Kaskus

Story

taosipudanAvatar border
TS
taosipudan
Ocult Around You
"Karena setiap tempat punya sejarah dan setiap orang punya masa lalu"
Ocult Around You

Prolog

Jodoh...
Mungkin itu yang pertama kali ada di benak Gideon ketika mendapatkan
kosan baru yang nyaman, luas dan lengkap tapi aman di kantong.
Setelah kecelakaan bus yang dialaminya beberapa minggu lalu,
memulai suasana baru di kosan sekarang sepertinya pilihan yang tepat, pikirnya.
Namun kehadirannya di rumah kos baru ternyata tidak baik-baik saja.
Sambutan datang dari penghuni lama yang tak kasat mata.
Antara Gideon, para penghuni lama, terkuak sejarah kelam dan
rahasia yang ‘tak diharapkan'.




1. Hari ke-30
selanjutnya»

"Kalian pernah ga, merasa ada yang aneh di kosan kalian?
atau ketika ada teman yang main ke kosanmu dan mereka menyadari ada hawa yang beda?..."

"Mulai keluar kibulan si Johan, nck nck..."

"...hampir semua anak kosan ngalaminya Sam.
Apalagi kos-kosan yang sudah tua bangunannya,
dengan barang-barang yang belum pernah diganti...
Atau kos-kosan yang selalu sunyi mengalahkan kuburan, padahal masih jam 9 malam"

"Ayoklah fokus lagi belajarnya, masih banyak kalipun tugas kita"

"...Ketika kita merasa sendirian, sebenarnya kita tidak sendirian.
Kata orang, selalu ada yang menemani kita.
Setidaknya... menemani dalam diam di malam hari.
Hanya melihat dari pojok kamar,
atau terkadang ikut duduk disebelah..."

"Udahlah Jo, kasihan si Samuel, ntar ga bisa tidur,
yang ada malah gangguin kita hahaha"

"...Bukan mau nakuti Hans, tapi memang dilema anak kosan gitu kan?
Tidur di kamar yang ga tau siapa penghuni sebelumnya.
Tinggal di rumah yang ga tau bagaimana sejarahnya.
Matikan lampu, naik ke kasur, mencoba memejamkan mata.
Berharap segera tidur, tapi seringnya otak menolak istirahat
dan mata masih terjaga...",
Johan menarik nafas dan menghelanya kemudian.

"...Dalam keadaan yang sunyi,
mencoba menenangkan pikiran dengan melihat sekeliling kamar,
menyusuri setiap sudut ruangan...
Memastikan semua baik-baik saja...
Tapi justru ketakutanmu semakin bertambah.
dan kaupun juga menyadari ada yang beda di kamarmu...
Seperti ada yang mengawasi...
Saat itulah, yang menemani tidur kita...
Akan mencoba berinteraksi...
Menunjukkan eksistensinya,
dan....."

BUUKKHH...

"...Memberi tanda."

Suasana menjadi hening. Suara hempasan pintu yang terdengar berasal dari arah dapur membuat Samuel berhenti mengetik di laptopnya. Gideon yang tadinya sibuk mencari materi di internet seakan terambil perhatiannya.
.
.
.
"Woy, serius banget muka kalian HAHAHA...",
Johan tertawa puas melihat ekspresi teman-temannya.

"Kau bilang, nanti mau balik dulu ke kosan sebelum pergi ke cafe kan Jo?
Harusnya kau yang hati-hati",
balas Hans yang kembali sibuk dengan ponselnya.

"Udah jam sepuluh nih, balik sana kau Jo.
Kirim salam sama yang NEMANIN kau nanti di kamar",
timpal Samuel sambil melempar remukan bola kertas ke arah Johan.

Malam itu Johan dapat shift tengah malam kerja di cafe yang buka 24 jam, dan jarak kosannya lumayan jauh dari kosan Gideon. Jadi dia tidak bisa ikut menginap untuk menyelesaikan tugas kelompok.

"Okey okey, aku balik dulu. Kalian semangat kelarin tugasnya.
Jangan lupa masukkan namaku, capek juga dongengin kalian",
Johan mengarahkan telapak tangan kanannya ke arah Samuel, Hans dan Gideon.

"Hati-hati Jo... Besok datang lagi kan? Kayaknya tugasnya ga kelar malam ini",
Gideon bangkit dari kasur dan menyingkirkan buku yang ada di pahanya, menemani Johan berjalan ke pintu depan rumah kosannya.

