Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

darmawati040Avatar border
TS
darmawati040 
[True Story] Temu Pisah di Alas Lali Jiwo
Sumber Gambar


Welcome to My Thread


Hallo, Gansist, apa kabar, nih? Lama ane tidak menyuguhkan cerita di platform tercinta ini. Semoga semuanya sehat dan baik-baik saja, ya. Bay the way,kali ini ane akan berbagi kisah mistis yang dialami oleh beberapa pendaki Gunung Welirang. Bagi penduduk di tanah jawa, tentunya sudah tahu, dong, di mana letak dan ketinggian gunung tersebut.

Quote:


Sebelum masuk ke cerita, perlu ane jelaskan bahwa, kisah ini merupakan kisah nyata yang dialami orang lain. Ane hanya menulisnya karena merasa cerita tersebut cukup menarik dan seram. Mungkin gansist dimari juga ada yang tertarik membaca cerita horor. Khususnya kisah para pendaki.

Untuk waktu kejadian asli beserta nama para tokoh tidak ane cantumkan, ya, Gansist. Karena narasumber tidak mengizinkan. Tetapi, agar mudah dipahami dan ceritanya mengalir, anggaplah kejadian itu terjadi sebelum adanya COVID-19.

Sebut sajaPanca, pria asal Banyuwangi yang berdomisili di Surabawa. Suatu hari, Panca dan salah satu teman dekatnya yang ia sapa Dhika, mengadakan Open Trip ke Gunung Welirang, dan akhirnya diikuti oleh 23 orang. 10 di antaranya merupakan kenalan dari Dhika.

Panca dan Dhika menyewa bus Travel untuk menjemput rombongan yang ada di Malang. Usai dari Malang, mereka menuju Pasuruan dan menunggu rombongan yang dari Mojokerto.

Bay the way, Gunung Welirang adalah gunung yang masih satu jalur dengan Gunung Arjuno. Memiliki medan yang cukup sulit. Bahkan, ada salah satu tanjakan terkenal dan disebut Tanjakan Asu. Bagi pendaki yang sudah pernah ke Gunung Welirang, mungkin tidak asing lagi, ya. Welirang sendiri memiliki arti Belerang. Diketahui, masih ada aktivitas penambakan Belerang di gunung tersebut.

****

Rombongan telah berkumpul. Dari 23 yang ikut, hanya ada 6 perempuan. Ditambah Panca dan Dhika, rombongan menjadi 25 orang. Dikarenakan terlalu banyak, akhirnya rombongan dibagi menjadi dua. Rombongan 1 berisikan 12 orang. 9 laki-laki, 3 perempuan.

Rombongan 1 dipimpin oleh Dhika. Dari ke tiga cewek, ada satu yang merupakan kenalan Dhika. Sebut saja namanya Mira. Mira juga memiliki kenalan, bukan lagi kenalan, sih, melainkan bestie yang ia sapa Shasa.

Mira dikenal kuat, berani, punya rasa ingin tahu yang besar. Ia juga sudah sering kali mendaki. Hal itu menjadikan ia pendaki yang kerap membuat temannya tidak sanggup melanjutkan debat saat terjadi sesuatu. Mira termasuk gadis yang cekatan. Ia ingin cepat-cepat sampai ke Pos 3 (Pondokan) untuk mendirikan tenda. Sementara Shasa, kebalikan dari Mira. Ia lebih santai, senang memotret, mendokumentasikan moment perjalanannya saat mendaki. Jadi, Shasa ikut ke grup 2 yang diketuai oleh Panca. Grup 2 berisikan 13 orang. 10 laki-laki dan 3 perempuan.

Rombongan memutuskan naik jalur Tretes, Pasuruan. Dhika dan Panca jadi Sweeper untuk grup masing-masing. Barisan depan dipimpin oleh laki-laki, kemudian diikuti yang perempuan, dan yang paling akhir adalah Dhika. Begitu juga dengan grup atau rombongan 2. Barisan ditutup oleh Panca.

