utuh kog dan pagi ini malah nambah hehe. //
Semalam, aku pamit untuk tidur lebih dulu pada Teh Sonya dan yang lainnya. Aku yang lumayan kecapean, tak membutuhkan waktu lama untuk bisa tidur dengan pulas. Padahal, aku tidur di tempat dan suasana baru yakaan. Hehehe.
Tepat sebelum aku tidur, Teh Sonya menawarkan untuk meminjamkan bantalnya untuk ku pakai. Namun, aku menolaknya. Karena, dengan dia kasih izin aku menumpang disini aja, bahkan aku dipinjemin kasur, aku udah berterima kasih banget. Aku tidak ingin terus-terusan merepotkannya.
Toh, dia hanya punya satu bantal, masa iya dia ga pake bantal, aku malah yang pake.
“Makasih banyak teteh, aku bisa kog pake ini hehehehe”, ujarku sembari menunjuk sajadah dan mukenahku yang terlipat yang kupakai sebagai bantalan kepalaku.
Tak berhenti disitu, dia kembali menawarkan untuk meminjamkan selimut satu-satunya. Dan lagi-lagi aku tolak dengan alasan bahwa aku suka banget dengan suhu dingin, karena di Surabaya suhunya sangat panas dan kadang bikin gerah.
Dia pun mempercayai ucapanku dan memintaku untuk lekas tidur karena jam sudah menunjukkan pukul sebelas lewat sepuluh menit.
Baru dua jam tertidur pulas, aku mulai merasakan kedinginan yang amat sangat, terutama di bagian telapak kakiku.
Akupun terjaga karenanya.
Saat mataku terbuka, rupanya ruangan sudah benar-benar gelap. Tersisa sedikit cahaya dari lampu kecil dari AC sentral yang letaknya tepat di atasku.
Aku jadi tau kenapa tempat ini sudah lama kosong, karena mungkin seseorang yang mendapatkan tempat tidur disini, engga betah sama dinginnya AC yang nusuk sampai ke tulang-tulang.
Aku yang sebenarnya engga biasa tidur pake AC, mulai mencari-cari pakaian kotor yang tadi aku pakai. Kemudian kututupi bagian kakiku dengan pakaian kotor itu. Tak lama kemudian, aku pun tertidur lagi. Disaat baru saja merasa terlelap, hapeku bergetar pertanda alarmku menyala.
‘Hmm udah jam setengah empat yaaa..’,bathinku.
Aku pun perlahan-lahan untuk terjaga dari tidurku dan kemudian sejenak bersila di tengah kasur.
Karena ruangan yang masih gelap, aku pun meraba-raba isi tasku mencari pembersih wajah dan kapas. Untungnya aku terbiasa membersihkan wajah tanpa harus bercermin, jadi pagi itu aku sama sekali tidak merasa kesulitan.
Setelah membersihkan wajahku, aku kembali meraba mencari letak handuk dan beberapa peralatan mandi, yang semalam sebelum aku tidur, sudah ku letakkan disamping kanan kasurku. Setelah handuk dan peralatan mandi sudah di tangan, aku melangkah perlahan melewati kasur-kasur teman-teman Teh Sonya menuju kamar mandi yang letaknya berada di ujung ruangan.
Pokoknya, saat itu, aku lakuin dengan cara mengendap-ngendap, agar mereka tidak terbangun karena aku.

(Ruangan messnya kurang lebih kaya gini. -foto dari google-)
—
Sekitar jam 05.30, aku sudah siap dan sudah dalam perjalanan menuju Balai Kesehatan Penerbangan.
Kesana naik apa? Dianter temen naik motor dong. Hehe lumayan hemat ongkos taksi. Yaa meski rambut yang udah tertata rapi, jadi lepek saat helm dilepas hahaha.
‘Gapapa, kan hari ini bukan performance yang dicek wkwkwk’.
Saat aku tiba, jam masih menunjukkan pukul 06.00. Aku yang melihat sekitar sudah mulai ramai, agak sedikit kebingungan. Akupun bertanya pada Pak Satpam disana, aku harus melakukan pendaftaran dimana dan bagaimana. Lalu beliau yang membantuku untuk mendapatkan nomor antrian.
