- Beranda
- Stories from the Heart
KIDUNG DI ATAS TANAH JAWI
...
TS
breaking182
KIDUNG DI ATAS TANAH JAWI
Quote:
Menuliskan cerita yang berbau sejarah tidak gampang. Tulisan ini berdasarkan riset kecil dengan metode wawancara dengan orang yang lebih mengerti dan sumber terpercaya sebatas pengetahuan narasumber. Di samping itu kecintaan saya akan film -film kolosal, sandiwara radio era tahun 90-an tentang kerajaan - kerajaan di tanah Jawa mendorong saya untuk menulis. Tentu saja dengan keterbatasan ilmu pengetahuan yang saya miliki. Kidung Di Atas Tanah Jawi bercerita tentang perjalanan seorang pemuda bernama Arya Gading. Berlatar belakang kerajaan Pajang di bawah pemerintahan Sultan Hadiwijoyo. Cerita ini fiktif belaka. Baca dan nikmati. Salam Olahraga.........
Quote:

Quote:
Konten Sensitif
Quote:
EPISODE 1
GEGER DI PUCANG KEMBAR
gatra 1
gatra 2
gatra 3
gatra 4
gatra 5
gatra 6
gatra 7
gatra 8
gatra 9
gatra 10
gatra 11
gatra 12
gatra 13
gatra 14
gatra 15
gatra 16
gatra 17
gatra 18
gatra 19
gatra 20
gatra 21
gatra 22
gatra 23
gatra 24
gatra 25
gatra 26
gatra 27
gatra 28
gatra 29
gatra 30
gatra 31
gatra 32
gatra 33
gatra 34
gatra 35
gatra 36
gatra 37
gatra 38
gatra 39
gatra 40
gatra 41
gatra 42
gatra 43
gatra 44
gatra 45
gatra 46
gatra 47
gatra 48
gatra 49
Quote:
EPISODE 2
BARA API DI KAKI MERAPI
gatra 1
gatra 2
gatra 3
gatra 4
gatra 5
gatra 6
gatra 7
gatra 8
gatra 9
gatra 10
gatra 11
gatra 12
gatra 13
gatra 14
gatra 15
gatra 16
gatra 17
gatra 18
gatra 19
gatra 20
gatra 21
gatra 22
gatra 23
gatra 24
gatra 25
gatra 26
gatra 27
gatra 28
gatra 29
gatra 30
gatra 31
gatra 32
gatra 33
gatra 34
gatra 35
gatra 36
gatra 37
gatra 38
gatra 39
gatra 40
gatra 41
gatra 42
gatra 43
gatra 44
gatra 45
gatra 46
gatra 47
gatra 48
gatra 49
gatra 50
gatra 51
Quote:
Diubah oleh breaking182 30-12-2022 23:12
jundi666 dan 70 lainnya memberi reputasi
71
81.7K
Kutip
622
Balasan
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•52KAnggota
Tampilkan semua post
TS
breaking182
#330
gatra 50
Quote:
NAMUN DI BELAKANG padepokan itu pun tak ditemuinya Bagus Abangan. Sesaat Arya Gading termangu di tempat itu. Tiba –tiba seseorang menjengukkan kepalanya dari balik pohon tanjung sambil cengar - cengir, dengan serta-merta Arya Gading bertanya, “Doran, kemanakah Bagus Abangan?”
“Kenapa kau mencari Bagus Abangan?” bertanya Doran, “kenapa tidak mencari aku?”
“Aku tergesa-gesa Doran, jangan mengajakku untuk bercanda”
Doran menggeleng sambil tersenyum. Bahkan kemudian ia melangkah mendekati Arya Gading, “ Gading tidak biasanya kau bersikap seperti ini. Wajahmu sangat kaku dan tegang “
“Doran” Arya Gading menjadi jengkel karenanya, “Aku sekarang sedang dihadapkan pada suatu keharusan untuk menemukannya. Dimana ia sekarang?”
Doran mengerutkan keningnya. Dilihatnya wajah Arya Gading bersungguh-sungguh. Karena itu, maka ia tidak mau bergurau lagi. Jawabnya, “Mungkin ke sungai, mungkin ke prapatan”
Arya Gading berpikir sejenak. Apakah kepentingan Bagus Abangan ke prapatan yang paling mungkin baginya adalah pergi ke kali di sebelah ujung padukuhan itu. Sebuah kali yang tidak sedemikian besar, yang airnya seakan-akan hampir tidak pernah kering di musim kemarau. Arya Gading tidak berkata-kata lagi. Dengan tergesa-gesa ia berjalan menuju ke kali, tempat beberapa orang cantrik Pasanggaran sering mandi dan mencuci pakaiannya. Namun saat itu masih terlalu pagi. Belum ada seorang pun yang pergi kesana, selain Arya Gading yang sedang mencari Bagus Abangan itu.
