Aku segera keluar dari ruangan yag lebih pantas disebut ruang sidang ini. Aku berjalan dengan tegap dan berusaha tetap sumringah -seolah tak terjadi apa-apa- menuju pintu keluar yang dekat dengan tangga utama. Di tangga, aku bertemu dengan kandidat lain yang sibuk berdiskusi. Jika dilihat dari mimik mereka, mereka sepertinya sedang membahas sesuatu yang sangat penting, hingga tak sadar bahwa mereka menutup jalan hehe.
“Permisi, Kak..”, ucapku memotong pembicaraan mereka.
“Ohya, silahkan.”, mereka saling berdiri menyamping setelahnya, memberiku jalan terlebih dahulu. Aku tersenyum melewati mereka.
“Makasih ya Kak…”, ujarku.
Setelah aku menuruni anak tangga terakhir, aku segera berjalan lurus ke depan menuju pintu keluar menembus hingar bingarnya para kandidat yang saling bertukar informasi. Aku yang tidak dekat dengan siapa-siapa dan keadaan hatiku sedang tidak baik-baik saja, tak berniat untuk berlama-lama di dalam aula.
“Anes!!”, seseorang memanggilku dari arah belakang saat aku telah melangkah 5-7 langkah dari pintu keluar. Sontak aku menoleh.
“Hai Kak!! Kog kalian tau ini aku sih?”, tanyaku masih agak kikuk karena kaget bisa ketemu mereka disini. Mereka menyambutku dengan cipika-cipiki.
“Lo-nya aja yang ga ngeh kita ngeliatin daritadi. Kenapa? Ujiannya susah ya?”, tanya Kak Yesi.
“Hahaha emang keliatan yaa?”
“Iyaaa, keliatan linglung hahaha!!”, jawab Kak Grace.
“Hahaha yaa maap-maap!! Btw kalian kenapa disini? Bukannya kerja?”
“Kami masuk jam 10, Nes.”, jawab mereka kompak. Ohya, kenalin, mereka ini adalah orang-orang terpilih perusahaan yang sempat on job training di distrik Surabaya sebelum pengesahan dalam penugasan resmi mereka sebagai seorang manager. Aku cukup dekat dengan mereka karena saat di Surabaya, aku yang diberikan amanah untuk mengajarkan mereka tentang bagaimana melakukan reservasi tiket.
“Sejam lagi dong baru masuk?”, tanyaku sambil melihat jam di tangan.
“Iyaa. Mau ke kantin dulu ga?”
“Boleh yuk!!”
Pagiku yang sendu itu berubah menjadi tawa karena bertemu dengan mereka.
Bagaimana tidak, kami terus melempar lawakan sepanjang perjalanan menuju kantin kantor yang letaknya berada di pojokan dan lumayan jauh dari aula dan gedung utama. Aku yang memakai heels tujuh senti terlihat tinggi menjulang dibandingkan mereka yang hanya menggunakan flat shoes. Pasti akunya terlihat seperti tiang yang berjalan hehehe.
Setiba di kantin, kami memilih tempat duduk tepat di depan penjual gorengan. Kami si pecinta gorengan, tidak bisa membiarkan beberapa tempe goreng tepung ukuran besar dan benar-benar baru diangkat dari minyak penggorengan, dianggurin begitu saja. Hehehe.
Setelah duduk, mereka memesan nasi campur, aku memesan indomie soto dengan dua telur rebus dan super pedes. Meski aku sudah sarapan sebelumnya, perutku masih terasa sangat lapar.
Salah satu ciri bahwa aku sedang melewati hal buruk dan tidak bisa menanganinya dengan baik : tidak pernah merasa kenyang meski banyak makan!
***
Saat kami menunggu pesanan datang, ada kejadian yang cukup membuatku sangat gugup dan salah tingkah.
“Nes, lo ga mau ketemu Anggra?”
“Dih, apaan sih. Yang lalu biarlah berlalu.”, jawabku singkat.
Mas Anggra adalah teman dekatku sejak tahun 2013 awal sampai pertengahan tahun 2015. Awal kami saling mengenal itu karena urusan pekerjaan. Dan itupun hanya melalui telpon kantor ya, tanpa bertemu tatap muka. Tapi karena kami sering berkomunikasi saat kerja, lama-lama hal itu membuat aku candu. Entah kalau dia begitu juga atau engga. Hihihi.
Ohya, kenapa candu? Soalnya suara dia tuh mirip suara Hamish Daud kalau lagi ngomong. Jadi berasa telponan sama Hamish akutuh hehehe.
Setelah sekitar setengah tahun telponnya lewat telpon kantor aka urusan pekerjaan, akhirnya kami bertukar pin bbm dan bertukar nomor HP. Yaaa bisa dibilang kami menjalin hubungan jarak jauh, Surabaya-Jakarta. Karenanya, kami dinilai sangat dekat bahkan banyak teman-teman kantor yang beranggapan bahwa kami berpacaran. Padahal, Mas Anggra sama sekali belum memberikan kepastian akan hubungan kami pada saat itu.
Pada akhirnya aku mulai merasa lelah terhadap hubungan tanpa status dan memutuskan untuk tidak melanjutkan hubungan diantara kami. Begitu kurang lebihnya.
“Noh, dengerin!! Yang lalu biarlah berlalu!!”, kata seorang pria yang sangat ku kenal suaranya. Aku segera menoleh ke arahnya.
“Mas Anggra?”, sapaku terkaget-kaget.
“Hai Nes, boleh nimbrung disini ga nih?”, tanyanya yang sedang memegang sepiring nasi soto dan segelas teh panas. “Tangan gue kepanasan nih!”, ujarnya lagi.
