- Beranda
- Stories from the Heart
I Hate Saturday
...
TS
kodoms
I Hate Saturday

Hello gan sis, Ane mau nulis cerita ringan yang sering kita alami terjadi disekitar kita bahkan bisa jadi kita pernah mengalaminya. Mohon kerjasamanya dan selamat menikmati cerita ini.

Quote:
Pagi itu di kantor terjadi kehebohan dikarenakan adanya karyawan pertama yang terkena wabah virus Covid-19, seluruh pegawai merasa cemas menunggu keputusan apa yang akan diambil oleh Pimpinan.
"Apa ada kemungkinan kalo kita semua bekerja dari rumah?".
"Gue takut karena di jalan kita gak tau siapa dengan siapa kita bersentuhan kan".
"Solusinya gimana biar virus ini gak menyebar luas di area kantor kita?".
Ramai perbincangan grup Whatsapp kantor ketika wabah virus sedang meninggi di Ibu Kota Jakarta.
"Gimana kalo kita nanti disuruh kerja di rumah? Gue mau ngerjain apa?", ujar Bagas.
" Ya, kerjain aja yang lo bisa", Jawab Esa sekenanya.
Setelah menghabiskan sebatang rokok, Esa meninggalkan Bagas yang terlihat hanya menggaruk-garuk kepala memikirkan kemungkinan kerja dari rumah.
Mungkin akan mudah untuk pegawai yang bisa menjalankan pekerjaannya dari rumah, menjadi membingungkan untuk pegawai yang pekerjaan pokoknya banyak dilakukan di lapangan.
"Esa".
"Kenapa Syif", Jawab Esa.
"Udah pasti kita semua WFH buat satu bulan kedepan, gue dapet bocoran kalo keputusan Sekretaris Jenderal udah bakal dikeluarin", oceh Syifa.
"Alhamdulillah, akhirnya gue sebulan bisa kerja sambil rebahan di kasur", seru Esa.
Beberapa jam kemudian keputusan untuk memberlakukan Work From Home diterbitkan, sesuai dengan apa yang dikatakan Syifa bahwa selama satu bulan seluruh kegiatan operasional kantor akan dilakukan di rumah masing-masing pegawai.
*Setahun kemudian.
Di kamar kecil yang didominasi warna hitam gelap dengan lampu dan poster sebagai hiasan kamar tersebut, Esa merebahkan badan setelah seharian bekerja di Rumah.
*Bagas typing
"Es, Ada anak baru cantik di kantor, masuk pas kita WFH".
"Lo harus liat sih Es, manis banget".
Esa membaca Whatsapp dari Bagas yang seru sekali menceritakan adanya anak baru di kantor mereka.
*Esa typing
"Gue masih lama ngantor nya, namanya siapa?".
*Bagas typing
"Namanya Dira, kaya arab".
*Esa typing
"Apanya kaya arab? Kurma juga dari arab gas bentukannya gak mulus".
*Bagas typing
"Ih bego, cewe arab lah! Tar lo liat aja deh".
Esa tidak memperdulikan pesan terakhir dari Bagas, dan sepertinya dia tidak tertarik untuk membahas lebih lanjut.
****
*pesan Whatsapp masuk.
"Permisi mas Esa, saya Dira dari divisi perencanaan, saya diperintahkan oleh Pak Hasan untuk menayakan laporan hasil pertemuan kantor kita dengan mitra yang kemarin melakukan perjanjian kerja dengan kita".
"Oh ini yang namanya Dira yang diceritain Bagas", ucap Esa dalam hati.
*Esa typing
"Oke Dir nanti gue kirim ya, bagi e-mail lo", jawab Esa seperlunya.
"Bagas matanya normal juga ternyata bisa bener penilaian tentang cewek cantik", ucap Esa dalam hatinya seraya menyimpan nomor ponsel milik Dira kedalam Friendlist di Whatsapp nya.
Mata Esa masih asik bermain dengan ponsel miliknya, dibuka kembali segala foto didalam galeri miliknya, tampak banyak foto Esa bersama seorang gadis, di berbagai momen terlihat kemesraan keduaanya saat foto bersama.
"Gak nyangka gue lo bisa kaya gini sama gue", Suara Esa memaki dalam kamarnya.
