- Beranda
- Stories from the Heart
JANJI? (MINI SERIES)
...
![beavermoon](https://s.kaskus.id/user/avatar/2015/10/10/avatar8270809_8.gif)
![Avatar border](https://s.kaskus.id/images/avatarborder/1.gif)
TS
beavermoon
JANJI? (MINI SERIES)
![JANJI? (MINI SERIES)](https://s.kaskus.id/images/2021/11/29/8270809_202111290417520151.png)
Pernahkah kalian jatuh cinta? Pernahkah kalian menyembunyikan perasaan kepada orang yang kalian suka? Kenapa kalian menyembunyikan hal itu? Bukankah lebih baik untuk mengutarakannya?
Fika dan Rama akan menemani perjalanan kalian dalam mencari tahu jawaban atas pertanyaan-pertanyaan di atas. Bersyukurlah jika kalian dapat menemukan jawabannya, namun jika tidak?
Spoiler for Episode:
Diubah oleh beavermoon 16-06-2022 12:03
![ippeh22](https://s.kaskus.id/user/avatar/2017/02/06/avatar9575917_1.gif)
![kuda.unta](https://s.kaskus.id/user/avatar/2015/03/09/avatar7742361_18.gif)
![ndoro_mant0](https://s.kaskus.id/user/avatar/2008/02/20/avatar404250_9.gif)
ndoro_mant0 dan 7 lainnya memberi reputasi
4
3.1K
Kutip
40
Balasan
Thread Digembok
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
![Stories from the Heart](https://s.kaskus.id/r200x200/ficon/image-51.png)
Stories from the Heart![KASKUS Official KASKUS Official](https://s.kaskus.id/kaskus-next/next-assets/images/icon-official-badge.svg)
31.6KThread•43KAnggota
Tampilkan semua post
![beavermoon](https://s.kaskus.id/user/avatar/2015/10/10/avatar8270809_8.gif)
![Avatar border](https://s.kaskus.id/images/avatarborder/1.gif)
TS
beavermoon
#23
Episode 20
Spoiler for Episode 20:
Rama menghentikan motornya di depan gedung Fakultas, Fika turun dari belakang seraya memberikan helm kepada Rama. Fika sempat melihat ke arah kaca spion untuk memastikan kondisinya, ia lalu menatap Rama yang sedang memandang malas ke arahnya.
“Kamu ngapain ngaca terus? Hari ini kan cuma mau ketemu dosen pembimbing, bukan mau kencan atau mau malam gala atau acara amal.” Ucap Rama.
Plak!Fika memukul lengan Rama, “Mending kamu ke Jurusan buat selesaiin rencana studi, abis itu jemput aku lagi di sini baru kita jalan-jalan.”
Rama menggeleng menatap Fika, “Yaudah aku ke Jurusan dulu.”
“Hati-hati Ram...”
Motor yang dikendarai Rama menjauh lalu menghilang di pertigaan jalan. Fika sempat tersenyum setelah itu, mengingat semuanya berjalan seperti biasanya setelah apa yang terjadi di dalam tenda beberapa hari lalu.
Fika membalikkan badannya lalu berjalan masuk ke dalam gedung, namun langkahnya terhenti setelah melihat mobil milik Tessa masuk ke dalam area parkir. Ia menunggu Tessa ke luar dari mobil, kemudian ia melambaikan tangan setelah Tessa melihat ke arahnya. Tessa berjalan dengan cepat ke arah Fika, kemudian ia memeluk Fika.
“Fika, apa kabar?...” Tessa melepas pelukannya, “udah berapa hari ya gue ngga ketemu sama lo dan gue kanget banget sama lo.”
“Udah ada dua minggu kayaknya, lebih beberapa hari sih.” Jawab Fika.
“Are you okay now?” Tanya Tessa.
Fika mengangguk dengan pasti seraya tersenyum untuk memastikan bahwa ia baik-baik saja saat ini. Tessa pun menggenggam lengan Fika lalu mereka berjalan bersama masuk ke dalam gedung Jurusan.
“Gimana rencana skripsi lo Fik? Udah ada bayangan belum?” Tanya Tessa.
“Belum kebayang sama sekali Tes, biarin dosen pembimbing gue aja yang nentuin arahnya mau ke mana. Lo sendiri gimana? Terakhir gue denger kan lo mau bahas tentang Plato kan?” Ucap Fika.
“Aristoteles Fik, gue mau bahas gimana seandainya Aristoteles dengan gaya pikirannya di zaman itu hidup di zaman kita sekarang. Teori apa yang mungkin dia bikin setelah tau kalau orang-orang zaman sekarang lebih suka rebahan dari pada debat pendapat.” Jelas Tessa.
