bakamonotongAvatar border
TS
bakamonotong
TAK ADA YANG ABADI - Re WRITE-


INDEX CERITA

1. JURAGAN WAKHID

2.KEBUN

3. RENGGOLO IRENG

Ada sebuah cerita yang pernah sekali aku dengar dari orang sekelilingku, tentang seorang dermawan yang hidup begitu baik, warga sangat menyukainya, hanya saja banyak rahasia dalam dirinya yang belum terungkap kala itu. Hingga perlahan waktu mulai membuka semua tabir hidupnya.

Mbah Riman, sebut saja begitu, mbah Riman adalah sosok yang baik pada ponakannya saat dia muda dulu, badannya tegap gagah dan cukup disegani warga di kampungnya, Mbah Riman, seorang saudagar kaya yang berjalan selalu bak pemilik kampung, bahkan lurah pun segan padanya. Siapa yang tak segan melihat piawainya yang bijaksana dan selalu membantu warga sekitarnya, sopan, ramah, dermawan. Gabungan sikap ksatria ada pada dirinya. Tapi, sesempurna apapun manusia, mbah Riman juga memiliki cela, cela yang bukan hanya sebuah aib tapi juga perlahan menjadi petaka bagi orang disekitarnya.


_______________________________________________________________
_______________________________________________________________

"Man, mrene o man!" (Man, kesini man), 
teriak seorang pria yang sedang duduk di teras rumahnya dengan secangkir kopi dan rokok di kedua tangannya. 
"Dalem pak?" (iya pak) , 
jawab Riman muda yang sedang mengencangkan baut baut tua sepedanya.

"Kowe saiki wes 18 Tahun, ndang saiki wes wayah e kowe bantu bapak kerjo nggo bantu bapak, sekolah mu yo wes rampung, bapak raiso mbayari kowe kuliah, keluargane awak dewe lagi susah, ibumu yo seda mergo loro trus raono duit, bapak yo mung tani, sesuk melu bapak nemoni juragan Wakhid, sopo reti isih butuh bantuan nggo nggarap sawah" (Kamu sekarang sudah 18 tahun, sudah waktunya kamu kerja, bantu bapak , sudah selesai sekolahmu, bapak gak mampu bayar biaya kamu kalau kuliah, keluarga kita susah, ibumu meninggal juga karena sakit dan kita gak ada uang, bapak juga cuma buruh tani, besok ikut bapak ketemu Juragan Wakhid, siapa tau beliau masih butuh bantuan untuk mengerjakan sawah) 

Ucap Bapak menatap dalam mata Riman, 

"Nggih pak, kula ngertos, nggih benjing kula melu bapak" (ya pak. saya ngerti, besok saya ikut bapak)

Terukir senyum ringan sang ayah menatap ajakannya yang diamini oleh Riman, anak tertua dari 4 bersaudara.
Diubah oleh bakamonotong 07-07-2022 02:21
Rainbow555
bukhorigan
bukhorigan dan Rainbow555 memberi reputasi
4
1.3K
3
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the HeartKASKUS Official
31.5KThread42.2KAnggota
Tampilkan semua post
bakamonotongAvatar border
TS
bakamonotong
#1
Juragan Wakhid
Pagi sudah menjelang, Riman bersiap dengan ayahnya menggunakan sepeda onthel butut nya menuju rumah juragan Wakhid. sepeda butut warisan kakeknya, sudah digunakan sejak jaman kemerdekaan, semenjak kakeknya hidup hingga diwariskan ke ayahnya yang sudah mulai renta juga.

Kreek Kreek Krieeekkk, suara kayuh yang mulai berkarat, membuat Riman makin berat mengayuh sembari memboncengkan ayahnya, tak jauh lagi, batin Riman ketika sudah melewati pematang pematang sawah dan memasuki perkebunan. "Wes cedhak le, kui ngarep omah e"
(sudah dekat nak, itu rumah nya depan sana), tnjuk sang ayah membuat Riman semangat mengayuh KERJA, itu yang dipikirkan Riman sekarang, KERJA untuk biaya hdup dan membesarkan ketiga adeknya yang terpaksa berhenti sekolah.

(selanjutnya dialog akan diubah ke bahasa Indonesia)

"Ini anak saya pak, Riman, baru selesai SMA pak , sekiranya ada pekerjaan yang bisa Riman bantu pak", kata sang ayah memperkenalkan putra sulungnya, kebanggaan keluarganya.

"Oh, begitu pak Karyo, iya sebenarnya saya butuh bantuan untuk ngurus kebun baru saya di belakang sana pak" kata pak Wakhid menunjuk jauh ke arah sebelah rumahnya. Pak Wakhid adalah juragan kaya raya yang memiliki hampir semua perkebunan di desa ini, termasuk semua lahan persawahan disekitarnya, seorang dengan kharisma dan perawakan gagah membuat semua yang melihatnya segan untuk menatap matanya, membuat gadis- gadis desa suka padanya, walau pak Wakhid adalah seorang duda tanpa anak yang Istrinya meniggal setahun setelah mereka menikah.

