- Beranda
- The Lounge
Harga BBM Naik Masyarakat Dilarang Cengeng, Apa Sih Ruginya Terlalu Banyak Mengeluh?
...
TS
masnukho
Harga BBM Naik Masyarakat Dilarang Cengeng, Apa Sih Ruginya Terlalu Banyak Mengeluh?

Harga Bahan Bakar Minyak (BBM) naik masyarakat dilarang cengeng, apa sih kerugian banyak ngeluh?
Naiknya harga Bahan Bakar Minyak (BBM) Pertalite, Pertamax, dan Solar pertanggal 3 September 2022 membuat banyak orang merasakan dampaknya secara langsung.
Kenaikan harga BBM membuat masyarakat mengeluh karena merasa harga BBM terbaru terlalu berat dan tidak sebanding dengan penghasilan harian dan bulanan mereka.
Dampak kenaikan harga BBM ini tentu sangat berpengaruh terhadap kehidupan manusia setiap hari. Harga-harga bahan kebutuhan pokok, transportasi, dan lainnya juga ikut naik menyesuaikan kenaikan harga BBM.
Melihat semua harga naik karena naiknya harga BBM, tentu masyarakat banyak yang mengeluh dan berharap harga BBM diturunkan kembali atau disubsidi. Protes masyarakat disampaikan melalui demo di jalanan dan di gedung-gedung Pemerintahan yang entah hasilnya akan dikabulkan atau tidak.
Terkait naiknya harga BBM ini ada beberapa tokoh politikus yang meminta untuk masyarakat tidak cengeng, karena memang kenaikan harga BBM telah dipertimbangkan dan dipikirkan matang-matang terkait keberlangsungan anggaran negara.
Dilarang merengek sedangkan kondisi sedang sulit, apakah benar merengek atau terlalu banyak mengeluh itu tidak merubah keadaan?
Berikut ini dampak atau resiko saat orang kecil terlalu banyak merengek dan mengeluh.
Kenaikan harga BBM membuat masyarakat mengeluh karena merasa harga BBM terbaru terlalu berat dan tidak sebanding dengan penghasilan harian dan bulanan mereka.
Dampak kenaikan harga BBM ini tentu sangat berpengaruh terhadap kehidupan manusia setiap hari. Harga-harga bahan kebutuhan pokok, transportasi, dan lainnya juga ikut naik menyesuaikan kenaikan harga BBM.
Melihat semua harga naik karena naiknya harga BBM, tentu masyarakat banyak yang mengeluh dan berharap harga BBM diturunkan kembali atau disubsidi. Protes masyarakat disampaikan melalui demo di jalanan dan di gedung-gedung Pemerintahan yang entah hasilnya akan dikabulkan atau tidak.
Terkait naiknya harga BBM ini ada beberapa tokoh politikus yang meminta untuk masyarakat tidak cengeng, karena memang kenaikan harga BBM telah dipertimbangkan dan dipikirkan matang-matang terkait keberlangsungan anggaran negara.
Dilarang merengek sedangkan kondisi sedang sulit, apakah benar merengek atau terlalu banyak mengeluh itu tidak merubah keadaan?
Berikut ini dampak atau resiko saat orang kecil terlalu banyak merengek dan mengeluh.

1. Tidak Merubah Nasib
Terlalu banyak mengeluh atau merengek tidak bisa merubah nasib GanSis.
Fakta ini benar adanya karena saat kita terlalu banyak mengeluh maka akan membuang banyak waktu yang seharusnya dapat digunakan untuk bekerja, bekerja, dan bekerja agar bisa dapat hidup layak dan tidak lagi merasa kesusahan.
2. Tidak Merubah Keputusan
Rengekan atau keluhan masyarakat tidak selamanya bisa dituruti GanSis, melainkan tetap harus mempertimbangkan kelangsungan hidup dan kesejahteraan agar sebuah negara tidak terancam mengalami bangkrut karena terlalu banyak memberikan subsidi atau mengikuti rengekan banyak orang.
Sebuah keputusan yang sudah ditetapkan semua melalui pertimbangan yang panjang, jadi kalaupun harus dicabut atau diganti maka harus ada lagi pertimbangan yang lebih panjang terkait dampak yang akan terjadi jika keputusan tersebut diubah.
3. Menjadikan Diri Lemah
Ketika seseorang terlalu banyak mengeluh atau merengek maka akan membuat mereka menjadi pribadi yang lemah. Kehidupan memang tidak selamanya sesuai dengan apa yang kita inginkan itulah sebabnya Agan dan Sista harus siap dan mampu untuk bertahan meskipun cobaan hidup sangat berat.
