Part 1

Sebenarnya cerita ini ga terlalu berkesan dengan ane walau secara akhir cerita lumayan cukup menyedihkan. Memang secara hubungan keluarga, bisa terhitung sangat memiliki hubungan darah dengan keluarga ane. Kebetulan suami terhitung abang bokap ane dan sang istri adalah kakak dari emak ane. Sampai sekarang beberapa nama yang bakal ane sebutin pun masih hidup dan menanggung derita dari akibat kelakuan atau watak keluarga mereka sendiri. Walau ada beberapa part horor yang ane alamin di rumah keluarga ini. Sebut saja nama keluarga ini keluarga Pak Topan. Mereka memiliki 2 anak bujang, sebut saja Refi dan Refan.

Bisa dibilang, keluarga Pak Topan lebih memiliki kecukupan secara materi dibandingkan keluarga ane waktu itu. Maklum bokap ane baru menjadi pegawai negara setelah ane SMP kelas 1 dan emak ane juga baru diangkat tetap pegawai negara ketka ane SD kelas 5 dengan tamatan SMA. sedangkan Pak Topan sendiri adalah tentara yang sudah berpangkat Kapten waktu itu. Apalagi setelah operasi seroja di Timor-timor, banyak tanda jasa yang didapat olehnya. Sudah memiliki rumah dinas ditambah dengan kondisi politik saat zaman Orba yang begitu menguntungkan bagi aparat berbaju hijau ini.

Beberapa lokasi pasar di kota ane menjadi lahan basah bagi pak Topan. Baik menerima jatah jagaan dari ruko2 pasar juga dari cafe2 dan tempat2 judi. Bukan rahasia umum kalau tempat2 dunia malam menjadi lahan duit bagi aparat berbaju hijau zaman Orba dulu. Tak ayal pak Topan memiliki peluang ekonomi yang sangat besar untuk memonopoli kehidupan pasar. Hingga 2 angkot pun dimiliki oleh pak Topan yang selalu menyetor per hari. Apalagi zaman itu angkot masih menjadi moda transportasi utama, sangat jarang orang yang punya motor. Bisa dibayangkan sangat lumayan secara materi keluarga pak Topan. Hingga Refi dan Revan pun memiliki game Atari yang masih sangat jarang ketika ane masih SD kelas 4.

Posisi lumayan tinggi secara pangkat di kedinasan dan secara ekonomi juga mapan, membuat pak Topan lumayan disegani. Jujur aja, waktu itu ane sangat segan dengan pak Topan karena disamping memang gagah dan tajir, tapi juga dia terhitung lumayan alim. Ane pun sempat dikasih air bacaan doa dia kalau solat malam setiap ane berkunjung ke rumahnya. Katanya biar ane semakin pintar dan berhasil. Ane pun senang2 aja2 saat itu, tapi anehnya kenapa ga dikasihkan ke anak2nya atau istrinya saja .

Perubahan mulai terjadi dari keluarga pak Topan terutama pak Topan sendiri yang sudah berwatak sombong dan keliatan culasnya sejak era reformasi. Sejak saat itu sudah tidak ada lagi peran pak Topan di pasar karena sudah ditertibkan ataupun sudah menjadi "makanan" dari para komandan pak Topan yang semakin kekurangan pemasukan lebih dari semakin banyak peran dinas coklat2 secara hukum dan jagaan. Ane ingat betul, sewaktu masih zaman orba, ane pernah diajak ke pasar oleh Pak Topan untuk mengambil jatah duit di salah satu tempat Judi. Waktu itu ane tidak tau lokasinya melewati jalan utama atau jalan besar yang ada pos polisinya.

