- Beranda
- Stories from the Heart
Kisah Seorang Pramugari (True Story)
...
TS
aymawishy
Kisah Seorang Pramugari (True Story)

Di saat kau merasa hidup sendiri
Dalam kerasnya dunia
Tersenyumlah
Bila kau pun harus berputus asa
Berpikir semua kan berakhir
Tersenyumlah
Kau tak sendiri aku di sini
Menantimu bersama hangatnya mentari
Kau tak sendiri aku di sini
Berikan tanganmu mari kita hadapi
Hidup memang tak selalu seperti
Yang kau inginkan yang kau harapkan
Hadapilah dengan hati tenang dan tetap melangkah
Kau tak sendiri
Perhatikan sekitar coba kau amati
Hidup bukan sekedar tentang patah hati
Dan semua yang terjadi ambil hikmahnya
Om Iwan pun berkata "ambil indahnya"
Kau tak sendiri aku di sini
Memanggilmu bersama hangatnya mentari
Kau tak sendiri kami di sini
Raihlah tanganku bersama kita lewati
Hidup memang tak selalu seperti
Yang kau inginkan yang kau harapkan
Hadapilah dengan hati tenang teruskan melangkah
Kau tak sendiri
Hidup memang tak selalu seperti
Yang kita inginkan yang kita harapkan
Hadapilah dengan hati tenang
Yakinkan dirimu
Kau tak sendiri yeah yeah yeaah
Dalam kerasnya dunia
Tersenyumlah
Bila kau pun harus berputus asa
Berpikir semua kan berakhir
Tersenyumlah
Kau tak sendiri aku di sini
Menantimu bersama hangatnya mentari
Kau tak sendiri aku di sini
Berikan tanganmu mari kita hadapi
Hidup memang tak selalu seperti
Yang kau inginkan yang kau harapkan
Hadapilah dengan hati tenang dan tetap melangkah
Kau tak sendiri
Perhatikan sekitar coba kau amati
Hidup bukan sekedar tentang patah hati
Dan semua yang terjadi ambil hikmahnya
Om Iwan pun berkata "ambil indahnya"
Kau tak sendiri aku di sini
Memanggilmu bersama hangatnya mentari
Kau tak sendiri kami di sini
Raihlah tanganku bersama kita lewati
Hidup memang tak selalu seperti
Yang kau inginkan yang kau harapkan
Hadapilah dengan hati tenang teruskan melangkah
Kau tak sendiri
Hidup memang tak selalu seperti
Yang kita inginkan yang kita harapkan
Hadapilah dengan hati tenang
Yakinkan dirimu
Kau tak sendiri yeah yeah yeaah
Quote:
Hai, aku Anes, nama panggilan dari pemilik akun aymawishy ini. Semasa sekolah, aku tinggal di sebuah Kabupaten di Jawa Timur bagian timur.
Mungkin yang sudah membaca threadku yang menceritakan bagaimana kisahku semasa SMPakan lebih tahu bagaimana kejamnya orang-orang di sekitarku memperlakukanku.
Tapi, seperti yang Papaku bilang, aku harus tetap semangat dan harus terus berperilaku baik meski dijahatin.
Selepas SMA, aku merantau ke Surabaya. Disaat itulah aku benar-benar ingin hidup mandiri tanpa bantuan dari Papa. Karenanya, aku harus bekerja agar bisa kuliah.
Awal kehidupanku di perantauan, sangatlah penuh perjuangan.
Ngekos di kosan kumuh, aku pernah. Disana aku ngerasain tidur diatas kasur yang basah karena atap kamarku bocor selama musim penghujan. Dan juga kamar mandi yang lantainya meski disikat berkali-kali pakai WPC, tetap berwarna hitam karena lumutan.
Selain itu, selama 3 bulan berturut-turut, tiap harinya hanya makan roti seharga seribuan yang aku beli di warung kopi dekat kantor tempat aku magang. Yaa meski, alhamdulillahnya ada aja orang baik yang ngasih aku makan. Ohya, karena sering banget makan roti tanpa makan nasi, aku jadi punya “maag” hehehe.
Rasanya jika diingat, masih banyak perjuangan-perjuangan yang aku lalui sejak tahun 2012.
Mungkin yang sudah membaca threadku yang menceritakan bagaimana kisahku semasa SMPakan lebih tahu bagaimana kejamnya orang-orang di sekitarku memperlakukanku.
Tapi, seperti yang Papaku bilang, aku harus tetap semangat dan harus terus berperilaku baik meski dijahatin.
Selepas SMA, aku merantau ke Surabaya. Disaat itulah aku benar-benar ingin hidup mandiri tanpa bantuan dari Papa. Karenanya, aku harus bekerja agar bisa kuliah.
Awal kehidupanku di perantauan, sangatlah penuh perjuangan.
Ngekos di kosan kumuh, aku pernah. Disana aku ngerasain tidur diatas kasur yang basah karena atap kamarku bocor selama musim penghujan. Dan juga kamar mandi yang lantainya meski disikat berkali-kali pakai WPC, tetap berwarna hitam karena lumutan.
Selain itu, selama 3 bulan berturut-turut, tiap harinya hanya makan roti seharga seribuan yang aku beli di warung kopi dekat kantor tempat aku magang. Yaa meski, alhamdulillahnya ada aja orang baik yang ngasih aku makan. Ohya, karena sering banget makan roti tanpa makan nasi, aku jadi punya “maag” hehehe.
Rasanya jika diingat, masih banyak perjuangan-perjuangan yang aku lalui sejak tahun 2012.
Ohya..
Saat nanti aku berbagi cerita di thread ini, tolong jangan dihujat ya.
Sebab..