Ki Ageng Pandan Arum dan Kuda Merta, setelah selesai membersihkan diri langsung menuju ke bilik untuk menengok keadaan Mahesa Branjangan, dilihatnya lelaki yang sedang terluka itu tidur. Karena itu, maka Ki Ageng Pandan Arum tidak mendekatinya. Lantas keduanya duduk tidak jauh dari amben Mahesa Branjangan. Di atas sehelai tikar pandan dan kembali meneguk air yang masih hangat-hangat kuku.
“Dimanakah Arya Gading?” desis Kuda Merta.
“Ya, anak itu?” sahut Ki Ageng Pandan Arum.
Mula-mula mereka menyangka bahwa anak muda itu sedang membersihkan diri di belakang. Tetapi setelah ditunggu beberapa lama, maka Arya Gading tidak juga datang. Meskipun demikian, mereka sama sekali tidak menaruh curiga bahwa Arya Gading sedang pergi mencari Bagus Abangan. Karena itu, maka Kuda Merta itu masih saja duduk dengan tenangnya bersama dengan Ki Ageng Pandan Arum.
Sekali Ki Ageng Pandan Arum itu berdiri. Didekatinya Mahesa Branjangan yang kembali jatuh tertidur karena lemahnya. Dirabanya dada anaknya itu sambil bergumam, “Pernafasannya menjadi bertambah baik. Mudah-mudahan ia dapat segera memiliki kesadarannya sepenuhnya kembali. Dalam keadaannya sekarang, maka Branjangan akan merasakan pening dan berkunang-kunang”
“Mudah-mudahan” sahut Kuda Merta.
Ki Ageng Pandan Arum mengangguk-anggukkan kepalanya. Namun ia pun berdiri juga. Kuda Merta yang telah siap untuk berbuat apa pun juga itu memerlukan menjenguk sesaat. Dilihatnya Mahesa Branjangan membuka matanya. Ketika dilihatnya Kuda Merta, maka desisnya, “ Maaf paman Kuda Merta. Sekiranya paman mencari keberadaan Arya Gading. Aku telah mengatakannya kepada Arya Gading”
“He” kembali Kuda Merta terkejut, “Apa maksudmu Branjangan? Apa yang telah kau katakan kepada Arya Gading?”
“Aku suruh ia mengatakannya kepada paman Kuda Merta dan bapa Pandan Arum bahwa orang yang telah melukai ku secara licik adalah Bagus Abangan”
Ki Ageng mendesah berat. Kuda Merta menggigit bibirnya. Ada sesuatu yang tersimpan di hati Arya Gading terhadap Bagus Abangan, seperti minyak yang tersekat di dalam bumbung. Kini ternyata ada api yang menyambarnya, sehingga minyak itu pasti akan menyala dan bumbungnya akan meledak.
“ Adi Kuda Merta persoalan ini aku serahkan kepadamu. Biarlah Branjangan aku yang akan menungguinya. Berhati –hatilah “
Karena itu, maka Kuda Merta pun kemudian menganggukkan kepalanya sambil berkata, “Baiklah aku temui anak itu”
Mahesa Branjangan tidak mengerutkan keningnya. Dipejamkannya kembali matanya untuk mencoba beristirahat sebanyak-banyaknya. Ki Ageng Pandan Arum lah kemudian yang menungguinya sambil duduk di tikar di samping pembaringannya. Kuda Merta yang menahan kemarahan di dalam dadanya itu, berjalan perlahan-lahan keluar pringgitan. Di luar malam telah berangsur hilang, sehingga bayangan pepohonan di halaman semakin lama menjadi semakin jelas karenanya. Namun ia tidak melihat Arya Gading dan Bagus Abangan di halaman itu. Karena itu, maka segera ia menjadi cemas.
“Kenapa kau mencari Bagus Abangan?” bertanya Doran, “kenapa tidak mencari aku?”
“Aku tergesa-gesa Doran, jangan mengajakku untuk bercanda”
Doran menggeleng sambil tersenyum. Bahkan kemudian ia melangkah mendekati Arya Gading, “ Gading tidak biasanya kau bersikap seperti ini. Wajahmu sangat kaku dan tegang “
“Doran” Arya Gading menjadi jengkel karenanya, “Aku sekarang sedang dihadapkan pada suatu keharusan untuk menemukannya. Dimana ia sekarang?”
Doran mengerutkan keningnya. Dilihatnya wajah Arya Gading bersungguh-sungguh. Karena itu, maka ia tidak mau bergurau lagi. Jawabnya, “Mungkin ke sungai, mungkin ke prapatan”
Arya Gading berpikir sejenak. Apakah kepentingan Bagus Abangan ke prapatan yang paling mungkin baginya adalah pergi ke kali di sebelah ujung padukuhan itu. Sebuah kali yang tidak sedemikian besar, yang airnya seakan-akan hampir tidak pernah kering di musim kemarau. Arya Gading tidak berkata-kata lagi. Dengan tergesa-gesa ia berjalan menuju ke kali, tempat beberapa orang cantrik Pasanggaran sering mandi dan mencuci pakaiannya. Namun saat itu masih terlalu pagi. Belum ada seorang pun yang pergi kesana, selain Arya Gading yang sedang mencari Bagus Abangan itu.