“Boleh-boleh dong!!”, jawab Yesi dan Grace kompak. Aku segera memindahkan ‘tas pinjaman’ ke atas meja, agar dia bisa duduk di sebelahku.
“Nah gitu dong! Hehehe. Gimana Nes? Apa kabar?”, tanyanya saat dia sudah meletakkan teh panasnya dan sepiring nasi sotonya. Sepertinya dia udah bisa bersikap biasa aja sih saat tanpa sengaja ketemu aku begini.
“Alhamdulillah baik.”
“Tes apa hari ini?”, tanyanya lagi.
“Hmm interview sama HRD, Mas..”
“Nes, katanya yang lalu biarlah berlalu. Kog lo keliatan gugup gitu sih?”, kata Yesi ngomporin.
“Permisi, Neng.. Ini mie sotonya yak, pake 2 telor dan 7 cabe!”, kata Mpok penjual mie menyelamatkanku dari komporan Yesi.
“Makasih Mpok..”, jawabku.
“Are you okay, Nes? Mie soto pedes plus dua telur?”, tanya Mas Anggra tiba-tiba. Sepertinya dia masih ingat, kalau aku lagi sedih, obatnya ya makan indomie soto pake tujuh cabe dan dua telur.
“Wah, kayanya kita harus pindah aja sih ini. Biar ga ganggu mereka..”, canda Grace.
“Hahaha”.
Sayang sekali, pertemuan itu harus segera diakhiri setelah kami selesai makan dan sedikit berbincang. Tapi, kurasa, meski sebentar, pertemuan singkat ini sangatlah berkualitas, karena telah berhasil membuatku jadi lebih baik.
// Anes, thank you for today ya. Btw hari ini kamu terlihat sangat cantik!! Makin mirip Wulan Guritno saat muda sih asli hehehe. Sukses yaa untuk semua tes yang akan kamu hadapi. Dan jangan sedih-sedih lagi. Kurang-kurangin makan pedesnya ya //
Aku yang baru saja kelar shalat dzuhur di dalam kamar, sedikit tersenyum saat membaca pesan dari Mas Anggra, apalagi saat ngeliat foto Wulan Guritno yang sengaja dikirimnya hehehe. Dia memang paling bisa buat aku melting.
Tapi sayangnya, rasaku untuk dia sudah tidak seperti dulu. Sudah biasa saja gitu, tanpa ada getaran-getaran cinta lagi.
***
Setelah seharian aku hanya gegoleran sambil baca-baca artikel dan sesekali kepoin soal-soal psikotes, membuatku tak menyadari bahwa hari sudah mulai petang. Aku yang belum membuka website hasil pengumuman, segera membukanya tanpa berharap apapun.
Anehnya, semakin aku tak berharap, namaku justru jelas terpampang disana.
Harusnya aku bersyukur, bukan?
Saat aku mulai kembali membaca contoh soal-soal psikotes, ada pesan masuk dari Agis.
// Nes, lagi apa? //
// Lagi latian ngerjain soal psikotes nih. Kenapa-kenapa? //
// Kayanya waktunya ga pas kalau aku kasih tau sekarang.. //
// Gapapa ish, kasih tau aja!! Aku lebih ga suka kalau penasaran.. //
// Bang Ibor ngasih undangan nikahan ke Bang Randi!! //
// Serius? Terus-terus? //
// Calon istri Bang Ibor namanya Anes juga!! Dan mereka bakal nikah 25 Desember ntar! //
// Hahahahaha //
// Gila emang dia!! Sok deketin kamu, padahal mau nikah!! //
// Gis, wait ya. Dia lagi nelpon nih. Aku angkat bentar ya!! //
Setelahnya aku tidak membaca pesan yang Agis kirimkan, karena keburu ngangkat telpon Mas Ibor.
“Ya, halo?”, jawabku dibalik telpon.
“Dimana dek?”, tanyanya seperti biasa.
“Di Jakarta. Kenapa kah?”, aku masih berusaha untuk seperti biasanya.
“Ngapain? Ikutan perekrutan pramugari ya?”
“Iyaa..”
“Waaah, keren dong!! Kayanya kita bakal jadi pasangan viral nih, dek! Mas K*pas*s, kamunya pramugari. Jarang-jarang K*pas*s sama pramugari kan?”, kata dia tak ingat dosa.
“Hehehe.”, aku meladeninya dengan tertawa garing.
Kemudian, dia bercerita panjang kali lebar kali tinggi, tapi aku sama sekali tak mendengarkannya, sebab HPku aku jauhkan dari telinga.
“Mas, maaf banget nih, aku harus istirahat lebih awal malam ini. Besok psikotes soalnya. Aku tutup telponnya yaa maaf. Bye!”, ujarku memotong pembicaraannya yang entah isinya apa kemudian segera mengakhiri panggilannya.
Orang bijak bilang, jangan anggap kebaikan orang sebagai sebuah kebodohan yang bisa dimanfaatkan. Karena saat orang baik terlihat bodoh, sesungguhnya dia sedang menilaimu.
Mungkin Mas Ibor menganggapku orang yang paling bodoh yang bisa terus-menerus mau dibodohi, padahal aku tau semua kebusukannya!! Dia mempermainkan aku, aku juga diam-diam mempermainkannya dengan cara pura-pura ga tau apa-apa.
Setelah menerima telpon dari dia, aku segera menelpon Papaku, agar moodku kembali menjadi baik.
***
Bukan aku namanya, kalau ga bisa tetap fokus meski ada masalah.