Aku bukanlah seorang penulis, jadi jangan pernah berharap lebih terhadap tulisan yang aku bagi.
Aku juga bukanlah orang hebat yang hanya ingin berbagi pengalaman yang aku alami.
Saat nanti aku berbagi cerita di thread ini, tolong jangan dihujat ya.
Sebab..
Aku bukanlah seorang penulis, jadi jangan pernah berharap lebih terhadap tulisan yang aku bagi.
Aku juga bukanlah orang hebat yang hanya ingin berbagi pengalaman yang aku alami.
Pokok Isi Cerita
Quote:
#Bagian 1
-Part 1 : Awal Mula
-Part 2 : Menjemput Restu
-Part 3 : Tahap Awal
-Part 4 : Pantang Mundur
-Part 5 : Tentang Cinta Pertama
-Part 6 : Terjebak Nostalgia
-Part 7 : Mungkin Nanti
-Part 8 : Undangan?
-Part 1 : Awal Mula
-Part 2 : Menjemput Restu
-Part 3 : Tahap Awal
-Part 4 : Pantang Mundur
-Part 5 : Tentang Cinta Pertama
-Part 6 : Terjebak Nostalgia
-Part 7 : Mungkin Nanti
-Part 8 : Undangan?
Quote:
#Bagian 2 : Proses Perekrutan Pramugari
-Part 9 : Hi, Jakarta! Be Nice Please!
-Part 10 : Hall of Fame
-Part 11 : Berpisah dengan Shasa, Bertemu dengan Wildan!
-Part 12 : Papa Yang Makin Menua
-Part 13 : Manis Dan Pahit
-Part 14 : Yok Opo Seh!
-Part 15 : Dikirim Malaikat Baik Yang Menjelma Menjadi Manusia
-Part 16 : Medical Examination
-Part 17 : Curhat Dadakan, Berujung Menyesakkan
-Part 18 : Menjelang Tahun Baru
-Part 19 : Selamat Datang Tahun 2017!
-Part 20 : Made Darma
-Part 21 : Hari Yang Kutunggu
-Part 22 : PANTUKHIR!
-Part 9 : Hi, Jakarta! Be Nice Please!
-Part 10 : Hall of Fame
-Part 11 : Berpisah dengan Shasa, Bertemu dengan Wildan!
-Part 12 : Papa Yang Makin Menua
-Part 13 : Manis Dan Pahit
-Part 14 : Yok Opo Seh!
-Part 15 : Dikirim Malaikat Baik Yang Menjelma Menjadi Manusia
-Part 16 : Medical Examination
-Part 17 : Curhat Dadakan, Berujung Menyesakkan
-Part 18 : Menjelang Tahun Baru
-Part 19 : Selamat Datang Tahun 2017!
-Part 20 : Made Darma
-Part 21 : Hari Yang Kutunggu
-Part 22 : PANTUKHIR!
Quote:
#Bagian 3
-Part 23 : Kesempatan Kedua
-Part 24 : Accedere
-Part 25 : Tentang Rey!
-Part 26 : Become In Love
-Part 27 : Buket Mawar Merah
-Part 28 : Out Of Control
-Part 29 : Di Zangrandi
-Part 30 : Pantukhir Kedua
-Part 31 : Si Paling Inisiatif
-Part 32 : Agnes
-Part 33 : Cemburu
-Part 34 : Rey!?
-Part 35 : Ternyata…
-Part 36 : Di Puncak Bromo
-Part 37 : Berpisah
-Part 38 : Hasil Pantukhir
-Part 39 : Tyas!
-Part 40 : Di Kampung Halaman
-Part 41 : Berpamitan
-Part 23 : Kesempatan Kedua
-Part 24 : Accedere
-Part 25 : Tentang Rey!
-Part 26 : Become In Love
-Part 27 : Buket Mawar Merah
-Part 28 : Out Of Control
-Part 29 : Di Zangrandi
-Part 30 : Pantukhir Kedua
-Part 31 : Si Paling Inisiatif
-Part 32 : Agnes
-Part 33 : Cemburu
-Part 34 : Rey!?
-Part 35 : Ternyata…
-Part 36 : Di Puncak Bromo
-Part 37 : Berpisah
-Part 38 : Hasil Pantukhir
-Part 39 : Tyas!
-Part 40 : Di Kampung Halaman
-Part 41 : Berpamitan
Quote:
#Bagian 4 : Initial Flight Attendant’s Ground Training
-Briefing and Sign Contract :
-Part 42 : Sekilas Tentang Ground Training
-Part 43 : Kog Begini Amat Sih?!
###
-Part 44 : Drama Perkara Sepatu
-Part 45 - Astaga!!
-Part 46 : KACAU!
-Part 47 : Drama di Hari Pertama
-Part 48 : Apa Benar FA Harus Deketin Pilot Agar Jam Terbangnya Banyak?
-Part 49 : Jawaban Dari Pertanyaan Mia
-Part 50 : Learning By Doing
-Part 51 : Tentang Chapter Lima dan CET
-Part 52 : Rey Datang Lagi
-Part 53 : Tersimpul Luka Kedua Kali
-Part 54 : White Horse
-Part 55 : Menjelang Flight Training
-Part 56 : Overthinking!
-Briefing and Sign Contract :
-Part 42 : Sekilas Tentang Ground Training
-Part 43 : Kog Begini Amat Sih?!
###
-Part 44 : Drama Perkara Sepatu
-Part 45 - Astaga!!
-Part 46 : KACAU!
-Part 47 : Drama di Hari Pertama
-Part 48 : Apa Benar FA Harus Deketin Pilot Agar Jam Terbangnya Banyak?