Ki Ageng Pandan Arum dan Kuda Merta, setelah selesai membersihkan diri langsung menuju ke bilik untuk menengok keadaan Mahesa Branjangan, dilihatnya lelaki yang sedang terluka itu tidur. Karena itu, maka Ki Ageng Pandan Arum tidak mendekatinya. Lantas keduanya duduk tidak jauh dari amben Mahesa Branjangan. Di atas sehelai tikar pandan dan kembali meneguk air yang masih hangat-hangat kuku.
“Dimanakah Arya Gading?” desis Kuda Merta.
“Ya, anak itu?” sahut Ki Ageng Pandan Arum.
Mula-mula mereka menyangka bahwa anak muda itu sedang membersihkan diri di belakang. Tetapi setelah ditunggu beberapa lama, maka Arya Gading tidak juga datang. Meskipun demikian, mereka sama sekali tidak menaruh curiga bahwa Arya Gading sedang pergi mencari Bagus Abangan. Karena itu, maka Kuda Merta itu masih saja duduk dengan tenangnya bersama dengan Ki Ageng Pandan Arum.
Sekali Ki Ageng Pandan Arum itu berdiri. Didekatinya Mahesa Branjangan yang kembali jatuh tertidur karena lemahnya. Dirabanya dada anaknya itu sambil bergumam, “Pernafasannya menjadi bertambah baik. Mudah-mudahan ia dapat segera memiliki kesadarannya sepenuhnya kembali. Dalam keadaannya sekarang, maka Branjangan akan merasakan pening dan berkunang-kunang”
“Mudah-mudahan” sahut Kuda Merta.
Ki Ageng Pandan Arum mengangguk-anggukkan kepalanya. Namun ia pun berdiri juga. Kuda Merta yang telah siap untuk berbuat apa pun juga itu memerlukan menjenguk sesaat. Dilihatnya Mahesa Branjangan membuka matanya. Ketika dilihatnya Kuda Merta, maka desisnya, “ Maaf paman Kuda Merta. Sekiranya paman mencari keberadaan Arya Gading. Aku telah mengatakannya kepada Arya Gading”
“He” kembali Kuda Merta terkejut, “Apa maksudmu Branjangan? Apa yang telah kau katakan kepada Arya Gading?”
“Aku suruh ia mengatakannya kepada paman Kuda Merta dan bapa Pandan Arum bahwa orang yang telah melukai ku secara licik adalah Bagus Abangan”
Ki Ageng mendesah berat. Kuda Merta menggigit bibirnya. Ada sesuatu yang tersimpan di hati Arya Gading terhadap Bagus Abangan, seperti minyak yang tersekat di dalam bumbung. Kini ternyata ada api yang menyambarnya, sehingga minyak itu pasti akan menyala dan bumbungnya akan meledak.
“ Adi Kuda Merta persoalan ini aku serahkan kepadamu. Biarlah Branjangan aku yang akan menungguinya. Berhati –hatilah “
Karena itu, maka Kuda Merta pun kemudian menganggukkan kepalanya sambil berkata, “Baiklah aku temui anak itu”
Mahesa Branjangan tidak mengerutkan keningnya. Dipejamkannya kembali matanya untuk mencoba beristirahat sebanyak-banyaknya. Ki Ageng Pandan Arum lah kemudian yang menungguinya sambil duduk di tikar di samping pembaringannya. Kuda Merta yang menahan kemarahan di dalam dadanya itu, berjalan perlahan-lahan keluar pringgitan. Di luar malam telah berangsur hilang, sehingga bayangan pepohonan di halaman semakin lama menjadi semakin jelas karenanya. Namun ia tidak melihat Arya Gading dan Bagus Abangan di halaman itu. Karena itu, maka segera ia menjadi cemas.
Quote:
BEBERAPA ORANG yang melihat Kuda Merta menyandang pedangnya, bertanya-tanya di dalam hati. Kuda Merta di padepokan hampir tidak pernah membawa pedangnya dalam keadaan biasa. Namun kini pedang itu tergantung di lambungnya.
“Mungkin Kiai Kuda Merta itu belum sempat melepas pedangnya” berkata salah seorang.
“Aku sudah melihatnya bersh –bersih tadi di pekiwan. Dan pedang itu tidak tergantung dipinggangnya” sahut yang lain.
“Entahlah” gumam orang yang pertama.
Sementara itu Arya Gading yang berlari-lari ke kali di ujung padukuhan dengan gelora kemarahan yang menyala di dadanya, tiba-tiba terkejut, ketika pada keremangan pagi ia melihat dua sosok tubuh berjalan ke arahnya. Namun tiba-tiba sesosok di antaranya segera lenyap dan yang tinggal kemudian adalah Bagus Abangan. Arya Gading itu tidak sempat berpikir dan bertanya, siapakah orang yang satu itu yang kemudian bersembunyi. Namun yang ada di dalam dadanya adalah kemarahan yang menyala-nyala.