ane pun sangat kaget dan was-was karena kami berdua tidak pakai helm. Sekitar 5 M dari arah kami melintas jalan besar, sudah terlihat gelagat pak dinas coklat2 dengan pripitnya ingin menyetop motor kami. Kebetulan kami memakai vespa yang cukup besar dan lawas waktu itu.
"wak, ada polisi wak, kita tak pakai helm", ujar ane ketakutan dan panik
"hah, emang kenapa kalau ada polisi", ujar Pak topan
"kena tilang wak, lihat tuh polisi sudah siap2 nyetop kita", ujar ane
"ah, lihat ini, kau tak usah takut sama polisi, bawa pistol tapi tak pernah dipakai buat nembak musuh, tapi nembak kita2 ini", ujar Pak topan
mungkin maksud pak Topan, polisi jaman itu ga pernah ikut perang tapi petantang petenteng bawa pistol

ane pun menelan ludah dan sudah pasrah bakalan diajak ke pos polisi. Namun apa dinyana, ketika polisi itu sudah hendak mencegat motor vespa kami, pak Topan langsung sedikit berdiri menyerong seperti ingin mengeluarkan sesuatu dari belakang celananya.
"buju buset, apa pak Topan mau ngeluarin Pisau atau pistol buat nodong ne polisi, ngeri bener", ujar ane kebingungan
Si polisi pun melihat gelagat yang tidak biasa dari pembawa motor vespa ini yang seperti mengeluarkan sesuatu dari saku belakang.
Dengan wajah yang heran dan juga sigap, polisi ini pun bersiap melepaskan pistol dari ikatan pinggangnya

"walamak, mati kena timbak polisi ini gimana ceritanya", ujar ane ketakutan
ketika kami benar2 pas di samping pak Polisi dan sang polisi pun sudah bersigap mengeluarkan pistol dari pinggangnya, Pak Topan Pun berdiri di atas vespanya sambil tangannya menarik belakang celananya
"Sreeeeeeeeeeeeeetttt", ane bener2 kaget bukan kepalang
rupanya pak Topan memelorotkan celananya dan menunjukkan Bokong buduknya ke arah polisi yang sudah bersiap dengan pistolnya

"neeeehhhhh tembak ini pantat aku, ga ikut perang sok2an pegang pistol, tembak penjajah bukan tembak warga sendiri", ujar Pak Topan
ane pun kaget dan ga percaya sebegitu berani dan meremehkan pak Polisi si Pak Topan ini
Apalagi saat itu banyak kendaraan dan beberapa penjual di pinggir jalan pun menyaksikan kejadian itu.
SI pak polisi pun langsung seperti orang bloon dan ga tau apa yang terjadi barusan. Mungkin baru pertama kali dia mendapatkan hadiah bokong dari pelaku jalan. Atau mungkin satu2nya bokong pria buduk yang pernah dia saksikan. Ane yakin dia pun tak tau apa yang barusan dia alamin, dengan kondisi sudah siap dengan pistolnya .
"Apa kau lihat2, tembak2 saja", ujar Pak Topan berlalu
setelah sekitar 10 m dari polisi yang terbengong, barulah ane ngakak pol. Ane benar2 menyaksikan dan jadi saksi sejarah betapa tidak dihargainya polisi zaman orba

Namun itulah satu2nya kenangan yang berkesan sama pak Topan. Karena sejak zaman orba berakhir, Pak Topan yang ane kenal sudah berubah dan sangat keluar watak aslinya. Pokoknya asal ada peluang duit, maka dia tak segan2 mencari cara mendapatkan bagian walau dengan cara menipu keluarga sendiri. Orang pertama yang menjadi korban culas dari Pak Topan tidak lain dari keluarga emak ane sendiri.

Jujur aja, keluarga dari emak ane, atau katakanlah dari sebelah anak beranak dari Kakek ane. TIdak ada satu pun yang benar2 gila harta walaupun secara ekonomi tidaklah lebih dari cukup. tapi seperti tidak bernafsu untuk mencari duit bagaimanapun caranya. Berbeda dengan keluarga dari adik kakek ane yang benar2 sombong dan gila harta (oh ya nanti ada satu cerita yang cukup sedih juga tapi tergantung respon ).

