- Beranda
- Stories from the Heart
Kisah Seorang Pramugari (True Story)
...
TS
aymawishy
Kisah Seorang Pramugari (True Story)
Di saat kau merasa hidup sendiri
Dalam kerasnya dunia
Tersenyumlah
Bila kau pun harus berputus asa
Berpikir semua kan berakhir
Tersenyumlah
Kau tak sendiri aku di sini
Menantimu bersama hangatnya mentari
Kau tak sendiri aku di sini
Berikan tanganmu mari kita hadapi
Hidup memang tak selalu seperti
Yang kau inginkan yang kau harapkan
Hadapilah dengan hati tenang dan tetap melangkah
Kau tak sendiri
Perhatikan sekitar coba kau amati
Hidup bukan sekedar tentang patah hati
Dan semua yang terjadi ambil hikmahnya
Om Iwan pun berkata "ambil indahnya"
Kau tak sendiri aku di sini
Memanggilmu bersama hangatnya mentari
Kau tak sendiri kami di sini
Raihlah tanganku bersama kita lewati
Hidup memang tak selalu seperti
Yang kau inginkan yang kau harapkan
Hadapilah dengan hati tenang teruskan melangkah
Kau tak sendiri
Hidup memang tak selalu seperti
Yang kita inginkan yang kita harapkan
Hadapilah dengan hati tenang
Yakinkan dirimu
Kau tak sendiri yeah yeah yeaah
Dalam kerasnya dunia
Tersenyumlah
Bila kau pun harus berputus asa
Berpikir semua kan berakhir
Tersenyumlah
Kau tak sendiri aku di sini
Menantimu bersama hangatnya mentari
Kau tak sendiri aku di sini
Berikan tanganmu mari kita hadapi
Hidup memang tak selalu seperti
Yang kau inginkan yang kau harapkan
Hadapilah dengan hati tenang dan tetap melangkah
Kau tak sendiri
Perhatikan sekitar coba kau amati
Hidup bukan sekedar tentang patah hati
Dan semua yang terjadi ambil hikmahnya
Om Iwan pun berkata "ambil indahnya"
Kau tak sendiri aku di sini
Memanggilmu bersama hangatnya mentari
Kau tak sendiri kami di sini
Raihlah tanganku bersama kita lewati
Hidup memang tak selalu seperti
Yang kau inginkan yang kau harapkan
Hadapilah dengan hati tenang teruskan melangkah
Kau tak sendiri
Hidup memang tak selalu seperti
Yang kita inginkan yang kita harapkan
Hadapilah dengan hati tenang
Yakinkan dirimu
Kau tak sendiri yeah yeah yeaah
Quote:
Hai, aku Anes, nama panggilan dari pemilik akun aymawishy ini. Semasa sekolah, aku tinggal di sebuah Kabupaten di Jawa Timur bagian timur.
Mungkin yang sudah membaca threadku yang menceritakan bagaimana kisahku semasa SMPakan lebih tahu bagaimana kejamnya orang-orang di sekitarku memperlakukanku.
Tapi, seperti yang Papaku bilang, aku harus tetap semangat dan harus terus berperilaku baik meski dijahatin.
Selepas SMA, aku merantau ke Surabaya. Disaat itulah aku benar-benar ingin hidup mandiri tanpa bantuan dari Papa. Karenanya, aku harus bekerja agar bisa kuliah.
Awal kehidupanku di perantauan, sangatlah penuh perjuangan.
Ngekos di kosan kumuh, aku pernah. Disana aku ngerasain tidur diatas kasur yang basah karena atap kamarku bocor selama musim penghujan. Dan juga kamar mandi yang lantainya meski disikat berkali-kali pakai WPC, tetap berwarna hitam karena lumutan.
Selain itu, selama 3 bulan berturut-turut, tiap harinya hanya makan roti seharga seribuan yang aku beli di warung kopi dekat kantor tempat aku magang. Yaa meski, alhamdulillahnya ada aja orang baik yang ngasih aku makan. Ohya, karena sering banget makan roti tanpa makan nasi, aku jadi punya “maag” hehehe.
Rasanya jika diingat, masih banyak perjuangan-perjuangan yang aku lalui sejak tahun 2012.
Mungkin yang sudah membaca threadku yang menceritakan bagaimana kisahku semasa SMPakan lebih tahu bagaimana kejamnya orang-orang di sekitarku memperlakukanku.