Mereka menuju Pasuruan dan sampai sekitar pukul 11 siang. Kemudian menuju Tretes. Sampai di sana sekitar pukul 12. Rombongan beristirahat sejenak, melakukan Simaksi (pembayaran tiket mendaki). Kemudian packing.

Rombongan 1 memutuskan untuk jalan lebih dulu. Sementara rombongan dua masih beristirahat di Basecamp. 10 menit setelah rombongan 1 berlalu, rombongan 2 akhirnya mengikuti.

Dhika dan Panca memiliki Montable (alat komunikasi atau Walkie). Sebagai ketua grup, keduanya menyiapkan alat tersebut untuk berjaga-jaga, kalau-kalau terjadi sesuatu di tengah perjalanan saat mendaki.

Menuju Pos 1 (Pet Bocor), Pendakian lumayan mudah, melewati tanjakan halus yang cukup rapi, tetapi berbatu. Semakin ke depan, miringnya meningkat.

Sumber Gambar

Untuk sampai ke Pet Bocor, rombongan 1 belok kiri setelah pertigaan. Tidak lama, mereka sampai dan bisa istirahat sejenak. Tak ingin berlama-lama di Pos 1, Dhika mengajak rombongan langsung menuju Pos 2. Namun, sebelum itu, Dhika bertanya pada yang perempuan,

"Kalian ada yang lagi dapet, nggak?"

Serentak dijawab tidak oleh dua perempuan yang sedang bersandar di bebatuan. Lantas Dhika melihat ke arah Mira.

"Tenang, Dhik, gue juga enggak, kok. Tadi pagi gue udah mandi besar," jelas Mira.

"Okay, baguslah. Kalau gitu, yuk, kita lanjut," ajak Dhika.

"Eh, tunggu. Gue ke toilet bentar." Mira berlari menuju toilet.

Beruntung di Pos 1 masih tersedia kamar kecil. Tak sampai lima menit, Mira kembali dengan wajah sedikit gugup.

"Ada apaan?" tanya Dhika heran.

Mira pun memberitahu Dhika, kalau masa mestruasinya ternyata belum benar-benar berakhir.

"Duh, gimana, dong? Gue belum pernah bawa rombongan yang sedang mestruasi sebelumnya," kata Dhika sedikit panik.

Dhika mengabarkan keadaan Mira ke Panca, Panca hanya menyuruhnya tenang, banyak-banyak berdoa dan lanjut berjalan. Rombongan 1 pun ikut arahan Panca. Mereka lanjut ke pos 2.

Dari pos 1 menuju Pos 2, jalanannya masih cor-coran semen. Semakin maju treknya berubah bebatuan, tanjakan, dan berkelok-kelok.

"Duh, capek banget!" seru salah satu pendaki perempuan yang bernama Fany.

"Naik gunung emang capek, Say!" sahut Mira dengan napas ngos-ngosan.

"Gila! Ini treknya parah, deh. Udah berkelok-kelok, nanjak, bebatuan pula!" keluhnya lagi.

"Sebenarnya kita nyenengin diri atau cari masalah, sih?" ujarnya lagi sambil tertawa.

Mira ikut cekikikan dan terus melangkah.

"Anggap saja melewati trek berkelok ini bagian dari nyenengin diri, Guys!" sahut Dhika diiringi tawa Mira dan yang lain.

Sumber Gambar

****

Setelah lama berjalan, rombongan 1 akhirnya sampai di Pos 2. Pemandangan di Pos 2 sangat bagus. Areanya luas dan cocok untuk ngecamp tipis-tipis. Di sana juga terdapat warung kecil. Jadi, bisa jajan sebelum lanjut mendaki. Usai istirahat sebentar, Dhika mengabari Panca, bahwa mereka akan langsung menuju Pos 3 (Pondokan).


