Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

ajiqueenAvatar border
TS
ajiqueen
Ayana Part1


Asaalamualaikum GanSist, jumpa lagi sama Agan Ts.

Nah, untuk kali ini, Agan mau bikin cerita nih, ada beberapa part. Jadi jangan lupa baca, oke?

Suara gemercik air sungai terdengar merdu di gendang telinga seorang gadis berusia dua puluh dua tahun. Di pandangnya aliran jernih yang bersumber dari hilir menuju hulu. Tempat di mana lima tahun lalu dia duduk berdua dengan seorang kakak kelas yang menjadi tambatan hatinya.

Berulang kali di hembuskan nafas putus asa-nya karena merasa sesak sebab rindu akan sosok yang selama lima tahun belakangan ini tak ada kabar sama sekali. Hubungan yang dulunya di awali oleh senyum yang mengembang haruslah berakhir dengan jatuhnya buliran air mata. Hubungan yang harus berakhir karena si perempuan yang merasa jengah dan bingung akan sikap si lelaki yang bersifat random, dan si laki-laki yang tidak ingin membuat gadisnya merasa sakit hati karena sikapnya.

Sudah empat tahun mereka berpisah. Namun perasaan seseorang memang tidak bisa di paksakan. Sebaik apapun sang gadis mencoba untuk mengikhlaskan sang pujaan hati, namun jika takdir yang berkehendak semua hamba tidak akan mampu menolak. Tetes demi tetes air mata mulai berjatuhan dari kelopak mata menyusuri pipi sang gadis. Bayangan akan kisah cintanya kembali terngiang dalam benaknya.

"Aku rindu dia, Ya Allah," lirihnya dalam kesendirian. Di tutup wajahnya menggunakan kedua telapak tangan yang mulai panas karena sengatan dari sang surya.

Hampir setiap satu tahun sekali sang gadis menyempatkan diri untuk memandang tempat di mana dia dan sang pujaannya dulu bercengkerama, lebih tepatnya yaitu di tanggal tiga di bulan Mei. Tanggal di mana sang pujaan hati dulunya mampir bertamu ke rumahnya untuk yang pertama dan terakhir kalinya.

Lelaki yang berbeda dua tahun dua bulan dengannya. Lelaki pertama yang datang ke rumahnya. Lelaki pertama yang bersalaman dengan kedua orang tuanya. Lelaki pertama yang di kenalkan kepada kedua orang tuanya. Lelaki pertama yang berhasil mencuri foto pertamanya dengan seorang lelaki yang bukan makhromnya. Dan lelaki itu pula yang mampu membuatnya merasa istimewa di dalam kisah percintaannya.

Sudah hampir lima belas menit lamanya sang gadis berdiri termenung sendiri di sana. Hingga akhirnya suara sang ibu memanggilnya dari arah dapur. Dengan perlahan, air mata yang tadinya mengalir membentuk sungai kecil di pipinya mulai hilang dan berganti dengan dinginnya air sungai yang berada di depannya agar tidak ada yang mengetahui bahwa dirinya usai menangis. Satu yang di sesali olehnya, kenapa restu datang setelah tidak adanya hubungan? Namun semua hanya di syukuri olehnya, dengan tidak adanya hubungan bersama dengan lelaki manapun, membuat sang gadis mampu hidup bahagia bersama dengan kedua orang tua serta adik perempuannya.

Karirnya sebagai guru serta penulis novel akhirnya tercapai, walaupun harus melewati banyak rintangan yang menghadang. Setelah di pastikan air mata sudah tidak turun serta mata yang sudah tak membengkak, akhirnya sang gadis memutuskan untuk kembali ke rumahnya. Menjalani aktivitas-aktivitas biasa yang di lakukan di setiap harinya.