Esa menjalani hubungan cukup lama dengan gadis tersebut, karena jarak yang memisahkan dan kurun waktu yang cukup lama hanya untuk bertemu sesaat membuat Esa harus menerima kenyataan pahit, dia ditinggal menikah oleh mantan pacarnya, lebih pahit lagi dia mengetahui dari proses pertunangan sampai pernikahan mantan pacarnya itu melalu teman Esa yang mengirimkan foto-foto yang membuat Esa sangat marah pada saat itu.
"Gue bakar semuanya tenang aja".
Diambil seluruh barang pemberian dari mantan pacarnya, dibakar hingga tidak ada yang membekas dan jadi pengingat untuk Esa, dihapus seluruh pesan, foto, dan video kebersamaan mereka selama ini.
Esa menjadi pribadi yang dingin terhadap perempuan, Esa lebih berhati-hati untuk kembali dekat dengan perempuan lain, dan butuh cukup waktu yang tidak sebentar untuk Esa melupakan segala luka yang dia terima.
Diubah oleh kodoms 19-09-2022 22:20
hady177350 dan 5 lainnya memberi reputasi
6
5.4K
43
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•52.1KAnggota
Tampilkan semua post
TS
kodoms
#32
Pergi dan Lupakan
"Kenapa harus gue sih?"
Pertanyaan itu kini memenuhi otak dan pikiran Esa yang kalut, dia tidak bisa menahan rasa sakitnya, harapannya terlalu tinggi kepada Dira, imajinasi kebahagiaan bersama Dira pupus sudah, Esa gamang apakah dia akan terus dekat dengan Dira atau mengalah untuk melepaskan Dira.
"Kenapa lo? Bengong aja dari tadi", tanya Bagas.
"Gapapa", jawab Esa sekenanya.
"Emm bau-baunya hafal gue nih", curiga Bagas.
"Dira Es?", tambahnya.
"Udah, gue lagi males bahas orang", ujar Esa.
"Kenapa lagi sih? Perasaan kemarin-kemarin baru seneng lo kaya anak SMP jatuh cinta", seru Bagas.
Esa tidak menanggapi ocehan dari Bagas, dia sendiri tidak menyangka bahwa Dira sudah dimiliki oleh orang lain.
Esa yang sudah tidak konsen bekerja memilih untuk meninggalkan meja kerjanya dan berniat ijin untuk pergi meninggalkan kantor.
"Bu, saya ijin untuk pulang cepat ya karena kurang enak badan", ucap Esa.
"Eh kamu kenapa Es? Yaudah cepat sembuh ya". Balas atasan Esa.
Dirapihkannya barang-barang Esa kedalam tas, jaket pun sudah Esa kenakanan. Bagas hanya geleng-geleng kepala melihat temannya, ingin bicara pun segan melihat wajah muram Esa dengan tatapan kosongnya.
"Mas, mau kemana?", Tanya Dira.
Esa tidak menanggapi dan pura-pura tidak mendengar saat mereka saling berpapasan didepan pintu Pantry.
"Mas", tambah Dira.
Dira merasa bingung melihat tingkah Esa hari ini, tidak biasanya Esa mengacuhkan Dira, dan tidak mungkin juga rasanya jika Esa tidak mendengar suara Dira.
"Gue lihat mas Esa pergi kaya udah mau pulang, tapi masa jam segini udah pulang sih?", tanya Dira.
"Yah mana gue tau Dira, coba lo tanya Bagas deh biar gak penasaran", timpal Bella.
"Apa dia sakit ya? Dia pakai masker, jadi gak bisa lihat jelas mukanya" Dengus Dira tampak bingung.
"Coba lo WA aja dulu si Esa, tanyain dia kenapa gitu", ujar Bella.
"Udah, gak dibales", jawab Dira.
Tampak Dira kebingungan saat ini, dia berencana untuk menanyakan kepada Bagas tentang Esa hari ini yang bersikap dingin kepadanya.
"Mas Bagas", Dira memanggil Bagas sambil melambaikan tangan.
"Duduk sini mas", tambahnya.
"Iya paham, Esa kan?", jawab Bagas.
"Hehehe ko bisa tau?", seru Dira.
"Gue sih udah hafal, yang bermasalah dia, gue juga yang harus jawab pertanyaan kaya siaran pers", keluh Bagas sambil menggaruk-garukkan rambut dikepalanya.
"Esa kenapa sih mas? Dia pulang atau kemana?", tanya Dira.
"Gue juga gak ngerti sih ya Dir sama dia pagi ini, yang jelas ada kaitannya sama lo deh", jawab Bagas.