"Ya Tuhan, ini treknya kenapa harus bebatuan gini, sih?" Fany kembali mengeluh.

"Duh, gue ajah yang sering naik gunung, baru kali ini, deh, nemu trek kayak gini," timpal Mira.

"Ini dia, Guys, yang disebut-sebut Tanjakkan Asu," ujar Dhika.

"Oh, pantesan, Mas!" Serentak ketiga gadis yang ada di depan Dhika bernada keras.

"Apa kabar bestie gue di bawah, gue nggak yakin dia kuat ngabadiin moment." Mira teringat akan Shasa.

"Kalau gue, nih, ya, boro-boro buat ngabadiin momen, buat bernapas ajah rasanya nggak bertenaga," ungkap gadis yang ada di depan Fany.

"Tapi masih bisa ngomong, ya, Say," lontar Mira membuat semua rekan tertawa.

Sumber Gambar

Mira memang seperti itu orangnya. Bisa cairkan suasana. Tidak peduli sedang berjalan dengan siapa. Padahal, Fany dan satu gadis di depannya baru ia kenal hari itu.

Setelah lama melewati trek membosankan, rombongan 1 kini memasuki Alas Lali Jiwo.

Waktu kini menunjukan pukul 05:35. Sudah sangat sore. Rombongan 1 memutuskan untuk beristirahat sambil menunggu rombongan 2. Mereka akhirnya bisa berfoto-foto dengan tenang.

"Mas Dhik, Shasa, sama yang lain, kok, belum nyampe-nyempe juga, sih? Apa mereka ngecamp di pos 2?" celetuk Mira tiba-tiba.

"Nggak tahu, nih. Coba gue tanya dulu," kata Dhika dan mengambil Walkie.

"Tes ... tes ..., Bro, udah di mana?"

Tidak ada jawaban, Walkie Dhika hanya mengeluarkan suara aneh. Seperti tidak berfungsi. Dhika kembali mencobanya beberapa kali,

"Tes ... tes ... Halo, Bro!"

Hanya terdengar suara nyaring nan melengking keluar dari Walkie. Bikin telinga sakit.

"Kenapa, Mas?" tanya Mira mulai panik.

"Nggak tahu, nih. Banyak-banyak berdoa, Guys. Kita sedang di Alas Lali Jiwo. Jangan ada yang melamun," Ujar Dhika serius.

"Eh, kalian nyadar, nggak, sih, ternyata ini hari jumat, loh." Salah satu pendaki pria yang juga kenalan Dhika dan Mira, bersuara.

Mereka pun saling bertatap-tatapan. Antara kaget dan takut.

"Biasa ajah, dong, Fan. Hari jumat, mah, sama ajah kali sama hari biasa," sahut Dhika menenangkan.

Fandy terdiam, begitu juga yang lain.

"Yuk, lanjut jalan! Tapi pelan-pelan ajah, sambil nungguin grup 2," ujar pria yang dari awal berada di baris depan.

Semua beranjak dari duduknya. Namun, tiba-tiba ...,

"Tuu-tunggu ... iiiin!"

Samar-samar terdengar suara perempuan dari balik Walkie Dhika.

"Hei, Ca! Di mana lu? Tes ... tes ...," tanya Dhika lagi.

Beberapa saat kemudian Walkie Dhika berbunyi.

"Di Pos 2, bentar, kaki Shasa keseleo."

Mira tampak kaget. Ia mendekat ke Dhika.

"Tenang aja, Mir. Shasa bakal baik-baik ajah," hibur Dhika.

"Duluan ajah, Dhik. Cari space tenda di pos 3. Gue nyusul, Insya Allah nyampe, kok." Walkie Dhika kembali berbunyi.

Hening, Mira membungkuk di bawah pohon besar bersama Carriernya.

"Mas, gue tungguin Shasa ajah, ya, di sini?" celetuk Mira.