Ayana Calestia lestari, yang berarti bunga indah yang kekal layaknya indahnya surga. Bak nama yang indah, paras sang gadispun juga bisa di bilang meneduhkan hati siapa saja yang memandangnya. Selain berparas meneduhkan, Ayana juga adalah seorang wanita berhijab yang menjadi idaman bagi setiap kaum hawa di desanya. Walaupun sudah bisa di bilang memasuki usia dewasa. Namun, Ayana masihlah seperti anak kecil yang tak bisa di bentak ataupun di beri ucapan keras nan kasar dari seseorang. Terlebih lagi jika itu yang berhubungan dengan orang tua ataupun orang-orang di dekatnya. Jika sedikit saja mendapat bentakan, maka Ayana akan melakukan mogok bicara. Dia akan diam hingga emosinya sudah menurun. Kekanakan memang, namun apa bisa di kata. Sifat manja nan kekanakannya di dapatkan karena almarhum dan almarhumah kakek serta neneknya yang selalu memanjakannya sedari kecil.

Dulu, sewaktu masih kecil jika Ayana sedang merajuk, maka sang kakek akan menjemputnya dan membawanya pergi ke pasar tradisional untuk membeli berbagai macam es krim serta beberapa coklat silverqueen kesukaannya.

"Nggak ngajar ke TK, Kak?" tanya sang ibu saat Ayana telah sampai di rumahnya.

"Nggeh Buk, niki badhe siap-siap," jawab Ayana sopan.

"Yo wes, ayo tak enteni."

"Nggeh." Setelah melakukan percakapan singkat dengan sang ibu, akhirnya Ayana bersiap untuk segera pergi ke TK bersama dengan sang ibu yang profesinya sama dengan dirinya. Yaitu sebagai guru TK.

-----o0o-----

Sesampainya di tempatnya mengajar, Ayana telah di sambut oleh beberapa anak kecil yang menjadi anak didiknya beberapa tahun terakhir ini. Suara teriakan anak kecil menjadi hiburan tersendiri untuknya. Walaupun terkadang kesal dengan kenakalan anak-anak, namun rasa bahagianya lebih besar dari rasa kesalnya.

Pelajaran di mulai dengan mata pelajaran agama. Di mana setiap anak akan di belajari membaca serta menghafal beberapa surah pendek dan surah-surah penting lainnya. Tak jarang juga saat sedang proses pembelajaran di mulai, ada beberapa anak yang menjahili teman sebangkunya, hingga membuat Ayana sedikit kewalahan.

Semua canda tawa serta kepolosan sang anak didik mampu membuatnya sedikit melupakan akan rasa rindunya kepada sang pujaan hati. Bahagia rasanya jika melihat dan mendengar sang anak yang telah dia didik mampu mengikuti dan memahami apa yang dia ajarkan.

Waktu pembelajaran telah usai. Semua siswa dan guru telah pulang ke rumah masing-masing, begitu juga dengan Ayana beserta sang Ibu. Ponsel Ayana bordering menandakan bahwa ada telephone masuk mengubunginya.

"Hallo, assalamualaikum Kak," salam Ayana terhadap orang yang berada di seberang ponsel.

"Wa'alaikumussalam Kak, gimana kabarnya?"

"Alhamdulillah baik. Tumben telvon, biasanya aja cuma wa kalau ada apa-apa."

"Aku punya kabar bahagiaaaaa banget," cetus orang tersebut dengan nada yang bahagia.

"Apaan, dapet cogan baru? Dapet kenalan baru? Tobat kali Kak," saran Ayana sembari terkekeh ringan.

"Ih, aku mau nikah tau Kak. Seriusan ini nggak ngayal lagi aku!"

"Serius? Emang ada yang mau serius sama kamu?" cibir Ayana.

"Emang kamu yang ngga bisa move on dari masa lalu? Aku sih bisa ya! Entar dateng ya Kak," Rayu Dila.

"Eh, seriusan kamu? Siapa emang calon kamu? Dan lagi, kapan di khitbah dan acara nikahnya?" berondong Ayana menannyakan.