Singkat cerita, Riman kini bekerja untuk Juragan Wakhid, menjadi pengelola kebun, yang menjaga dan membantu mengangkut hasil kebun nya, kinerja Riman bukan main- main, bagus membuat sang juragan terkesima akan ketangguhan dan keuletan Riman mengelola kebun, setahun pertama Riman mendapat kenaikan upah, tahun kedua upahnya dinaikkan dan Riman diberikan sebuah sepeda onthel milik juragan Wakhid yang tidak pernah dia gunakan. Hingga tahun ketiga, Ayah Riman jatuh sakit, Pak Karyo batuk- batuk tiap malam, makin hari makin menjadi, hingga batuk darah, Riman yang hanya bisa menghubungi dukun berobat di kampungnya linglung karena ayahnya tidak kunjung sembuh, dan makin menjadi sakitnya.

Adik Riman yang tertua , Enggar mau tak mau diajak Riman bekerja membantu menggantikan ayahnya di Sawah, Pak Wakhid setuju. Enggar yang saat itu berusia 17 tahun akhirnya menggantikan ayahnya, menjadi tumpuan keluarga untuk mencari nafkah menemani Riman. Performa Riman yang membuat takjub pak Wakhid membuat Enggar mendapat ekspektasi yang sama, Enggar yang tak bisa seulet Riman akhirnya terpaksa bekerja lebih lama dan lebih malam dari Riman untuk membantu atau sekadar menjaga kebun dari maling ketika musim panen.


"Mas, udah aku wae yang jaga gak apa2 kok", kata Enggar ketika Riman menyusulnya ke pos jaga kebun milik pak Wakhid

"wes to! aku nemenin aja, gapapa, Siti sudah gede juga sekarang, bisa bantu jaga Tri di rumah, wes kamu tu capek kerja tadi pagi, mas temenin gak apa2, nanti pas muter biar kamu ada yang jagain takut2 e semaput", kata Riman mengelus kepala adik nya dengan memberikan tatapan sayang sang kakak.

Beberapa jam berlalu, waktu sudah menunjukkan pukul 01.00 pagi, Enggar Terbangun, mengingat adanya jadwal dia harus mutar dan mengecek kebun. Melihat kakaknya tertidur pulas, Enggar enggan membangunkan dan pergi sendiri menelusuri dingin dan gelapnya malam.
Enggar menyalakan obornya , bermodalkan sarung untuk menutupi dinginnya malam Enggar berjalan.

Riman terbangun tak lama setelah Enggar pergi "Lho muter sendiri to, wah piye kok aku gak dibangunin" kata Riman ngedumel sendiri.
Riman yang baru bangun menyalakan senter pemberian Juragan dan segera menelusuri kebun, mencari Enggar, semoga belum jauh, pikir Riman.

Dua Menit, Tiga Menit berlalu Riman mendengar jejak langkah, "Ah, mungkin Enggar" itu pikir Riman, membuatnya setengah berlari menuju arah suara langkah tadi.

"Lho kok ilang suaranya?" gumam Riman mengehntikan langkahnya ketika suaranya menghilang. Riman menyorot senter ke berbagai arah hingga menemukan seseorang sedang duduk di kebun, Riman menghampiri nya.

Langkah Riman kembali terhenti, saat jaraknya sudah cukup dekat, sosok ini besar, sangat besar, dan bukan Enggar yang berawakan kecil. Riman perlahan mundur, DEG! punggungnya menabrak pohon, Riman segera berbalik bersembunyi dibalik pohon dan perlahan mengintip kearah sosok tadi, seksama ia perhatikan, sosok tadi sedang makan sesuatu, ya! ia sedang makan. Riman yang takut mulai memutar kembali dan menuju pos jaga berharap Enggar sudah kembali.

Syukur, batin Riman melihat Enggar sedang minum kopi yang dibuat Riman dari Rumah tadi. "Lho mas Riman darimana mas? aku balik mala gak aada" kata Enggar,

"Lha aku muter nyariin kamu nggar, panik aku tak kiro kemana kamu gak bangunin aku", kata Riman sembari mengtur nafasnya

"maaf mas , tadi pules gitu tidurnya, jadi gak aku bangunin, yowes mas, turu sek meneh wae, nanti kalau sudah jam subuh tak bangunin kita pulang" kata Enggar,

Riman hanya tersenyum menyembunyikan kengerian yang ia jumpai, dan kembali tidur, berpura- pura tidak melihat apapun malam itu.
danjau
danjau memberi reputasi
3
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.