"Siap brader...",
Johan mengacungkan jempol sembari menaiki motornya,
meninggalkan Gideon dan teman lainnya yang masih lembur malam itu.

Gideon kembali ke kamarnya, melangkahi Hans yang tiduran memegang ponselnya, menuju pojok kasur, posisi dia semula dengan buku-bukunya.

"Mana si Samuel?"

"Boker... dari tadi ternyata ditahannya ga ke WC..."

"Berarti tadi yang bau mengganggu itu...",
Gideon memandang muka Hans yang ternyata tahu maksud perkataannya.
Sejurus kemudian mereka tak kuasa menahan tawa,
dan cukup lama untuk kembali tenang.


***


"Eh coba buka link yang barusan ku kirim, cocok ga buat nambah materi tugas kita?"

"Eehmm...kayaknya bisa ni. Bentar Hans, ku cek dulu yang udah kita buat",
Gideon mengecek ponselnya, menarik laptop Samuel,
menggumam sambil menganggukkan kepalanya.
Hans yang sedari tadi diam, melirik Gideon dan menunggu responnya.

"Gimana? Bisakan dimasukkan?"

" Bisa sih tapi..."

Hans akhirnya mendekati Gideon, melihat kembali layar ponselnya kemudian beralih ke laptop Samuel. Hans menunjukkan ponselnya dan menjelaskan kepada Gideon sambil telunjuknya mengarah ke laptop Samuel.


***


selanjutnya»

(jangan lupa di savedan subscribe karna lanjutan di kolom komentar ya GanSis emoticon-Ngacir)


Daftar isi:
1. Hari ke-30
2. Hari ke-30 [part 2]
3. Hari ke-29
4. Hari ke-29 [part 2]
5. Hari ke-21
6. Hari ke-21 [part 2]
7. Hari ke-13
8. Hari ke-8
9. Hari ke-5
10. Hari ke-3
11. Hari Ke-2
12. Hari Ke-1




Note:
*segala properti tulisan maupun gambar milik pribadi.
Diubah oleh taosipudan 08-06-2022 19:08
indrag057Avatar border
johny251976Avatar border
widiantopamu621Avatar border
widiantopamu621 dan 3 lainnya memberi reputasi
4
2.2K
37
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the Heart
KASKUS Official
32.7KThread52.1KAnggota
Tampilkan semua post
taosipudanAvatar border
TS
taosipudan
#20
8. Hari ke-8
selanjutnya>>


"Baiklah semuanya, jangan lupa minggu depan tugas harus sudah masuk ke loker saya",
Dosen Kapita Selekta Ekonomi II mengakhiri kuliah siang itu, lalu meninggalkan Ruang 3.03.
Beberapa mahasiswa juga mengikuti jejak pak dosen. Kini tinggal Gideon, Johan dan satu mahasiswa yang sedang mengemasi bukunya.

"Dion, makan di mana kita?",
Johan mendekati Gideon yang masih l mencatat tulisan yang ada di white board.

"Aku mah ngikut, yang penting ramesan dan ga kejauhan.
Biar ga telat nanti jam Pancasila"

Mahasiswa yang tadi bersama mereka, kini sudah keluar ruangan.

"Paling yang di belakang kampus itu Dion, ramesan bu Gede"

"Ya boleh. Let's caww...",
Gideon bergegas memasukkan barang-barangnya ke dalam tas selempang hitamnya, lalu menyusuli Johan yang sudah berdiri di pintu luar Ruang 3.03.

Lantai 3 gedung itu sepi mahasiswa karena jarang dipakai terkhusus di siang dan sore hari. Memang kalau siang hari hawanya panas apalagi kalau langit cerah. Setiap ruangan hanya terpasang 2 hingga 4 kipas angin, tanpa pendingin ruangan.

Ada 6 ruang kuliah yang bisa dipakai,
2 diantaranya berukuran besar yang biasanya dipakai saat kelas gabungan.
Sementara lantai 2 belum tahu ingin difungsikan buat apa dan lantai 1 terdapat beberapa peralatan laboratorium tapi
hanya beberapa mahasiswa yang menggunakannya, karena peralatan yang belum lengkap.

Gideon dan Johan harus menuruni anak tangga setiap lantai untuk bisa sampai ke parkiran motor.

"Oii... Dion"

"Oh iya, gimana Jo?",
Gideon melanjutkan langkahnya setelah sempat berhenti di anak tangga pertama lantai 2.