Dengan serta-merta, maka Arya Gading itu berteriak, “Kau telah berusaha membunuh kakang Mahesa Branjangan. Sekarang aku datang untuk menuntut balas atas luka-luka yang dideritanya”
Bagus Abangan terkejut. Jawabnya, “ Jangan ngelindur Gading. Siapa yang mengatakan fitnah keji itu?”
“ Kakang Mahesa Branjangan sendiri”
“Omong kosong. Mahesa Branjangan belum sadar”
“Jangan ingkar. Aku sudah tidak mempunyai pilihan lain sekarang”
Bagus Abangan itu mengerutkan keningnya. Namun tiba-tiba ia tertawa, “Bagus” katanya, “Aku yang berusaha membunuh Mahesa Branjangan, sekarang aku harus membunuh Arya Gading”
Arya Gading tidak menjawab. segera ia meloncat maju dan menyerang Bagus Abangan sejadi-jadinya. Bagus Abangan benar-benar terkejut menerima serangan yang tiba-tiba itu. Karena itu, maka ia tidak segera dapat mengelak. Dengan cepatnya ia berusaha untuk menahan serangan Arya Gading itu dengan menyilangkan kedua tangannya menyambut tangan Arya Gading.Pada saat itu, Arya Gading benar-benar telah mempergunakan segenap kekuatannya dilambari dengan kemarahan yang membara di dalam dirinya. Karena itu, maka kekuatannya pun seakan-akan bertambah-tambah juga. Sehingga kemudian terjadi suatu benturan yang dahsyat antara keduanya.
Benturan kekuatan antara Arya Gading yang melontarkan kemarahan yang meledak dengan kekuatan Bagus Abangan yang tegak seperti batu karang. Demikianlah maka kedua kekuatan itu telah melemparkan keduanya, sehingga masing-masing terpental dan jatuh terbanting di atas tanah. Namun setelah mereka terguling, maka segera mereka meloncat berdiri dan siap kembali untuk mempertahankan diri masing-masing.
Arya Gading yang sama sekali tidak dapat mengekang dirinya karena kemarahannya, segera menyerang kembali. Serangannya langsung mengarah ke titik-titik yang berbahaya pada tubuh Bagus Abangan. Kalau selama ini Bagus Abangan dan Arya Gading selalu urung bertempur dalam setiap persoalan, maka dendam yang tersimpan di hati masing-masing itu kini seakan-akan tertumpahkan. Bagus Abangan yang selama ini merasa, tersisihkan karena kehadiran Arya Gading. Baik oleh Ki Ageng Pandan Arum, orang-orang Pasanggaran, lebih-lebih Ratri Hening, namun usahanya untuk memancing perselisihan selalu gagal, maka kini ia terlibat dalam suatu perkelahian dengan Arya Gading. Karena itu, maka kesempatan ini harus dipergunakan. Ia harus bertempur sampai rampung. Mati atau mematikan.
Apalagi Arya Gading ternyata telah mengetahui bahwa dirinyalah sebenarnya yang telah berusaha membunuh Mahesa Branjangan. Dan Bagus Abangan tidak dapat mengingkari kalau itu dikatakan oleh Mahesa Branjangan sendiri. Meskipun demikian Bagus Abangan itu menyesal, kenapa ia tidak dapat menusuk anak tunggal dari Ki Ageng Pandan Arum, sehingga Mahesa Branjangan itu masih sempat berkata tentang keadaannya. Karena itu, maka Arya Gading itu pun harus mati. Kalau Arya Gading sudah mati di sini, maka ia akan dapat membunuh Mahesa Branjangan nanti pada suatu kesempatan. Sedangkan Arya Gading pun telah menyimpan dendam yang membara di dalam dirinya.
Sejak ia hadir di Pasanggaran yang dahulu bernama padepokan Pandan Arum, maka ia telah merasakan, bahwa orang ini sama sekali tidak senang melihat kehadirannya. Anak muda ini pulalah yang telah berusaha membunuh Mahesa Branjangan. Sampai saat itu Mahesa Branjangan adalah orang yang paling baik yang dikenalnya. Orang yang selalu melindunginya dalam setiap kesempatan. Orang yang tidak pernah menyakiti hatinya. Orang yang telah menggantikan kakak kandungnya sendiri. Kini orang yang bernama Bagus Abangan itu akan membunuh Mahesa Branjangan. Karena itu, maka segenap kemarahan dam dendam tertumpah kepadanya. Kepada Bagus Abangan.
Demikianlah maka pertempuran itu menjadi seru sekali. Masing-masing telah menumpahkan segenap tenaganya dalam luapan kemarahan dan dendam. Masing-masing sudah tidak dapat lagi melihat kemungkinan lain daripada membunuh atau dibunuh. Arya Gading yang banyak sekali mempunyai pertimbangan di kepalanya hampir dalam setiap persoalan, kini pertimbangan-pertimbangan itu seakan-akan telah membeku.
“Mungkin Kiai Kuda Merta itu belum sempat melepas pedangnya” berkata salah seorang.
“Aku sudah melihatnya bersh –bersih tadi di pekiwan. Dan pedang itu tidak tergantung dipinggangnya” sahut yang lain.