“Kayaknya dia bakalan jadi kaum rebahan juga deh.” Sahut Fika.
Mereka tertawa bersama-sama. Suasana gedung masih sepi karena hari ini masih terhitung hari libur, namun bagi mahasiswa tingkat akhir harus menyusun rencana studi untuk skripsi mereka bersama dosen pembimbing.
Mereka masuk ke dalam ruangan di mana janji temu diadakan. Sudah ada dua mahasiswa lain yang sedang berdiskusi dengan dosen pembimbing, Fika dan Tessa menyapa dosen tersebut dan juga teman mereka yang lain.
“Kalian isi formulir di komputer, abis itu baru kita bincang-bincang.” Ucap Dosen tersebut.
Fika dan Tessa menuju ke meja komputer untuk mengisi formulir pendaftaran rencana studi, setelah itu mereka membawa lembaran kertas menuju dosen tersebut. kali ini tersisa mereka berdua, dua mahasiswa sebelumnya sudah menyelesaikan bimbingan pada hari ini.
“Maria Teressa, ibu denger kalau kamu suka kasih ide-ide out of the box dari beberapa dosen lain. Ibu jadi penasaran apa yang akan kamu bahas.” Ucap Dosen penasaran.
“Saya jadi ragu kalau Ibu bilang begitu.” Jawab Tessa.
“Loh nggapapa. Mungkin aja ide-ide itu emang susah diterima untuk saat ini, tapi beberapa tahun ke depan bisa aja semua orang akan nerima ide tersebut. Jadi jangan ragu sama ide yang kamu punya.” Jelas Dosen.
Tessa sempat melihat ke arah samping, Fika tersenyum sambil mengusap pundak Tessa beberapa kali agar ia tenang dalam menjelaskan idenya, Tessa pun menghela nafasnya.
“Oke Bu, saya akan menjelaskan ide saya. Jadi...”
Tessa mulai menjelaskan ide yang ada di kepalanya, dosen yang ada di hadapannya mencatat apa yang ia dengar. Sesekali mereka tertawa besama setelah mendengar apa yang Tessa ucapkan.
“...jadi seperti itu Bu, gimana menurut Ibu?” Tanya Tessa.
“Ibu kan punya rubrik di sebuah majalah online, ide kamu ini bisa banget masuk ke sana. Jadi coba kamu kembangin lagi ide kamu ini dan Ibu setuju.” Ucap Dosen.
“Baik, terima kasih Bu.” Sahut Tessa.
“Oke, selanjutnya Defika. Sebelumnya Ibu turut berduka cita ya, semoga beliau diberikan tempat terbaik di sana...”
Fika mengangguk seraya tersenyum.
“...kamu nggapapa ambil skripsi semester ini? Ibu bisa bantu kamu buat menunda sementara waktu kalau kamu perlu.” Jelas Dosen.
“Terima kasih Bu atas bantuannya, tapi saya udah baik-baik aja kok sekarang. Saya siap untuk ambil skripsi di semester ini.” Jawab Fika.
Dosen mengangguk, “Oke kalau kamu siap, jadi kamu punya ide apa buat skripsi kamu?”
“Kayaknya saya butuh bantuan Ibu untuk ide awal ini Bu.” Jawab Fika.
“Oke sebentar ya...”
Dosen memeriksa lembar kerja berisi data Fika dan apa saja yang ia bahas selama masa perkuliahan.
“...kalau dilihat dari laporan tugas, kayaknya kamu obsesi banget sama Jepang ya. Dari awal sampai semester kemarin isinya soal Jepang semua, dan isinya pun menarik.” Ucap Dosen.
Fika mengangguk, “Iya Bu, bisa dibilang saya terobsesi sama Jepang dan segala rupa kehidupannya. Untungnya tugas selama ini aman-aman aja.”
“Ibu saranin buat kamu bikin literatur tentang Jepang di beberapa era kekaisaran, terus kamu refleksikan ke arah Jepang yang sudah modern di perkotaan. Hubungan apa yang masih ada dan apa yang sudah punah karena zaman...”
Fika menulis di buku catatan yang ia bawa.
“...gimana menurut kamu?” Tanya Dosen tersebut.
“Saya setuju Bu.” Jawab Fika singkat.
“Oke kalau begitu, ide kalian sudah dipegang masing-masing. Kalian masih punya waktu untuk liburan beberapa minggu lagi, sekalian bisa cari literatur untuk persiapan kalian. Kalau ada apa-apa, langsung hubungi saya aja ya.” Jelas Dosen.