"Iyalah seriusan. Kamu inget nggak sama salah satu santri putra yang waktu itu pernah aku ceritain ke kamu. Dia yang waktu itu nolong aku waktu motorku mogok itu loh Kak, inget nggak?"

"Lupa-lupa inget, hehehe. Kamu kebanyakan cerita tentang cowok yang deket sama kamu ke aku sih."

"Ah elah. Entar deh aku kasih tau wajahnya. Tapi kamu dateng ya, ke acara nikahanku."

"Insya deh, kirim aja ya tiketnya, hehehe."

"Aku nikah satu bulan lagi Kak. Acaranya cuma sederhana aja kok. Resepsinya juga cuma ngundang temen sama keluarga deket doang. Nginep di rumahku satu minggu ya. Oke, tiga minggu lagi aku kirim tiketnya."

"Tapi ...," Belum sempat Ayana menjawab pernyataan dari sahabatnya, ucapannya haruslah terpotong.

"Oke, aku buru-buru nih. Makasih atas waktunya, hehehe. Wassalamualaikum Kak,"

"Wa ...." Tut ... tut ... tut ...
"Wa'alaikumussalam," jawab Ayana.

"Kebiasaan deh, belum sempet aku jawab udah main matiin aja telvonnya. Semoga ini yang terbaik untukmu Kak, aamiin," lanjut Ayana secara perlahan.Setelah mengakhiri obrolannya bersama dengan sang sahabatnya sejak memasuki masa MA atau SMA, Ayana memutuskan untuk membicarakan serta meminta izin kepada sang Ibu dan Bapaknya untuk pergi ke acara nikahan sahabatnya.

Beruntungnya karena kedua orang tuanya memberinya izin, walaupun harus melewati tahapan membujuk sang ibu terlebih dahulu.

"Apa aku sanggup pergi ke Cirebon? Kemungkinan besar untuk bertemu dengannya sangatlah besar. Apa aku sanggup, padahal hatiku sendiri masih menginginkannya menjadi imamku. Apakah aku sanggup bertemu dengannya setelah sekian lama?" gumam Ayana saat berada di dalam kamar.

-----o0o-----

Pilu membasahi kalbu
Rinai hujan membawa sendu
Tahukah kau, bahwa hati ini tengah merindu?
Ah, mungkin hanya aku yang mengharapkanmu
Mengingat kenangan bersamamu, membuat hatiku semakin pilu
-----o0o-----



Terus baca sampai akhir. Karena yang bikin greget ada di tengah-tengah.
Diubah oleh ajiqueen 10-05-2022 03:25
lsenseyel
lsenseyel memberi reputasi
1
651
9
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Heart to Heart
Heart to HeartKASKUS Official
21.8KThread27.9KAnggota
Tampilkan semua post
ajiqueenAvatar border
TS
ajiqueen
#3
Ayana Part 2

Cirebon, Ayana on the way!

Setelah sekian lama berkutat dengan fikiran serta masa lalunya, akhirnya Ayana memutuskan untuk pergi ke Cirebon. Tempat di mana sahabatnya akan menikah sekaligus tempat masa lalunya berada untuk saat ini.

"Assalamualaikum Kak," sapa Ayana dalam ponsel genggamnya.

"Wa'alaikumussalam. Jadi kan?"

"Insya jadi. Tiketnya asal jadi ya! kalau tiketnya nggak jadi, aku nggak bakal dateng pokoknya!"

"Siap deh. Aku deg-degan tau Kak, bentar lagi mau nikah," celoteh Dila.

"Kenapa cepet-cepet emangnya? Kamu nggak hamil kan?" tebak Ayana bergurau.

"Astaghfirullah Kak, ya enggak lah!" pekik Dila dari seberang.

"Hehehe, ya kali aja kan? Habisnya buru-buru banget sih. Kan aku jadi jomblo sendiri sekarang!" rajuk Ayana.

"Salah siapa nggak bisa move on dari masa lalu, salah siapa masih nungguin yang nggak pasti."