“Entahlah” gumam orang yang pertama.
Sementara itu Arya Gading yang berlari-lari ke kali di ujung padukuhan dengan gelora kemarahan yang menyala di dadanya, tiba-tiba terkejut, ketika pada keremangan pagi ia melihat dua sosok tubuh berjalan ke arahnya. Namun tiba-tiba sesosok di antaranya segera lenyap dan yang tinggal kemudian adalah Bagus Abangan. Arya Gading itu tidak sempat berpikir dan bertanya, siapakah orang yang satu itu yang kemudian bersembunyi. Namun yang ada di dalam dadanya adalah kemarahan yang menyala-nyala.
Dengan serta-merta, maka Arya Gading itu berteriak, “Kau telah berusaha membunuh kakang Mahesa Branjangan. Sekarang aku datang untuk menuntut balas atas luka-luka yang dideritanya”
Bagus Abangan terkejut. Jawabnya, “ Jangan ngelindur Gading. Siapa yang mengatakan fitnah keji itu?”
“ Kakang Mahesa Branjangan sendiri”
“Omong kosong. Mahesa Branjangan belum sadar”
“Jangan ingkar. Aku sudah tidak mempunyai pilihan lain sekarang”
Bagus Abangan itu mengerutkan keningnya. Namun tiba-tiba ia tertawa, “Bagus” katanya, “Aku yang berusaha membunuh Mahesa Branjangan, sekarang aku harus membunuh Arya Gading”
Arya Gading tidak menjawab. segera ia meloncat maju dan menyerang Bagus Abangan sejadi-jadinya. Bagus Abangan benar-benar terkejut menerima serangan yang tiba-tiba itu. Karena itu, maka ia tidak segera dapat mengelak. Dengan cepatnya ia berusaha untuk menahan serangan Arya Gading itu dengan menyilangkan kedua tangannya menyambut tangan Arya Gading.Pada saat itu, Arya Gading benar-benar telah mempergunakan segenap kekuatannya dilambari dengan kemarahan yang membara di dalam dirinya. Karena itu, maka kekuatannya pun seakan-akan bertambah-tambah juga. Sehingga kemudian terjadi suatu benturan yang dahsyat antara keduanya.
Benturan kekuatan antara Arya Gading yang melontarkan kemarahan yang meledak dengan kekuatan Bagus Abangan yang tegak seperti batu karang. Demikianlah maka kedua kekuatan itu telah melemparkan keduanya, sehingga masing-masing terpental dan jatuh terbanting di atas tanah. Namun setelah mereka terguling, maka segera mereka meloncat berdiri dan siap kembali untuk mempertahankan diri masing-masing.
Arya Gading yang sama sekali tidak dapat mengekang dirinya karena kemarahannya, segera menyerang kembali. Serangannya langsung mengarah ke titik-titik yang berbahaya pada tubuh Bagus Abangan. Kalau selama ini Bagus Abangan dan Arya Gading selalu urung bertempur dalam setiap persoalan, maka dendam yang tersimpan di hati masing-masing itu kini seakan-akan tertumpahkan. Bagus Abangan yang selama ini merasa, tersisihkan karena kehadiran Arya Gading. Baik oleh Ki Ageng Pandan Arum, orang-orang Pasanggaran, lebih-lebih Ratri Hening, namun usahanya untuk memancing perselisihan selalu gagal, maka kini ia terlibat dalam suatu perkelahian dengan Arya Gading. Karena itu, maka kesempatan ini harus dipergunakan. Ia harus bertempur sampai rampung. Mati atau mematikan.
Apalagi Arya Gading ternyata telah mengetahui bahwa dirinyalah sebenarnya yang telah berusaha membunuh Mahesa Branjangan. Dan Bagus Abangan tidak dapat mengingkari kalau itu dikatakan oleh Mahesa Branjangan sendiri. Meskipun demikian Bagus Abangan itu menyesal, kenapa ia tidak dapat menusuk anak tunggal dari Ki Ageng Pandan Arum, sehingga Mahesa Branjangan itu masih sempat berkata tentang keadaannya. Karena itu, maka Arya Gading itu pun harus mati. Kalau Arya Gading sudah mati di sini, maka ia akan dapat membunuh Mahesa Branjangan nanti pada suatu kesempatan. Sedangkan Arya Gading pun telah menyimpan dendam yang membara di dalam dirinya.
Sejak ia hadir di Pasanggaran yang dahulu bernama padepokan Pandan Arum, maka ia telah merasakan, bahwa orang ini sama sekali tidak senang melihat kehadirannya. Anak muda ini pulalah yang telah berusaha membunuh Mahesa Branjangan. Sampai saat itu Mahesa Branjangan adalah orang yang paling baik yang dikenalnya. Orang yang selalu melindunginya dalam setiap kesempatan. Orang yang tidak pernah menyakiti hatinya. Orang yang telah menggantikan kakak kandungnya sendiri. Kini orang yang bernama Bagus Abangan itu akan membunuh Mahesa Branjangan. Karena itu, maka segenap kemarahan dam dendam tertumpah kepadanya. Kepada Bagus Abangan.
