- Beranda
- Stories from the Heart
A Failure [Based on True Story]
...
TS
book12345
A Failure [Based on True Story]
Quote:
Hi semua, 9 Tahun adalah waktu yang terlalu lama untuk menyelesaikan cerita 34 part ini. Saya juga sadar, sudah tidak ada yang baca cerita ini di SFTH, karena terlalu tua
. Alasan kenapa butuh waktu yang terlalu lama untuk menyelesaikan cerita ini adalah karena cerita yang saya tulis disini, dimulai di hari yang sama setelah ending cerita ini (part 33) - untuk mengobati rasa sakit berlebih yang saya rasakan waktu itu.Namun seiring berjalannya waktu, semakin menyakitkan untuk melanjutkan cerita ini. Itu kenapa saya berhenti menulis di tahun 2013, melanjutkan di 2014 , berhenti lagi. melanjutkan lagi di 2020, berhenti lagi. dan saya selesaikan seluruhnya hari ini di bulan Mei 2022.
Kenapa baru sekarang? Karena saya baru sadar bahwa memori saya tentang Risty mulai hilang secara perlahan.Keluarga saya punya keturunan genetik Alzheimer, dan saya mulai takut untuk kehilangan memori yang berharga ini. Saya bahkan tidak bisa ingat satu pun event yang saya tulis di tahun 2013, padahal saya yakin seluruh cerita ini adalah true story, dan ini terbukti dari foto2 lama yang saya simpan. (bahkan saya merasa tulisan saya di 2013 super cringe dari pelafalan, tata bahasa , hingga alur cerita yang ngalor ngidul
)Saya cuma berharap, suatu saat nanti thread ini bisa menjadi diary yang bisa saya baca ketika memori tentang Risty sudah hilang dari kalbu - Yan.
Introduction
Quote:
Index:
Quote:
Hanya sebuah diary yang saya harap bisa saya baca ketika memori tentang dia sudah hilang dari kalbu
Diubah oleh book12345 14-05-2022 02:53
Arsana277 dan anasabila memberi reputasi
2
17K
130
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•51.9KAnggota
Tampilkan semua post
TS
book12345
#127
Part 33
Gue bergegas membuka teks gue dengan Risty, gue tau dia nggak akan balas, tapi tetap gue tulis.
"Risty"
"Gue tau lu sekarang bingung, gue nggak perlu jawaban apapun."
"Tapi gue cuma mau lu kasih gue kesempatan untuk menjelaskan, gue tunggu lu besok di Starbucks dekat bioskop kemarin. Jam 1 siang. "
kurang dari 5 menit, handphone gue bergetar
"Gue nggak akan dateng." Balas Risty
gue dengan cepat membalas "Ok, kalau begitu gue akan tunggu disini sampai lu datang. nggak peduli berapa lama. "
"terserah." Kata Risty mengakhiri percakapan.
Gue berangkat Jam 12.00 siang menuju ke Starbucks dekat bioskop yang biasa kita kunjungi, gue mengambil tempat duduk di dekat pintu agar Risty bisa lihat kalau dia memang datang, tapi area tersebut juga cukup sepi dan terhindar dari keramaian.
Setengah jam berlalu.. Jam 1 Siang, jam yang gue minta untuk jadi waktu pertemuan kita.
Tidak ada tanda-tanda kehadiran Risty
Satu jam berlalu... pengunjung mulai keluar masuk, kopi yang gue beli tersisa setengah.
Dua jam berlalu... gue meneguk sisa kopi gue, sembari terus melihat handphone, kalau-kalau Risty menghubungi gue untuk bilang bahwa dia akan datang.
Tiga jam berlalu. gue mulai merasa bodoh, menyesali apa yang gue lakukan. bukan menunggu Risty selama ber jam-jam di Starbucks ketika dia bilang dia tidak akan datang, tapi menyesali kenapa gue harus bilang ke Risty bahwa gue selama ini suka dia. Kalau seandainya gue nggak pernah bilang, hubungan pertemanan yang sudah kita bangun selama ini gak akan pergi kemana.
Ketika gue mulai berdiri, berpikir untuk membeli gelas kopi kedua . gue melihat sesosok perempuan cantik sekitar 5 meter dari pintu masuk Starbucks, dengan mata sembab, berkaus putih dan celana pendek hitam.