"Loh, jangan, dong, Mir. Masa iya kita lanjut ke pos 3 dan ninggalin lu sendirian di sini? Shasa juga, kan, temen gue Mir." tolak Dhika.

Namun, Mira masih ngotot mau menunggu Shasa.

"Mir, jangan rese, deh! Lu kebiasaan, ya. Sana lu nyusul Shasa di bawah kalau mau. Ini tuh hutan Mir, di jawa. Bukan kayak tempat lu di kota." Kali ini Fandy bersuara.

"Emang kenapa, Bang? Salah? Lu kalau mau naik, ya naik ajah sana!" balas Mira.

Mira dan Shasa berasal dari Jakarta, namun mereka kerja di Surabaya bersama dengan Dhika, Panca juga Fandy. Jadi, mereka sudah sangat akrab satu sama lain.

"Udah, udah! Kalian kok malah ribut, sih? Lu jangan egois gitu, dong, Mira. Kita nggak mungkin ninggalin lu di sini. Lu juga Fan, nggak usah kasar." Dhika menengahi.

Namun Mira masih saja ngotot. Ia mau tetap menunggu Shasa. Akhirnya Dhika kembali duduk sambil nyebat rokok.

Tak terasa waktu menunjukkn pukul 06:15, hari mulai gelap. Tiba-tiba saja muncul 4 pendaki dengan keadaan wajah pucat serta carrier yang sobek-sobek. Dua laki-laki, dan dua perempuan.

Bersambung ....


Tunggu lanjutannya. Jangan lupa rate, cendol, dan share. Terima kasih sudah mampir.

emoticon-terimakasihemoticon-terimakasihemoticon-terimakasih

Penulis: @darmawati040
djibrani
bungamempesona
mincli69
mincli69 dan 27 lainnya memberi reputasi
28
7.7K
104
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the HeartKASKUS Official
31.6KThread42.4KAnggota
Tampilkan semua post
darmawati040Avatar border
TS
darmawati040 
#36
Part 3
Malam semakin sunyi. Suasana yang tadi terasa ramai tiba-tiba hening. Apakah para pendaki yang terlihat sibuk di awal Dhika dan rekannya sampai di Pos 3, sudah tidur pulas? Ya, bisa jadi.

"Dhik, kami akan mencari Mira. Kalian sepuluh orang tunggu kami di sini. Semua yang cewek tinggal, ya," papar Panca.

"Okay, Ca. Kabarin gue kalau Mira ketemu," kata Dhika masih dengan perasaan bersalah.

"Tolong temukan Mira, Bang," ucap Shasa lirih.

Empat belas orang akhirnya memutuskan turun mencari Mira. Sementara sepuluh lainnya menunggu di pos 3. Panca berada di garis depan. Ia terus mengimbau rekannya agar tidak jalan terpisah. Jika ada yang kelelahan harus segera memberi tahu agar istirahat bersama.

Panca dan rekan-rekan menelusuri area Alas Lali Jiwo. Memanggil pelan nama Mira. Mereka bahkan menunggu lama di Alas Lali Jiwo. Berharap Mira bisa ditemukan. Sayangnya, gadis itu tidak juga muncul atau pun bersuara.


****

Sudah pukul 01.00 dini hari. Kabar tentang Mira belum juga terdengar. Dhika dan kawan-kawan masih duduk gelisah. Namun, Fandy mengatakan agar semuanya tidur. Jika tidak, besok pagi bisa saja kesiangan dan kelelahan untuk mencari Mira. Sesaat setelah rekan merebahkan badan, Walkie Dhika berbunyi,

"Dhik, tetap di pos 3 ya. Kami akan kembali ke pos 1 buat lapor Mira hilang."

Dhika yang hendak memejamkan mata, seketika bangkit.

"Fan, Mira beneran hilang," ucap Dhika gemetar.

Empat temannya ikut bangun dan juga gelisah. Sementara lima gadis yang ada di tenda sebelah, sudah tertidur, kecuali Shasa. Ia berbaring namun terjaga karena memikirkan Mira.