Demikianlah maka pertempuran itu menjadi seru sekali. Masing-masing telah menumpahkan segenap tenaganya dalam luapan kemarahan dan dendam. Masing-masing sudah tidak dapat lagi melihat kemungkinan lain daripada membunuh atau dibunuh. Arya Gading yang banyak sekali mempunyai pertimbangan di kepalanya hampir dalam setiap persoalan, kini pertimbangan-pertimbangan itu seakan-akan telah membeku.
Quote:
TETAPI TERNYATA bahwa Bagus Abangan memiliki pengalaman yang lebih luas dari Arya Gading. Meskipun persiapan-persiapan di dalam diri Arya Gading telah cukup banyak untuk menghadapi murid Paraji Gading yang bergelar Hantu Gunung Sumbing itu, namun ada beberapa kelebihan dari Bagus Abangan atas Arya Gading. Karena itu, maka tampaklah bahwa Bagus Abangan mempunyai kesempatan-kesempatan yang lebih baik dari Arya Gading. Namun meskipun demikian, Arya Gading pun memiliki keadaan yang tidak dimiliki oleh Bagus Abangan.
Arya Gading yang seakan-akan menyimpan dan menahan gelora yang menyala di dadanya karena keadaannya, maka tiba-tiba kini ia menemukan saluran yang dapat memuntahkan tekanan itu. Sebagai seorang penakut dan peragu karena pengalaman hidupnya yang sangat getir, maka Arya Gading selalu berangan-angan untuk menjadi seorang yang pilih tanding. Seorang yang tak terkalahkan. Dan hari ini tiba-tiba ia dihadapkan pada persoalan yang langsung menyentuh perasaannya yang paling dalam, sehingga dengan demikian maka Arya Gading itu seakan-akan benar-benar sebuah bumbung minyak yang terbakar. Meledak dengan dahsyatnya. Karena itu, maka tandangnya pun menjadi tidak menentu. Ia telah kehilangan kemungkinan untuk mempertimbangkan setiap geraknya. Hanya satu yang ada di dalam hatinya, membinasakan Bagus Abangan.
Bagus Abangan melihat tandang Arya Gading itu benar-benar terkejut. Arya Gading dalam penglihatan Bagus Abangan adalah seorang yang halus dan lunak. Ia menyangka, bahwa dalam perkelahian pun Arya Gading akan mencerminkan sifat-sifatnya itu. Tetapi tiba-tiba ia berhadapan dengan gerak yang ganas dan kasar. Bahkan kadang-kadang sama sekali diluar dugaannya. Arya Gading menyerang seperti seekor serigala yang lapar. Tidak hanya seekor, namun tiba-tiba karena luapan perasaannya, Arya Gading telah menumpahkan segenap ilmunya, sehingga seakan-akan Bagus Abangan itu menghadapi berpuluh-puluh serigala yang kelaparan sedang berusaha mencabik – cabik dagingnya.
Karena itu, maka perkelahian itu menjadi semakin sengit. Bagus Abangan berusaha untuk melawan Arya Gading dengan segenap kemampuannya pula. Tubuhnya bergerak dengan lincahnya menghindari setiap serangan Arya Gading. Namun serangan itu mengalir seperti banjir. Meskipun demikian kelincahan Bagus Abangan, sekali-sekali berhasil menerobos pertahanan Arya Gading yang kuat, sekali-sekali berhasil mengenai tubuhnya, sehingga sekali-sekali Arya Gading terpaksa terlempar surut dan bahkan jatuh berguling. Tetapi kambali anak muda itu bangkit, dan kembali serangannya datang membadai.
Namun Bagus Abangan pada dasarnya adalah seorang anak muda yang berjiwa kasar. Ia adalah seorang yang berbuat tanpa kesan membunuh lawannya dan bahkan merobek mayat lawannya sekali. Karena itu, maka segera ia menyesuaikan diri dengan Arya Gading. Sehingga sesaat kemudian Bagus Abangan itu pun bertempur dengan cara yang tidak kalah ganas dan kasar dari Arya Gading.
Dengan demikian maka perkelahian itu benar-benar menjadi perkelahian yang keras. Seakan-akan perkelahian di antara binatang-binatang buas yang sedang kelaparan berebut makanan. Setiap serangan hampir tak pernah dielakkan. Namun setiap serangan ditempuhnya dengan pengerahan tenaga. Namun dalam perkelahian yang demikian itu pun, Bagus Abangan mempunyai kesempatan yang lebih banyak dari Arya Gading. Pengalamannya yang jauh lebih banyak dan hatinya yang lebih keras, telah memungkinkannya untuk berbuat lebih jauh dari apa yang dapat dilakukan pleh Arya Gading.
