Kaskus

Story

harrywjyyAvatar border
TS
harrywjyy
Pesugihan Gua Setonggo (Horror Story)
Pesugihan Gua Setonggo (Horror Story)

emoticon-Haiemoticon-Hai
Selamat Datang Di Thread Horor Terbaru Ane Gan!

Kali ini ada sebuah cerita yang cukup mengerikan. Kalian pasti pernah mendengar soal pesugihan, kan? Sebuah jalan pintas bagi mereka yang putus asa dan berpikiran pendek, meski awalnya menguntungkan tapi efek lanjutannya sangat mengerikan dan berbahaya.

Kisah ini menceritakan tentang Leo yang hidupnya hancur. Usahanya gagal, diceraikan sang istri dan kehilangan anak satu-satunya. Saking putus adanya, ia pun memilih jalan pesugihan untuk kembali mendapat kejayaan. Namun pada akhirnya yang ia temukan justru malapetaka.

Petaka macam apakah yang menimpa Leo? Simak cerita lengkapnya!

Disclaimer: emoticon-Bookmark (S)

- Dilarang copas dan menjiplak cerita ini untuk keperluan apapun. ❌
- Apabila ingin bekerja sama, hubungi TS. emoticon-shakehand
- Izin dahulu apabila ada yang ingin membawakan cerita ini ke podcast ataupun YouTube. Biasakan memberi keterangan dari channel mana Anda berasal. emoticon-Cool
- TS akan berusaha semaksimal mungkin untuk update setiap hari. Apabila TS lupa mohon diingatkan. emoticon-Blue Guy Peace
- Baca cerita secara berurutan biar paham.
emoticon-Blue Guy Smile (S)
- Mohon maaf bila ada kesamaan nama, tempat atau kejadian. emoticon-Malu (S)

Prolog:

Suara kaki melangkah terdengar begitu lemah. Sepatu kulit itu berjalan lunglai di atas tanah basah yang lembek. Pria berwajah pucat itu terus berjalan ke depan. Seperti tanpa nyawa bahkan pikiran. Tujuannya ada di depan, tak jauh lagi.

Bak zombie yang lemas, pria itu terus berjalan. Beberapa orang sekitar melihatnya dengan tatapan aneh. Bajunya basah kuyup terkena hujan. Napasnya pun tersengal-sengal, dia bagai manusia paling putus asa di dunia.

Hingga tak lama kemudian sampailah pria itu di depan sebuah rumah tua berbahan anyaman bambu. Di sana sudah berdiri seorang kakek tua yang memandanginya dengan tatapan datar. Seolah ia sudah menunggu kedatangan si pria.

Sang pria mengangkat kepalanya dan menatap kakek itu.

"Ki, saya butuh bantuan!" ucap si pria dengan wajah penuh harap. Sedangkan kakek tadi hanya tersenyum kecut sambil menggelengkan kepala.

Bersambung ....

Apakah yang akan dilakukan pria itu dengan si kakek tua? Nantikan kelanjutan kisahnya!

Untuk bagian selanjutnya bisa kalian baca melalui INDEX berikut! Baca berurutan ya! emoticon-Blue Guy Peace

⬇️⬇️⬇️

Part 1 - Awal Mula
Part 2 - Gua Setonggo
Part 3 - Siasat Iblis
Part 4 - Pulang
Part 5 - Kematian Misterius
Part 6 - Uang Gaib
Part 7 - Ada Yang Datang
Part 8 - Tamu Tak Diundang
Part 9 - Golok Setan
Part 10 - Mencari Mangsa
Part 11 - Tumbal
Part 12 - Darah Kedua
Part 13 - Haus Darah
Part 14 - Semakin Gila
Part 15 - Budak Setan
Part 16 - Iblis Terus Datang
Part 17 - Si Gila Mencari Darah
Part 18 - Iblis Itu Bernama Leo
Part 19 - Tertangkap
Part 20 - Akhir Segalanya

Mampir juga ke cerita ane lainnya yang gak kalah serem berjudul Kuntilanak Pemakan Bayi di link berikut

Kuntilanak Pemakan Bayi [Cerbung Horor]


Terima kasih bagi kalian yang sudah menyempatkan mampir dan membaca. Salam kenal!


emoticon-Shakehand2emoticon-Shakehand2
Diubah oleh harrywjyy 17-08-2022 17:16
bukhoriganAvatar border
itkgidAvatar border
User telah dihapus
User telah dihapus dan 13 lainnya memberi reputasi
14
17.3K
141
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the Heart
KASKUS Official
32.7KThread52KAnggota
Tampilkan semua post
harrywjyyAvatar border
TS
harrywjyy
#9
Part 4 - Pulang
Leo berdiri di sebuah gua yang gelap dan sepi. Suara air menetes terdengar menggema saat tetesannya menyentuh genangan air di tanah. Suara jangkrik dan samar-samar bunyi binatang malam lainnya terdengar. Leo kebingungan, tiba-tiba dirinya kembali ke gua ini. Dengan wajah takut ia melihat sekitar.