Kakek ane punya rumah yang cukup besar dan memanjang. Bahkan beberapa di samping rumah kakek ane dibangunkan kos2an yang cukup banyak. Kakek ane ini bener2 tidak gila harta walau rajin bekerja. Jadi dia ini bekerja jadi asisten dokter sebagai tukang suntik di RS kota, tapi setiap subuh ke pasar untuk menjajakan ikan asinnya dan nanti sore dia bakalan lanjut jualan lagi. Terkadang banyak orang miskin tetangga atau orang jauh yang sakit tak punya biaya, datang ke kakek ane. Kakek ane cuman suruh beli obat dan peralatan suntik di apotek dan membantu menyuntikkan. tidak diminta duit sepeserpun oleh kakek ane.

Untuk rumah2 kos2an atau bedeng di samping rumah, itu banyak yang digratiskan oleh kakek ane kalau memang benar2 tidak ada kerja dan tidak dapat duit. Kakek ane cuman berujar yang penting keluarga kau bisa makan dan tidak jadi begundal pasar. Memang rumah bedeng tak berlistrik jadi hitung2 bantu orang saja kakek ane. Memang seringkali sudah berpenghasilan barulah mereka bayar dan meminta dikasih listrik. Begitulah sepenggal watak kakek ane. Nah karena dari kakek ane tak pernah ada membahas tentang harta, maka tidak ada satupun anak2nya yang berfikiran tentang warisan sepeninggal kakek ane. (ane juga banyak cerita kehidupan kakek ane waktu perang sama belanda dan toko Chinese belakang rumah )

Seminggu setelah meninggalnya kakek ane Disinilah keluar watak culas dari Pak Topan dimulai. Dia langsung membawa obrolan tentang warisan dari kakek ane. Tentu, keluarga sangat bingung karena benar2 tak butuh2 amat untuk warisan. Apalagi memang rata2 anak2 kakek ane sudah ikut sama emak ane di Batam. Otomatis yang tinggal di rumah kaakek ane cumanlah mang Jun dan beberapa pengontrak rumah di samping.
"Pokoknya, rumah ini harus segera dikosongkan karena secara aturan Agama, ini sudah termasuk sengketa dan harus diselesaikan, karena kami pun punya hak atas warisan rumah ini", ujar wak Topan
Mang Jun waktu itu sangat kebingungan dan serta merta menelpon emak ane.

Emak ane pun berembuk dengan bokap dan adik2nya yang sudaha ikut dan bekerja di Batam.
Kebetulan memang secara agama waktu itu keluarga ane benar2 ga mengerti urusan warisan. Apalagi, posisi istri dari Pak Topan adalah anak tertua dari kakek ane. Otomatis, suaranya sebagai orang tertua di keluarga emak ane sangat di dengar. Dari sebelah bokaap ane pun, Pak Topan sudah menjadi orang tertua di keluarga. Jadi ibarat kata, semua omongan dari Pak Topan dan istrinya sudah harus didengar sebagai pengganti orang tua.

Mang Jun pun dipaksa untuk keluar dari rumah kakek ane karena mau disterilkan. Satu persatu keluarga yang ngontrak di dekat rumah kakek pun diusir oleh Pak Topan. Karena memang posisinya yang dinas hijau2 dan juga terkenal di pasar setempat, para kontraktor gratis yang sudah dianggap keluarga pun angkat kaki. Inilah yang menyebabkan mang jun akhirnya tinggal di kuburan yang sudah ane ceritakan. Setelah mengusir, tak ayal perlahan perabotan dan perlengkapan listrik pun di jual oleh pak Topan secara diam2. Dimulai dengan pompa air yang waktu itu tahun 2001 laku dijual 3 juta rupiah karena memang bagus dan kuat. Ini pompa pemberian salah satu toke pasar yang kena sakit kulit dan sembuh setelah rutin disuntik kakek ane. Operasi bawah tanah dilakukan oleh Pak Topan walau sudah diketahui oleh keluarga tapi tak bisa berbuat apapun terutama sebagian besar keluarga sudah di Batam.