Fika dan Tessa berpamitan dengan dosen tersebut, mereka ke luar dari dalam ruangan menuju koridor yang juga masih sepi. Fika memasukkan buku catatan ke dalam tas, kemudian ia mengeluarkan handphone dari dalam saku celana.
“Aku udah selesai Ram.”
“Eh iya Fik, ngomong-ngomong kemaren lo sempet kemah ya sama Rama?” Tanya Tessa.
“Loh...” Fika menatap Tessa dengan cepat, “kok lo tau gue kemah sama Rama? Padahal gue ngga tampilin foto Rama di media sosial gue.”
“Kalau orang yang udah kenal kalian sih kayaknya tahu. Lagian lo mana mungkin sih pergi kemah ngga sama dia? Lo bukan tipikal orang yang mau pergi sama siapa aja, beda sama gue.” Jelas Tessa.
Mereka tiba di depan Gedung Jurusan, kemudian mereka menyempatkan diri untuk duduk di anak tangga. Tessa mengambil sebatang rokok dari dalam bungkusnya, kemudian ia membakar rokok tersebut.
“Bener sih gue pergi sama Rama ke sana, salah satu kegiatan yang pertama kali gue lakuin setelah diam di rumah beberapa hari.” Jawab Rama.
“Pantes aja lo suka ya sama Rama.” Ucap Tessa.
FIka menatap Tessa, “Maksudnya gimana Tes?”
Tessa menghembuskan asap rokok, “Dia bisa bikin lo balik lagi, bisa dibilang bangkit lah dari apa yang lo alamin sebelumnya. Padahal udah berapa kali gue coba buat hibur lo, tapi lo masih ngga mau. Rama tau momen yang pas buat ngajak lo bangkit lagi, dan itu yang gue pikir kenapa lo bisa suka sama dia.” Jelas Tessa.
“Bisa dibilang begitu sih, tapi lo ngga marah kan pas gue tolak ajakan lo buat liburan kemarin? Gue jadi ngga enak sama lo pas lo bahas lagi.” Ucap Fika.
“Santai aja lah, yang penting lo udah bisa bangkit lagi.” Jawabnya.
Fika mengangguk, “Terus lo kemarin jadi pergi?”
Tessa menepuk pundak Fika beberapa kali, “Lo harus tau Fik, kemarin pas gue pergi ke Pantai itu gue ketemu sama orang yang dulu nabrak gue pas di parkiran.”
“Serius? Kok bisa?” Tanya Fika terkejut.
“Gue juga ngga nyangka bakalan ketemu dia di sana. Jadi kan gue pergi pagi dari Rumah, terus...”
Tessa mulai bercerita mengenai kejadian yang tak terduga, ia kembali bertemu dengan seseorang yang dulu pernah tidak sengaja menabraknya di parkiran.
“...jadi dia itu dateng ke Kampus kita cuma buat ketemu sama temennya, pantesan aja gue ngga bisa nemuin dia lagi. Gue ngga mau buang-buang kesempatan lagi dan akhirnya gue dapet nomornya.” Jelas Tessa.
“Kan udah gue bilang kalau jodoh itu ngga ke mana Tes.” Ucap Fika.
“Lo sendiri gimana kemah sama Rama? Ada cerita seru apa yang bisa gue denger? Ngga mungkin biasa-biasa aja kan?” Tanya Tessa penasaran.
“Lo bisa jaga rahasia kan?” Tanya Fika.
Tessa mengangguk dengan pasti, Fika mendekatkan untuk berbisik di telinga Tessa.
“Gue cium Rama...”
“HA!...” Tessa berteriak cukup keras, “lo serius Fik?”
Fika memukul lengan Tessa beberapa kali karena membuat kegaduhan, mereka sempat melihat ke arah sekeliling untuk memastikan keadaan sekitar. Beruntungnya, keadaan sekitar memang sepi hingga mereka bisa dikatakan selamat menjadi bahan pandangan orang-orang.
“Lo ngapain teriak sih? Untung aja sepi.” Protes Fika.
“Ya gimana gue ngga teriak Fik setelah denger apa yang lo omongin barusan, siapapun orang yang tau cerita lo juga pasti akan histeris kayak gue...”
Fika memukul lengan Tessa sekali lagi.
“...kok bisa sih Fik? Lo nyatain perasaan lo ke dia? Baru abis itu lo cium dia? Atau kalian saling nyatain perasaan kalian satu sama lain terus ciuman?” Tanya Tessa penasaran.