-Part 49 : Jawaban Dari Pertanyaan Mia
-Part 50 : Learning By Doing
-Part 51 : Tentang Chapter Lima dan CET
-Part 52 : Rey Datang Lagi
-Part 53 : Tersimpul Luka Kedua Kali
-Part 54 : White Horse
-Part 55 : Menjelang Flight Training
-Part 56 : Overthinking!
Quote:
#Bagian 5 : Flight Training
-Part 57 : Junior Selalu Salah
-Part 58 : Briefing Before Flight
-Part 59 : About Preflight Check
-Part 60 : Company Check
-Part 61 : Berjuang Lagi!
-Part 62 : Jungle And Sea Survival Part I
-Part 63 : Jungle And Sea Survival Part II
-Part 64 : Jungle And Sea Survival Part III
-Part 65 : Jungle And Sea Survival Part IV
-Part 66 : CCFA & DGCA Check
-Part 57 : Junior Selalu Salah
-Part 58 : Briefing Before Flight
-Part 59 : About Preflight Check
-Part 60 : Company Check
-Part 61 : Berjuang Lagi!
-Part 62 : Jungle And Sea Survival Part I
-Part 63 : Jungle And Sea Survival Part II
-Part 64 : Jungle And Sea Survival Part III
-Part 65 : Jungle And Sea Survival Part IV
-Part 66 : CCFA & DGCA Check
Quote:
#Bagian 6 : Kehidupan Seorang Pramugari
-Part 67 : Persiapan Untuk Terbang
-Part 68 : My First Flight
-Part 69 : Rian dan Ihsan
-Part 70 : Setan Penjaga Kamar Vs Senior Ala Ala
-Part 71 : Kisah Kasih Tak Sampai
-Part 72 : Padaido
-Part 73 : Hubungan Tanpa Status
-Part 74 : Mimpi Aneh
-Part 75 : Putri Kebaya
-Part 76 : Kamu Mau Jadi Pramugari Yang Seperti Apa?
-Part 77 : Turbulensi
-Part 78 : Hari-hari Bersama Papa
-Part 79 : Papa, It’s My Birthday!
-Part 80 : Duka Yang Bertubi
-Part 81 : Flashback to 2017
-Part 82 : Tentang Aku dan Dia
-Part 67 : Persiapan Untuk Terbang
-Part 68 : My First Flight
-Part 69 : Rian dan Ihsan
-Part 70 : Setan Penjaga Kamar Vs Senior Ala Ala
-Part 71 : Kisah Kasih Tak Sampai
-Part 72 : Padaido
-Part 73 : Hubungan Tanpa Status
-Part 74 : Mimpi Aneh
-Part 75 : Putri Kebaya
-Part 76 : Kamu Mau Jadi Pramugari Yang Seperti Apa?
-Part 77 : Turbulensi
-Part 78 : Hari-hari Bersama Papa
-Part 79 : Papa, It’s My Birthday!
-Part 80 : Duka Yang Bertubi
-Part 81 : Flashback to 2017
-Part 82 : Tentang Aku dan Dia
Diubah oleh aymawishy 02-02-2024 08:38
Dhekazama dan 47 lainnya memberi reputasi
48
64.1K
Kutip
1K
Balasan
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•52KAnggota
Tampilkan semua post
TS
aymawishy
#5
Part 2 - Menjemput Restu
Spoiler for Menjemput Restu:
Sejak aku mendapat kabar bahwa ada perekrutan pramugari di Jakarta beberapa jam lalu, pikiranku berkecamuk tanpa tahu pasti kenapa aku begitu. Rasanya aku ingin sekali mencobanya, tapi disisi lain aku bingung harus mulai dari mana. Saat aku sudah tidak menemukan titik terangnya, aku menyerah. Disaat sudah menyerah, ada bisikan dalam hati, ‘yakin mau nyerah?’
Gitu aja terus.
‘Aku harus tanya pendapat Papa!’, ujar bathinku. Aku memaksa tubuhku untuk segera menjauhi tempat tidur dan meminta tangan kananku untuk segera meraba-raba isi tas kerjaku untuk mengambil ponselku yang sejak pulang kerja tadi, belum ku sentuh sama sekali. Setelahnya aku mencari nomor Papa di panggilan terakhirku, kemudian menelponya.
“Assalamu’alaykum, Pa..”
“Wa’alaykumsalam. Tumben nelpon jam segini, ga ke kampus?”
“Hari ini dosen pembimbingku ga ke kampus, Pa, lagi ada seminar di luar katanya.”
“Ohgitu.. Ini lagi dimana?”
“Di kamar kosan. Paa.. Aku lagi ada yang dipikirin nih Pa.”
“Mikirin apa?”
“Siang tadi, aku dapet kabar dari HRD, kalau ada perekrutan pramugari di Jakarta. Dan aku ditawarin untuk ikutan.”
“Lalu?”
“Aku galau. Kan sekarang lagi sibuk bikin skripsi. Kalau ikutan perekrutan itu, khawatir ngeganggu kuliah.”
“Memang perekrutannya kapan?”
“Belum tau pasti kapan sih, hanya aja aku disuruh ngirimin CV, SKCK, surat izin orang tua, surat yang menyatakan kalau aku ga buta warna dan bebas narkoba.”
“Yaudah, pulang lah, urus semuanya segera.”
“Papa ngizinin aku jadi pramugari? Nanti kalau aku jadi pramugari, bakal susah pulang loh. Dan pasti bakal tinggal di Jakarta.”
“Iya, gapapa. Papa akan selalu dukung apa yang pengen kamu raih.”
“Tapi… Skripsiku gimana?”
“Insya Allah saat skripsimu kelar, proses perekrutan baru dimulai.”