4. Sulit Bersyukur
Mensyukuri kehidupan meskipun keadaannya sedang tidak baik-baik saja itu tetap wajib untuk dilakukan GanSis. Bersyukur untuk sebuah nikmat yang banyak tentu itu sangatlah mudah, tapi untuk mensyukuri cobaan yang tidak ada henti-hentinya ini juga nikmat meskipun itu sangat sulit.

Itulah GanSis kerugian dari terlalu banyak merengek dan mengeluh terhadap keadaan atau kondisi yang harus dihadapi.
Mau tidak mau masyarakat harus mengikuti aturan dan arahan pemerintah karena memang merekalah yang berkuasa untuk menjalankan roda pemerintahan agar negara tetap dapat bertahan dengan harapan masyarakat bisa sejahtera kedepannya.
Oke, mudah-mudahan thread ini bermanfaat dan ada pelajaran baik yang bisa Agan dan Sista ambil.
Mau tidak mau masyarakat harus mengikuti aturan dan arahan pemerintah karena memang merekalah yang berkuasa untuk menjalankan roda pemerintahan agar negara tetap dapat bertahan dengan harapan masyarakat bisa sejahtera kedepannya.
Oke, mudah-mudahan thread ini bermanfaat dan ada pelajaran baik yang bisa Agan dan Sista ambil.

sudarmadji-oye dan 38 lainnya memberi reputasi
29
7K
237
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
The Lounge
1.3MThread•104.2KAnggota
Tampilkan semua post
FiL71
#128
Pakle..., kebijakan menaikkan harga BBM berikut narasi yang mengikutinya telah mengorbankan rakyat banyak. Anda tidak jujur mengakui apa yang sebetulnya terjadi, yakni persoalan tata kelola, transparansi, dan Good Governance di tubuh pemerintahan dan BUMN.
Alasan yang diulang-ulang tentang kenaikan harga minyak dunia lebih banyak 'penyesatannya'. Harga minyak dunia terbentuk dari future market (kontrak berjangka) di bursa energi dunia dan itu dikendalikan 70%-nya oleh para spekulan dan hedge fund global untuk kepentingan profit jangka pendek. Dua bulan terakhir mereka sedang bertaruh bullish untuk produk refinery dan bearish untuk crude.
100 hari terakhir WTI (Nymex) turun 7,71%, Brent Crude (ICE)---dipublikasikan Platt's yang menjadi dasar perhitungan MOPS yang diacu pemerintah untuk ICP---turun 5,58%, lantas kenapa Anda naikkan harga BBM jika itu acuannya?
Lagipula Pertalite adalah JBKP yang tidak ada kaitannya dengan fluktuasi harga minyak dunia. Sementara Pertamax dsb adalah JBU yang tidak disubsidi maupun dikompensasi, sehingga tak ada alasan untuk dikatakan pemerintah mensubsidi pemakai Pertamax dsb itu.
Anda setujui Kompensasi untuk BBM sebesar Rp252,5 triliun? Lalu Anda menjadi pahlawan yang seolah mengalihkan subsidi Rp24 triliun untuk orang miskin terdampak?
Zaman sudah berubah, tidak gampang mengelabui masyarakat. Sudah banyak yang mencium dugaan kuat adanya 'ruang gelap' yang berpotensi menjadi arena transaksi kekuasaan dalam penentuan kebijakan subsidi/kompensasi BBM. Tidak mempan sepenuhnya berdalih dengan alasan klasik kenaikan harga minyak dunia dan pengalihan subsidi. Masyarakat semakin paham masalahnya adalah tata kelola BUMN yang 100% sahamnya dikuasai pemerintah, yakni Pertamina.
Harus diungkapkan juga kondisi keuangan Pertamina yang tidak baik-baik akibat pemerintah belum membayar utang sebesar US$2,57 miliar (lancar) dan US$3,96 miliar (tidak lancar). Totalnya US$6,53 miliar alias Rp94,7 triliun (kurs 14.500). Itulah akumulasi utang yang merupakan pendapatan Pertamina dari selisih harga jual eceran JBT solar dan JBKP sejak 2017-2021. Sekarang saja bahasanya kompensasi. Kan, ada juga bagian Rp5,57 triliun dari utang itu yang harus dibayarkan ke AKR Corporindo Tbk sebagai kompensasi tahun 2020.