"Kita harus gimana, Dhik?" tanya Fandy pelan.

"Entah." Dhika memeluk kedua lututnya.

"Besok kita cari bersama. Kita harus istirahat sekarang," ujar salah satu dari mereka.

Tak terasa sudah pukul 02.20 dini hari. Dhika yang masih terjaga mendengar sesuatu dari luar tenda. Tidak tahu apa dan siapa, hanya terdengar suara ramai. Sesekali plesit dilempari, entah dengan tanah atau pasir. Tidak hanya itu, api unggun di luar juga dibuat mainan. Dhika yang sedari tadi merinding sendirian, memaksakan diri untuk berbaring dan memejamkan mata. Meski demikian, tenda Dhika yang berisikan lima orang tersebut masih terus diganggu. Hari itu malam terasa sangat panjang bagi mereka.

Sekitar pukul 05.01 pagi, lagi-lagi di luar tenda terdengar ramai. Mungkin para pendaki yang mau lanjut ke puncak Welirang, pikir Dhika.

"Dhik, Dhika!"

Dhika yang baru sadar Fandy tak ada dalam tenda, seketika bangkit dan melongokkan kepala keluar tenda.

"Kenapa, Fan? Kapan lu keluar?" tanya Dhika membuat yang lain ikut terbangun.

Shasa dan kawan-kawan yang mendengar seruan Fandy pun ikutan bangun dan keluar dari tenda.

"Di sini nggak ada orang Dhik, nggak ada siapa pun. Kemana pendaki yang ramai bangun tenda kemarin?" tanya Fandy heran campur takut.

Dhika dan yang lain melihat sekeliling. Sungguh tak ada satu tenda pun di sekitar mereka. Hanya ada dua tenda, yaitu milik mereka. Menyadari hal tak wajar itu, mereka serentak istigfar.

Tujuan utama mencapai puncak Gunung Welirang pun gagal. Sembari menunggu kabar dari Panca, mereka mengemas barang-barang bawaan. Tak lama kemudian, sekitar pukul setengah enam pagi, ranger datang. Mereka diminta untuk turun. Padahal, untuk sampai ke puncak Gunung Welirang tinggal 3-4 jam perjalanan saja. Namun, demi keamanan mereka akhirnya turun.

****

Sumber Gambar

Sampai di basecamp pukul 12.15. Dhika, Shasa, dan Fandy berlari ke arah Panca yang sedang memberi segelas teh hangat ke Mira. Shasa memeluk Mira yang sudah seperti orang lain.

"Woy, Ca! Gila lu ya, katanya nyari Mira, ngapa malah turun duluan?"

Wajah Panca tampak terkejut mendengar ucapan Dhika.

"Lah? Lu sendiri yang nyuruh gue turun sama rombongan. Lu bilang Mira udah ketemu dan udah bareng sama lu," jelas Panca.

"Lu juga bilang, kalau rencana buat ke puncak, batal!" lanjutnya.

"Nyampe sini gue mandi, dan gue lega karena Mira udah sama lu. Tapi anehnya, pas ranger turun, mereka malah bawa Mira dalam keadaan linglung dan pakaiannya compang-camping." Panca terus menjelaskan.

Dhika terdiam. Antara percaya nggak percaya akan ucapan Panca. Secara, walkienya Dhika tidak berbunyi lagi setelah Panca menyuruh mereka untuk menunggu di pos 3, dan kembali ke pos 1 untuk lapor bahwa Mira hilang.

"Padahal jelas-jelas lu nyuruh gue diem aja di pos 3 karena lu nggak nemuin Mira."

Kali ini Panca yang terkejut. Karena memang, ia tidak mengatakan hal yang dikatakan Dhika.

"Parahnya lagi, tenda kami terus digangguin, Ca. Kita diteror abis-abisan, tahu?!" cerita Dhika yang membuat temannya itu merinding.