Tapi, seperti yang Papaku bilang, aku harus tetap semangat dan harus terus berperilaku baik meski dijahatin.
Selepas SMA, aku merantau ke Surabaya. Disaat itulah aku benar-benar ingin hidup mandiri tanpa bantuan dari Papa. Karenanya, aku harus bekerja agar bisa kuliah.
Awal kehidupanku di perantauan, sangatlah penuh perjuangan.
Ngekos di kosan kumuh, aku pernah. Disana aku ngerasain tidur diatas kasur yang basah karena atap kamarku bocor selama musim penghujan. Dan juga kamar mandi yang lantainya meski disikat berkali-kali pakai WPC, tetap berwarna hitam karena lumutan.
Selain itu, selama 3 bulan berturut-turut, tiap harinya hanya makan roti seharga seribuan yang aku beli di warung kopi dekat kantor tempat aku magang. Yaa meski, alhamdulillahnya ada aja orang baik yang ngasih aku makan. Ohya, karena sering banget makan roti tanpa makan nasi, aku jadi punya “maag” hehehe.
Rasanya jika diingat, masih banyak perjuangan-perjuangan yang aku lalui sejak tahun 2012.
Ohya..
Saat nanti aku berbagi cerita di thread ini, tolong jangan dihujat ya.
Sebab..
Aku bukanlah seorang penulis, jadi jangan pernah berharap lebih terhadap tulisan yang aku bagi.
Aku juga bukanlah orang hebat yang hanya ingin berbagi pengalaman yang aku alami.
Saat nanti aku berbagi cerita di thread ini, tolong jangan dihujat ya.
Sebab..
Aku bukanlah seorang penulis, jadi jangan pernah berharap lebih terhadap tulisan yang aku bagi.
Aku juga bukanlah orang hebat yang hanya ingin berbagi pengalaman yang aku alami.
Pokok Isi Cerita
Quote:
#Bagian 1
-Part 1 : Awal Mula
-Part 2 : Menjemput Restu
-Part 3 : Tahap Awal
-Part 4 : Pantang Mundur
-Part 5 : Tentang Cinta Pertama
-Part 6 : Terjebak Nostalgia
-Part 7 : Mungkin Nanti
-Part 8 : Undangan?
-Part 1 : Awal Mula
-Part 2 : Menjemput Restu
-Part 3 : Tahap Awal
-Part 4 : Pantang Mundur
-Part 5 : Tentang Cinta Pertama
-Part 6 : Terjebak Nostalgia
-Part 7 : Mungkin Nanti
-Part 8 : Undangan?
Quote:
#Bagian 2 : Proses Perekrutan Pramugari
-Part 9 : Hi, Jakarta! Be Nice Please!
-Part 10 : Hall of Fame
-Part 11 : Berpisah dengan Shasa, Bertemu dengan Wildan!
-Part 12 : Papa Yang Makin Menua
-Part 13 : Manis Dan Pahit
-Part 14 : Yok Opo Seh!
-Part 15 : Dikirim Malaikat Baik Yang Menjelma Menjadi Manusia
-Part 16 : Medical Examination
-Part 17 : Curhat Dadakan, Berujung Menyesakkan
-Part 18 : Menjelang Tahun Baru
-Part 19 : Selamat Datang Tahun 2017!
-Part 20 : Made Darma
-Part 21 : Hari Yang Kutunggu
-Part 22 : PANTUKHIR!
-Part 9 : Hi, Jakarta! Be Nice Please!
-Part 10 : Hall of Fame
-Part 11 : Berpisah dengan Shasa, Bertemu dengan Wildan!
-Part 12 : Papa Yang Makin Menua
-Part 13 : Manis Dan Pahit
-Part 14 : Yok Opo Seh!
-Part 15 : Dikirim Malaikat Baik Yang Menjelma Menjadi Manusia
-Part 16 : Medical Examination
-Part 17 : Curhat Dadakan, Berujung Menyesakkan
-Part 18 : Menjelang Tahun Baru
-Part 19 : Selamat Datang Tahun 2017!
-Part 20 : Made Darma
-Part 21 : Hari Yang Kutunggu
-Part 22 : PANTUKHIR!