Hingga akhirnya tak sampai seminggu sudah ada pembeli rumah kakek ane. Keluarga emak ane pun terhenyak karena mereka sendiri secara ekonomi tidak mendesak untuk mendapatkan uang dari menjual rumah kakek. Rata2 menginginkan biarkan saja rumah itu dikelola oleh mang jun dan jadi tempat persinggahan jika balik ke Palembang. Biarkan anak cucu tau tempat rumah kakek dan jadi tempat nostalgia. Namun yang terjadi langsung ditodong pembeli dengan harga 60 juta rupiah. Padahal lokasi rumah kake ane ini dipinggir jalan yang lumayan ramai dan rumaah yang cukup besar dan panjang. Karaena tak mampu menolak keputusan dari orang tertua dari keluarga, semua pun hanya mengiyakan.

Hingga akhirnya terungkap ketika ane sudah SMA di Palembang. Rupanya pembeli rumaah kakek ane ini membayar 2 kali lipat dari harga yang disebutkan kepada pak Topan. Berarti dia sudah mendapatkan 60 juta full plus bagian dari jatah warisan. Sebenernya hal ini sudah diketahui oleh salah satu om ane yang juga ikut tinggal di rumah pak Topan. Tapi karena dia pun otak culas dan mendapatkan bagian lebih, akhirnya bungkam. Namun akhirnya ponakan ini bersaksi ke ane bahwa dia menyesal dan menyayangkan harusnya maati2an menolak penjualan rumah. Tapi karena posisi dia yang otaknya ga bener saat itu, dan dijanjikan yang manis2 sama pak Topan, jadi dia pun ikutan mendukung dan mengatur2. Ponakan ini juga hidupnya tak bernasib baik, karena hidup dari tipu menipu. Bahkan lucunya, istrinya pun mau menikahi dia karena tertipu dikira anak bos, rupanya anak bosok .

Setelah menggondol duit warisan, keluarga pak Topan pun bungkam. Saat itu abang ane sudah duluan ke Palembang buat kuliah, sedangkan ane masih satu semester di Batam. Mungkin setelah duit warisan sudah habis dan ada kebutuhan menambah duit, keluarga pak Topan pun mulai menghubungi setiap keluarga termasuk emak ane. kebetulan, saat itu keluarga ane lumayan sedikit bernafas sejak emak ane punya posisi bendahara di provinsi. Emak ane pun ditelpon pak Topan dan meminta untuk dibantu duit buat persiapan masuk angkatan hijau buat si revi.

ane ingat betul permintaan dari pak Topan karena kalau si Revi berhasil masuk kan menguntungkan keluarga sendiri. Revi adalah ponakan sendiri, jadi kalau berhasil jadi angkatan hijau tentu yang bangga adalah keluarga sendiri. Emak ane pun karena saat itu dari keluarga besar ane, Revi adalah ponakan tertua. Jadi sangat penting untuk membantu ponakan sebagai patokan generasi keluarga yang "jadi orang". Apalagi memang Revi sendiri secara pribadi sangatlah baik dan juga sangat baik sama emak dan abang ane juga ane. Ane pun mendukung supaya mensupport dana agar si Revi bisa masuk ke angkatan hijau. Apalagi memang secara fisik, Bang Revi ini terhitung ganteng dan tinggi. Terbukti spesialis playbois di daerah perumahannya.

Tak lama setelah ane di Palembang, Bang Revi pun alhamdulilah dikabarkan lulus keterima angkatan hijau2. kami pun berbahagia dan ikut bangga dengan bang Revi. Walau sewajarnya emak ane mendapatkan sedikit gaji pertama dari bang Revi, tapi tidak sama sekali. Walau emak ane pasti menolak, cuman lumraahnya kan begitu. Tapi tak mengapa, karena bang Revi sendiri selalu mengucapkan terima kasih ke emak ane sewaktu dia lulus. Bahkan ane yang sebulan sekali ke rumah Pak Topan memberikan duit ke Revi untuk dia semasa pendidikan pun bang Revi selalu mengucapkan terima kasih dan salam ke emak ane. Tak jarang dia pun sangat pengen menghaabiskan waktu sama ane dan abang cuman harus buru2 balik ke barak.