“Ayah ....” Suara seorang anak kecil memanggilnya. Suara itu berasal dari Raffa anaknya sendiri. Dengan jelas, Leo bisa mendengar dalam tidurnya.

“Kenapa ayah begini? Kenapa, Ayah?” tanya Raffa dengan nada yang hampir menangis.

“Raffa?” panggil Leo, akan tetapi Raffa tidak kunjung muncul. Hanya suaranya saja yang terdengar.

Tak lama kemudian, Leo membuka mata. Akhirnya ia sadar bahwa semuanya hanyalah mimpi. Setelah malam yang melelahkan itu, Leo memang mengistirahatkan badannya di rumah Ki Danang. Di atas sebuah ranjang bambu sederhana dirinya berbaring, terlelap sepanjang hari dan baru terbangun ketika mengalami mimpi itu. Melewati jam demi jam dalam tidurnya, sementara Ki Danang pergi entah kemana meninggalkannya seorang diri.

“Cuma mimpi,” gumamnya yang masih terbayang-bayang dengan apa yang terjadi di gua semalam.

***

Tak terasa waktu berlalu begitu cepat, keesokan harinya sudah saatnya bagi Leo untuk berpamitan. Tak ada alasan lagi baginya untuk menetap lebih lama di rumah Ki Danang. Pagi itu ia mulai mengemas barang-barangnya. Baju-bajunya ia masukkan ke dalam tas, ia memakai pakaiannya dengan rapi. Mengenakan sepatu dan jaket, siap untuk pergi meninggalkan rumah reyot yang menampungnya selama beberapa hari ini.

Di luar, Ki Danang duduk sambil menghisap sebatang rokok di antara kedua bibirnya. Matanya memperhatikan ayam-ayan peliharaannya yang berwarna hitam legam. Sesekali ia sebarkan beras ke arah ayam-ayamnya agar mereka bisa makan.

Tak lama kemudian, Leo keluar dengan pakaian rapi. Ki Danang sudah tahu bahwa pemuda itu akan meninggalkannya hari ini. Leo duduk di samping Ki Danang, pria tua itu menoleh dan tersenyum ke arahnya. “Udah?” tanya Ki Danang.

“Udah,  Ki. Saya harus pulang,” kata Leo.
Ki Danang mengangguk. “Pulanglah sana, banyak yang nunggu kamu di kota,” ucap pria tua itu sambil membuang asap rokok dari dalam mulutnya.

“Ki, terima kasih banyak ya. Atas semuanya,” ucap Leo. “Setelah apa yang Ki Danang berikan ke saya, makanan, tempat tinggal sampai bantu urusan saya. Semuanya belum bisa saya balas sekarang,” kata Leo.

“Gak apa-apa,” jawab singkat Ki Danang.
“Sebenernya saya gak mau pergi, saya nyaman di sini. Di desa ini. Rasanya tenang dan tentram, apalagi saya bisa ketemu sama orang baik seperti Ki Danang.” Leo kembali bicara.

Ki Danang menoleh dan menatap Leo. “Kamu bisa main ke sini kapan-kapan. Yang penting sekarang, kamu pulang dan kamu selesaikan urusan kamu di kota, kalau ada apa-apa boleh telepon saya,” ucap Ki Danang.

Setelah sekian banyak terima kasih yang Leo ucapkan kepada pria tua itu, mereka akhirnya beranjak dan mulai berjalan meninggalkan rumah. Bersama Ki Danang, Leo diantar menuju ke gerbang desa. Melewati sawah dan ladang penduduk, kemudian masuk ke dalam pemukiman yang ramai oleh rumah-rumah warga. Sesekali penduduk menyapa mereka saat berpapasan di jalan. Hawa pegunungan terasa sejuk, ditambah ramah senyum para warga desa.

Bagi Leo sendiri, selama beberapa hari ini Ki Danang bagaikan ayah baginya. Dan kini, ia kembali menatap gerbang desa yang menjadi pertanda bahwa dirinya akan segera meninggalkan desa ini untuk kembali berkecimpung ke dalam sibuknya perkotaan.

Sesampainya di gerbang desa, mereka mendekat ke sebuah saung bambu. Di mana tampak beberapa orang berjaket duduk di sana dengan santainya sambil mengobrol. Di depannya, motor-motor berjajar rapi.

“Ojek, Mang!” kata Ki Danang.

Dengan sigap, salah satu orang turun dari saung dan buru-buru memajukan motornya. Wajahnya amat senang melihat datangnya penumpang. Segera ia nyalakan motornya, suara mesin pun mulai terdengar dan asap tipis keluar dari knalpotnya. Leo lalu naik ke jok belakang motor tersebut.