"Aku juga pengennya bisa move on Kak, tapi mau gimana lagi, sulit banget rasanya."

"Ikhlasin Kak. Mungkin aja sekarang dia juga udah bahagia sama yang lain. Buat apa nunggu dia yang udah bahagia sama yang lain?!" jawab Dila degan gemas.

"Aku nggak nungguin Kak!" elak Ayana.

"Ya udah deh terserah kamu aja. Aku nggak bakal ngundang dia kok, jadi kakak tenang aja. Kemungkinan ketemu dia cuma kecil, kamu nggak usah khawatir."

"Siap. Makasih banget ya."

"Ay ay bu nyai, hahaha." Dila tertawa di susul oleh tawa Ayana yang juga terdengar jelas di balik ponsel Dila.

"Siap deh, aku tutup ya, Assalamualaikum."

"Wa'alaikumussalam." Setelah melakukan percakapan singkat via telephone bersama dengan sahabatnya, akhirnya Ayana memutuskan untuk memejamkan kedua netranya guna mengusir kenangan indahnya di masa lalu.

Bukannya tak ada niat untuk mengikhlaskan pujaan hatinya. Namun sekuat apapun perasaannya, hatinya kembali lagi. Kembali pada masa lalu yang telah berhasil mengambil alih kinerja perasaan terhadap lawan jenisya. Sudah berulang kali juga Ayana mencoba untuk memejamkan kedua netranya, namun malam ini seperti malam-malam sebelumnya.

Hanya satu yang membuat Ayana muda untuk tertidur, yaitu surat pemberian dari pujaan hatinya beberapa tahun silam. Sudah lelah sebenarnya Ayana seperti ini. Tidurnya bergantung pada surat yang entah mengapa masih dia simpan dan jaga dengan baik. Dan Ayana-pun juga harus bekerja di pagi harinya dengan mata yang masih mengantuk.

Terasa berat kedua kelopak matanya ketika ingin terbuka, namun jika tidak di paksakan maka Ayana akan tertinggal sholat subuh.

Empat tahun menjalani kesendirian tanpa pasangan hidup, rasanya biasa bagi Ayana. Yang tak biasa adalah saat di mana dia teringat akan sosok penyemangat di saat masa terpuruknya enam tahun lalu. Saat di mana Ayana harus kehilangan sosok sang nenek yang biasa menemaninya saat tidur. Tidur yang terasa hangat karena mendapatkan pelukan hangat yang kini tak lagi dan tak akan lagi di dapatkan olehnya.

"Kak, tangi!" teriak sang Ibu di depan kamarnya sembari mengetuk pelan pintu kamar Ayana.

"Nggeh Buk, pun tangi niki. Tasek dereng mbukak mripat mawon," jawab Ayana sembari mengerjapkan kedua netranya untuk menyeimbangi kedua netranya dengan sinar lampu yang menerangi kamar miliknya.

Setelah mengucapkan kalimat tersebut, tak ada lagi teriakan sang ibu yang menggema di penjuru rumah. Dengan perlahan dan langkah kaki yang gontai, Ayana berjalan keluar kamarnya menuju arah kamar mandinya untuk mengambil air wudhu yang kemudian di lanjutkan dengan sholat subuh.

-----o0o-----

Beberapa hari telah di lewati oleh Ayana. Karena terlalu sering memikirkan kapan dia pergi ke Cirebon, akhirnya dia melupakan bahwa besok dia harus sudah pergi ke sana. Satu yang di cemaskan oleh Ayana, yaitu kemungkinan dia akan bertemu dengan sang pujaan hati.

Tak ada yang salah memang jika mereka bertemu lagi. Hanya saja Ayana takut dia akan kembali ke dalam pelukan sang kekasih hatinya. Ayana takut bahwa akan sulit untuk melupakan dan mengikhlaskan sesorang yang telah berhasil mengambil hatinya hinga saat ini. Dan hal terparahnya, yaitu apabila dia sekarang sudah berkeluarga dengan wanita lain.

