- Beranda
- Stories from the Heart
Balada Cinta Rama & Shinta
...
TS
dulKhab
Balada Cinta Rama & Shinta
Quote:
Ku berikan waktu untuk mu
Menikmati keindahan dengan yang lain
Menikmati kehidupan dengan yang lain
Hingga nanti saat kau menari kau akan ingat aku
Hingga nanti saat kau tertawa kau rindu aku
Hingga nanti saat kau menangis kau ingat aku karena kau telah menyiksa diriku
Senja Yang Kehilangan
Menikmati keindahan dengan yang lain
Menikmati kehidupan dengan yang lain
Hingga nanti saat kau menari kau akan ingat aku
Hingga nanti saat kau tertawa kau rindu aku
Hingga nanti saat kau menangis kau ingat aku karena kau telah menyiksa diriku
Senja Yang Kehilangan
Quote:
Dentuman jarum jam yang berputar begitu nyaring terdengar di ruang kelas yang sepi, hanya ada aku seorang. Sesekali aku melirik ke seluruh penjuru arah sekitar memastikan jika benar-benar tidak ada satu pun orang. Aku beranjak dari bangku tempat dudukku, beralih ke salah satu bangku yang berada di paling depan di baris tengah di antara baris bangku sisi kiri dan kanan.
Dengan secepat mungkin aku menyelipkan secarik kertas ke dalam sebuah tas yang berada di kolong meja. Padahal ini bukan aksi krimanal pencurian tapi aku merasa jantungku berdebar kencang takut tertangkap pihak berwenang.
Tak lama kemudian aku kembali ke tempat dudukku berasal di barisan kanan bangku paling belakang. Aku membenamkan kepala di atas meja dan berusaha menata hati serta pikiran agar siap menerima apapun yang terjadi nanti.
Setelah tiga pulu menit berlalu suara bel berdering "kring.. kring.. kring..." Satu per satu siswa-siswi memasuki ruang kelas menandakan jam pelajaran akan dimulai. Sorot mataku tertuju ke arah bangku paling depan di baris tengah. Sang penghuni bangku itu rupanya sudah berada di sana, dia terdiam menatap pintu kelas yang terbuka menunggu mangsa datang memasukinya.
Salah seorang wanita paruh baya muncul dari pintu. Sontak sisiwi yang terdiam menatap pintu itu bangkit, berdiri tegak dan memberikan instruksi untuk hormat. Dia ketua kelas yang paling terpandang di kelas sembilan. Semua siswa-siswi berdiri mengikuti instruksi yang dia beri, aku tanpa terkecuali.
Setelahnya pelajaran dibuka dengan berdoa, lalu setiap siswa-siswi menyiapkan alat tulis. Pandangan mataku sesekali masih mengawasi siswi penghuni bangku depan di barisan tengah itu. Terlebih di saat dia membuka tasnya. Sepertinya dia masih tidak menyadari secarik kertas yang aku masukan ke dalam tas itu tadi.
Di jam pelajaran terakhir semuanya terlihat bersemangat berdoa untuk mengakhiri kegiatan belajar lalu bergegas meninggalkan ruang kelas. Sementara aku sengaja masih berdiam di tempat dudukku, menunggu siswi penghuni bangku depan yang terlihat mulai beranjak keluar kelas.
Saat dia berhasil melewati pintu kelas seketika aku berdiri melangkahkan kaki mengikuti jejaknya. Aku berjalan di belakang dia berjarak sekitar tiga meter darinya, melewati lorong depan beberapa ruang kelas hingga dia sadar keberadaanku. Dia menolehkan wajahnya ke samping, aku bisa melihat sorot iris matanya mengintai ke belakang.
Dia berjalan lebih cepat dari sebelumnya, meninggalkan aku di belakangnya yang menghentikan langkah kaki karena merasakan sebuah pertanda tidak mengenakan.