“Nanti kalau Kakak dipanggil, serahin berkasnya ke meja itu ya? Lalu nanti akan dikasih nomor antrian lagi untuk ke tahap pemeriksaan.”
“Baik, Pak. Makasih banyak yaaa.”
Aku pun berjalan menuju kursi kosong satu-satunya itu, yang letaknya sangat tidak strategis karena nyempil di ujung belakang. Yang untuk bisa duduk disana, harus melewati empat orang yang anehnya ga mau bergeser dan memilih untuk menekukkan kaki-kakinya saat aku lewat.
“Permisi Mas.. Permisi Mba..”, ujarku sembari memeluk tasku di depan dada, khawatir jika posisi tas berada di belakangku, akan menimpa kepala atau bagian tubuh orang-orang yang duduk di kursi bagian depan.
Mereka tak meresponsnya dengan ucapan, melainkan dengan tindakan : memberi celah untuk aku jalan.
Aku menghela napas saat aku sudah berhasil duduk di paling ujung.
‘Ini mereka pada berangkat jam berapa ya? Jam 6 aja udah penuh begini?’, tanyaku dalam hati.
Lalu, aku mencoba melirik ID Card seseorang yang duduk di sebelahku, dia seorang perempuan berwajah pucat, yang ternyata berbeda ID cardnya dengan yang duduk di sebelahnya dan yang duduk di depan-depanku.
Dan disaat itulah aku baru menyadari bahwa yang melakukan medical check ini bukan hanya calon pramugari seperti aku, tapi juga semua awak kabin dan awak pesawat dari semua maskapai Indonesia.

(Suasana di lantai 1 kurang lebih begini. -foto dari google-)
Tak berselang lama dari kekepoanku melirik ID Card orang-orang di sekitarku, namaku dipanggil untuk mengumpulkan berkas-berkas yang dibutuhkan.
"Anestya Dewi..."
Namaku pun disebut berkali-kali karena posisiku yang lumayan tak terjangkau dari pandangan staff tersebut.
‘Duh tau gitu aku ga perlu duduk disini tadi. Yaa gimana yaa, kupikir lama banget antrinya, ternyata engga huhuhu’, bathinku ngedumel.
“Maaf Mba-Mas, permisi lewat lagi yaaaa.”, ujarku pada mereka yang duduk sederet denganku.
Dari keempat orang ini, hanya ada satu orang yang mau membalas senyumku, yang lainnya jutek-jutek mungkin karena lagi cape atau ngantuk yaa.
“Baru pertama kesini ya Kak?”, tanya Mas yang kulupa namanya, yang menerima berkasku.
“Iyaa, betul.”, jawabku. Kemudian si Masnya meminta berkasku lalu di periksa ulang olehnya.
"Berkasnya komplit yaa. Silahkan isi formulir ini dulu..", ujarnya lagi sembari memberikan formulir mengenai data diri. Saat aku mengisi formulir, si Masnya terus memanggil antrian selanjutnya.
Karenanya, aku pun pindah ke meja security untuk melanjutkan mengisi formulirnya. Setelah memakan waktu sekitar sepuluh menit, aku kembali lagi ke meja sebelumnya dan menyerahkan formulirku.
“Hm formulirnya udah terisi semua ya Kak..", ujarnya setelah memeriksanya. Kemudian dia mengambil sesuatu lagi yang kemudian diberikan kepadaku.
"Ini ada list mengenai apa saja yang harus Kakak cek ya. Nanti, Kakak taruh aja list ini di keranjang atau kotak yang ada di meja yang disediakan. Misal mau cek darah, taruh kertas ini di keranjang di depan ruangan pengambilan darah, begitu seterusnya. Nanti kalau dipanggil, baru deh Kakak masuk. Dan jangan lupa untuk minta paraf dari dokter yang melakukan pengecekan pada Kakak yaa. Ohya Kak, untuk pengambilan darah, urine, dan pengecekan jantung di lantai 1 ya Kak, sisanya di lantai 2.”
“Hmm gitu, baik Mas, terima kasih.”
“Ada lagi yang ingin ditanyakan?”, tanyanya lagi.
“Hmm kalau udah semua, saya harus gimana Mas?”