Di samping itu, Shasa mengintrogasi Mira. Bertanya, Mira ke mana saja? Dengan siapa, dan masih banyak lagi. Sayangnya, Mira tidak menjawab sedikit pun. Ia hanya diam dengan pandangan kosong. Mira tidak terlihat seperti Mira sebelumnya.

Dhika yang masih penasaran dan bingung akan situasi yang terjadi malam itu, menarik Panca sedikit menjauh dari kawan-kawan. Ia bertanya yang terjadi pada Mira.

"Ca, ceritain saat lu cari Mira!" bisik Dhika.

Panca menarik napas dan melepasnya perlahan.

"Sampai di Alas Lali Jiwo, kita keliling buat nyari Mira. Menunggu di sana agak lama. Tetapi, sesaat kemudian, walkie gue bunyi. Itu pesan dari lu yang bilang, Ca, turun aja. Mira udah sama gue. Kondisinya nggak memungkinkan. Kita cancel buat lanjut naik. Sama lu bilang ke basecamp, minta ranger kemari dah. Ini ada dua anak lagi sakit--."

"A-apa? Gue gak ngirim apa-apa, Ca. Sumpah!" potong Dhika.

"Nggak ada yang sakit juga. Kecuali Shasa yang kakinya bengkak," lanjut Dhika.

"Yang ada, lu ngabari kalau Mira nggak ketemu, terus nyuruh kita nunggu di pos 3. Tanya anak-anak, deh," ujar Dhika lagi.

"Gue nggak paham, Dhik. Gue bingung. Terus siapa yang ngirim suara coba?" tanya Panca.

Dhika terdiam, ikut bingung dengan apa yang terjadi.

"Gue turun karena lu yang nyuruh, dan nyampe basecamp, gue kasi tahu ranger kalau ada yang sakit. Mereka naik, pas balik, gue lihat Mira datang bersama mereka dengan keadaan seperti itu." Panca melirik ke arah Mira.

"Pakaian Mira rusah parah tahu, Dhik. Cuma digantiin sama pendaki cewek yang baru mau dateng." Mendengar hal itu, Dhika hanya menarik napas. Tidak tahu harus bicara apa.

Panca dan Dhika kembali bergabung dengan rombongan. Di sana, ada beberapa orang basecam ikut nimbrung masalah hilangnya Mira malam itu.

"Kayaknya mas-mas sama mbak-mbak ini lagi apes ajah, sih. Kemarin naiknya hari jumat, kan? Di sini masih percaya kalau jumat itu waktunya lelembut keliaran. Syukur mbak dan mas nggak disasarin. Cuma ngincer mbak itu. Mbak yang itu lagi mens, ya?" kata salah satu orang basecamp.

Panca, Dhika dan semuanya terkejut bahkan ada yang melotot. Mereka lupa kalau Mira memang masa mestruasinya belum berakhir. Bahkan dibahas oleh Dhika sebelum lanjut naik.

"Oh ya, kemarin banyak yang naik, ya, Pak? Soalnya pas nyampe pos 3, ramai banget. Cuma, sekitar jam 5 pagi. Para pendaki udah nggak ada. Apa mereka udah ke puncak Welirang di jam segitu?" tanya Dhika penasaran.

"Banyak gimana? Hari jumat kemarin ya cuma rombongan kalian yang 25 orang itu ajah," jawabnya.

"Loh? Terus, yang rombongan terakhir enam orang itu? Yang katanya dari Tulungagung, Pak? Kita sempat ketemu, loh. Temen kita yang sempat hilang itu, bareng mereka soalnya," ujar Dhika lagi.

Seketika orang basecamp itu saling pandang.


Bersambung ...

Nantikan part selanjutnya, ya, Gansist. Terima kasih sudah mampir emoticon-terimakasih
dsydama
bungamempesona
mincli69
mincli69 dan 19 lainnya memberi reputasi
20
Tutup
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.