"Jadinya jam berapa kita masuk kelas Pancasilanya?"

"Ya jam tengah empat kurang lima menit"

"Engga jam tengah empat lebih lima menit?"

"Seingatku jam segitu jadwalnya"

"Maksudku, kau mau gak kalau jam tengah empat lebih lima menit?",
Johan sudah dekat pintu keluar lantai 1 dan tersadar tidak ada respon dari Gideon.

"Gidioonnn...",
Johan sedikit teriak memanggil Gideon.

"Haa?! Iya iya...",
Gideon memalingkan wajahnya ke arah pintu keluar lantai 1,
lalu berjalan cepat menghampiri Johan.

"Kau lagi banyak pikiran apa?"

"Hehehe engga kok",
Gideon mencoba melupakan sosok hitam yang dia lihat
di ujung seberang lantai 3, lantai 2 dan lantai 1.

"Jadinya mau engga kalau jam tengah empat lebih lima menit?",
sambil mencari motornya, Johan kembali menanyakan pertanyaan yang sama
ke Gideon.

"…Apalagi kan kita baru kelar makan,
ga boleh buru-buru bawa motor.",
Johan mencoba meyakinkan Gideon yang sudah berdiri di dekat motornya.

"Iyaaa. Paham pak!",
Gideon menaiki motor Johan.

"Tapi, lebih baik lagi kalau kita genapin aja jadi jam empat."

"Asyeeem. Sekalian aja ga masuk"

"Ya itu juga ga papa.
Aku sih ngikut kau aja Dion.
Ikhlas kok"

"Engga engga engga.
Udah Jo... jam tengah empat lebih lima menit yang dibungkus."

"Baiklah. Mungkin lain kesempatan",
Johan mengegas motornya meniggalkan parkiran.
Gideon sempat menoleh ke arah pintu keluar lantai 1 dan di sebelah tangga berdiri sosok hitam itu.

***

"Yaaahhh... Ngga jadi telat dong",
keluh Johan yang memarkirkan motornya agak dekat dari pintu keluar lantai 1 gedung Labora.

"Ya tetap telat namanya ini..."

"Ya enggalah Dion.
Kalau kita telat masuk kelas sementara dosennya lebih telat dari kita,
berarti kita engga telat, karna ketika dosen yang telat ini nanti masuk kelas,
kita udah ada di dalam menunggunya.",
Johan berjalan di samping Gideon memasuki lantai 1.

"…Huuhh... Pokoknya lain kali kita ga boleh gagal. Kita harus pastikan pak dosen datangnya jam berapa,
trus kita telatnya jam berapa",
Johan bersemangat membayangkan rencana keterlambatan mereka
di kemudian hari sementara Gideon tertawa kecil sambil sedikit mendongak
ke arah pojok seberang lantai 1.

Sesampainya di lantai 3 dan memastikan tidak ada kemunculan bayangan hitam itu,
Gideon meminta Johan masuk kelas duluan karena dia ingin ke toilet.

***


Ruang 3.06 menjadi tempat berkumpulnya 40 mahasiswa yang sedang menunggu dosen Pancasila.
Berada paling pojok lantai 3, sekitar sepuluh meter setelah kamar toilet,
tempat Gideon membasuh wajahnya.

Jam kuliah di sore hari merupakan salah satu dari sekian banyak hal yang dibenci oleh mahasiswa.
Otak dipaksa untuk focus sementara mata mulai berat dan mulut susah untuk terdiam.
Apalagi kalau dosennya all in one,
ada Power Point, ada bacaan buku dan ada tulisan di white board.

Tapi kalau beruntung, jam kuliah di sore hari bisa menjadi kebahagian seisi kelas. Biasanya karena dosen pengampu mata kuliah berasal dari fakultas lain.
Tipe dosen ini paling sering memaklumi mahasiswanya, kadang juga mereka terlambat masuk kelas
atau bahkan izin tidak masuk mengajar.

***

Gideon membasahi wajahnya dengan air keran sambil melihat pantulan dirinya di cermin. Ketika untuk keempat kalinya mengusap wajah,

Shuuuuuzz…

Gideon dikagetkan dengan suara air keran yang mengalir deras
dari arah pojok toilet.
Terlihat dari pantulan cermin, ada dua ruang disediakan untuk BAB,
satu yang paling pojok pintunya tertutup,
dan satu lagi pintunya terbuka.