Keesokan harinya di jam pelajaran pertama sudah berlangsung ulangan harian. Lembar soal ulangan diambil oleh ketua kelas, yang tak lain adalah siswi bangku depan di barisan tengah. Dia harus berkeliling ke setiap bangku satu per satu di mulai dari bangku baris kiri dan yang terakhir bangku paling belakang di baris kanan, tempatku.
Aku berusaha untuk tetap tenang ketika dia mendekat. Entah karena mungkin tenggorokan kering, aku tak sengaja berdahak. Dia mulai mengambil lembar soal jawaban yang berada di atas meja dan menggantinya dengan secarik kertas terlipat.
"Cepet dikit Ratna! Sudah mau ganti jam pelajaran ini," seru guru yang berada di depan.
Segera dia beralih dari bangkuku. Jantungku mulai berdegup kencang ketika meraih secarik kertas darinya sampai di tangan lalu membuka lipatannya. Di kertas itu tertulis.
Jam istirahat ke lantai 3
Shinta
Sesuai permintaannya lewat selarik kertas aku menaiki tangga menuju lantai tiga. Di lantai tiga hanya ada ruangan aula serbaguna, sudah ada siswi di bangku depan baris tengah 'Ratna' di sana.
Shinta adalah teman terdekatku sejak di bangku taman kanak-kanak hingga kini sekolah menengah pertama. Kebersamaan yang telah kita lewati sejak lama membuat kita tidak punya satu pun rahasia. Bahkan sebelum kita mengerti apa itu cinta, kisah kita sudah seperti dua sejoli yang ditakdirkan untuk berdua selamanya.
Puncaknya terjadi saat kita memasuki tahun pertama di sekolah menengah pertama. Berkat bantuan orang ke tiga kita secara resmi menyandang status sedang berpacaran. Namun, sekarang hubungan kita berubah menjadi sepasang orang asing yang saling bersikap dingin.
Dia menatapku dari jauh tanpa ekspresi, perlahan aku menghampirinya dan menyapanya. "Kenapa lu masih suka gua?"
"I don't know, mungkin karena gua bodoh dalam hal semacam ini."
Dia mengalihkan pandangan seraya menarik kerudungnya yang díhempas angin.
"Really? That was the best you can came out with?"
"Oke, gua salah kalau gua sering cuekin elu semata-mata untuk mencari perhatian saja."
Dia meraih tangan yang aku selipkan ke dalam saku celana.
"Haha.. gini amat korban drama roman picisan."
"Serius kenapa!"
"Shut!" Seketika aku menggenggam tangannya dengan erat.
"Sayang.. nya gua udah punya perempuan masa depan gua. Maaf, you have to move on, Shinta!"
"Siapa emang dia? Lebih baik dari gua? Lebih ngerti asal asul keberadaan lu di dunia ini, hah? Siapa dia, Rama?" Sahutnya tampak penasaran.
"Yeah, tepat sekali. So you have to try to find a better guy in this great academy? I will help you."
"Hah, I feel so stupid this time. I hope you happy, but don't happier!"
Dia berlalu dari pandanganku, ucapan yang baru saja dituturkan menggelitik di kepalaku. Sepertinya itu mirip sebuah lirik lagu.
Jam istirahat yang tersisa masih ada dan perutku berteriak agar diberi jatah. Tanpa berpikir panjang, aku memutuskan ke kantin sekolah. Di sana sudah dipenuhi siswa-siswi yang berupaya menghabiskan uang saku mereka. Aku melihat seorang siswi yang sedang memesan makanan, dari belakang badannya aku bisa menebak kalau itu Ratna, si ketua kelas di bangku depan baris tengah.
"Ehm." Begitu aku mendekatinya tenggorokanku selalu saja terasa kering di hadapannya.
"Mau pesan apa?" Seorang wanita paruh baya dari dalam stan yang menjajakan beraneka ragam makanan dan minuman.
"Sama seperti dia aja, mbak." Spontanitas aku menjawabnya karena enggan menentukan sebuah pilihan hanya untuk makan.