Dengan membayangkannya saja mampu membuat dada Ayana sesak, bagaimana jika hal itu memang benar-benar terjadi? Andai saja Dila tidak menghubunginya tadi pagi dan membicarakan masalah tiket, maka sudah di pastikan Ayana akan melupakan bahwa besoklah Ayana akan pergi ke Cirebon.

Beberapa baju serta keperluan pribadinya sudah di siapkan di dalam tas ransel miliknya. Tas berwarna hijau tersebut sudah tergeletak manis di atas meja di dalam kamarnya. Di pandangnya lagi wajah seseorang yang berada di dalam ponsel miliknya.

"Besok aku pergi ke Cirebon untuk yang pertama kalinya Kak. Entah kita bakalan bertemu atau enggak, aku harap itu yang terbaik untuk kita." Di pandanginya secara mendalam wajah di dalam handphone. Ayana menghembuskan napasnya perlahan.

"Udah enam tahun kita nggak bertemu sama sekali. Aku harap kamu bahagia disana Kak. Hanya sepucuk surat serta foto ini yang aku miliki untuk mengingat kamu. Mengingat segala kenangan yang telah terjadi di antara kita selama ini."

"Apa kamu juga masih nyimpen surat dari aku? Ah, aku lupa. Suratnya udah kecuci kan ya? Udah nggak ada harapan lagi berarti buat aku ya? Aku rindu sama kamu. Apa aku egois jika aku ingin selalu bersamamu?" ayana tersenyum miris.Di pandangnya lagi surat yang telah hampir sobek. Surat yang selalu di jaga olehnya. Surat yang selalu menemaninya di saat dia sedang merindukan sang pujaan hatinya.

"Bismillah, kamu bisa Ayana. Kamu kuat apapun yang terjadi!" gumamnya menyemangati dirinya sendiri.

Keesokan paginya, Ayana sudah bersiap dengan baju gamis berwarna abu-abu beserta kerudung hitam miliknya. Karena dia pergi ke Cirebon, akhirnya dia meminta izin cuti tidak bekerja selama sepuluh hari lamanya.

Dengan modal bismillah, Ayana melangkahkan kakinya menuju mobil yang di kendarai oleh Bapaknya. Di temani dengan sang Ibu dan Adik yang berada di dalam mobil, membuat suasana menjadi tidak hening. Tingkah menjengkelkankan sang adik selalu membuat Ayana merasa kesal sendiri. Namun setelah beberapa menit berlalu, mereka berdua kembali bercanda. Suara musik yang di putar juga membuat suasana menjadi ramai.

Butuh waktu sekitar hampir satu jam lamanya hingga mereka ber-empat sampai di stasiun kereta api. Ini adalah kali pertamanya Ayana menaiki kendaraan yang bukan beroda empat, tiga ataupun dua. Di tambah lagi dia sendiri kali ini. Tidak ada teman yang menemani.

Duduk sendiri di dalam kereta api membuat Ayana menjadi risih. Ada beberapa tatapan yang membuat Ayana sendiri bingung di buatnya. Setelah di lihat-lihat, Ayana merasa tidak ada yang salah dengan penampilannya.

Hingga sebuah suara yang cempreng membuat Ayana tersadar dari kebingungannya. Suara anak laki-laki yang memanggilnya membuat Ayana sendiri gemas mendengarnya.

"Tante, Boy boleh duduk di sini?" pinta anak laki-laki tersebut sembari menunjuk kursi yang ada di sebelahnya.

"Boleh kok," jawab Ayana sembari tersenyum ke arahnya.

"Maaf Mbak, saya boleh duduk di sini juga?" imbuh seorang laki-laki dewasa yang berusia kurang lebih lima tahun di atasnya.