“Hm yaudah deh, besok aku coba pengajuan cuti untuk tanggal 6-7 September ya Pa untuk pulang ngurusin semuanya.”
“Iyaa, yaudah jangan kepikiran lagi yaaaaaa. Ntar cepet tua!”
“Yee malah ngecengin! Yaudah aku makan malem dulu ya, mau ngeramen sama Agis!”
“Hah? Ngamen?”, terdengar Papaku kaget dibalik telepon.
“Nge-ramen, Pa. Makan Mie Ramen.”
“Owalah, kirain ngamen hehe. Yaudah hati-hati.”
Setelah mendapat dukungan dari Papa, aku tak lagi memikirkan soal biaya perekrutan. Karena aku lebih pasrah aja sama yang diatas. Aku percaya kalau Allah udah ridha, segala sesuatu yang ga mungkin bakal jadi mungkin. Bismillah aja lah pokoknya.
“Nes, Anesss!!”, panggil Agis dari depan pintu kamar. Agis ini adalah teman kosku sejak beberapa bulan lalu. Tapi karena kamar kami yang bersebelahan, membuat kami sering berinteraksi tanpa sengaja. Hingga suatu ketika aku tau kalau aku dan dia berzodiak sama karena tanggal lahir kami yang hanya berjarak 4 hari dan ternyata dia adalah teman sahabatku saat mereka sama-sama sekolah di SMA TN. Karena kebetulan-kebetulan itulah membuat kami menjadi sangat dekat dan saling terbuka satu sama lain.
“Masuk!!”
Agis yang mendengar teriakanku, langsung membuka pintu kamar tanpa ragu. Terlihat dia mengenakan kulot hitam selutut dan kaos longgar berlengan pendek dengan rambut sebahunya yang sedikit berentakan.
“Masih pake seragam? Ngapain aja daritadi?”
“Rebahan.”, kataku seadanya sambil bersihin sisa make-up di wajah.
“Tumbenan! Jadi ga?”, tanyanya sembari mengambil remote TV di atas nakas dan tanpa permisi menyalakannya.
“Jadi. Tapi aku mau cuci seragam dan mandi dulu ya?”
“Nyucinya besok aja lah! Kan kamu besok libur!”, ujarnya yang lagi serius nontonin n*t.tv sambil benerin kacamatanya.
“Hm iya sih. Tapi aku besok mau ke kantor.”
“Iya kan bisa nyuci sebelum ke kantor!”, Agis tak terbantahkan.
Akupun bergegas untuk mandi dan bersiap untuk pergi makan malam bersamanya. Dia yang LDRan karena pacarnya harus berlayar, tampak seperti orang yang menjomblo, sama sepertiku. Jadi mau ga mau, saat sama-sama di kosan, kami selalu meluangkan waktu bersama. Tak jarang saat aku bercerita, dia menangis saat mendengarkanku. Bahkan terkadang dia terlihat lebih emosi daripada aku yang mengalaminya.
Karena dia yang seperti itu, membuat aku nyaman terbuka sama dia.
“Mas, jangan kasih bawang daun di ramenku ya!”, teriaknya.
“Gis, jangan teriak gitu ih, malu!”, bisikku padanya. Sebenarnya wajar sih dia begitu, soalnya ramen langganan kami ini lokasinya tepat di pinggir jalan besar di Surabaya, yang ga bisa dipungkiri ramai dan bising dengan suara lalu lalang kendaraan bermotor.
“Yaa maap, kebiasaan, ga kaya kamu yang lemah lembut.”
“Gimana kerjaan kamu Gis?”
“Aku sedih, Nes. Aku pikir dengan jadi supervisor, aku bakal kerja di balik layar. Ternyata, aku disuruh jaga stan baju yang lagi promo. Ga nyangka aku, lulusan S1 tapi kerjaanku ngelipetin baju yang diacak-acak pembeli.”
“Jangan ngomong gitu lah, nanti aku sedih.”
“Kayanya aku bakal cari kerja di tempat lain deh. Ga sanggup lagi aku direndahin sama pembeli-pembeli yang ga beretika! Masa hanya karena aku seorang pelayan, mereka mandangin aku dari ujung rambut sampe ujung kaki dengan mimik wajah yang super duper nyebelin! Kan ga etis yaa orang kek gitu!!” Agis mulai menggebu-gebu. Aku yang tau Agis dari keluarga berada dan terpandang, mulai mengaguminya. Kenapa? Sebab bisa saja dia mendapat pekerjaan yang lebih layak dari sekarang dengan segala koneksi yang orangtuanya miliki, tapi dia memilih dengan jalannya sendiri.
“Aku selalu dukung apapun keputusan kamu. Dan aku selalu berdoa semoga kamu cepet dapet kerja yang buat kamu nyaman ya, Gis.”
“Thanks ya Nes. Kalau kamu sendiri gimana? Ada cerita apa?”, tanyanya bersamaan dengan datangnya dua ramen pesanan kami. Malam itu, aku bercerita tentang apa yang sedang membebani pikiranku dan akan apa keputusan yang aku ambil. Dia yang sepenuhnya mendukung, membuatku lebih optimis bahwa aku bisa menyelesaikan skripsiku sesegera mungkin, meski saat itu aku masih baru di tahap persetujuan pengajuan judul skripsi. Yang artinya masih panjang sekali proses yang harus dilalui. Hehehe.