"Terimakasih, mbak." Dia sudah mendapatkan pesanan makanannya menghampiri bangku yang kosong di antara kepadatan siswa-siswi lainnya dan mulai menyuapkan sesendok mie kari ke rongga mulutnya dengan anggun sekali, mirip iklan di tivi.
Setelah pesananku juga sampai di tangan aku membawanya dengan sigap ke bangku yang juga masih kosong di depannya.
"Boleh duduk sini kan?"
"Silahkan," jawabnya terdengar ramah.
Aku mulai menikmati semangkuk mie kari. Sedikit canggung rasanya bisa makan tepat di depannya.
"By the way lu mau enggak?"
"Enggak."
Seketika relung batinku merasakan percikan rasa kecewa.
"Aku gak mau persahabatanku dan Shinta terusik hanya karena namja. Elu kagak sewaw itu kek Joong Ki oppa, Rama. Sadar diri kenapa!"
Aku tidak bisa membantah apa yang baru saja dia ucapkan, perbandingan diriku dengan aktor Korea membuat mentalku terpukul.
Aku menghentikan suapan yang hendak aku makan karena nafsu makanku hilang lalu meninggalkan bangku itu dengan langka kakí yang cepat.
Saat aku menaiki anak tangga menuju lantai tiga aku melihat Shinta, "Kenapa lu, Ram? Lu nangis itu ya?"
Aku menghiraukannya begitu saja dan mulai berlari ke lantai tiga. "Etz dah itu bocah.. kenapa lu woi?"
Di lantai tiga aku menepi di ujung lantai yang hanya di batasi pagar tembok setinggi delapan puluh senti.
"Awok, Rama mau ngapain lu?"
Aku mulai menaiki tembok itu, "Seriusan lu mau ngapain, Ram?
Shinta berlari ke arahku lalu menarik badanku dari belakang. "ISTIGHFAR RAMA! ISTIGHFAR!"
Aku menangis sejadi-jadinya dan memeluk erat Shinta. "Kenapa gua selalu gak bisa mendapatkan perempuan yang gua mau. Sementara elu dengan mudahnya gonta-ganti pacar setiap bulan?" Dengan isak tangis aku mengusap pelipis mata yang dipenuhi air rasa hampa.
"Life is always not fair Rama."
Kutipan kalimat itu begitu menyadarkanku, aku menghentikan tangisanku dan melepaskan pelukan hangat yang tidak akan pernah lagi bisa aku dapat.
Dengan secepat mungkin aku menyelipkan secarik kertas ke dalam sebuah tas yang berada di kolong meja. Padahal ini bukan aksi krimanal pencurian tapi aku merasa jantungku berdebar kencang takut tertangkap pihak berwenang.
Tak lama kemudian aku kembali ke tempat dudukku berasal di barisan kanan bangku paling belakang. Aku membenamkan kepala di atas meja dan berusaha menata hati serta pikiran agar siap menerima apapun yang terjadi nanti.
Setelah tiga pulu menit berlalu suara bel berdering "kring.. kring.. kring..." Satu per satu siswa-siswi memasuki ruang kelas menandakan jam pelajaran akan dimulai. Sorot mataku tertuju ke arah bangku paling depan di baris tengah. Sang penghuni bangku itu rupanya sudah berada di sana, dia terdiam menatap pintu kelas yang terbuka menunggu mangsa datang memasukinya.
Salah seorang wanita paruh baya muncul dari pintu. Sontak sisiwi yang terdiam menatap pintu itu bangkit, berdiri tegak dan memberikan instruksi untuk hormat. Dia ketua kelas yang paling terpandang di kelas sembilan. Semua siswa-siswi berdiri mengikuti instruksi yang dia beri, aku tanpa terkecuali.
Setelahnya pelajaran dibuka dengan berdoa, lalu setiap siswa-siswi menyiapkan alat tulis. Pandangan mataku sesekali masih mengawasi siswi penghuni bangku depan di barisan tengah itu. Terlebih di saat dia membuka tasnya. Sepertinya dia masih tidak menyadari secarik kertas yang aku masukan ke dalam tas itu tadi.