Quote:
#Bagian 3
-Part 23 : Kesempatan Kedua
-Part 24 : Accedere
-Part 25 : Tentang Rey!
-Part 26 : Become In Love
-Part 27 : Buket Mawar Merah
-Part 28 : Out Of Control
-Part 29 : Di Zangrandi
-Part 30 : Pantukhir Kedua
-Part 31 : Si Paling Inisiatif
-Part 32 : Agnes
-Part 33 : Cemburu
-Part 34 : Rey!?
-Part 35 : Ternyata…
-Part 36 : Di Puncak Bromo
-Part 37 : Berpisah
-Part 38 : Hasil Pantukhir
-Part 39 : Tyas!
-Part 40 : Di Kampung Halaman
-Part 41 : Berpamitan
-Part 23 : Kesempatan Kedua
-Part 24 : Accedere
-Part 25 : Tentang Rey!
-Part 26 : Become In Love
-Part 27 : Buket Mawar Merah
-Part 28 : Out Of Control
-Part 29 : Di Zangrandi
-Part 30 : Pantukhir Kedua
-Part 31 : Si Paling Inisiatif
-Part 32 : Agnes
-Part 33 : Cemburu
-Part 34 : Rey!?
-Part 35 : Ternyata…
-Part 36 : Di Puncak Bromo
-Part 37 : Berpisah
-Part 38 : Hasil Pantukhir
-Part 39 : Tyas!
-Part 40 : Di Kampung Halaman
-Part 41 : Berpamitan
Quote:
#Bagian 4 : Initial Flight Attendant’s Ground Training
-Briefing and Sign Contract :
-Part 42 : Sekilas Tentang Ground Training
-Part 43 : Kog Begini Amat Sih?!
###
-Part 44 : Drama Perkara Sepatu
-Part 45 - Astaga!!
-Part 46 : KACAU!
-Part 47 : Drama di Hari Pertama
-Part 48 : Apa Benar FA Harus Deketin Pilot Agar Jam Terbangnya Banyak?
-Part 49 : Jawaban Dari Pertanyaan Mia
-Part 50 : Learning By Doing
-Part 51 : Tentang Chapter Lima dan CET
-Part 52 : Rey Datang Lagi
-Part 53 : Tersimpul Luka Kedua Kali
-Part 54 : White Horse
-Part 55 : Menjelang Flight Training
-Part 56 : Overthinking!
-Briefing and Sign Contract :
-Part 42 : Sekilas Tentang Ground Training
-Part 43 : Kog Begini Amat Sih?!
###
-Part 44 : Drama Perkara Sepatu
-Part 45 - Astaga!!
-Part 46 : KACAU!
-Part 47 : Drama di Hari Pertama
-Part 48 : Apa Benar FA Harus Deketin Pilot Agar Jam Terbangnya Banyak?
-Part 49 : Jawaban Dari Pertanyaan Mia
-Part 50 : Learning By Doing
-Part 51 : Tentang Chapter Lima dan CET
-Part 52 : Rey Datang Lagi
-Part 53 : Tersimpul Luka Kedua Kali
-Part 54 : White Horse
-Part 55 : Menjelang Flight Training
-Part 56 : Overthinking!
Quote:
#Bagian 5 : Flight Training
-Part 57 : Junior Selalu Salah
-Part 58 : Briefing Before Flight
-Part 59 : About Preflight Check
-Part 60 : Company Check
-Part 61 : Berjuang Lagi!
-Part 62 : Jungle And Sea Survival Part I
-Part 63 : Jungle And Sea Survival Part II
-Part 64 : Jungle And Sea Survival Part III
-Part 65 : Jungle And Sea Survival Part IV
-Part 66 : CCFA & DGCA Check
-Part 57 : Junior Selalu Salah
-Part 58 : Briefing Before Flight
-Part 59 : About Preflight Check
-Part 60 : Company Check
-Part 61 : Berjuang Lagi!
-Part 62 : Jungle And Sea Survival Part I
-Part 63 : Jungle And Sea Survival Part II
-Part 64 : Jungle And Sea Survival Part III
-Part 65 : Jungle And Sea Survival Part IV
-Part 66 : CCFA & DGCA Check
Quote:
#Bagian 6 : Kehidupan Seorang Pramugari
-Part 67 : Persiapan Untuk Terbang
-Part 68 : My First Flight
-Part 69 : Rian dan Ihsan
-Part 70 : Setan Penjaga Kamar Vs Senior Ala Ala
-Part 71 : Kisah Kasih Tak Sampai
-Part 72 : Padaido
-Part 73 : Hubungan Tanpa Status
-Part 74 : Mimpi Aneh
-Part 75 : Putri Kebaya
-Part 76 : Kamu Mau Jadi Pramugari Yang Seperti Apa?