"Iya, silahkan Mas." Ayana tersenyum kecil. Sejak kedatangan sang anak kecil, suasana di sekitar tempat duduk Ayana menjadi sedikit ramai. Celoteh anak berusia tiga tahun itu tak sedikit membuat Ayana menjadi terhibur.

"Boy boleh panggil tante Bunda?" harap anak tersebut. Hening.

"Boy, ngga boleh gitu ya," bujuk ayahnya.

"Yah, ya udah deh." Raut kecewa jelas terpancar dari sudut kelopak mata sang anak.

Hingga enam kata mampu membuatnya kembali berbinar. "Boy boleh panggil tante Bunda kok."

"Seriusan?!" tanya Boy dengan mata yang sudah berbinar.

"Iya sayang, boleh kok," jawab Ayana gemas hingga mengacak rambut Boy secara pelan.

"Makasih Bunda!" pekik Boy yang kemudian berhambur di pelukan Ayana. Ayana yang melihat tingkah ajaib Boy hanya mampu terkekeh pelan dan membenarkan surai rambut milik Boy yang tadinya sudah tidak berbentuk rapi. Setelah sekian lama berceloteh, akhirnya Boy tertidur di kursi samping Ayana karena merasa kelelahan.

"Maaf ya Mbak, Bundanya Boy udah meninggal waktu ngelahirin Boy. Jadi dia kurang kasih sayang seorang Ibu. Mungkin karena terlalu kangen sama Ibunya, jadi Boy tadi bilang gitu sama Mbak," sesal lelaki tersebut.

"Nggak papa kok Mas, kasian juga Boy."

"Makasih ya Mbak," ujar lelaki tersebut dengan nada yang tulus.

"Sama-sama Mas." Setelah itu tidak ada lagi obrolan antara Ayana dengan lelaki tersebut, hingga akhirnya Ayana memutuskan untuk menyusul Boy yang tertidur di dalam mimpinya. Karena merasa ada tepukan di lengan tangannya, membuat Ayana harus bangun tidur lelapnya.

Dengan mata yang masih mengerjap, Ayana mencoba untuk bangun dan mencari kesadarannya.

"Bunda bangun, kita udah sampai," celetuk Boy sembari menepuk lengan milik Ayana.

"Bunda ketiduran ya?" Ayana mengerjapkan kedua kelopak netranya.

"Boy tadi juga ketiduran kok Bun. Ayo kita turun,"

"Ayo." Di saat Ayah Boy ingin menggandeng tangan milik Boy, Boy justru menolaknya dan lebih memilih bergandengan tangan dengan Ayana. Ayana yang kaget sempat menepis tangan milik Boy sehingga membuat bibir Boy menjadi menekuk ke bawah.

"Eh, maaf ya Boy, Bunda tadi kaget. Bunda kira tangannya siapa tadi," ujar Ayana sembari mensejajarkan tubuhnya dengan tubuh milik Boy.

"Iya, ngga papa kok Bunda."

"Boy mau bunda gendong?"

"Mau Bunda!" jawab Boy mengangguk antusias.

"Ya udah sini." Ayana membuka kedua lengan tangannya dengan lebar dan dengan gerakan cepat, Boy sudah berada di dalam pelukan Ayana. Karena Ayah Boy merasa tidak enak hati dengan Ayana. Akhirnya Putra, ayah Boy membawakan tas milik Ayana walau sebelumnya Ayana sudah menolak.

"Mbak ada acara apa ke Cirebon?" tanya Putra.

"Mau ngehadiri acara nikahan temen, kalau Mas?"

"Sama Mbak, tiga hari lagi acaranya."

"Eh, kok sama ya? Ngomong-ngomong, jangan panggil saya Mbak ya Mas, panggil saya Lestari aja."

"Sopan emangnya nggak pakek embel-embel Mbak?"

"Sopan lah Mas, kan lebih tua Masnya juga."

"Iya juga sih, hehehe."

"Saya mau permisi dulu Mas, udah ada yang jemput."