Untung tadi ga teriak,
batin Gideon sambil menahan mulutnya agar tidak tertawa.
Dia kemudian berpindah ke ruang yang pintunya terbuka, ingin buang air kecil.

Keluar dari ruang itu, Gideon kembali ke wastafel membasuh tangannya.
Dia mempercepat aktivitasnya ketika sadar kalau selama dia buang air kecil,
tidak terdengar langkah kaki atau
suara apapun dari ruang sebelah,
sementara Gideon sekarang melihat dari cermin bahwa
ruang toilet pojok sudah terbuka lebar tanpa penghuni.

Bergegas Gideon meninggalkan toilet dan berjalan menuju ruang 3.06.
Sesampainya di dalam kelas Pancasila, hiruk pikuk mahasiswa menenangkan Gideon yang sudah duduk di sebelah Johan.

"Lah, tau gitu tadi aku ikut cuci muka",
kata Johan sambil mencubit-cubit pipinya untuk mengusir kantuk.
Gideon membalas dengan senyum tipis.

Suara ribut di ruangan itu seakan terabaikan setelah Gideon melihat ke seberang jendela ruang 3.06
ada sosok hitam yang juga memandang ke arahnya.
Gideon mengerlipkan matanya berharap dia salah lihat.
Tapi justru sosok hitam itu berpindah mendekat,
mendekat lagi dan
semakin mendekat hingga
tepat diseberang jendela ruang 3.06 yang memisahkan mereka.
Gideon mencekram kuat meja kuliah yang menyatu dengan dudukannya.
Wajahnya semakin pucat ketika sosok hitam itu mulai mengangkat tangannya

Kreeeeekkk...

"Selamat sore semuanya. Maaf karena baru datang jam segini",
suara dosen Pancasila membuyarkan pikiran Gideon dan sudah tidak melihat lagi sosok hitam itu.

***

"Aarrrggg... Pintu malah dikunci lagi.
Kayaknya emang harus pegang kunci cadangan nih.
",
Gideon ngedumel kesal mengetahui pintu depan rumah kosan tidak bisa dibuka.
Dia membuka jendela dekat pintu lalu memasukkan tangan kanannya
untuk meraih kunci pintu bagian dalam rumah.

"Loh?!.. Mana ini kuncinya, kok ga ada ya?
Jangan bilang dibawa mereka pulang kampung!?
",
Gideon mulai jengkel mencari-cari kunci yang ternyata tidak ada di gagang pintu.

"Awwhh...",
Gideon segera menarik tangan kanannya keluar jendela
setelah merasa ada sesuatu yang terpegang oleh jari tangannya.

"Lah, gimana nih masuknya? Udah gelap lagi!",
Gideon menggerutu setelah usahanya mencari kunci pintu tidak berbuah hasil.

Kreeeeekkk...
Sempat bingung dengan pintu yang terbuka dengan sendirinya,
Gideon akhirnya bisa masuk ke dalam rumah kosan.
Tantangan selanjutnya ialah mencari saklar lampu ruang tamu dan teras depan
karena ponselnya kehabisan baterai.
Gideon meraba dinding sebelah kamar depan yang menuju ruang tengah dengan lemari TV yang memisahkannya.
Dalam kegelapan malam tanpa cahaya di ruangan itu, perjuangan Gideon belum terbalaskan.

Masih sibuk meraba,
mata gideon justru menangkap sesuatu yang ada duduk di ruang tengah.
Terlihat samar-samar seperti anak kecil tapi kepalanya terbungkus sesuatu dan
hanya diam duduk membungkuk tertunduk
dengan kedua kaki dirangkul.
Tangan Gideon semakin membabi buta mencari saklar lampu
setelah menyadari bahwa yang diruang tengah itu mengangkat kepalanya dan
sepasang bola mata terlihat dari celah bungkus yang menutupi kepala itu. Pandangan Gideon tidak ingin lepas dari sosok itu
untuk memastikan dia tidak mendekat
sementara tangannya masih terus mencari saklar lampu.

Ctekk... Ctekk...
Lampu teras rumah dan ruang tamu menyala bersamaan dengan menghilangnya sosok itu.
Gideon menutup pintu depan lalu menuju ruang tengah
dan secepat kilat cahaya lampu menerangi ruangan itu.
Gideon membuka kamarnya dan menenangkan diri dengan duduk di kasur.