"Sama aku mas?", heran Dira yang dijawab anggukan oleh Bagas.
"Gue kenal Esa udah lama banget, gue hafal kalo dia lagi galau kaya gimana dan ya cuma lo kan cewe yang lagi deket banget sama dia", ucap Bagas.
"Ah gak mungkin mas, dia galau sama cewek lain kayanya", balas Dira.
"Dira, pegang omongan gue ya Dir kalo gue tuh kenal Esa gak setahun dua tahun, Esa kalo udah sayang sama satu orang, yaudah cuma satu aja Dira, makanya gue bisa bilang ada kaitannya sama lo"
Dira melayangkan pikirannya, mencoba mengingat-ingat apa yang membuat Esa menjadi seperti ini, dan akhirnya dia mengetahui jawabannya.
"Iya mas maafin gue ya, gue paham sekarang", jawab Dira sambil tertunduk.
*Dira typing*
"Es, kamu dimana? Maafin aku"
Tampak wajah Dira yang tadinya hanya kebingungan, sekarang menjadi lesu menghadapi situasi seperti ini.
"Udah, sehari dua hari juga bakalan biasa lagi si Esa, tenang ya Dir", Bagas coba menenangkan Dira yang tampak sedih.
"Eh ada apa ini, kamu kenapa Dir?", tanya Rudi tiba-tiba yang datang dari belakang tanpa diundang.
"Udah ya Dir gue cabut", ucap Bagas sambil meninggalkan Dira.
"Dira hey, kamu sakit? Ko muka kamu murung gitu", tambah Rudi.
"Gapapa mas", jawab Dira yang masih menundukkan kepalanya.
"Aku lagi pengen sendiri ya mas" Tambah Dira.
Rudi pun tidak bisa berbuat apa-apa atas permintaan Dira, Rudi akhirnya pindah meja dan meninggalkan Dira sendiri.
Diatas Rooftop sebuah bangunan, hanya berteman kepulan asap Rokok dan segelas Kopi, Esa menatap nanar kearah langit, tatapannya kosong, mulutnya membisu, dan tampak air mata perlahan keluar jatuh ke pipinya yang langsung di seka oleh Esa.
"Gue harus gimana, gua harus berbuat apa", teriak Esa.
"Kenapa kita harus dekat disaat lo sudah punya yang lain", gerutu Esa.
Kenyataan pahit ini harus Esa rasakan lagi, kebahagiaan seperti enggan bersama Esa, sulit rasanya jika harus menunggu Dira berpisah dengan pacarnya, dan jahat sekali jika Esa memiliki pemikiran seperti itu.
Banyak pesan dan panggilan masuk di HP nya, tidak satupun dia gubris, dia hanya ingin sendiri hari ini, melepaskan emosi yang menumpuk dihati.
"Ah yaudah lah kalo dicuekin begini", kesal Dira.
Tampak Dira memeluk kedua kakinya, ada rasa bersalah terhadap Esa, tapi dia juga tidak bisa menghindari rasanya kepada Esa, dia tidak bisa menahan rasa sayangnya kepada Esa. Dira coba menyibukkan diri dengan menonton Film, mendengarkan lagu, dan bermain dengan kucingnya tapi itu semua tidak bisa menghilangkan pikiran dia yang melayang kepada Esa.
"Kamu baik-baik aja mas?", pertanyaan yang keluar dalam hati Dira.
Dira memilih untuk tidur agar dia tidak lagi kepikiran tentang Esa.
Jam sudah menunjukkan 10 malam, Esa bergegas meninggalkan Rooftop bangunan itu untuk pulang.
"Gue harus rela, jauhin Dira"
Sesampainya di rumah, Esa mengambil HP nya dan mengirimkan pesan kepada Dira.
*Esa typing*
"Sepertinya kita sudah gak bisa deket kaya dulu Dir, karena gue tau lo punya pacar"
*Dira typing*
"Kalo itu keputusan mas Esa, baik mas saya terima, maafin saya yang gak jujur dari awal, saya juga gak bisa menahan rasa saya ke mas Esa, daripada rasa suka dan sayang ini semakin dalam dan jauh, baiknya kita akhiri dari sekarang"
Tidak nafsu lagi Esa untuk membalas chat dari Dira, tidak pernah rasanya Esa sesakit ini, paling anti dia mengeluarkan air mata demi kisah asmaranya, tapi Dira berbeda.