Fika berfikir sejenak, “Kalau dibilang gue nyatain perasaan gue itu bener, cuma posisinya Rama udah tidur. Gue bilang soal perasaan gue dengan suara pelan ke dia, abis itu gue cium dia.”
“Terus Rama biasa aja sampai sekarang?” Tanya Tessa.
Fika mengangguk dengan pasti. Tessa membuka mulutnya cukup lebar seperti tak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar, ia kembali menutup mulutnya seraya bertepuk tangan pelan.
“Gue ngga nyangka kalau lo bakalan hal nekat kayak gitu. Meskipun dengan kondisi Rama tidur ya, itu hal yang bener-bener nekat sih.” Ucap Tessa.
“Menurut lo dia tau ngga sih kejadian malam itu?” Tanya Fika.
“Sebenernya wajar aja sih semisal dia ngga sadar soal malam itu karena posisinya Rama udah tidur...”
Fika menatap Tessa dengan seksama.
“...tapi lo pernah mikir ngga sih, jangan-jangan sebenernya dia tau tapi pura-pura ngga terjadi apa-apa? Gue kepikiran ke arah itu sih, tapi ngga ada yang tau pastinya kecuali dia sendiri.” Jelas Tessa.
“Kalau prediksi lo bener gimana ya Tes?” Tanya Fika.
“Mending lo tanya langsung sama orangnya biar jelas...”
Tessa memberi isyarat kepada Fika untuk melihat ke arah jalan. Fika melihat Rama datang ke arah mereka sekembalinya ia dari Gedung Jurusannya.
“...kalau lo berani sih, atau yaudah biarin aja.” Ucap Tessa.
Rama menghentikan motornya beberapa meter dari tempat Fika dan Tessa duduk. Ia turun dari motor untuk menghampiri mereka berdua.
“Hai Ram, udah lama ngga ketemu. Gimana skripsi?” Sambut Tessa.
“Halo Tes...” Rama duduk di samping Fika, “tinggal eksekusi aja sih karena judul udah ada hari ini juga. Lo sendiri gimana Tes?”
“Gue sama Fika juga udah dapet judul hari ini, tapi gue masih mau manfaatin libur kali ini dengan baik. Baru abis itu gue ngerjain skripsi.” Jawab Tessa.
Mereka bertiga tertawa bersama-sama. Beberapa saat berlalu dengan perbincangan santai, Tessa memutuskan untuk pergi terlebih dahulu karena ingin menikmati sisa liburannya. Ia beranjak meninggalkan Rama dan Fika menuju parkiran di mana mobilnya berada.
“Kamu jadi mau jalan-jalan?” Tanya Rama.
“Ayo Ram, kita nonton abis itu makan di tempat yang tadi aku kasih tau itu. Abis itu kita beli es krim, terus liat-liat pameran buku, terus...”
Fika menghentikan ucapannya setelah menyadari Rama memandang malas ke arahnya. Fika memukul lengan Rama seperti biasa.
“...kalau kamu ngga mau yaudah aku berangkat sendiri aja.” Ucapnya.
Fika sempat berpaling membuang pandangannya ke sisi lain dengan sengaja. Ia pun diam beberapa saat menunggu Rama menanggapi ucapannya.
“Ram, kok kamu...”
Fika menatap ke arah Rama dan menghentikan ucapannya. Rama sudah berada di atas motor lengkap dengan helm yang sudah ia kenakan. Tangan kirinya sudah mengulurkan helm ke arah Fika yang masih duduk di anak tangga.
“Ayo berangkat, ngapain masih duduk di situ?” Tanya Rama.
Fika bangun dari duduknya, ia mengambil helm yang diberikan Rama lalu mengenakannya. Belum sempat ia duduk di bangku belakang, Rama menahan tangannya.
“Kamu kebiasaan...”
Rama mengenakan pengaman helm yang ada di kepala Fika.
“...jangan cuma dipakai aja, tapi dikencengin biar aman dan ngga kenapa-napa.” Ucapnya.
Ctek! Pengaman helm sudah terpasang dengan baik, Fika sempat terdiam beberapa saat sebelum akhirnya ia beranjak duduk di bangku belakang motor Rama.
Motor pun bergerak meninggalkan Gedung Fakultas pada pagi hari ini. Keadaan Kampus sudah dipastikan akan tetap sepi karena masih minggu libur, Rama mengendarai motornya dengan santai menikmati keadaan.
“Ram, kamu ngga marah kan?” Tanya Fika.