Setelah lulus pendidikan, kebetulan saat itu ada operasi GAM di Aceh. Bang Revi pun langsung di kirim ke daerah konflik. Pak TOpan pun semakin jumawa karena menjadi satu2nya dari keluarga besar yang anaknya sudah bekerja dan "jadi orang". Sebenernya ada salah satu aanak dari keluarga tertua dari bokap yang lebih tua tapi tak jadi orang karena hal tertentu (nanti ane ceritain kalau ada request, ceilah). Pak Topan pun menyuruh seluruh ponakan untuk ikutin jejak anaknya untuk jadi anggota dinas hijau2 atau jadi dinas coklat saja. Ane ingat betul kejadiaan ketika dia meremehkan ane yang dikenal tampan dan juara kelas di komplek nenek ane.
"Dit, kau sudah lulus mau masuk jadi hijau2 atau coklat?", ujar Pak Topan sembari membersihkan rumput di depan rumah nenek ane
ane pun kaget karena selagi mencuci motor ditanyakan hal cita2.
"ah nggak mau wak, aku nak kuliah aja", ujar ane
"hah, buat apa kuliah, nanti kaau jadi kek Mang Sinar tuh, Sarjana Betok aja jadinya", ujar Pak Topan dengan nada meremehkan
"hah, Sarjana Betok, apa tuh wak", tanya ane
"ya itu, sarjana tapi ga bisa dapat kerja, ujung2nya mancing ikan betok di rawa nenek, untuk apa buang2 duit aja, bikin malu sarjana2, mending jelas langsung kerja jadi anggota", ujar Pak Topan
memang ane tau mang Sinar itu hobi mancing ikan betok dan orangnya juga bersahabat. Cuman ane kagak tau kalau dia pernah sarjana, mungkin dia sarjana tapi ga pernah belajar tapi bisa jadi mungkin tidak sarjana cuman sekedar ikut kuliah tapi tak selesai. Wallahualam.

Mendengar cemoohan dari pak Topan tentang anak yang mau kuliah, maka seluruh ponakan pun terbius dan ingin ikutan jadi anggota kedinasan. Bahkan termasuk abang ane pun hampir terkena bujuk rayu pola pikir mayoritas orang Palembang waktu itu mungkin sampai sekarang. Karena gaji kak revi lumayan besar karena ikut operasi di Aceh, apalagi langsung di rapelkan, maka keluarga pak Topan lumayan memiliki duit. keluarga Pak TOpan hanya bungkam dan tak pernah memberitahukan kalau mereka sedang jaya, tapi tidak ketika tertimpa masalah atau butuh duit.

Tak lama si Revan, adiknya bang revi pun sudah lulus SMA dan mau masuk ke angkatan dinas coklat2. Lagi2, emak ane menjadi target untuk dimintai tolong secara finansial. padahal secara finansial, ada uwak ane yang rentenir yang lebih dari tajir. Namun karena kalau urusan duit dengan uwak ane itu, malaikat pun ditagih kalau sempat hutang duit sama dia apalagi cuman keluarga dan abang sendiri . Alhasil emak ane pun entah bagaimana, apalagi memang posisi sekolah abang ane dan ane masih bisa dicukupi dari gaji bulanan emak ane. Kami pun secara rutin mendatangi rumah Pak Topan untuk memberikan duit supaya persiapan tes dan tiap bulan setelah lulus ane dan abang ane memberikaan duit buat pelatihan bang Revan.

Namun berbeda dengan bang Revi yang selalu mengucapkan terima kasih dan terasa sangat bahagia ketika ketemu ane dan abang. Kami selalu ingin pulang tapi selalu dicegah dan kami bersendau gurau sama bang revi di kamarnya hingga pagi. Padahal besok pagi dia harus balik ke barak, diaa tak peduli. Sedangkan bang Revan ketika kami datang tidak menyapa sama sekali, hanya sibuk dalam kamar. Kaami pun kebingungan ketika datang ke rumah tidak ditegor sama sekali. Hinggaa akhirnya kami ingin pulang dan ingin mengasihkan duit ke bang Revan titipan emak ane. Reaksi dari bang Revan sungguh luar biasa. Dia hanya mengucapkan "nah ini yang aku tunggu2", ujarnya dan langsung masuk kamar tak mengucapkan terima kasih sama sekali. Boro2 bakalan salam ke emak ane seperti bang Revi. Ane dan abang ane seperti kaambing congek di rumah pak Topan dan langsung balik ke rumah.