"Kenapa kita telat bertemu Esa", keluh Dira dalam hati sambil meneteskan air matanya.
Kini Dira merasa tidak ada lagi orang yang akan membuat dia tertawa atas konyol dan jokesnya Esa, tersenyum sendiri atas sikap manisnya Esa kepada Dira, membuat dia nyaman dan aman, membuat dia merasakan "rumah" yang sebenarnya, perlakuan Esa yang perhatian, sikap perhatian kecil dan sederhana Esa untuk Dira yang pasti akan sangat terasa oleh Dira hilangnya.
Pertanyaan itu kini memenuhi otak dan pikiran Esa yang kalut, dia tidak bisa menahan rasa sakitnya, harapannya terlalu tinggi kepada Dira, imajinasi kebahagiaan bersama Dira pupus sudah, Esa gamang apakah dia akan terus dekat dengan Dira atau mengalah untuk melepaskan Dira.
"Kenapa lo? Bengong aja dari tadi", tanya Bagas.
"Gapapa", jawab Esa sekenanya.
"Emm bau-baunya hafal gue nih", curiga Bagas.
"Dira Es?", tambahnya.
"Udah, gue lagi males bahas orang", ujar Esa.
"Kenapa lagi sih? Perasaan kemarin-kemarin baru seneng lo kaya anak SMP jatuh cinta", seru Bagas.
Esa tidak menanggapi ocehan dari Bagas, dia sendiri tidak menyangka bahwa Dira sudah dimiliki oleh orang lain.
Esa yang sudah tidak konsen bekerja memilih untuk meninggalkan meja kerjanya dan berniat ijin untuk pergi meninggalkan kantor.
"Bu, saya ijin untuk pulang cepat ya karena kurang enak badan", ucap Esa.
"Eh kamu kenapa Es? Yaudah cepat sembuh ya". Balas atasan Esa.
Dirapihkannya barang-barang Esa kedalam tas, jaket pun sudah Esa kenakanan. Bagas hanya geleng-geleng kepala melihat temannya, ingin bicara pun segan melihat wajah muram Esa dengan tatapan kosongnya.
"Mas, mau kemana?", Tanya Dira.
Esa tidak menanggapi dan pura-pura tidak mendengar saat mereka saling berpapasan didepan pintu Pantry.
"Mas", tambah Dira.
Dira merasa bingung melihat tingkah Esa hari ini, tidak biasanya Esa mengacuhkan Dira, dan tidak mungkin juga rasanya jika Esa tidak mendengar suara Dira.
"Gue lihat mas Esa pergi kaya udah mau pulang, tapi masa jam segini udah pulang sih?", tanya Dira.
"Yah mana gue tau Dira, coba lo tanya Bagas deh biar gak penasaran", timpal Bella.
"Apa dia sakit ya? Dia pakai masker, jadi gak bisa lihat jelas mukanya" Dengus Dira tampak bingung.
"Coba lo WA aja dulu si Esa, tanyain dia kenapa gitu", ujar Bella.
"Udah, gak dibales", jawab Dira.
Tampak Dira kebingungan saat ini, dia berencana untuk menanyakan kepada Bagas tentang Esa hari ini yang bersikap dingin kepadanya.
"Mas Bagas", Dira memanggil Bagas sambil melambaikan tangan.
"Duduk sini mas", tambahnya.
"Iya paham, Esa kan?", jawab Bagas.
"Hehehe ko bisa tau?", seru Dira.
"Gue sih udah hafal, yang bermasalah dia, gue juga yang harus jawab pertanyaan kaya siaran pers", keluh Bagas sambil menggaruk-garukkan rambut dikepalanya.
"Esa kenapa sih mas? Dia pulang atau kemana?", tanya Dira.
"Gue juga gak ngerti sih ya Dir sama dia pagi ini, yang jelas ada kaitannya sama lo deh", jawab Bagas.
"Sama aku mas?", heran Dira yang dijawab anggukan oleh Bagas.
"Gue kenal Esa udah lama banget, gue hafal kalo dia lagi galau kaya gimana dan ya cuma lo kan cewe yang lagi deket banget sama dia", ucap Bagas.
"Ah gak mungkin mas, dia galau sama cewek lain kayanya", balas Dira.
"Dira, pegang omongan gue ya Dir kalo gue tuh kenal Esa gak setahun dua tahun, Esa kalo udah sayang sama satu orang, yaudah cuma satu aja Dira, makanya gue bisa bilang ada kaitannya sama lo"
Dira melayangkan pikirannya, mencoba mengingat-ingat apa yang membuat Esa menjadi seperti ini, dan akhirnya dia mengetahui jawabannya.