Fika dapat melihat Rama menggelengkan kepalanya dari belakang, Fika mendekatkan kepalanya ke arah kepala Rama. Ia dapat melihat Rama dengan jelas dari kaca spion kiri, mata mereka pun bertemu begitu saja hingga membuat mereka tersenyum.
“Ngomong-ngomong, kamu belum cerita soal skripsi kamu. Kamu ambil judul apa?” Tanya Fika.
“Kamu yakin mau denger judul skripsi aku?” Tanya Rama.
Fika mengangguk dengan pasti, Rama pun dapat melihat dengan jelas anggukan kepalanya dari kaca spion motornya. Lampu merah menyala di perempatan jalan, Rama menatap ke belakang di mana Fika berada.
“Pengaruh Komposisi Pengisi Serta Tekanan Compression Molding Terhadap Sifat Mekanik Komposit Berpengisi Partikel Zinc Oxide.” Jawab Rama.
Rama tersenyum mengetahui Fika hanya diam mendengar apa yang baru saja ia katakan. Ia menutup kaca helm yang dikenakan Fika lalu kembali menghadap depan untuk mengendarai motor.
“Kamu ngapain ngaca terus? Hari ini kan cuma mau ketemu dosen pembimbing, bukan mau kencan atau mau malam gala atau acara amal.” Ucap Rama.
Plak!Fika memukul lengan Rama, “Mending kamu ke Jurusan buat selesaiin rencana studi, abis itu jemput aku lagi di sini baru kita jalan-jalan.”
Rama menggeleng menatap Fika, “Yaudah aku ke Jurusan dulu.”
“Hati-hati Ram...”
Motor yang dikendarai Rama menjauh lalu menghilang di pertigaan jalan. Fika sempat tersenyum setelah itu, mengingat semuanya berjalan seperti biasanya setelah apa yang terjadi di dalam tenda beberapa hari lalu.
Fika membalikkan badannya lalu berjalan masuk ke dalam gedung, namun langkahnya terhenti setelah melihat mobil milik Tessa masuk ke dalam area parkir. Ia menunggu Tessa ke luar dari mobil, kemudian ia melambaikan tangan setelah Tessa melihat ke arahnya. Tessa berjalan dengan cepat ke arah Fika, kemudian ia memeluk Fika.
“Fika, apa kabar?...” Tessa melepas pelukannya, “udah berapa hari ya gue ngga ketemu sama lo dan gue kanget banget sama lo.”
“Udah ada dua minggu kayaknya, lebih beberapa hari sih.” Jawab Fika.
“Are you okay now?” Tanya Tessa.
Fika mengangguk dengan pasti seraya tersenyum untuk memastikan bahwa ia baik-baik saja saat ini. Tessa pun menggenggam lengan Fika lalu mereka berjalan bersama masuk ke dalam gedung Jurusan.
“Gimana rencana skripsi lo Fik? Udah ada bayangan belum?” Tanya Tessa.
“Belum kebayang sama sekali Tes, biarin dosen pembimbing gue aja yang nentuin arahnya mau ke mana. Lo sendiri gimana? Terakhir gue denger kan lo mau bahas tentang Plato kan?” Ucap Fika.
“Aristoteles Fik, gue mau bahas gimana seandainya Aristoteles dengan gaya pikirannya di zaman itu hidup di zaman kita sekarang. Teori apa yang mungkin dia bikin setelah tau kalau orang-orang zaman sekarang lebih suka rebahan dari pada debat pendapat.” Jelas Tessa.
“Kayaknya dia bakalan jadi kaum rebahan juga deh.” Sahut Fika.
Mereka tertawa bersama-sama. Suasana gedung masih sepi karena hari ini masih terhitung hari libur, namun bagi mahasiswa tingkat akhir harus menyusun rencana studi untuk skripsi mereka bersama dosen pembimbing.
Mereka masuk ke dalam ruangan di mana janji temu diadakan. Sudah ada dua mahasiswa lain yang sedang berdiskusi dengan dosen pembimbing, Fika dan Tessa menyapa dosen tersebut dan juga teman mereka yang lain.
“Kalian isi formulir di komputer, abis itu baru kita bincang-bincang.” Ucap Dosen tersebut.
Fika dan Tessa menuju ke meja komputer untuk mengisi formulir pendaftaran rencana studi, setelah itu mereka membawa lembaran kertas menuju dosen tersebut. kali ini tersisa mereka berdua, dua mahasiswa sebelumnya sudah menyelesaikan bimbingan pada hari ini.