Tanpa menyalakan lampu kamarnya,
Gideon mengambil ponsel yang tersimpan di tasnya, mencari charger ponsel lalu mengeluarkan dari tasnya.
Gideon mencolokkan charger ke kabel terminal lalu ujung chargerdimasukkan ke lubang pengisian baterai pada ponselnya.

Gideon menaruh ranselnya di dekat lemari kamar dan mendengar bunyi gemerincing yang bersumber dari dalam tasnya.
Menyadari kalau dalam tasnya juga ada kunci pintu depan rumah,
segera Gideon berdiri menuju ruang tamu, lalu menaruh kunci pintu ke gagangnya.

"Astaga...
dari tadi nyariin kunci, ternyata ada di tas, mana pintunya ga dikunci.
Tolonglah Gideon hahaha...",
Gideon tertawa menasehati dirinya sendiri yang terlihat konyol karena drama membuka pintu tadi.

Malam itu hanya Gideon sendirian di rumah kos. Seingat Gideon, setiap weekend dua temannya pulang kampung, tetapi Jumat ini mereka berdua tidak ada jam kuliah, jadinya memilih untuk pulang lebih cepat.

Ini pertama kalinya Gideon tidak terlalu dekat dengan teman kosannya,
bahkan belum sempat mengenal lebih dekat tentang mereka.
Di tempat kos yang dulu, Gideon cukup akrab dengan penghuni lainnya, setidaknya Sabtu atau Minggu mereka ngumpul atau makan siang bareng.
Sementara kalau yang sekarang, dua teman kos Gideon yang lebih tua 1 tahun darinya jarang di kosan.
Kalau weekday sering pulang malam, dan kalau weekend ditinggal pulang kampung.

***

“Breeeerrrr...”
Gideon masih kedinginan setelah selesai mandi malam itu.

Andai aja ada bakul mie ayam atau bakso yang keliling,
gumam Gideon yang diikuti krunyutan suara perutnya.

Ting ting ting...

Dengan sigap Gideon keluar rumah, berlari di gang sempit dan mendapati bakul mie ayam dan bakso yang berdiri di dekat gang arah rumah kosnya.
Sang penjual menganggukkan kepalanya melihat Gideon
sambil menawarkan dagangannya.

"Pak, mie ayamnya satu dibungkus ya"

"Nggih Mas. Pakai bakso mas?"

"Oh engga gak Pak... Sambalnya pisah ya Pak"

"Nggih...",
bapak penjual mie ayam bakso menyahut dengan tangan yang sibuk mempersiapkan pesanan Gideon.

Sang bapak menyalakan kompor yang ada di bagian dalam gerobaknya,
diatasnya ada panci berisi kuah kaldu rebusan yang masih panas.
Dua gulungan mie kuning di masukkan ke dalam panci sambil sesekali diaduk dengan sendok saringan panjang.
Lalu disebelah panci, si bapak menyiapkan mangkuk dan menaruh plastik bening diatasnya.
Garam, potongan sawi, sejeput micin, bawang goreng, daun bawang
di masukkan ke dalam plastik bening.
Tak lupa ditambahkan dua sendok potongan ayam yang sudah dibumbui.

"Adiknya ga ikut Mas?"

"Maksudnya Pak?"

"Tadi ada anak kecil yang manggil mau beli.
Dia suruh saya nunggu di sini.
Trus lari ke arah sana",
sambil si bapak menunjuk ke arah kosan Gideon.

"Ooh bukan Pak, saya ngekos di sini Pak,
mungkin anak tetangga Pak"

"Saya kira adiknya Mas. Apa saya dikerjain ya? Haha...",
Si bapak tertawa sambil menggelengkan kepala.
Gideon hanya mengangguk kecil sambil memperhatikan mie ayam yang sedang ditaruh ke dalam plastik bening diikuti dua centong kuah kaldu.

"Berapa ya Pak?"

"Sepulu ribu saja buat Mas"

"Loh biasanya berapa Pak?"

"Biasanya dua puluh ribu Mas dua bungkus",
si bapak tersenyum.

"Lah Bapak, bisa ae hahaha..."
Gideonpun tertawa.

Dia memberikan selembar uang sepuluh ribu, disambut ucapan terima kasih dari si bapak, lalu meninggalkan bakul mie ayam bakso itu tapi sesaat kemudian terdengar panggilan...

"Maasss..."

"Iya kenapa Pak?",
Gideon menoleh ke arah bakul mie ayam bakso yang tiga langkah jauhnya.

"Baiknya saya nunggu anak kecil tadi atau pergi ya Mas?"