Itu Risty.
Terdiam. Melihat ke arah gue dengan tatapan sedih.
Gue berlari kearah Risty, Risty yang melihat gue berlari ke arahnya mulai berbalik dan bersiap untuk pergi. Beruntung tangan gue cukup cepat menggapai tangan Risty.
"Biarin gue jelasin dulu, Please. " Sahut gue.
Tangan Risty yang tadinya berusaha melepaskan genggaman gue, mulai melemas. dia membiarkan gue menarik tangannya masuk ke Starbucks dan duduk di bangku meja pojok dimana sisa gelas kosong kopi gue berada. Gue pun duduk berseberangan dengan Risty, meletakkan tangan gue di atas meja.
Gue mengehela nafas panjang. Risty menundukkan kepalanya, melihat kesamping. Tapi matanya yang sembab tidak bisa tertutup sepenuhnya oleh rambut panjangnya yang terurai.
"Gue nggak minta apapun dari lu. Gue nggak berusaha untuk membuat lu menjawab apapun untuk gue. Gue tau perasaan lu terhadap Alvin, dan itu kenapa gue menjauh dari lu. Karena gue nggak kuat. Gue minta maaf kalau selama ini kelihatannya gue berteman dengan lu dengan intensi untuk jadi sesuatu yang lebih. tapi bukan itu rencana gue."
Risty masih terdiam
"Dari awal memang kita teman yang kemudian menjadi teman dekat. gue nggak punya intensi apapun terhadap lu. dan ini bukan mau gue juga untuk jatuh cinta kepada lu, teman terdekat gue. tapi ini yang terjadi dan gue nggak bisa berbuat apa-apa, gue cuma bisa minta maaf." lanjut gue sambil menahan sesak di dada.
"Jangan khawatir, gue akan hilang dari hadapan lu. Sebentar lagi gue akan pergi ke Bandung. lu nggak akan lihat gue lagi. Dan lu nggak perlu menganggap ini pernah terjadi, anggap aja ini mimpi buruk dan biarkan diri lu terbangun dari mimpi itu."
Risty mulai mengangkat wajahnya dan melihat ke gue, matanya yang merah mulai meneteskan air mata - dan Risty mulsi menangis sambil menahan suaranya.
Gue kaget
Gue menarik bangku gue yang untuk pindah duduk disebelah Risty, dari isak tangis Risty gue dengar dia berkata dengan pelan:
"Gue nggak mau kehilangan teman terdekat gue."
Gue terdiam. Selama ini gue egois. Cuma memikirkan apa yang gue inginkan, dan di sebelah gue, orang yang benar-benar gue cintai menangis karena takut akan kehilangan teman terdekatnya.
Apa yang selama ini gue pikirkan??
Kenapa Risty harus merasakan sakit karena rasa sayang gue terhadap dia?
Kenapa cinta harus melukai?
Dan apakah cinta berarti harus memiliki?
Larut dalam pikiran, dan tanpa gue sadari mata gue berlinang air mata. Tangan Risty meraih pipi gue dan menyeka air mata yang turun dari mata gue.
Dan Risty berkata sekali lagi
"Gue nggak mau kehilangan temen terdekat gue."
Gue terdiam, kemudian mengangguk kecil. tangan gue terkulai lemas
Dan Risty memeluk gue.
"Risty"
"Gue tau lu sekarang bingung, gue nggak perlu jawaban apapun."
"Tapi gue cuma mau lu kasih gue kesempatan untuk menjelaskan, gue tunggu lu besok di Starbucks dekat bioskop kemarin. Jam 1 siang. "
kurang dari 5 menit, handphone gue bergetar
"Gue nggak akan dateng." Balas Risty
gue dengan cepat membalas "Ok, kalau begitu gue akan tunggu disini sampai lu datang. nggak peduli berapa lama. "
"terserah." Kata Risty mengakhiri percakapan.
Gue berangkat Jam 12.00 siang menuju ke Starbucks dekat bioskop yang biasa kita kunjungi, gue mengambil tempat duduk di dekat pintu agar Risty bisa lihat kalau dia memang datang, tapi area tersebut juga cukup sepi dan terhindar dari keramaian.
Setengah jam berlalu.. Jam 1 Siang, jam yang gue minta untuk jadi waktu pertemuan kita.