“Maria Teressa, ibu denger kalau kamu suka kasih ide-ide out of the box dari beberapa dosen lain. Ibu jadi penasaran apa yang akan kamu bahas.” Ucap Dosen penasaran.
“Saya jadi ragu kalau Ibu bilang begitu.” Jawab Tessa.
“Loh nggapapa. Mungkin aja ide-ide itu emang susah diterima untuk saat ini, tapi beberapa tahun ke depan bisa aja semua orang akan nerima ide tersebut. Jadi jangan ragu sama ide yang kamu punya.” Jelas Dosen.
Tessa sempat melihat ke arah samping, Fika tersenyum sambil mengusap pundak Tessa beberapa kali agar ia tenang dalam menjelaskan idenya, Tessa pun menghela nafasnya.
“Oke Bu, saya akan menjelaskan ide saya. Jadi...”
Tessa mulai menjelaskan ide yang ada di kepalanya, dosen yang ada di hadapannya mencatat apa yang ia dengar. Sesekali mereka tertawa besama setelah mendengar apa yang Tessa ucapkan.
“...jadi seperti itu Bu, gimana menurut Ibu?” Tanya Tessa.
“Ibu kan punya rubrik di sebuah majalah online, ide kamu ini bisa banget masuk ke sana. Jadi coba kamu kembangin lagi ide kamu ini dan Ibu setuju.” Ucap Dosen.
“Baik, terima kasih Bu.” Sahut Tessa.
“Oke, selanjutnya Defika. Sebelumnya Ibu turut berduka cita ya, semoga beliau diberikan tempat terbaik di sana...”
Fika mengangguk seraya tersenyum.
“...kamu nggapapa ambil skripsi semester ini? Ibu bisa bantu kamu buat menunda sementara waktu kalau kamu perlu.” Jelas Dosen.
“Terima kasih Bu atas bantuannya, tapi saya udah baik-baik aja kok sekarang. Saya siap untuk ambil skripsi di semester ini.” Jawab Fika.
Dosen mengangguk, “Oke kalau kamu siap, jadi kamu punya ide apa buat skripsi kamu?”
“Kayaknya saya butuh bantuan Ibu untuk ide awal ini Bu.” Jawab Fika.
“Oke sebentar ya...”
Dosen memeriksa lembar kerja berisi data Fika dan apa saja yang ia bahas selama masa perkuliahan.
“...kalau dilihat dari laporan tugas, kayaknya kamu obsesi banget sama Jepang ya. Dari awal sampai semester kemarin isinya soal Jepang semua, dan isinya pun menarik.” Ucap Dosen.
Fika mengangguk, “Iya Bu, bisa dibilang saya terobsesi sama Jepang dan segala rupa kehidupannya. Untungnya tugas selama ini aman-aman aja.”
“Ibu saranin buat kamu bikin literatur tentang Jepang di beberapa era kekaisaran, terus kamu refleksikan ke arah Jepang yang sudah modern di perkotaan. Hubungan apa yang masih ada dan apa yang sudah punah karena zaman...”
Fika menulis di buku catatan yang ia bawa.
“...gimana menurut kamu?” Tanya Dosen tersebut.
“Saya setuju Bu.” Jawab Fika singkat.
“Oke kalau begitu, ide kalian sudah dipegang masing-masing. Kalian masih punya waktu untuk liburan beberapa minggu lagi, sekalian bisa cari literatur untuk persiapan kalian. Kalau ada apa-apa, langsung hubungi saya aja ya.” Jelas Dosen.
Fika dan Tessa berpamitan dengan dosen tersebut, mereka ke luar dari dalam ruangan menuju koridor yang juga masih sepi. Fika memasukkan buku catatan ke dalam tas, kemudian ia mengeluarkan handphone dari dalam saku celana.
“Aku udah selesai Ram.”
“Eh iya Fik, ngomong-ngomong kemaren lo sempet kemah ya sama Rama?” Tanya Tessa.
“Loh...” Fika menatap Tessa dengan cepat, “kok lo tau gue kemah sama Rama? Padahal gue ngga tampilin foto Rama di media sosial gue.”
“Kalau orang yang udah kenal kalian sih kayaknya tahu. Lagian lo mana mungkin sih pergi kemah ngga sama dia? Lo bukan tipikal orang yang mau pergi sama siapa aja, beda sama gue.” Jelas Tessa.
Mereka tiba di depan Gedung Jurusan, kemudian mereka menyempatkan diri untuk duduk di anak tangga. Tessa mengambil sebatang rokok dari dalam bungkusnya, kemudian ia membakar rokok tersebut.