Tetapi Bagus Abangan itu pun menjadi heran. Betapa ia berhasil mengenai lawannya, bahkan dengan segenap tenaganya, dan betapa ia melihat Arya Gading terlempar jatuh, tetapi seakan-akan tubuh Arya Gading itu sedemikian liatnya. Demikian ia terbanting, demikian ia bangun kembali. Pukulan-pukulan yang mengenainya benar-benar tak pernah membekas, seakan-akan tubuhnya dapat dibebaskan dari rasa sakit. Sebenarnya Arya Gading sudah waringuten, ia seolah-olah kehilangan segenap perasaannya. Bahkan rasa sakit pun seakan-akan tak dimilikinya. Tekanan gelora yang membakar dadanya telah menjadikannya nggegirisi.
Bagus Abangan benar-benar menjadi bimbang. Apakah Arya Gading memiliki ilmu kekebalan?, “Omong kosong” katanya dalam hati. Dan geraknya pun semakin dipercepatnya.
Arya Gading yang seakan-akan menyimpan dan menahan gelora yang menyala di dadanya karena keadaannya, maka tiba-tiba kini ia menemukan saluran yang dapat memuntahkan tekanan itu. Sebagai seorang penakut dan peragu karena pengalaman hidupnya yang sangat getir, maka Arya Gading selalu berangan-angan untuk menjadi seorang yang pilih tanding. Seorang yang tak terkalahkan. Dan hari ini tiba-tiba ia dihadapkan pada persoalan yang langsung menyentuh perasaannya yang paling dalam, sehingga dengan demikian maka Arya Gading itu seakan-akan benar-benar sebuah bumbung minyak yang terbakar. Meledak dengan dahsyatnya. Karena itu, maka tandangnya pun menjadi tidak menentu. Ia telah kehilangan kemungkinan untuk mempertimbangkan setiap geraknya. Hanya satu yang ada di dalam hatinya, membinasakan Bagus Abangan.
Bagus Abangan melihat tandang Arya Gading itu benar-benar terkejut. Arya Gading dalam penglihatan Bagus Abangan adalah seorang yang halus dan lunak. Ia menyangka, bahwa dalam perkelahian pun Arya Gading akan mencerminkan sifat-sifatnya itu. Tetapi tiba-tiba ia berhadapan dengan gerak yang ganas dan kasar. Bahkan kadang-kadang sama sekali diluar dugaannya. Arya Gading menyerang seperti seekor serigala yang lapar. Tidak hanya seekor, namun tiba-tiba karena luapan perasaannya, Arya Gading telah menumpahkan segenap ilmunya, sehingga seakan-akan Bagus Abangan itu menghadapi berpuluh-puluh serigala yang kelaparan sedang berusaha mencabik – cabik dagingnya.
Karena itu, maka perkelahian itu menjadi semakin sengit. Bagus Abangan berusaha untuk melawan Arya Gading dengan segenap kemampuannya pula. Tubuhnya bergerak dengan lincahnya menghindari setiap serangan Arya Gading. Namun serangan itu mengalir seperti banjir. Meskipun demikian kelincahan Bagus Abangan, sekali-sekali berhasil menerobos pertahanan Arya Gading yang kuat, sekali-sekali berhasil mengenai tubuhnya, sehingga sekali-sekali Arya Gading terpaksa terlempar surut dan bahkan jatuh berguling. Tetapi kambali anak muda itu bangkit, dan kembali serangannya datang membadai.
Namun Bagus Abangan pada dasarnya adalah seorang anak muda yang berjiwa kasar. Ia adalah seorang yang berbuat tanpa kesan membunuh lawannya dan bahkan merobek mayat lawannya sekali. Karena itu, maka segera ia menyesuaikan diri dengan Arya Gading. Sehingga sesaat kemudian Bagus Abangan itu pun bertempur dengan cara yang tidak kalah ganas dan kasar dari Arya Gading.
Dengan demikian maka perkelahian itu benar-benar menjadi perkelahian yang keras. Seakan-akan perkelahian di antara binatang-binatang buas yang sedang kelaparan berebut makanan. Setiap serangan hampir tak pernah dielakkan. Namun setiap serangan ditempuhnya dengan pengerahan tenaga. Namun dalam perkelahian yang demikian itu pun, Bagus Abangan mempunyai kesempatan yang lebih banyak dari Arya Gading. Pengalamannya yang jauh lebih banyak dan hatinya yang lebih keras, telah memungkinkannya untuk berbuat lebih jauh dari apa yang dapat dilakukan pleh Arya Gading.
Tetapi Bagus Abangan itu pun menjadi heran. Betapa ia berhasil mengenai lawannya, bahkan dengan segenap tenaganya, dan betapa ia melihat Arya Gading terlempar jatuh, tetapi seakan-akan tubuh Arya Gading itu sedemikian liatnya. Demikian ia terbanting, demikian ia bangun kembali. Pukulan-pukulan yang mengenainya benar-benar tak pernah membekas, seakan-akan tubuhnya dapat dibebaskan dari rasa sakit. Sebenarnya Arya Gading sudah waringuten, ia seolah-olah kehilangan segenap perasaannya. Bahkan rasa sakit pun seakan-akan tak dimilikinya. Tekanan gelora yang membakar dadanya telah menjadikannya nggegirisi.