(FYI, Agis sekarang sudah menjadi orang sukses loh, bahkan beberapa waktu lalu dia diundang untuk ke USA selama sebulanan karena -kayanya aku ga perlu ngespill terlalu banyak hehehe-)
Keesokan harinya, di hari Jum’at, 2 September 2016, aku ke kantor untuk mengajukan cuti dadakan di tanggal 6-7 September. Dan alhamdulillahnya pengajuan cutiku disetujui oleh HRD pusat di hari Senin, 5 September 2016. Aku yang pulang ke kampung halamanku dengan menggunakan mobil travel sebab tidak ada bus patas yang melalui kabupaten tempat aku tinggal, harus membuang waktu sekitar 8 jam di jalan. Bagaimana tidak, saat penjemputan di Surabaya, akulah penumpang pertama yang dijemput sebab lokasiku di tengah kota. Kemudian berkeliling sekitar 1 jam lamanya untuk menjemput penumpang lainnya. Sedangkan proses pengantarannya, aku kebagian yang terakhir, sebab tujuanku berada di tengah kabupaten, sedangkan penumpang lainnya kebanyakan di kecamatan-kecamatan yang letaknya cukup jauh dari kabupaten.
Tapi gapapa, semua rasa lelahku dalam perjalanan hilang seketika saat aku melihat senyum Papaku yang merekah menyambut kedatanganku.
“Papaaaaaa!!!”, teriakku saat setelah turun dari mobil travel. Aku segera mencium tangan dan kedua pipi Papa. Papa membalasnya dengan mengecup keningku dan memelukku erat.
“Makasih ya Pak, sudah mengantar anak perempuan saya dengan selamat.”, ucap Papa kepada driver yang mengantarku.
Selain Papa, ada kakak dan tanteku yang menyambut kedatanganku. Aku pun menyalami dan memeluk mereka bergantian.
“Mau dibikinin air panas untuk mandi ga?”, tanya Tanteku saat aku akan masuk ke dalam kamar.
“Melepuh dong kulitku kalau mandi air panas?”, godaku. Keluargaku yang receh, tertawa terbahak mendengar apa yang baru saja ku katakan.
Papa yang duduk sendirian di teras depan sambil menikmati rokok dji sam su*, segera mematikan rokoknya saat tau aku mendekatinya.
“Kog udahan ngerokoknya?”, tanyaku yang duduk tepat disebelah meja bundar kecil yang memisahkan dua kursi yang bersebelahan.
“Takut ada yang nyuruh Papa untuk nelen asep rokoknya.”, jawab Papa sembari memindahkan asbak berisi beberapa puntung rokok menjauh dariku. Aku tertawa mendengar jawaban Papa, membuatku teringat kejadian beberapa waktu lalu, saat aku bercerita ke Papa melalui telepon saat setelah aku menegur orang untuk tidak merokok di depanku dan teman-temanku.
Saat itu kejadiannya di dalam cafe. Dan ada segerombolan cowok yang dengan egoisnya ngerokok dalam ruangan kecil. Aku yang ga sanggup menghirup asap rokok yang tebalnya ngalah-ngalahin asap knalpot angkot yang uda lama ga diservis, dengan beraninya nyamperin mereka dan bilang : “Mas, maaf, bisa ga kalau kalian ngerokok, asepnya kalian telan aja? Soalnya asep rokok kalian kemana-mana. Dan di dalam cafe ini, ada larangan merokok loh Mas! Makasih!”. Setelahnya aku langsung nyelonong pergi dan merekanya nurut untuk ga ngerokok lagi.
Huhu kalau diinget-inget, untung aja saat itu aku ga diapa-apain sama mereka ya? Kacau emang aku nih!
“Besok jam berapa bikin SKCK dan ke RS?”
“Jam 8 mungkin?”
“Hm ini untuk biaya pengeluaran besok.”, Papaku memberikan sebuah amplop yang beliau letakkan di atas meja bundar.
“Papaaa, aku kan udah janji untuk ga nerima uang dari Papa. Uang ini untuk Papa aja ya? Atau buat si Caca (cucu Papa, keponakanku).”, ujarku dengan wajah sumringah. Padahal, aku sekeras kepala itu untuk ga menerima pemberian Papa karena aku tau Papa lebih membutuhkannya daripada aku. Sebab, setelah Papaku mengalami kerugian besar dalam bisnisnya di tahun 2008, pemasukan Papa tiap bulan hanya berasal dari uang pensiunannya yang tidak seberapa.
“Tapi Papa kan masih bertanggung jawab atas kebutuhan kamu..”
“Daaan.. yang aku butuhkan hanyalah doa dan restu Papa. Itu udah jauh dari cukup kog.”, jawabku meyakinkan. Papaku dengan terpaksa mempercayaiku, terlihat dari mimik wajahnya yang sedikit sendu.
“Ohya, perekrutan pramugari itu ada biaya untuk pembayaran ini itu ga?”
“Ada…”, jawabku singkat dan berusaha terus tersenyum di depan Papa.
“Apa kamu ada uang? Kan kamu baru aja ngelunasin biaya kuliahmu untuk bisa bikin skripsi?”
“Katanya, semuanya ditanggung perusahaan.”, jawabku ngasal hanya untuk menenangkan Papa dan berharap hal itu adalah sebuah doa yang akan Allah ijabah.
“Alhamdulillah kalau gitu.”
“Pa, nanti semisal aku lolos jadi pramugari, aku bakal susah untuk ketemu Papa loh.”, aku mulai memberikan pernyataan yang nyata adanya.
“Dan kamu akan tinggal di Jakarta.”, sahut Papa.
“Iya. Papa gapapa beneran?”
“Gapapa, kan disini Papa ga sendirian. Ada Kakakmu, ada Kakak Iparmu, ada Caca, ada Tante.’
“Papa janji yaa sehat-sehat terus?”
“Iyaa, kamu fokus aja sama apa yang pengen kamu raih. Ga usah kepikiran Papa, Papa ga keberatan sama sekali kog. Dan Papa janji ga akan sakit-sakit, ini aja Papa lagi belajar untuk berhenti ngerokok loh.”