-Part 77 : Turbulensi
-Part 78 : Hari-hari Bersama Papa
-Part 79 : Papa, It’s My Birthday!
-Part 80 : Duka Yang Bertubi
-Part 81 : Flashback to 2017
-Part 82 : Tentang Aku dan Dia
-Part 67 : Persiapan Untuk Terbang
-Part 68 : My First Flight
-Part 69 : Rian dan Ihsan
-Part 70 : Setan Penjaga Kamar Vs Senior Ala Ala
-Part 71 : Kisah Kasih Tak Sampai
-Part 72 : Padaido
-Part 73 : Hubungan Tanpa Status
-Part 74 : Mimpi Aneh
-Part 75 : Putri Kebaya
-Part 76 : Kamu Mau Jadi Pramugari Yang Seperti Apa?
-Part 77 : Turbulensi
-Part 78 : Hari-hari Bersama Papa
-Part 79 : Papa, It’s My Birthday!
-Part 80 : Duka Yang Bertubi
-Part 81 : Flashback to 2017
-Part 82 : Tentang Aku dan Dia
Diubah oleh aymawishy 02-02-2024 01:38
snf0989 dan 45 lainnya memberi reputasi
46
60.3K
Kutip
1K
Balasan
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
31.6KThread•43KAnggota
Tampilkan semua post
TS
aymawishy
#39
Part 12 - Papa Yang Makin Menua
Spoiler for Papa Yang Makin Menua:
“Nih ada tissue…”, kata Mas Wildan sesaat setelah melihat aku mulai tak tahan membendung air mataku.
“Are you okay? I didn’t intend for you to cry!”, ujarnya lagi.
“Maaf Mas, saya ga mengira akan menangis seperti ini.”
“Gapapa, gapapa, Nes. Meski gitu, kamu wajib untuk ngejawabnya ya. Aku tunggu sampe kamu sedikit lebih tenang.”, Mas Wildan memberiku waktu untuk menenangkan diri. Tak ku sangka, pertanyaan itu membuatku mengingat semua perjuangan Papaku.
Saat itu bulan Mei 2012, aku yang tidak lolos masuk ke universitas yang aku idam-idamkan, memilih untuk melanjutkan pendidikan di salah satu lembaga penerbangan. Sebab, katanya, jika melanjutkan pendidikan disana yang hanya tujuh bulan lamanya, aku dipastikan akan mendapatkan pekerjaan di salah satu maskapai Indonesia setelahnya. Aku yang ingin mandiri selepas SMA, memanfaatkan kesempatan itu dengan baik.
Syarat untuk memulai pendidikan disana adalah siswa dan orangtua diwajibkan menghadiri acara sambutan oleh direktur lembaga penerbangan tersebut sekaligus melakukan daftar ulang (dengan melakukan pembayaran minimal 10% dari total biaya pendidikan).
Aku datang berdua dengan Papaku, dari kota kecil di ujung timur Provinsi Jawa Timur ke kota Surabaya. Kami yang tidak memiliki kendaraan pribadi, -karena semua yang Papa punya sudah benar-benar lenyap setelah bisnisnya gulung tikar-, memilih untuk naik bus ekonomi di jam satu dini hari.
Papaku yang saat itu sudah memasuki usia 61 tahun, -yang sebenarnya lebih pantas menjadi Kakekku-, menemaniku meski dengan tenaga yang tak sekuat dulu.
Selama perjalanan, kami duduk bersebelahan. Papaku yang tak lagi muda, yang pasti gampang merasa lelah, tidur sepanjang perjalanan.
Aku memperhatikan Papa tidur dengan jarak dekat untuk pertama kalinya.
Aku melihat wajah Papa yang tak kusadari ternyata sudah mulai keriput dimana-mana.
Aku melihat Papa yang kini tidur dengan sedikit menganga, memperlihatkan giginya yang sama sekali sudah tidak ada.