“Leo, jaga dirimu baik-baik,” ucap Ki Danang mengucapkan pesan terakhirnya pada pemuda itu.

“Baik, Ki. Terima kasih atas semuanya,” balas Leo.

“Jalan, Mang. Sampe jalan raya ya,” ucap Ki Danang. Setelah itu motor pun mulai melaju meninggalkan gerbang desa membawa Leo di belakangnya. Ki Danang masih berdiri di posisinya semula, menatap Leo yang perlahan jalan menjauh meninggalkannya. Pelan-pelan mulai hilang melewati tikungan.

Dalam diamnya, mata Ki Danang melihat sesosok perempuan tak kasat mata berbaju putih dan berambut panjang selutut yang terbang mengikuti Leo dari belakang. Hanya dirinya yang bisa melihat. Pria tua itu menghela nafas, kemudian berjalan pergi masuk kembali ke memasuki gerbang desa.

***

Singkat cerita, Leo menumpang sebuah bus antar kota untuk sampai kembali ke kota asalnya. Selama beberapa jam dirinya duduk melewati jalan-jalan yang menghubungkanm antar daerah. Sepanjang jalan dirinya menatap hijaunya sawah melalui jendela, dan megahnya pegunungan yang berdiri di kejauhan sana.

Di atas aspal yang halus itu, bus berjalan tanpa halangan. Angin sepoi-sepoi masuk dari jendela yang terbuka sedikit. Pelan-pelan Leo terlelap, tertidur bersandar di kursi bus yang nyaman. Membiarkan bus itu membawanya ke tempat tujuan.

Tak terasa, waktu berlalu berlalu begitu cepat. Setelah sampai di terminal tujuan, Leo naik kendaraan umum untuk sampai di rumahnya. Beberapa menit dalam perjalanan, akhirnya ia tiba dan melihat sebuah rumahnya penuh debu yang tak terurus. Sedangkan di sampingnya, rumah tetangga berdiri megah dengan mobil-mobil dan halamannya yang hijau.

Leo mulai melangkah mendekat ke rumahnya, melewati halaman depan yang kotor dan penuh dedaunan kering. Sehingga menimbulkan bunyi ketika menginjaknya. Ia menatap garasi mobil yang hampir semua isinya sudah ia jual. Rumah ini merupakan rumah minimalis di salah satu perumahan di kota, dengan dua lantai dan tiga buah kamar tidur yang Leo beli sekitar empat tahun lalu.

Kaki Leo menginjak lantai rumah, matanya tertuju ke arah meja kecil yang ada di pelataran. Terdapat berbagai kertas di atas meja itu. Satu per satu kertas itu ia ambil. Ia pun sadar bahwa kertas itu berasal dari para penagih hutang yang datang selama dirinya pergi meninggalkan rumah. Kertas bertuliskan ancaman dan peringatan untuknya.

Dengan kesal, Leo merobek-robek kertas itu dan melemparnya ke sembarang arah. “Anjing!” bentaknya sambil menendang meja. Anehnya, meja yang ia tendang itu seketika langsung roboh. Meja yang terbuat dari kayu berkualitas tinggi seketika patah. Bahkan Leo pun sampai kaget.

Tangan Leo lalu memegang gagang pintu yang penuh debu, lalu membuka pintu tersebut. Kakinya mulai melangkah ke dalam rumah yang sudah berantakan. Begitu sepi, karena sang istri mendapat hak asuh anaknya.

Ia lempar tasnya ke atas sofa. Buru-buru dirinya mendekat ke sebuah kulkas. Sayangnya, ketika kulkas itu dibuka, tidak ada apa-apa di dalam sana. Bahkan air mineral pun tidak ada.

Leo lalu menutup kembali kulkas itu dengan membantingnya. Suara dering handphone tiba-tiba terdengar dari arah kamarnya. Ia buru-buru, berlari ke dalam kamar. Sudah berhari-hari handphone itu ia tinggal di dalam kamar. Ia buka laci dan segera menyalakan layarnya.

Deretan pesan masuk dan panggilan tak terjawab memenuhi layarnya. Satu per satu ia membacanya. Rata-rata berasal dari bank dan para penagih hutang. Leo duduk di atas kasur dan fokus menggeser-geser layar melihat semua notifikasi di handphone-nya. Sampai akhirnya terdapat sebuah pesan yang membuat Leo begitu tercengang.

Sebuah pesan dari kerabatnya yang berbunyi, “Leo, anakmu meninggal.”
SupermanBalap
as1313
suryaassyauqie
suryaassyauqie dan 14 lainnya memberi reputasi
15
Tutup
Ikuti KASKUS di
© 2025 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.