Selama ini, masyarakat tidak pernah tahu bagaimana selisih itu diperhitungkan sehingga menjadi triliunan rupiah begitu. Harga pokok/dasarnya tidak pernah diungkapkan, hasil pemeriksaan dari auditornya tidak dipublikasikan, bagaimana klaim biayanya yang tahu cuma di antara segelintir pelaku dst.
Terbaca arahnya, duit Rp252,5 triliun kemungkinan akan dipakai untuk bayar sebagian utang itu. Apalagi pada 2 April 2022 sudah disetujui angka pembayaran Rp67,43 triliun; dan Rp15,97 triliun sudah dikonfirmasi sebagai utang kompensasi periode 2019 dan 2020. Sisanya bisa dicadangkan untuk subsidi dan kompensasi tahun ini---jika mau naik dibandingkan tahun 2021, hitungannya bagaimana, harus dijelaskan.
Pak, berapa angka subsidi yang sebenarnya? Jangan putar-putar bikin bingung masyarakat dengan istilah harga keekonomian---yang nyatanya berbeda antara Menkeu dan Menteri ESDM. Menurut Laporan Keuangan Pertamina 2021, subsidi solar Rp500/liter.
Berapa sebenarnya selisih kompensasi yang dibayarkan?
Boleh, dong, ambil perkiraan tahun 2021. Kompensasi JBT solar (nonsubsidi) Rp42,64 triliun dengan volume 15,8 juta kiloliter. Berarti kompensasinya Rp2.698/liter. Jika harga solar ditetapkan Rp5.150 (harga lama) maka harga tidak ditetapkan adalah Rp7.848/liter.
Kompensasi JBKP tahun 2021 sebesar Rp24,7 triliun dengan volume Pertalite 23,2 juta kiloliter. Berarti kompensasi per liternya Rp1.064. Jika harga ditetapkan Rp7.650 maka harga tidak ditetapkan Rp8.714. Mungkin itulah kenapa Vivo berani jual Rp8.900, masih ada margin sedikit.
Makanya masyarakat curiga jika dulang-ulang terus tentang harga keekonomian yang berbelas-belas ribu per liternya itu. Karena itu wilayah gelap. Tergantung siapa yang diorder untuk bicara.
Bagaimana dengan utang obligasi Pertamina yang besarnya US$16,4 miliar alias Rp237 triliun (kurs Rp14.500)? Ketimbang menakut-nakuti dengan wacana subsidi bengkak dsb, lebih baik telusuri duit itu dipakai apa saja; bayar kupon dan pokoknya bagaimana? Jangan sampai default sehingga bikin hancur muka negara ini mengingat 100% saham Pertamina adalah milik Negara.
Jadi, jangan mudah termakan analisis-analisis ribet ekonomi, finansial, politik global untuk menjustifikasi kenaikan harga BBM. Masalah intinya justru tidak terjamah, betapa pengeloaan negara dan badan usahanya 'ugal-ugalan' betul caranya.
Yang kena getah siapa? Masyarakat umum! Yang miskin semakin miskin.
Buruk rupa pemerintah, masyarakat yang dibelah-belah.
Selamat berdemonstrasi teman-teman.
Salam.
Alasan yang diulang-ulang tentang kenaikan harga minyak dunia lebih banyak 'penyesatannya'. Harga minyak dunia terbentuk dari future market (kontrak berjangka) di bursa energi dunia dan itu dikendalikan 70%-nya oleh para spekulan dan hedge fund global untuk kepentingan profit jangka pendek. Dua bulan terakhir mereka sedang bertaruh bullish untuk produk refinery dan bearish untuk crude.
100 hari terakhir WTI (Nymex) turun 7,71%, Brent Crude (ICE)---dipublikasikan Platt's yang menjadi dasar perhitungan MOPS yang diacu pemerintah untuk ICP---turun 5,58%, lantas kenapa Anda naikkan harga BBM jika itu acuannya?
Lagipula Pertalite adalah JBKP yang tidak ada kaitannya dengan fluktuasi harga minyak dunia. Sementara Pertamax dsb adalah JBU yang tidak disubsidi maupun dikompensasi, sehingga tak ada alasan untuk dikatakan pemerintah mensubsidi pemakai Pertamax dsb itu.
Anda setujui Kompensasi untuk BBM sebesar Rp252,5 triliun? Lalu Anda menjadi pahlawan yang seolah mengalihkan subsidi Rp24 triliun untuk orang miskin terdampak?