Aku melihat tangan Papa saling berpaut di depan dadanya, yang mungkin sedikit memberikan kehangatan didinginnya hari yang masih belum cerah.
Punggung tangannya dipenuhi dengan urat-urat nadi yang menonjol, membuatku makin tersadar bahwa Papaku kini sudah benar-benar menua.
Tak berhenti disitu, kini aku melihat kemeja kesayangannya yang sudah mulai lusuh, celana jeans yang mulai kebesaran karena sering dicuci, dan juga sepatu pantofel yang kulitnya sudah mulai tak lagi halus dan rata.
Disaat itulah, aku membathin dan berjanji, bahwa aku akan menjadikannya seorang Ayah yang paling bahagia di dunia. :”(
—
Kami tiba di Terminal Bungurasih sekitar jam 4.30 pagi, aku yang merasa lapar saat baru saja turun dari bus, tanpa berpikir panjang meminta Papa untuk sarapan disana.
Saat Ibu pemilik warung bertanya, kami pesan berapa mangkok nasi rawon, Papa menjawab : “Satu mangkok saja, Buk!”
“Kog hanya satu Pa, Papa ga laper kah?”, celetukku.
“Engga, Papa masih kenyang!”, jawab Papa meyakinkan.
“Makannya berdua ya sama aku?”
“Engga ah, Papa masih kenyang beneran. Kamu aja yaa yang makan. Harus habis!”, ujarnya lagi.
Semangkok nasi rawon sudah ada di meja tepat di depan Papa. Papa menggesernya ke hadapanku. Aku segera memakannya dengan lahap. Sedang Papa, duduk membelakangiku sembari melihat orang yang lalu lalang kesana-kemari.
Aku yang tahu bahwa Papa pun belum makan sejak semalam, berpura-pura merasa kenyang agar semangkok nasi rawon ini bisa dimakan berdua dengannya.
“Papa, aku udah kenyang..”, Papa menoleh ke arahku.
“Jangan bohong..”, jawabnya.
“Beneran loh. Papa mau abisin ga?”, tanyaku dengan nada manja.
“Hm kog kamu makannya dikit sih, Nduk?”
“Bukan gitu, ini nasi rawon si Ibuk porsinya jumbo loh Pa. Banyak banget!”
“Emang iya?”, Papaku mulai percaya. Tak lama kemudian, aku pun berhasil merayu Papa. Papa pun menghabiskan sisa nasi rawon pagi itu. Selagi Papa menghabiskannya, aku sibuk bertukar pesan dengan Mba Miya, salah satu penanggung jawab di lembaga penerbangan yang akan aku datangi.
// Pagi, Mba Miya. Saya sudah tiba di Terminal Bungurasih. Apa boleh saya kesana sekarang untuk mandi dan bersiap disana? //
// Pagi, Mba Anes. Oh boleh-boleh. Disana sudah ada Mas Budi. Nanti ketemu sama beliau aja dulu ya. Saya sudah sampaikan ke beliau, kalau Mba Anes dan Papa akan menuju ke sana. //
// Makasih banyak, Mba Miya.. //
// Sama-sama, Mbaa Anes.. //
“Pa, kita mandi di ‘kampusku’ aja ya. Udah diizinin sama Mba Miyanya.”
“Syukurlah.. Yaudah Papa bayar dulu yaaa.”, Papa kemudian bertanya pada Ibu penjual nasi rawon dan agak kaget saat Ibunya menjawab ‘Empat puluh ribu, Pak!’. Nah saat itulah aku mengetahui, bahwa uang Papa hanya tersisa dua lembar uang seratus ribu dan dua lembar uang dua puluh ribu.
“Kita naik taksi yaa. Tapi kita harus tawar dulu, yang mau ditawar dengan harga paling murah…”
“Berarti kita naik taksinya.”, potongku. Papa mengiyakan dan segera menawar harga dengan para sopir taksi. Kata mereka, harga normal dari terminal ke tempat tujuan kami adalah seratus ribu rupiah. Tapi, Papa menawar harga menjadi tiga puluh ribu rupiah. Karena sepengetahuan Papa, tempat yang kami tuju itu tidak begitu jauh dari terminal.
“Engga bisa dong Pak, masa hanya tiga puluh ribu doang?”, kata salah satu sopir taksi.
“Iya, ga bisa Pak. Kalau nawar segitu, naek angkot aja Pak Pak!!”, kata sopir yang lain.