"Iya Tar, nggak papa. Boy sama Ayah dulu ya, Bunda mau ke rumah temennya," ujar Putra sembari mengelus kepala Boy.

"Bunda mau tinggalin Boy sama Ayah?" tanya Boy pelan.

"Nanti kapan-kapan kalau ada waktu, kita insyaallah bisa ketemu lagi kok. Maaf ya," jelas Ayana hati-hati.

"Nggak papa kok Bunda, kapan-kapan kita main bareng ya Bunda," ajak Boy antusias.

"Siap kapten," ujar Ayana sembari meletakkan tangan kanannya ke pelipisnya, sehingga Ayana sekarang seperti sedang hormat saat upacara.

"Dadah Bunda," teriak Boy sambil melambaikan tangan kanannya.

"Dadah."Setelah itu, bayangan Putra beserta dengan Boy sudah tak lagi tampak di hadapan Ayana. Hilang di telan oleh banyaknya kumpulan manusia yang sedang berlalu lalang.

Butuh waktu kurang lebih dua jam untuk sampai di daerah Grogol, tempat di mana akan di langsungkan acara pernikahan sang sahabat. Sesampainya di tempat tujuan, Ayana sudah di sambut dengan hangat oleh Dila serta keluarganya.Suara salam di terima oleh keluarga Dila.

Karena rasa bahagianya, Dila langsung memeluk Ayana sebagai pembalasan atas rasa rindunya yang telah beberapa tahun ini tidak pernah bertemu secara langsung.

"Dila, lepasin dulu. Malu tau sama keluargamu!" bisik Ayana.

"Eh iya. Kenalin ini Bapak sama Ibuku, dan ini Mas serta Kakak Iparku," papar Dila setelah melepaskan pelukannya.

"Assalamualaikum," ucap Ayana sembari mencium punggung tangan kedua orang tua serta kakak ipar Dila. Sedangkan untuk kakak kandung Dila sendiri, dia menelungkupkan kedua telapak tangannya di depan dada.

"Wa'alaikumussalam. Lestari ya, temen Dila waktu di Jombang?" tebak Ibu Dila.

"Iya tante, maaf ya numpang nginep di sini selama satu minggu, hehehe."

"Nggak papa kok. Anggep aja ini rumah sendiri. Lagi pula, Dila juga kan yang nyuruh kamu biar bisa nginep di sini. Sekalian nanti bantu-bantu ya."

"Iya tante."

"Ya udah, ayo masuk. Masa mau ngobrol di luar? Biar Lestari juga bersih-bersih sama istirahat dulu. Nanti aja kalau mau ngobrolnya," titah Bapak Dila.

"Udah makan belum Kak?" tanya Dila saat mereka sudah sampai di kamar tamu.

"Belum Kak, hehehe."

"Ya udah, kakak bersih-bersih aja dulu. Aku ambilin makan."

"Siap, Kak agak banyak dikit ya, laper," bisik Ayana.

"Gampang deh." Dila mengacungkan ibu jarinya sebelum keluar dari kamar yang sementara akan di tempati oleh Ayana.

Setelah Dila keluar dari kamar tamu, Ayana langsung membereskan pakaian yang telah dibawa olehnya. Usai di rasa sudah selesai semua, Ayana melangkahkan kakinya keluar kamar untuk membersihkan tubuhnya yang sudah agak bau keringat.

"Aku udah sampai di Cirebon Kak," ujar Ayana pada foto yang berada di dalam ponsel miliknya seusai mandi serta makan. Setelah mengucapkan kalimat tersebut, Ayana memutuskan untuk pergi ke alam mimpinya sembari memeluk ponsel yang ada foto seseorang di dalamnya.

-----o0o-----

Kisah kita akan terus terkenang
Meski banyak halangan yang melintang,
Percayalah bahwa kita akan selalu bersama
Walau 'tak mampu bertatap lewat netra
Setidaknya kita jumpa lewat do'a

-----o0o-----
0
Tutup
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.