Di jam pelajaran terakhir semuanya terlihat bersemangat berdoa untuk mengakhiri kegiatan belajar lalu bergegas meninggalkan ruang kelas. Sementara aku sengaja masih berdiam di tempat dudukku, menunggu siswi penghuni bangku depan yang terlihat mulai beranjak keluar kelas.
Saat dia berhasil melewati pintu kelas seketika aku berdiri melangkahkan kaki mengikuti jejaknya. Aku berjalan di belakang dia berjarak sekitar tiga meter darinya, melewati lorong depan beberapa ruang kelas hingga dia sadar keberadaanku. Dia menolehkan wajahnya ke samping, aku bisa melihat sorot iris matanya mengintai ke belakang.
Dia berjalan lebih cepat dari sebelumnya, meninggalkan aku di belakangnya yang menghentikan langkah kaki karena merasakan sebuah pertanda tidak mengenakan.
Keesokan harinya di jam pelajaran pertama sudah berlangsung ulangan harian. Lembar soal ulangan diambil oleh ketua kelas, yang tak lain adalah siswi bangku depan di barisan tengah. Dia harus berkeliling ke setiap bangku satu per satu di mulai dari bangku baris kiri dan yang terakhir bangku paling belakang di baris kanan, tempatku.
Aku berusaha untuk tetap tenang ketika dia mendekat. Entah karena mungkin tenggorokan kering, aku tak sengaja berdahak. Dia mulai mengambil lembar soal jawaban yang berada di atas meja dan menggantinya dengan secarik kertas terlipat.
"Cepet dikit Ratna! Sudah mau ganti jam pelajaran ini," seru guru yang berada di depan.
Segera dia beralih dari bangkuku. Jantungku mulai berdegup kencang ketika meraih secarik kertas darinya sampai di tangan lalu membuka lipatannya. Di kertas itu tertulis.
Jam istirahat ke lantai 3
Shinta
Sesuai permintaannya lewat selarik kertas aku menaiki tangga menuju lantai tiga. Di lantai tiga hanya ada ruangan aula serbaguna, sudah ada siswi di bangku depan baris tengah 'Ratna' di sana.
Shinta adalah teman terdekatku sejak di bangku taman kanak-kanak hingga kini sekolah menengah pertama. Kebersamaan yang telah kita lewati sejak lama membuat kita tidak punya satu pun rahasia. Bahkan sebelum kita mengerti apa itu cinta, kisah kita sudah seperti dua sejoli yang ditakdirkan untuk berdua selamanya.
Puncaknya terjadi saat kita memasuki tahun pertama di sekolah menengah pertama. Berkat bantuan orang ke tiga kita secara resmi menyandang status sedang berpacaran. Namun, sekarang hubungan kita berubah menjadi sepasang orang asing yang saling bersikap dingin.
Dia menatapku dari jauh tanpa ekspresi, perlahan aku menghampirinya dan menyapanya. "Kenapa lu masih suka gua?"
"I don't know, mungkin karena gua bodoh dalam hal semacam ini."
Dia mengalihkan pandangan seraya menarik kerudungnya yang díhempas angin.
"Really? That was the best you can came out with?"
"Oke, gua salah kalau gua sering cuekin elu semata-mata untuk mencari perhatian saja."
Dia meraih tangan yang aku selipkan ke dalam saku celana.
"Haha.. gini amat korban drama roman picisan."
"Serius kenapa!"
"Shut!" Seketika aku menggenggam tangannya dengan erat.
"Sayang.. nya gua udah punya perempuan masa depan gua. Maaf, you have to move on, Shinta!"
"Siapa emang dia? Lebih baik dari gua? Lebih ngerti asal asul keberadaan lu di dunia ini, hah? Siapa dia, Rama?" Sahutnya tampak penasaran.
"Yeah, tepat sekali. So you have to try to find a better guy in this great academy? I will help you."