“Ohya? Tadi rokok keberapa yang Papa hisap hari ini?”
“Rokok kedua!! Biasanya dalam sehari Papa bisa ngeabisin 1 bungkus rokok loh!!”, ujarnya girang memamerkan keberhasilannya.
Papaku tampak tersenyum bahagia malam itu. Rasanya, beliau sangat merestui apa yang ingin aku gapai. Semoga dengan restu Papa, segala keajaiban dari Allah akan datang menghampiri.

Gitu aja terus.
‘Aku harus tanya pendapat Papa!’, ujar bathinku. Aku memaksa tubuhku untuk segera menjauhi tempat tidur dan meminta tangan kananku untuk segera meraba-raba isi tas kerjaku untuk mengambil ponselku yang sejak pulang kerja tadi, belum ku sentuh sama sekali. Setelahnya aku mencari nomor Papa di panggilan terakhirku, kemudian menelponya.
“Assalamu’alaykum, Pa..”
“Wa’alaykumsalam. Tumben nelpon jam segini, ga ke kampus?”
“Hari ini dosen pembimbingku ga ke kampus, Pa, lagi ada seminar di luar katanya.”
“Ohgitu.. Ini lagi dimana?”
“Di kamar kosan. Paa.. Aku lagi ada yang dipikirin nih Pa.”
“Mikirin apa?”
“Siang tadi, aku dapet kabar dari HRD, kalau ada perekrutan pramugari di Jakarta. Dan aku ditawarin untuk ikutan.”
“Lalu?”
“Aku galau. Kan sekarang lagi sibuk bikin skripsi. Kalau ikutan perekrutan itu, khawatir ngeganggu kuliah.”
“Memang perekrutannya kapan?”
“Belum tau pasti kapan sih, hanya aja aku disuruh ngirimin CV, SKCK, surat izin orang tua, surat yang menyatakan kalau aku ga buta warna dan bebas narkoba.”
“Yaudah, pulang lah, urus semuanya segera.”
“Papa ngizinin aku jadi pramugari? Nanti kalau aku jadi pramugari, bakal susah pulang loh. Dan pasti bakal tinggal di Jakarta.”
“Iya, gapapa. Papa akan selalu dukung apa yang pengen kamu raih.”
“Tapi… Skripsiku gimana?”
“Insya Allah saat skripsimu kelar, proses perekrutan baru dimulai.”
“Hm yaudah deh, besok aku coba pengajuan cuti untuk tanggal 6-7 September ya Pa untuk pulang ngurusin semuanya.”
“Iyaa, yaudah jangan kepikiran lagi yaaaaaa. Ntar cepet tua!”
“Yee malah ngecengin! Yaudah aku makan malem dulu ya, mau ngeramen sama Agis!”
“Hah? Ngamen?”, terdengar Papaku kaget dibalik telepon.
“Nge-ramen, Pa. Makan Mie Ramen.”
“Owalah, kirain ngamen hehe. Yaudah hati-hati.”
Setelah mendapat dukungan dari Papa, aku tak lagi memikirkan soal biaya perekrutan. Karena aku lebih pasrah aja sama yang diatas. Aku percaya kalau Allah udah ridha, segala sesuatu yang ga mungkin bakal jadi mungkin. Bismillah aja lah pokoknya.
“Nes, Anesss!!”, panggil Agis dari depan pintu kamar. Agis ini adalah teman kosku sejak beberapa bulan lalu. Tapi karena kamar kami yang bersebelahan, membuat kami sering berinteraksi tanpa sengaja. Hingga suatu ketika aku tau kalau aku dan dia berzodiak sama karena tanggal lahir kami yang hanya berjarak 4 hari dan ternyata dia adalah teman sahabatku saat mereka sama-sama sekolah di SMA TN. Karena kebetulan-kebetulan itulah membuat kami menjadi sangat dekat dan saling terbuka satu sama lain.
“Masuk!!”
Agis yang mendengar teriakanku, langsung membuka pintu kamar tanpa ragu. Terlihat dia mengenakan kulot hitam selutut dan kaos longgar berlengan pendek dengan rambut sebahunya yang sedikit berentakan.
“Masih pake seragam? Ngapain aja daritadi?”
“Rebahan.”, kataku seadanya sambil bersihin sisa make-up di wajah.
“Tumbenan! Jadi ga?”, tanyanya sembari mengambil remote TV di atas nakas dan tanpa permisi menyalakannya.
“Jadi. Tapi aku mau cuci seragam dan mandi dulu ya?”
“Nyucinya besok aja lah! Kan kamu besok libur!”, ujarnya yang lagi serius nontonin n*t.tv sambil benerin kacamatanya.
“Hm iya sih. Tapi aku besok mau ke kantor.”
“Iya kan bisa nyuci sebelum ke kantor!”, Agis tak terbantahkan.
Akupun bergegas untuk mandi dan bersiap untuk pergi makan malam bersamanya. Dia yang LDRan karena pacarnya harus berlayar, tampak seperti orang yang menjomblo, sama sepertiku. Jadi mau ga mau, saat sama-sama di kosan, kami selalu meluangkan waktu bersama. Tak jarang saat aku bercerita, dia menangis saat mendengarkanku. Bahkan terkadang dia terlihat lebih emosi daripada aku yang mengalaminya.
Karena dia yang seperti itu, membuat aku nyaman terbuka sama dia.

“Mas, jangan kasih bawang daun di ramenku ya!”, teriaknya.
“Gis, jangan teriak gitu ih, malu!”, bisikku padanya. Sebenarnya wajar sih dia begitu, soalnya ramen langganan kami ini lokasinya tepat di pinggir jalan besar di Surabaya, yang ga bisa dipungkiri ramai dan bising dengan suara lalu lalang kendaraan bermotor.