"Iya mas maafin gue ya, gue paham sekarang", jawab Dira sambil tertunduk.
*Dira typing*
"Es, kamu dimana? Maafin aku"
Tampak wajah Dira yang tadinya hanya kebingungan, sekarang menjadi lesu menghadapi situasi seperti ini.
"Udah, sehari dua hari juga bakalan biasa lagi si Esa, tenang ya Dir", Bagas coba menenangkan Dira yang tampak sedih.
"Eh ada apa ini, kamu kenapa Dir?", tanya Rudi tiba-tiba yang datang dari belakang tanpa diundang.
"Udah ya Dir gue cabut", ucap Bagas sambil meninggalkan Dira.
"Dira hey, kamu sakit? Ko muka kamu murung gitu", tambah Rudi.
"Gapapa mas", jawab Dira yang masih menundukkan kepalanya.
"Aku lagi pengen sendiri ya mas" Tambah Dira.
Rudi pun tidak bisa berbuat apa-apa atas permintaan Dira, Rudi akhirnya pindah meja dan meninggalkan Dira sendiri.
Diatas Rooftop sebuah bangunan, hanya berteman kepulan asap Rokok dan segelas Kopi, Esa menatap nanar kearah langit, tatapannya kosong, mulutnya membisu, dan tampak air mata perlahan keluar jatuh ke pipinya yang langsung di seka oleh Esa.
"Gue harus gimana, gua harus berbuat apa", teriak Esa.
"Kenapa kita harus dekat disaat lo sudah punya yang lain", gerutu Esa.
Kenyataan pahit ini harus Esa rasakan lagi, kebahagiaan seperti enggan bersama Esa, sulit rasanya jika harus menunggu Dira berpisah dengan pacarnya, dan jahat sekali jika Esa memiliki pemikiran seperti itu.
Banyak pesan dan panggilan masuk di HP nya, tidak satupun dia gubris, dia hanya ingin sendiri hari ini, melepaskan emosi yang menumpuk dihati.
"Ah yaudah lah kalo dicuekin begini", kesal Dira.
Tampak Dira memeluk kedua kakinya, ada rasa bersalah terhadap Esa, tapi dia juga tidak bisa menghindari rasanya kepada Esa, dia tidak bisa menahan rasa sayangnya kepada Esa. Dira coba menyibukkan diri dengan menonton Film, mendengarkan lagu, dan bermain dengan kucingnya tapi itu semua tidak bisa menghilangkan pikiran dia yang melayang kepada Esa.
"Kamu baik-baik aja mas?", pertanyaan yang keluar dalam hati Dira.
Dira memilih untuk tidur agar dia tidak lagi kepikiran tentang Esa.
Jam sudah menunjukkan 10 malam, Esa bergegas meninggalkan Rooftop bangunan itu untuk pulang.
"Gue harus rela, jauhin Dira"
Sesampainya di rumah, Esa mengambil HP nya dan mengirimkan pesan kepada Dira.
*Esa typing*
"Sepertinya kita sudah gak bisa deket kaya dulu Dir, karena gue tau lo punya pacar"
*Dira typing*
"Kalo itu keputusan mas Esa, baik mas saya terima, maafin saya yang gak jujur dari awal, saya juga gak bisa menahan rasa saya ke mas Esa, daripada rasa suka dan sayang ini semakin dalam dan jauh, baiknya kita akhiri dari sekarang"
Tidak nafsu lagi Esa untuk membalas chat dari Dira, tidak pernah rasanya Esa sesakit ini, paling anti dia mengeluarkan air mata demi kisah asmaranya, tapi Dira berbeda.
"Kenapa kita telat bertemu Esa", keluh Dira dalam hati sambil meneteskan air matanya.
Kini Dira merasa tidak ada lagi orang yang akan membuat dia tertawa atas konyol dan jokesnya Esa, tersenyum sendiri atas sikap manisnya Esa kepada Dira, membuat dia nyaman dan aman, membuat dia merasakan "rumah" yang sebenarnya, perlakuan Esa yang perhatian, sikap perhatian kecil dan sederhana Esa untuk Dira yang pasti akan sangat terasa oleh Dira hilangnya.
hady177350 dan 2 lainnya memberi reputasi
3
Tutup