Zaman sudah berubah, tidak gampang mengelabui masyarakat. Sudah banyak yang mencium dugaan kuat adanya 'ruang gelap' yang berpotensi menjadi arena transaksi kekuasaan dalam penentuan kebijakan subsidi/kompensasi BBM. Tidak mempan sepenuhnya berdalih dengan alasan klasik kenaikan harga minyak dunia dan pengalihan subsidi. Masyarakat semakin paham masalahnya adalah tata kelola BUMN yang 100% sahamnya dikuasai pemerintah, yakni Pertamina.
Harus diungkapkan juga kondisi keuangan Pertamina yang tidak baik-baik akibat pemerintah belum membayar utang sebesar US$2,57 miliar (lancar) dan US$3,96 miliar (tidak lancar). Totalnya US$6,53 miliar alias Rp94,7 triliun (kurs 14.500). Itulah akumulasi utang yang merupakan pendapatan Pertamina dari selisih harga jual eceran JBT solar dan JBKP sejak 2017-2021. Sekarang saja bahasanya kompensasi. Kan, ada juga bagian Rp5,57 triliun dari utang itu yang harus dibayarkan ke AKR Corporindo Tbk sebagai kompensasi tahun 2020.
Selama ini, masyarakat tidak pernah tahu bagaimana selisih itu diperhitungkan sehingga menjadi triliunan rupiah begitu. Harga pokok/dasarnya tidak pernah diungkapkan, hasil pemeriksaan dari auditornya tidak dipublikasikan, bagaimana klaim biayanya yang tahu cuma di antara segelintir pelaku dst.
Terbaca arahnya, duit Rp252,5 triliun kemungkinan akan dipakai untuk bayar sebagian utang itu. Apalagi pada 2 April 2022 sudah disetujui angka pembayaran Rp67,43 triliun; dan Rp15,97 triliun sudah dikonfirmasi sebagai utang kompensasi periode 2019 dan 2020. Sisanya bisa dicadangkan untuk subsidi dan kompensasi tahun ini---jika mau naik dibandingkan tahun 2021, hitungannya bagaimana, harus dijelaskan.
Pak, berapa angka subsidi yang sebenarnya? Jangan putar-putar bikin bingung masyarakat dengan istilah harga keekonomian---yang nyatanya berbeda antara Menkeu dan Menteri ESDM. Menurut Laporan Keuangan Pertamina 2021, subsidi solar Rp500/liter.
Berapa sebenarnya selisih kompensasi yang dibayarkan?
Boleh, dong, ambil perkiraan tahun 2021. Kompensasi JBT solar (nonsubsidi) Rp42,64 triliun dengan volume 15,8 juta kiloliter. Berarti kompensasinya Rp2.698/liter. Jika harga solar ditetapkan Rp5.150 (harga lama) maka harga tidak ditetapkan adalah Rp7.848/liter.
Kompensasi JBKP tahun 2021 sebesar Rp24,7 triliun dengan volume Pertalite 23,2 juta kiloliter. Berarti kompensasi per liternya Rp1.064. Jika harga ditetapkan Rp7.650 maka harga tidak ditetapkan Rp8.714. Mungkin itulah kenapa Vivo berani jual Rp8.900, masih ada margin sedikit.
Makanya masyarakat curiga jika dulang-ulang terus tentang harga keekonomian yang berbelas-belas ribu per liternya itu. Karena itu wilayah gelap. Tergantung siapa yang diorder untuk bicara.
Bagaimana dengan utang obligasi Pertamina yang besarnya US$16,4 miliar alias Rp237 triliun (kurs Rp14.500)? Ketimbang menakut-nakuti dengan wacana subsidi bengkak dsb, lebih baik telusuri duit itu dipakai apa saja; bayar kupon dan pokoknya bagaimana? Jangan sampai default sehingga bikin hancur muka negara ini mengingat 100% saham Pertamina adalah milik Negara.
Jadi, jangan mudah termakan analisis-analisis ribet ekonomi, finansial, politik global untuk menjustifikasi kenaikan harga BBM. Masalah intinya justru tidak terjamah, betapa pengeloaan negara dan badan usahanya 'ugal-ugalan' betul caranya.
Yang kena getah siapa? Masyarakat umum! Yang miskin semakin miskin.
Buruk rupa pemerintah, masyarakat yang dibelah-belah.
Selamat berdemonstrasi teman-teman.
Salam.
ashrose memberi reputasi
1
Tutup