“Yaa maap, kebiasaan, ga kaya kamu yang lemah lembut.”
“Gimana kerjaan kamu Gis?”
“Aku sedih, Nes. Aku pikir dengan jadi supervisor, aku bakal kerja di balik layar. Ternyata, aku disuruh jaga stan baju yang lagi promo. Ga nyangka aku, lulusan S1 tapi kerjaanku ngelipetin baju yang diacak-acak pembeli.”
“Jangan ngomong gitu lah, nanti aku sedih.”
“Kayanya aku bakal cari kerja di tempat lain deh. Ga sanggup lagi aku direndahin sama pembeli-pembeli yang ga beretika! Masa hanya karena aku seorang pelayan, mereka mandangin aku dari ujung rambut sampe ujung kaki dengan mimik wajah yang super duper nyebelin! Kan ga etis yaa orang kek gitu!!” Agis mulai menggebu-gebu. Aku yang tau Agis dari keluarga berada dan terpandang, mulai mengaguminya. Kenapa? Sebab bisa saja dia mendapat pekerjaan yang lebih layak dari sekarang dengan segala koneksi yang orangtuanya miliki, tapi dia memilih dengan jalannya sendiri.
“Aku selalu dukung apapun keputusan kamu. Dan aku selalu berdoa semoga kamu cepet dapet kerja yang buat kamu nyaman ya, Gis.”
“Thanks ya Nes. Kalau kamu sendiri gimana? Ada cerita apa?”, tanyanya bersamaan dengan datangnya dua ramen pesanan kami. Malam itu, aku bercerita tentang apa yang sedang membebani pikiranku dan akan apa keputusan yang aku ambil. Dia yang sepenuhnya mendukung, membuatku lebih optimis bahwa aku bisa menyelesaikan skripsiku sesegera mungkin, meski saat itu aku masih baru di tahap persetujuan pengajuan judul skripsi. Yang artinya masih panjang sekali proses yang harus dilalui. Hehehe.
(FYI, Agis sekarang sudah menjadi orang sukses loh, bahkan beberapa waktu lalu dia diundang untuk ke USA selama sebulanan karena -kayanya aku ga perlu ngespill terlalu banyak hehehe-)
Keesokan harinya, di hari Jum’at, 2 September 2016, aku ke kantor untuk mengajukan cuti dadakan di tanggal 6-7 September. Dan alhamdulillahnya pengajuan cutiku disetujui oleh HRD pusat di hari Senin, 5 September 2016. Aku yang pulang ke kampung halamanku dengan menggunakan mobil travel sebab tidak ada bus patas yang melalui kabupaten tempat aku tinggal, harus membuang waktu sekitar 8 jam di jalan. Bagaimana tidak, saat penjemputan di Surabaya, akulah penumpang pertama yang dijemput sebab lokasiku di tengah kota. Kemudian berkeliling sekitar 1 jam lamanya untuk menjemput penumpang lainnya. Sedangkan proses pengantarannya, aku kebagian yang terakhir, sebab tujuanku berada di tengah kabupaten, sedangkan penumpang lainnya kebanyakan di kecamatan-kecamatan yang letaknya cukup jauh dari kabupaten.
Tapi gapapa, semua rasa lelahku dalam perjalanan hilang seketika saat aku melihat senyum Papaku yang merekah menyambut kedatanganku.
“Papaaaaaa!!!”, teriakku saat setelah turun dari mobil travel. Aku segera mencium tangan dan kedua pipi Papa. Papa membalasnya dengan mengecup keningku dan memelukku erat.
“Makasih ya Pak, sudah mengantar anak perempuan saya dengan selamat.”, ucap Papa kepada driver yang mengantarku.
Selain Papa, ada kakak dan tanteku yang menyambut kedatanganku. Aku pun menyalami dan memeluk mereka bergantian.
“Mau dibikinin air panas untuk mandi ga?”, tanya Tanteku saat aku akan masuk ke dalam kamar.
“Melepuh dong kulitku kalau mandi air panas?”, godaku. Keluargaku yang receh, tertawa terbahak mendengar apa yang baru saja ku katakan.
***
Papa yang duduk sendirian di teras depan sambil menikmati rokok dji sam su*, segera mematikan rokoknya saat tau aku mendekatinya.
“Kog udahan ngerokoknya?”, tanyaku yang duduk tepat disebelah meja bundar kecil yang memisahkan dua kursi yang bersebelahan.
“Takut ada yang nyuruh Papa untuk nelen asep rokoknya.”, jawab Papa sembari memindahkan asbak berisi beberapa puntung rokok menjauh dariku. Aku tertawa mendengar jawaban Papa, membuatku teringat kejadian beberapa waktu lalu, saat aku bercerita ke Papa melalui telepon saat setelah aku menegur orang untuk tidak merokok di depanku dan teman-temanku.
Saat itu kejadiannya di dalam cafe. Dan ada segerombolan cowok yang dengan egoisnya ngerokok dalam ruangan kecil. Aku yang ga sanggup menghirup asap rokok yang tebalnya ngalah-ngalahin asap knalpot angkot yang uda lama ga diservis, dengan beraninya nyamperin mereka dan bilang : “Mas, maaf, bisa ga kalau kalian ngerokok, asepnya kalian telan aja? Soalnya asep rokok kalian kemana-mana. Dan di dalam cafe ini, ada larangan merokok loh Mas! Makasih!”. Setelahnya aku langsung nyelonong pergi dan merekanya nurut untuk ga ngerokok lagi.