“Disana, ada kasir. Nanti Kakak letakkan list ini di keranjang depan kasir ya. Setelah kasir mengecek list Kakak apa saja yang di paraf, kasir akan memanggil Kakak untuk proses pembayarannya. Jadi tunggu aja yaaa nanti.”
“Hmm begitu, baiklah. Makasih ya Mas.”
“Dengan senang hati, Kak. Goodluck ya!”, ujarnya. Aku membalasnya dengan senyum dan segera berlalu menuju ruang tes urine. Tiba disana, aku langsung disambut oleh petugasnya.
“Silahkan Kak, listnya diletakkan disini. Tasnya juga letakkan di meja ya Kak. Boleh liat IDnya?”
“Hm saya masih dalam tahap perekrutan, Pak.”
“Oh oke. Namanya siapa Kak?”
“Anes.”, kemudian si Bapak menuliskan namaku dan juga nomor urutku di pot urine.
“Ini pot urinnya ya Kak. Untuk pengambilan urinnya bisa di toilet yaa.”
“Baik, terima kasih.”, ish aku kayanya tegang banget, daritadi ngejawabnya baik-terima kasih baik-terima kasih terus. Padahal biasanya kalau sama mereka yang aku kenal, pasti aku ajakin bercandaan hehehe.
Saat urineku sudah berhasil di dalam pot bening bernama dan bernomor urutanku, aku khawatir sama warna urinku yang berwarna kuning cerah. Karena saat itu aku melihat pot urine yang lain, warna urinenya kaya air gitu. Kog bisa ya? Semua rasa penasaranku itu terjawab saat aku lagi pengambilan darah.
Karena menunggu darahku mengalir ke tiga tabung, aku pun sempat menanyakan pada dokter yang menanganiku.
“Dokter, kalau medical check begini, boleh minum air ga sih dok?”
“Boleh kalau minum air putih, yang ga boleh itu makan dan minum selain air putih, Kak.”
“Hmm gituuu..”, jawabku.
“Kenapa? Liat pot urine yang lain ada yang bening ya?”
“Hehehe kog tau dok?”
Kami pun terus mengobrol sampai 3 tabung kecil sudah dipenuhi dengan darahku.
Hmm aku yang baru tau kalau boleh minum air, sedikit agak gimana gitu, soalnya dari semalem aku kehausan loh. Tenggorokanku ini rasanya udah kering kerontang. Huhuhu.
—-
Setelah pengambilan darah, aku langsung ke lantai 2. Sebab kata dokter, untuk pengecekan jantung terakhir aja meski letak ruangannya di lantai 1, karena pengecekannya itu paling lama dan juga antriannya panjang kalau pagi-pagi banget.

(Suasana di lantai 2 kurang lebih begini. -foto dari google-)
Di lantai 2, aku melakukan pemeriksaan audiometri terlebih dahulu setelah mengantri kurang lebih 20 menitan. Saat pemeriksaan audiometri, aku harus masuk ke bilik kecil kedap suara gitu, lalu diminta untuk duduk dan menggunakan headphone. Lalu ada tombol di dekat lututku, yang harus ditekan apabila aku mendengar suara, nada, atau frekuensi tertentu.

(Suasana di ruang audiometri. -foto dari google-)
Selanjutnya aku memilih untuk melakukan pemeriksaan mata. Seperti pemeriksaan mata pada umumnya, aku diminta untuk menyebutkan angka dari warna-warna yang dicampuraduk dalam setiap lembar buku tes buta warna. Lalu diminta untuk menyebutkan angka dan huruf yang letaknya sekitar beberapa meter di depanku dengan ukuran angka dan huruf yang berbeda-beda.
Setelahnya, aku memilih untuk melakukan pemeriksaan gigi. Dokternya melihat gigiku dengan sangat teliti.
“Saya cek dulu yaa, khawatir ada gigi yang berlubang.”, tanya dokter cantik yang wajahnya tertutup oleh masker.
Aku meresponsnya dengan mengangguk.
“Soalnya, kalau sampai ada gigi yang lubang, saat pesawat sudah berada di ketinggian tertentu, pasti akan ngilu giginya. Selain itu, bisa sakit kepala juga hanya gegara gigi berlubang.”, dokter kembali menjelaskan.