“Kalau 40 ribu, mau ga Pak?”, tetiba ada seorang pria berkumis dengan handuk kecil di pundak kirinya menghampiri kami yang sedikit ribut.
“Oke Pak, 40 ribu ya?”, tanya Papa memastikan kembali.
“Yuk Pak, sini ikut saya!!”, ujarnya lagi. Alhamdulillah, masih ada orang baik :”(
Selama dalam perjalanan, Papa berbincang dengan driver yang ku ingat namanya adalah Pak Hadi. Mereka yang baru saja bertemu, seperti sudah saling mengenal sangat lama. Bisa dibilang, mereka cukup akrab.
“Pak, nanti Bapak mau jam berapa balik ke terminal?”, tanya Pak Hadi.
“Sekitar jam 3 sore kayanya Pak. Abis Ashar.”
“Yaudah kalau gitu, saya yang jemput lagi aja ya Pak? Tenang, harganya sama! Ga saya naikin.”, penawaran Pak Hadi yang tidak bisa kami tolak. (Semoga beliau masih sehat walafiat)
—
Setiba kami di ‘kampus’, aku yang berekspektasi kampusnya luas dan bagus, ternyata hanyalah sebuah ruko dua lantai, yang tak layak disebut kampus.
Papa yang mengetahui bahwa ada kekecewaan yang terlintas di benakku, membisikkan kalimat terampuh yang seketika membangun semangatku yang beberapa saat lalu sempat runtuh.
“Nduk, orang sukses yang bermanfaat bagi banyak orang itu ga dilihat dari mana mereka menuntut ilmu, ga dilihat seberapa besar bangunan tempat mereka belajar. Karena sukses engganya seseorang, dilihat dari ikhtiar dan tawakkalnya.”
Aku mengangguk tanda aku memahami ucapan Papa.
‘Disana’, kami disambut hangat oleh Mas Budi. Beliau mempersilahkan aku untuk menggunakan kamar mandi. Kemudian dia melanjutkan berbincang dengan Papa. Di pagi yang bahkan belum menampakkan cahayanya itu, aku melihat Papa membantu Mas Budi merapikan kursi-kursi untuk para orangtua siswa di depan ruko dengan semangat. ‘Hm padahal Papa pasti cape banget’, bathinku.
Sekitar jam 8 pagi, para orangtua dan siswa lembaga penerbangan, mulai berdatangan. Aku dan Papaku duduk bersebelahan di kursi bagian depan. Kami menyimak Pak Heru, selaku direktur lembaga tersebut, memberikan beberapa sambutan. Dan aku tertarik, dengan kalimat beliau yang menyatakan ‘bagi siapapun di antara kalian yang mendapatkan pekerjaan kurang dari 7 bulan, akan mendapatkan reward.’ Aku pun bertekad untuk cepat mendapatkan pekerjaan sebelum waktu yang ditentukan tiba!
—
Jam sudah menunjukkan pukul 8 malam. Aku dan Papaku sudah berada di dalam bus ekonomi -dengan jumlah penumpang yang tidak begitu banyak- menuju rumah yang letaknya masih sangat jauh dari tempat kami berada saat ini.
“Nduk, Papa pindah ke kursi belakang ya?”
“Loh kenapa Pa?”
“Iya, Papa mau rebahan… Kamu berani kan duduk sendirian?”, aku mengangguk.
Saat itulah, aku lagi-lagi menangis. Kenapa? Karena kursi bus yang kami naiki malam itu jauh dari kata nyaman. Bisa dibilang lebih kaya lagi duduk di atas bebatuan. Tapi Papaku bisa sangat nyenyak tidur diatasnya. Bahkan Papa sampai menekukkan kaki dan tangannya agar muat tidur di kursi itu. Aku yang berkali-kali melihat ke kursi belakang untuk memperhatikan Papaku, tak henti-hentinya menangis dan terus-menerus mengucapkan janji, aku akan membuatnya bahagia.
***
“Nes, udah tenang belum?”, tanya Mas Wildan menyadarkanku dari lamunan tentang kenangan antara aku dan Papa.
“Sudah, Mas.”
“Perlu aku bacakan lagi pertanyaannya?”
“Boleh Mas..”