“Bener sih gue pergi sama Rama ke sana, salah satu kegiatan yang pertama kali gue lakuin setelah diam di rumah beberapa hari.” Jawab Rama.
“Pantes aja lo suka ya sama Rama.” Ucap Tessa.
FIka menatap Tessa, “Maksudnya gimana Tes?”
Tessa menghembuskan asap rokok, “Dia bisa bikin lo balik lagi, bisa dibilang bangkit lah dari apa yang lo alamin sebelumnya. Padahal udah berapa kali gue coba buat hibur lo, tapi lo masih ngga mau. Rama tau momen yang pas buat ngajak lo bangkit lagi, dan itu yang gue pikir kenapa lo bisa suka sama dia.” Jelas Tessa.
“Bisa dibilang begitu sih, tapi lo ngga marah kan pas gue tolak ajakan lo buat liburan kemarin? Gue jadi ngga enak sama lo pas lo bahas lagi.” Ucap Fika.
“Santai aja lah, yang penting lo udah bisa bangkit lagi.” Jawabnya.
Fika mengangguk, “Terus lo kemarin jadi pergi?”
Tessa menepuk pundak Fika beberapa kali, “Lo harus tau Fik, kemarin pas gue pergi ke Pantai itu gue ketemu sama orang yang dulu nabrak gue pas di parkiran.”
“Serius? Kok bisa?” Tanya Fika terkejut.
“Gue juga ngga nyangka bakalan ketemu dia di sana. Jadi kan gue pergi pagi dari Rumah, terus...”
Tessa mulai bercerita mengenai kejadian yang tak terduga, ia kembali bertemu dengan seseorang yang dulu pernah tidak sengaja menabraknya di parkiran.
“...jadi dia itu dateng ke Kampus kita cuma buat ketemu sama temennya, pantesan aja gue ngga bisa nemuin dia lagi. Gue ngga mau buang-buang kesempatan lagi dan akhirnya gue dapet nomornya.” Jelas Tessa.
“Kan udah gue bilang kalau jodoh itu ngga ke mana Tes.” Ucap Fika.
“Lo sendiri gimana kemah sama Rama? Ada cerita seru apa yang bisa gue denger? Ngga mungkin biasa-biasa aja kan?” Tanya Tessa penasaran.
“Lo bisa jaga rahasia kan?” Tanya Fika.
Tessa mengangguk dengan pasti, Fika mendekatkan untuk berbisik di telinga Tessa.
“Gue cium Rama...”
“HA!...” Tessa berteriak cukup keras, “lo serius Fik?”
Fika memukul lengan Tessa beberapa kali karena membuat kegaduhan, mereka sempat melihat ke arah sekeliling untuk memastikan keadaan sekitar. Beruntungnya, keadaan sekitar memang sepi hingga mereka bisa dikatakan selamat menjadi bahan pandangan orang-orang.
“Lo ngapain teriak sih? Untung aja sepi.” Protes Fika.
“Ya gimana gue ngga teriak Fik setelah denger apa yang lo omongin barusan, siapapun orang yang tau cerita lo juga pasti akan histeris kayak gue...”
Fika memukul lengan Tessa sekali lagi.
“...kok bisa sih Fik? Lo nyatain perasaan lo ke dia? Baru abis itu lo cium dia? Atau kalian saling nyatain perasaan kalian satu sama lain terus ciuman?” Tanya Tessa penasaran.
Fika berfikir sejenak, “Kalau dibilang gue nyatain perasaan gue itu bener, cuma posisinya Rama udah tidur. Gue bilang soal perasaan gue dengan suara pelan ke dia, abis itu gue cium dia.”
“Terus Rama biasa aja sampai sekarang?” Tanya Tessa.
Fika mengangguk dengan pasti. Tessa membuka mulutnya cukup lebar seperti tak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar, ia kembali menutup mulutnya seraya bertepuk tangan pelan.
“Gue ngga nyangka kalau lo bakalan hal nekat kayak gitu. Meskipun dengan kondisi Rama tidur ya, itu hal yang bener-bener nekat sih.” Ucap Tessa.
“Menurut lo dia tau ngga sih kejadian malam itu?” Tanya Fika.
“Sebenernya wajar aja sih semisal dia ngga sadar soal malam itu karena posisinya Rama udah tidur...”
Fika menatap Tessa dengan seksama.
“...tapi lo pernah mikir ngga sih, jangan-jangan sebenernya dia tau tapi pura-pura ngga terjadi apa-apa? Gue kepikiran ke arah itu sih, tapi ngga ada yang tau pastinya kecuali dia sendiri.” Jelas Tessa.