"Hah, I feel so stupid this time. I hope you happy, but don't happier!"
Dia berlalu dari pandanganku, ucapan yang baru saja dituturkan menggelitik di kepalaku. Sepertinya itu mirip sebuah lirik lagu.
Jam istirahat yang tersisa masih ada dan perutku berteriak agar diberi jatah. Tanpa berpikir panjang, aku memutuskan ke kantin sekolah. Di sana sudah dipenuhi siswa-siswi yang berupaya menghabiskan uang saku mereka. Aku melihat seorang siswi yang sedang memesan makanan, dari belakang badannya aku bisa menebak kalau itu Ratna, si ketua kelas di bangku depan baris tengah.
"Ehm." Begitu aku mendekatinya tenggorokanku selalu saja terasa kering di hadapannya.
"Mau pesan apa?" Seorang wanita paruh baya dari dalam stan yang menjajakan beraneka ragam makanan dan minuman.
"Sama seperti dia aja, mbak." Spontanitas aku menjawabnya karena enggan menentukan sebuah pilihan hanya untuk makan.
"Terimakasih, mbak." Dia sudah mendapatkan pesanan makanannya menghampiri bangku yang kosong di antara kepadatan siswa-siswi lainnya dan mulai menyuapkan sesendok mie kari ke rongga mulutnya dengan anggun sekali, mirip iklan di tivi.
Setelah pesananku juga sampai di tangan aku membawanya dengan sigap ke bangku yang juga masih kosong di depannya.
"Boleh duduk sini kan?"
"Silahkan," jawabnya terdengar ramah.
Aku mulai menikmati semangkuk mie kari. Sedikit canggung rasanya bisa makan tepat di depannya.
"By the way lu mau enggak?"
"Enggak."
Seketika relung batinku merasakan percikan rasa kecewa.
"Aku gak mau persahabatanku dan Shinta terusik hanya karena namja. Elu kagak sewaw itu kek Joong Ki oppa, Rama. Sadar diri kenapa!"
Aku tidak bisa membantah apa yang baru saja dia ucapkan, perbandingan diriku dengan aktor Korea membuat mentalku terpukul.
Aku menghentikan suapan yang hendak aku makan karena nafsu makanku hilang lalu meninggalkan bangku itu dengan langka kakí yang cepat.
Saat aku menaiki anak tangga menuju lantai tiga aku melihat Shinta, "Kenapa lu, Ram? Lu nangis itu ya?"
Aku menghiraukannya begitu saja dan mulai berlari ke lantai tiga. "Etz dah itu bocah.. kenapa lu woi?"
Di lantai tiga aku menepi di ujung lantai yang hanya di batasi pagar tembok setinggi delapan puluh senti.
"Awok, Rama mau ngapain lu?"
Aku mulai menaiki tembok itu, "Seriusan lu mau ngapain, Ram?
Shinta berlari ke arahku lalu menarik badanku dari belakang. "ISTIGHFAR RAMA! ISTIGHFAR!"
Aku menangis sejadi-jadinya dan memeluk erat Shinta. "Kenapa gua selalu gak bisa mendapatkan perempuan yang gua mau. Sementara elu dengan mudahnya gonta-ganti pacar setiap bulan?" Dengan isak tangis aku mengusap pelipis mata yang dipenuhi air rasa hampa.
"Life is always not fair Rama."
Kutipan kalimat itu begitu menyadarkanku, aku menghentikan tangisanku dan melepaskan pelukan hangat yang tidak akan pernah lagi bisa aku dapat.
Diubah oleh dulKhab 09-07-2022 09:37
bukhorigan memberi reputasi
6
1.3K
Kutip
10
Balasan
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
31.7KThread•43.1KAnggota
Tampilkan semua post
evywahyuni
#1
Quote di atas itu puisi yaah? Jan lupa lampirkan link puisinya yaa, sesuai rulesevent. Oh iya, tag cerpen itu romance👍
dulKhab memberi reputasi
1
Kutip
Balas
Tutup