Tidak ada tanda-tanda kehadiran Risty
Satu jam berlalu... pengunjung mulai keluar masuk, kopi yang gue beli tersisa setengah.
Dua jam berlalu... gue meneguk sisa kopi gue, sembari terus melihat handphone, kalau-kalau Risty menghubungi gue untuk bilang bahwa dia akan datang.
Tiga jam berlalu. gue mulai merasa bodoh, menyesali apa yang gue lakukan. bukan menunggu Risty selama ber jam-jam di Starbucks ketika dia bilang dia tidak akan datang, tapi menyesali kenapa gue harus bilang ke Risty bahwa gue selama ini suka dia. Kalau seandainya gue nggak pernah bilang, hubungan pertemanan yang sudah kita bangun selama ini gak akan pergi kemana.
Ketika gue mulai berdiri, berpikir untuk membeli gelas kopi kedua . gue melihat sesosok perempuan cantik sekitar 5 meter dari pintu masuk Starbucks, dengan mata sembab, berkaus putih dan celana pendek hitam.
Itu Risty.
Terdiam. Melihat ke arah gue dengan tatapan sedih.
Gue berlari kearah Risty, Risty yang melihat gue berlari ke arahnya mulai berbalik dan bersiap untuk pergi. Beruntung tangan gue cukup cepat menggapai tangan Risty.
"Biarin gue jelasin dulu, Please. " Sahut gue.
Tangan Risty yang tadinya berusaha melepaskan genggaman gue, mulai melemas. dia membiarkan gue menarik tangannya masuk ke Starbucks dan duduk di bangku meja pojok dimana sisa gelas kosong kopi gue berada. Gue pun duduk berseberangan dengan Risty, meletakkan tangan gue di atas meja.
Gue mengehela nafas panjang. Risty menundukkan kepalanya, melihat kesamping. Tapi matanya yang sembab tidak bisa tertutup sepenuhnya oleh rambut panjangnya yang terurai.
"Gue nggak minta apapun dari lu. Gue nggak berusaha untuk membuat lu menjawab apapun untuk gue. Gue tau perasaan lu terhadap Alvin, dan itu kenapa gue menjauh dari lu. Karena gue nggak kuat. Gue minta maaf kalau selama ini kelihatannya gue berteman dengan lu dengan intensi untuk jadi sesuatu yang lebih. tapi bukan itu rencana gue."
Risty masih terdiam
"Dari awal memang kita teman yang kemudian menjadi teman dekat. gue nggak punya intensi apapun terhadap lu. dan ini bukan mau gue juga untuk jatuh cinta kepada lu, teman terdekat gue. tapi ini yang terjadi dan gue nggak bisa berbuat apa-apa, gue cuma bisa minta maaf." lanjut gue sambil menahan sesak di dada.
"Jangan khawatir, gue akan hilang dari hadapan lu. Sebentar lagi gue akan pergi ke Bandung. lu nggak akan lihat gue lagi. Dan lu nggak perlu menganggap ini pernah terjadi, anggap aja ini mimpi buruk dan biarkan diri lu terbangun dari mimpi itu."
Risty mulai mengangkat wajahnya dan melihat ke gue, matanya yang merah mulai meneteskan air mata - dan Risty mulsi menangis sambil menahan suaranya.
Gue kaget
Gue menarik bangku gue yang untuk pindah duduk disebelah Risty, dari isak tangis Risty gue dengar dia berkata dengan pelan:
"Gue nggak mau kehilangan teman terdekat gue."
Gue terdiam. Selama ini gue egois. Cuma memikirkan apa yang gue inginkan, dan di sebelah gue, orang yang benar-benar gue cintai menangis karena takut akan kehilangan teman terdekatnya.
Apa yang selama ini gue pikirkan??
Kenapa Risty harus merasakan sakit karena rasa sayang gue terhadap dia?
Kenapa cinta harus melukai?
Dan apakah cinta berarti harus memiliki?
Larut dalam pikiran, dan tanpa gue sadari mata gue berlinang air mata. Tangan Risty meraih pipi gue dan menyeka air mata yang turun dari mata gue.
Dan Risty berkata sekali lagi
"Gue nggak mau kehilangan temen terdekat gue."
Gue terdiam, kemudian mengangguk kecil. tangan gue terkulai lemas
Dan Risty memeluk gue.
Arsana277 memberi reputasi
1