Tak perlu kecerdasan berlebih, ketika sudah dinyatakan lulus dan sudah menerima gaaji full, bang Revan tidak pernah mengucapkan terima kasih dan juga tak pernah mengundang ane dan abang buat ditraktir. Tak seperti bang Revan yang hilang ditelan bumi. Bisa dibayangkan, kondisi ekonomi pak Topan sungguhlah sangat lumayan setelah 2 anaknya menjadi orang. Apalagi dia masih mendapatkan uang pensiunan angkatan hijau. Namun, watak pak Topan adalah ketika penuh kenikmatan dia diam membisu tak mau berbagi tapi ketika kesusahan maka seluruh keluarga wajib menolong .

Ane ingat betul ketika itu ane masih kelas 2 SMA dan bang Revi mengirimkan sms ke abang ane dan ane
"Hoy bujang klewer2, abang mau pulang minggu ini sampai di bom baru, udah selesai operasi, kamu jemput e, awas dak ada kalian, aku tembakin satu2", ujar bang Revi
ane pun membalas dengan gembira dan membalas "Siap pak Kodim"
kami pun menyambut di bom baru ketika kapal perang merapat di pelabuhan. Setelah berpelukan, bang revi pun menyatakan ke ane dan abang untuk jangan makan malam nanti mau diajak makan di luar.
"kau abis maghrib ke rumah abang ye, kita makan pempek ke lemabang terus nginap kalian karena abang cuman sampai seminggu", ujar bang Revi
ane dan abang pun bahagia, bukan karena ditraktir makan karena kami bisa beli. Cuman memang ane sangat kangen sama bang revi yang ceplas ceplos dan lucu walau mesumnya begitu parah.

sehabis maghrib pun kami ke rumah pak Topan mau ketemu bang Revi. Ketika sampai di rumah, bang Revi pun sibuk telponan dengan cewek2 yang mungkin sudah jadi pacarnya sewaktu timbak2 di Aceh. Setelah selesai telpon, Bang revi pun bergegas mandi dan mengajak kami untuk ke mall sekalian cuci mata dan cari target pacar. Namun apa dinyana, setelah rapi jali, bang Revi pun meminta duit ke emaknya yang sudaha disimpankan. Maklum seluruh gaji disimpankan emaknya.
"kau nak butuh apa duit", ujar emaknya Revi
"aku nak bejalan, nak hiburan, aku nak neraktir Adit dan abangnya", ujar Revi
"ah ngapain nraktir2 mereka, sudah belikan nasi goreng yang lewat aja", ujar emaknya
"nak urusan apa mama, itu duit2 aku, aku nak neraktir mereka, mereka juga adik2 aku, sini duit aku", ujar Revi dengan suara keras.

ane dan abang pun tak keenakan karena seolah2 karena pengen nraktir kami jadi berantam bang revi dengan emaknya.
walau ane tau, bang revi sangat tau berterima kasih karena dia berhasil lulus dan pendidikan semua disupport oleh emak ane.
"bang, udalah gakpapa, kami balik aja bang, lain kali aja", ujar ane dan abang ga keenakan
"apa kalian ne, sudah tenang aja, tunggulah bentar, awas kalian balik, tak kuanggap adik lagi, tenang aja, emang uwak kalian ne pelit begini", ujar bang Revi
5 menit kemudian dengan grasak grusuk di kamar emaknya, bang Revi pun membawa duit mungkin sekitar 600 ribuan.

kami pun beranjak ke pasar lemabang saat itu, makan pempek kegemaran bang Revi
"oi Yon, kau ada kawan cewek tak kenalinlah sama aku", ujar bang Revi mesum