Huhu kalau diinget-inget, untung aja saat itu aku ga diapa-apain sama mereka ya? Kacau emang aku nih!

“Besok jam berapa bikin SKCK dan ke RS?”
“Jam 8 mungkin?”
“Hm ini untuk biaya pengeluaran besok.”, Papaku memberikan sebuah amplop yang beliau letakkan di atas meja bundar.
“Papaaa, aku kan udah janji untuk ga nerima uang dari Papa. Uang ini untuk Papa aja ya? Atau buat si Caca (cucu Papa, keponakanku).”, ujarku dengan wajah sumringah. Padahal, aku sekeras kepala itu untuk ga menerima pemberian Papa karena aku tau Papa lebih membutuhkannya daripada aku. Sebab, setelah Papaku mengalami kerugian besar dalam bisnisnya di tahun 2008, pemasukan Papa tiap bulan hanya berasal dari uang pensiunannya yang tidak seberapa.
“Tapi Papa kan masih bertanggung jawab atas kebutuhan kamu..”
“Daaan.. yang aku butuhkan hanyalah doa dan restu Papa. Itu udah jauh dari cukup kog.”, jawabku meyakinkan. Papaku dengan terpaksa mempercayaiku, terlihat dari mimik wajahnya yang sedikit sendu.
“Ohya, perekrutan pramugari itu ada biaya untuk pembayaran ini itu ga?”
“Ada…”, jawabku singkat dan berusaha terus tersenyum di depan Papa.
“Apa kamu ada uang? Kan kamu baru aja ngelunasin biaya kuliahmu untuk bisa bikin skripsi?”
“Katanya, semuanya ditanggung perusahaan.”, jawabku ngasal hanya untuk menenangkan Papa dan berharap hal itu adalah sebuah doa yang akan Allah ijabah.
“Alhamdulillah kalau gitu.”
“Pa, nanti semisal aku lolos jadi pramugari, aku bakal susah untuk ketemu Papa loh.”, aku mulai memberikan pernyataan yang nyata adanya.
“Dan kamu akan tinggal di Jakarta.”, sahut Papa.
“Iya. Papa gapapa beneran?”
“Gapapa, kan disini Papa ga sendirian. Ada Kakakmu, ada Kakak Iparmu, ada Caca, ada Tante.’
“Papa janji yaa sehat-sehat terus?”
“Iyaa, kamu fokus aja sama apa yang pengen kamu raih. Ga usah kepikiran Papa, Papa ga keberatan sama sekali kog. Dan Papa janji ga akan sakit-sakit, ini aja Papa lagi belajar untuk berhenti ngerokok loh.”
“Ohya? Tadi rokok keberapa yang Papa hisap hari ini?”
“Rokok kedua!! Biasanya dalam sehari Papa bisa ngeabisin 1 bungkus rokok loh!!”, ujarnya girang memamerkan keberhasilannya.
Papaku tampak tersenyum bahagia malam itu. Rasanya, beliau sangat merestui apa yang ingin aku gapai. Semoga dengan restu Papa, segala keajaiban dari Allah akan datang menghampiri.
###

Surat pernyataan yang sederhana tapi sangat mengandung makna.
Tak ada manusia
Yang terlahir sempurna
Jangan kau sesali
S'gala yang telah terjadi
Kita pasti pernah
Dapatkan cobaan yang berat
Seakan hidup ini
Tak ada artinya lagi
Syukuri apa yang ada
Hidup adalah anug'rah
Tetap jalani hidup ini
Melakukan yang terbaik
Tak ada manusia
Yang terlahir sempurna
Jangan kau sesali
S'gala yang telah terjadi
Syukuri apa yang ada
Hidup adalah anug'rah
Tetap jalani hidup ini
Melakukan yang terbaik
Tuhan pasti 'kan menunjukkan
Kebesaran dan kuasa-Nya
Bagi hamba-Nya yang sabar
Dan tak kenal putus asa
Jangan menyerah
Jangan menyerah
Jangan menyerah
Jangan menyerah
Jangan menyerah
Jangan menyerah, oh-oh
Syukuri apa yang ada
Hidup adalah anug'rah
Tetap jalani hidup ini
Melakukan yang terbaik
Tuhan pasti 'kan menunjukkan
Kebesaran dan kuasa-Nya
Bagi hamba-Nya yang sabar
Dan tak kenal putus asa
Dan tak kenal putus asa
Yang terlahir sempurna
Jangan kau sesali
S'gala yang telah terjadi
Kita pasti pernah
Dapatkan cobaan yang berat
Seakan hidup ini
Tak ada artinya lagi
Syukuri apa yang ada
Hidup adalah anug'rah
Tetap jalani hidup ini
Melakukan yang terbaik
Tak ada manusia
Yang terlahir sempurna
Jangan kau sesali
S'gala yang telah terjadi
Syukuri apa yang ada
Hidup adalah anug'rah
Tetap jalani hidup ini
Melakukan yang terbaik
Tuhan pasti 'kan menunjukkan
Kebesaran dan kuasa-Nya
Bagi hamba-Nya yang sabar
Dan tak kenal putus asa
Jangan menyerah
Jangan menyerah
Jangan menyerah
Jangan menyerah
Jangan menyerah
Jangan menyerah, oh-oh
Syukuri apa yang ada
Hidup adalah anug'rah
Tetap jalani hidup ini
Melakukan yang terbaik
Tuhan pasti 'kan menunjukkan
Kebesaran dan kuasa-Nya
Bagi hamba-Nya yang sabar
Dan tak kenal putus asa
Dan tak kenal putus asa
Diubah oleh aymawishy 14-08-2022 23:59
MukeBadak dan 14 lainnya memberi reputasi
15
Kutip
Balas
Tutup