Setelah dokter cukup lama berkutat dengan gigi-gigiku, akhirnya beliau mengatakan :
“Hmm aman yaa, giginya bersih dari karang gigi dan juga bebas dari gigi berlubang.”
Selanjutnya, aku memilih untuk pemeriksaan radiologi (foto rontgen) dan terakhir adalah uji fisik.
Sebelum masuk ke ruang uji fisik, aku harus melakukan pengukuran tinggi badan, berat badan, dan tekanan darah.

(Kurang lebih suasananya begini yaa. -foto dari google-)
“Anes 165cm, 50kg. Tensinya 110/90. Silahkan ke ruang 4 ya Kak untuk uji fisik.”, ujar petugas yang lain.
Di Balai Kesehatan Penerbangan ini, aku sempat merasa ‘waah’ gitu, soalnya pelayanannya cepat. Jumlah petugas banyak tapi semuanya terlihat kerja. Ga ada yang keliatan nganggur apalagi ngerumpi hehehe.
Setelah semua pemeriksaan di lantai 2 selesai (total membutuhkan waktu sekitar sejam lebih tiga puluh menit karena antriannya yang lumayan), aku kembali ke lantai 1 untuk melakukan pemeriksaan jantung.
Disana, aku bertemu dengan beberapa kandidat lain. Dan ternyata, mereka memilih untuk menyelesaikan semua pemeriksaan di lantai 1 terlebih dahulu. Makanya, di jam delapanan, mereka baru selesai melakukan tes urine dan pengambilan darah. Kasianan kan, mereka kelamaan ngantri

Alhamdulillah, sekitar jam sembilan kurang, aku sudah selesai melakukan pemeriksaan dan juga sudah melakukan pembayaran yang rupanya menghabiskan biaya sebesar Rp. 1.850.000,-.
Setelahnya, aku ke kantin sebelah untuk sarapan bersama beberapa kandidat lain yang juga sudah selesai medex. Kami saling berbagi cerita mengenai pemeriksaan yang baru saja kami lewati.
Aku yang memilih menjadi pendengar, diam-diam sudah menghabiskan semangkok soto ayam dan segelas es jeruk.
(Hehehe aku emang gitu kalau lagi laper, jadi pendiem dan kalem.
) Saat mereka pada sibuk bayar pesanan mereka ke kasir kantin, aku menyempatkan untuk mengabari Mas Jaya melalui SMS.
// Assalamu’alaykum, Mas Jaya. Aku baru kelar medex nih. Dan Alhamdulillah biayanya 1.850.000. Ada sisa 150 ribu, boleh untuk aku nambah uang jajan ga? //
// Iya, boleh. Hati-hati yo. Jaga diri.. //
// Asiiik!! Makasih Mas. Siaaap laksanakan!!! //
// Kapan balik Surabaya? //
// InsyaAllah besok pagi Mas. //
// Oh, oke. Kabarin kalau uang jajan yang kemarin udah abis. //
// Aman, Mas. Masih utuh kog dan pagi ini malah nambah hehe. //
Hari telah terganti
Tak bisa ku hindari
Tibalah saat ini bertemu dengannya
Jantungku berdegup cepat
Kaki bergetar hebat
Akankah aku ulangi merusak harinya
Mohon Tuhan
Untuk kali ini saja
Beri aku kekuatan
'Tuk menatap matanya
Mohon Tuhan
Untuk kali ini saja
Lancarkanlah hariku
Hariku bersamanya
Hariku bersamanya
Kau tahu betapa aku
Lemah dihadapannya
Kau tahu berapa lama
Aku mendambakannya
Tuhan tolonglah (beri kesempatan)
Tuhan tolonglah (beri kesempatan)
Hariku bersamanya
Hari bersamanya
Hari bersamanya
Hari bersamanya
Hari bersamanya
Hari bersamanya
Hari bersamanya
Tuhan tolonglah
Hari bersamanya
Tuhan tolonglah
Hari bersamanya
Diubah oleh aymawishy 16-09-2022 12:54
delet3 dan 5 lainnya memberi reputasi
6
Kutip
Balas
Tutup