“Suatu hari, kamu terbang ke Timika-Papua. Disana, hal tak terduga terjadi. Pesawat yang harusnya membawa kamu dan yang lainnya pulang ke Jakarta rusak dan baru bisa diperbaiki dua hari lagi. Alhasil, kamu dan yang lainnya harus menginap disana.
Dalam waktu bersamaan, kamu diberi kabar, bahwa Ayah kamu sakit. Tapi kamu ga bisa pulang untuk menjenguk dan merawatnya, karena posisi kamu masih bertugas dan jauh sekali dari rumah. Hingga akhirnya, Ayah kamu meninggal keesokan harinya. Sedang kamu masih belum bisa pulang di hari itu. Kira-kira apa yang akan kamu lakukan? Tetap menjalankan tugas kamu?
Atau pulang paksa?”
“Beberapa waktu lalu, saya sempat iseng membicarakan pertanyaan yang sama dengan ini, dengan Papa saya. Dan entah kenapa, ternyata pertanyaan ini benar-benar dipertanyakan pagi ini.”, aku menarik napas panjang.
“Beberapa hari lalu, dari pertanyaan itu saya menjawab, saya akan pergi menemui Papa, merawatnya sampai kembali pulih, gimanapun kondisi saya, sejauh apapun saya berada. Karena, saya ingin menjadi seorang pramugari ini, untuk membahagiakannya. Namun, jika yang ingin saya bahagiakan sedang sakit dan bahkan meninggal dunia, apalah arti saya bekerja keras dan bersusah payah?”, ucapku cukup tangguh. Mas Wildan diam tanpa menginterupsi kalimat demi kalimat yang keluar dari mulutku.
“Bisa dibilang, seperti raga tak berjiwa. Namun, pagi ini, atas permintaan Papa saya saat itu, saya akan merubah jawaban saya menjadi….”, aku terbata.
“Saya akan bertanggung jawab penuh atas tugas yang akan diberikan perusahaan kepada saya. Jika tidak demikian, Papa saya akan merasa gagal mendidik saya karena saya tak bertanggung jawab atas resiko dari pekerjaan yang saya pilih.”, akhirnya aku menyelesaikan jawaban dari pertanyaan Mas Wildan.
“Hmm.. Aku paham. Dan aku salut sama Papa kamu karena bisa bikin kamu sekuat ini, meski aku tau, itu ga mudah untuk dilakuin. Aku harap, nantinya.. saat kamu benar-benar jadi Pramugari, kamu bisa membahagiakan Papa kamu dan Papa kamu selalu dalam keadaan sehat.”
“Aamiin. Terima kasih, Mas…”
“Aku tanya sekali lagi, jadi kamu siap menghadapi segala resikonya ya?”
“Insya Allah siap Mas.”
“Oke. Semua pertanyaan sudah kamu jawab. Jadi cukup segini aja interview hari ini. Kamu bisa pulang lebih dulu dan menunggu hasilnya sore nanti.”
“Terima kasih, Mas…”
Di matamu, masih tersimpan
Selaksa peristiwa
Benturan dan hempasan terpahat
Di keningmu
Kau nampak tua dan lelah
Keringat mengucur deras
Namun, kau tetap tabah
Hm-mm-hm-mm
Meski napasmu kadang tersengal
Memikul beban yang makin sarat
Kau tetap bertahan
Engkau telah mengerti hitam
Dan merah jalan ini
Keriput tulang pipimu gambaran
Perjuangan
Bahumu yang dulu kekar
Legam terbakar matahari
Kini kurus dan terbungkuk
Hm-mm-hm-mm
Namun, semangat tak pernah pudar
Meski langkahmu kadang gemetar
Kau tetap setia
Ayah, dalam hening sepi, ku rindu
Untuk menuai padi milik kita
Tapi kerinduan tinggal hanya kerinduan
Anakmu sekarang banyak menanggung beban
Engkau telah mengerti hitam
Dan merah jalan ini
Keriput tulang pipimu gambaran
Perjuangan
Bahumu yang dulu kekar
Legam terbakar matahari
Kini kurus dan terbungkuk
Hm-mm-hm-mm
Namun, semangat tak pernah pudar
Meski langkahmu kadang gemetar
Kau tetap setia
Diubah oleh aymawishy 25-08-2022 16:36
delet3 dan 10 lainnya memberi reputasi
11
Kutip
Balas
Tutup