"Kalau memang beneran beli, dari tadi harusnya udah muncul tuh bocah Pak"

"Apa anak kecil itu.....
Seriusan ga ada anak kecil di kosan Mas?"

"Ga ada Pak, mahasiswa semua"

"Baiklah Mas, matur suwun"

"Sama-sama pak",
Gideon mengakhiri percakapan dengan si bapak yang juga pergi melanjutkan jualannya.

***

Perut yang semakin nyaring berkeroncong mengharuskan Gideon
mempercepat langkah kakinya.
Pintu rumah dibuka, lalu ditutup kembali.
Pesanan mie ayamnya yang terbungkus kantong kresek hitam
diletakkan di karpet plastik yang ada di ruang tengah.
Kemudian Gideon mengambil mangkuk dan sendok dari kamarnya,
lalu mengeluarkan semua isian dari plastik bening ke dalam mangkuknya tadi.
Asap mengebul dari hidangannya malam itu. Dengan menaruh sedikit sambal diatasnya,
Gideon mengaduk mie ayam lalu menyantapnya.

Ditemani TV yang menyala, sedikit demi sedikit mie ayam
mendarat sempurna di mulut Gideon.

Ting ting ting...

"Wehh... Si bapaknya ga jadi pergi?
Apa ada yang ngerjain lagi?
Parah tuh bocah-bocah! Ga dimarahi orang tuanya apa?!",
Gideon mengoceh sendiri di ruang tengah.

Mie ayam masih bisa disuap tiga sendok lagi. Porsi yang dikasih ternyata lumayan banyak.

"Tapi kok si bapak nunjuk ke kosan ini ya?"
Gideon menyendok lagi mie ayamnya namun tidak sampai dilumatnya
setelah melihat dipojok kiri kaca lemari TV terpantul
bayangan anak kecil yang berdiri menghadap Gideon.
Sontak tangan kiri Gideon meraih remote TV dan tanpa memalingkan wajahnya
dia lemparkan remote itu ke sebelah kirinya, tempat yang dia yakini berdiri sosok anak kecil itu.

Sosok itu tidak ada terlihat ketika Gideon memalingkan wajahnya.
Gideon kemudian mengambil kembali remote TV itu yang sedikit tergores tapi masih berfungsi.
Tidak mau memikirkannya, Gideon melanjutkan santapannya.

***

Mangkok hampir terlihat bersih,
perut juga sudah menyembul seksi
dan acara TV juga mulai tidak jelas lagi,
Gideonpun membereskan tempat makannya.
Sampah plastik bening mie ayam hendak dibuang Gideon tapi
kantong kresek yang membungkusnya tidak terlihat.
Ruang tamu dan kamar tidur tak luput dari pemeriksaannya, tapi kresek hitam itu tak menampakkan wujudnya.
Gideon menyerah,
dia membawa mangkuk dengan sendok dan plastik bening di dalamnya
menuju dapur, membuang plastik bening itu ke tong sampah,
dan mencuci mangkuk serta sendoknya.

Air berhenti mengalir, keran sudah dimatikan, mangkuk dan sendokpun kembali bersih.
Gideon meninggalkan dapur yang diterangi cahaya lampu ruang tengah,
menutup pintu dapur dan beranjak ke kamarnya. Langkah Gideon terhenti setelah
5 meter dari hadapannya berdiri sosok anak kecil dengan kepala tertutup kantong kresek hitam,
dan sesaat kemudian berlari memasuki kamar Gideon.

Perlahan tapi pasti langkah Gideon mulai mencapai bibir pintu kamarnya.
Kepala dicondongkan ke dalam diikuti dengan kakinya bergantian,
tidak terlihat jelas yang dicari.
Tangan kanan memegang mangkuk dan sendok, sementara tangan kiri meraih saklar lampu dan teranglah ruangan itu.
Semua terlihat biasa-biasa saja.
Lemari baju juga tak ketinggalan dibuka
dan terlihat baju yang bertumpuk rapi,
semua biasa-biasa saja.
Gideon menutup kembali lemari bajunya dan

"Aissshh",
Gideon terkejut melihat ke arah pintu kamar ada kantong kresek hitam tergeletak
di lantai.



*****


selanjutnya>>
Diubah oleh taosipudan 04-06-2022 11:07
indrag057
widiantopamu621
widiantopamu621 dan indrag057 memberi reputasi
2
Ikuti KASKUS di
© 2025 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.