“Kalau prediksi lo bener gimana ya Tes?” Tanya Fika.
“Mending lo tanya langsung sama orangnya biar jelas...”
Tessa memberi isyarat kepada Fika untuk melihat ke arah jalan. Fika melihat Rama datang ke arah mereka sekembalinya ia dari Gedung Jurusannya.
“...kalau lo berani sih, atau yaudah biarin aja.” Ucap Tessa.
Rama menghentikan motornya beberapa meter dari tempat Fika dan Tessa duduk. Ia turun dari motor untuk menghampiri mereka berdua.
“Hai Ram, udah lama ngga ketemu. Gimana skripsi?” Sambut Tessa.
“Halo Tes...” Rama duduk di samping Fika, “tinggal eksekusi aja sih karena judul udah ada hari ini juga. Lo sendiri gimana Tes?”
“Gue sama Fika juga udah dapet judul hari ini, tapi gue masih mau manfaatin libur kali ini dengan baik. Baru abis itu gue ngerjain skripsi.” Jawab Tessa.
Mereka bertiga tertawa bersama-sama. Beberapa saat berlalu dengan perbincangan santai, Tessa memutuskan untuk pergi terlebih dahulu karena ingin menikmati sisa liburannya. Ia beranjak meninggalkan Rama dan Fika menuju parkiran di mana mobilnya berada.
“Kamu jadi mau jalan-jalan?” Tanya Rama.
“Ayo Ram, kita nonton abis itu makan di tempat yang tadi aku kasih tau itu. Abis itu kita beli es krim, terus liat-liat pameran buku, terus...”
Fika menghentikan ucapannya setelah menyadari Rama memandang malas ke arahnya. Fika memukul lengan Rama seperti biasa.
“...kalau kamu ngga mau yaudah aku berangkat sendiri aja.” Ucapnya.
Fika sempat berpaling membuang pandangannya ke sisi lain dengan sengaja. Ia pun diam beberapa saat menunggu Rama menanggapi ucapannya.
“Ram, kok kamu...”
Fika menatap ke arah Rama dan menghentikan ucapannya. Rama sudah berada di atas motor lengkap dengan helm yang sudah ia kenakan. Tangan kirinya sudah mengulurkan helm ke arah Fika yang masih duduk di anak tangga.
“Ayo berangkat, ngapain masih duduk di situ?” Tanya Rama.
Fika bangun dari duduknya, ia mengambil helm yang diberikan Rama lalu mengenakannya. Belum sempat ia duduk di bangku belakang, Rama menahan tangannya.
“Kamu kebiasaan...”
Rama mengenakan pengaman helm yang ada di kepala Fika.
“...jangan cuma dipakai aja, tapi dikencengin biar aman dan ngga kenapa-napa.” Ucapnya.
Ctek! Pengaman helm sudah terpasang dengan baik, Fika sempat terdiam beberapa saat sebelum akhirnya ia beranjak duduk di bangku belakang motor Rama.
Motor pun bergerak meninggalkan Gedung Fakultas pada pagi hari ini. Keadaan Kampus sudah dipastikan akan tetap sepi karena masih minggu libur, Rama mengendarai motornya dengan santai menikmati keadaan.
“Ram, kamu ngga marah kan?” Tanya Fika.
Fika dapat melihat Rama menggelengkan kepalanya dari belakang, Fika mendekatkan kepalanya ke arah kepala Rama. Ia dapat melihat Rama dengan jelas dari kaca spion kiri, mata mereka pun bertemu begitu saja hingga membuat mereka tersenyum.
“Ngomong-ngomong, kamu belum cerita soal skripsi kamu. Kamu ambil judul apa?” Tanya Fika.
“Kamu yakin mau denger judul skripsi aku?” Tanya Rama.
Fika mengangguk dengan pasti, Rama pun dapat melihat dengan jelas anggukan kepalanya dari kaca spion motornya. Lampu merah menyala di perempatan jalan, Rama menatap ke belakang di mana Fika berada.
“Pengaruh Komposisi Pengisi Serta Tekanan Compression Molding Terhadap Sifat Mekanik Komposit Berpengisi Partikel Zinc Oxide.” Jawab Rama.
Rama tersenyum mengetahui Fika hanya diam mendengar apa yang baru saja ia katakan. Ia menutup kaca helm yang dikenakan Fika lalu kembali menghadap depan untuk mengendarai motor.
0
Kutip
Balas