Bagus Abangan benar-benar menjadi bimbang. Apakah Arya Gading memiliki ilmu kekebalan?, “Omong kosong” katanya dalam hati. Dan geraknya pun semakin dipercepatnya.
Quote:
SISA GELAP MALAM pun semakin lama menjadi semakin tipis. Dan sejalan dengan itu hati Bagus Abangan pun menjadi semakin cemas. Ia ingin segera menyelesaikan perkelahian itu. Namun betapa mungkin. Arya Gading seakan-akan tak dapat disakitinya. Seandainya seseorang melihatnya bertempur, dan orang itu mengetahui sebab dari pertempuran itu, maka mau tak mau ia harus berhadapan dengan seluruh cantrik di Pasanggaran. Meskipun pada saat itu gurunya berada di sampingnya, namun alangkah baiknya kalau ia menyelesaikan persoalan itu sendiri. Tanpa gurunya.
Dan persoalan itu akan selesai kalau ia dapat membunuh Arya Gading. Mudah-mudahan baru Arya Gading sajalah yang mendengar dari Mahesa Branjangan bahwa ialah yang telah melukainya. Nanti, akan dicarinya kesempatan untuk menyempurnakan pembunuhannya atas Mahesa Branjangan. Seandanya ia sempat menutup jalan pernafasan anak Ki Ageng itu, maka segera pekerjaannya akan selesai tanpa bekas.
Bagus Abangan menjadi semakin gelisah ketika dalam keremangan fajar, benar dilihatnyan beberapa orang berdatangan. Dan Arya Gading itu masih bertempur dengan garangnya. Kini Bagus Abangan benar-benar mengerahkan segenap kemampuannya. Ia berkelahi seperti seekor harimau yang ganas. Dengan segenap kemampuan dan tenaganya, ia berusaha segera mengakhiri pertempuran. Namun tubuh Arya Gading itu seakan-akan terbuat dari tanah liat. Tetapi ketika langit menjadi semakin terang, tampaklah bahwa dari tubuh anak muda itu telah mengalir darah dari luka-luka ditubuhnya. Pakaiannya telah rontang-ranting dan wajahnya menjadi merah biru. Bukan saja Arya Gading, Bagus Abangan pun telah mengalami tekanan-tekanan yang berat karena serangan-serangan Arya Gading yang sedang mengamuk itu.
Tetapi pertempuran itu harus segera berakhir. Dalam keadaan itu akhirnya Bagus Abangan mengambil keputusan yang pasti. Ia harus pergi meningglkan lereng Merapi sejauh – jauhnya. Bagus Abangan lantas meloncat ke belakang. Tubuhnya dengan ringan melesat meningalkan arena pertempuran. Melihat mangsanya meloloskan diri, Arya Gading tidak membiarkan hal itu terjadi. Pemuda itu lantas mengejar Bagus Abangan yang sudah belasan tombak di depannya.
Dan persoalan itu akan selesai kalau ia dapat membunuh Arya Gading. Mudah-mudahan baru Arya Gading sajalah yang mendengar dari Mahesa Branjangan bahwa ialah yang telah melukainya. Nanti, akan dicarinya kesempatan untuk menyempurnakan pembunuhannya atas Mahesa Branjangan. Seandanya ia sempat menutup jalan pernafasan anak Ki Ageng itu, maka segera pekerjaannya akan selesai tanpa bekas.
Bagus Abangan menjadi semakin gelisah ketika dalam keremangan fajar, benar dilihatnyan beberapa orang berdatangan. Dan Arya Gading itu masih bertempur dengan garangnya. Kini Bagus Abangan benar-benar mengerahkan segenap kemampuannya. Ia berkelahi seperti seekor harimau yang ganas. Dengan segenap kemampuan dan tenaganya, ia berusaha segera mengakhiri pertempuran. Namun tubuh Arya Gading itu seakan-akan terbuat dari tanah liat. Tetapi ketika langit menjadi semakin terang, tampaklah bahwa dari tubuh anak muda itu telah mengalir darah dari luka-luka ditubuhnya. Pakaiannya telah rontang-ranting dan wajahnya menjadi merah biru. Bukan saja Arya Gading, Bagus Abangan pun telah mengalami tekanan-tekanan yang berat karena serangan-serangan Arya Gading yang sedang mengamuk itu.
Tetapi pertempuran itu harus segera berakhir. Dalam keadaan itu akhirnya Bagus Abangan mengambil keputusan yang pasti. Ia harus pergi meningglkan lereng Merapi sejauh – jauhnya. Bagus Abangan lantas meloncat ke belakang. Tubuhnya dengan ringan melesat meningalkan arena pertempuran. Melihat mangsanya meloloskan diri, Arya Gading tidak membiarkan hal itu terjadi. Pemuda itu lantas mengejar Bagus Abangan yang sudah belasan tombak di depannya.
Diubah oleh breaking182 12-08-2022 22:47
ashrose dan 12 lainnya memberi reputasi
13
Kutip
Balas
Tutup