- Beranda
- Stories from the Heart
JANJI? (MINI SERIES)
...
TS
beavermoon
JANJI? (MINI SERIES)
Pernahkah kalian jatuh cinta? Pernahkah kalian menyembunyikan perasaan kepada orang yang kalian suka? Kenapa kalian menyembunyikan hal itu? Bukankah lebih baik untuk mengutarakannya?
Fika dan Rama akan menemani perjalanan kalian dalam mencari tahu jawaban atas pertanyaan-pertanyaan di atas. Bersyukurlah jika kalian dapat menemukan jawabannya, namun jika tidak?
Spoiler for Episode:
Diubah oleh beavermoon 16-06-2022 12:03
ndoro_mant0 dan 7 lainnya memberi reputasi
4
3.2K
Kutip
40
Balasan
Thread Digembok
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32KThread•45KAnggota
Tampilkan semua post
TS
beavermoon
#17
Episode 15
Spoiler for Episode 15:
Pintu terbuka, satu per satu orang mulai ke luar dari dalam kelas. Fika dan Tessa masih membereskan barang bawaan mereka untuk dimasukkan ke dalam tas.
“Akhirnya selesai juga presentasi menyebalkan ini.” Ucap Tessa.
“Jangan lupa minggu depan kita ujian.” Sahut Fika.
“Astaga...” Tessa menepuk dahinya, “kenapa lo harus mengingatkan itu di hari yang menurut gue udah ngga tegang sih Fik, gue jadi kepikiran buat ujian minggu depan.”
“Kenyataanya gitu Tes, mau gimana lagi. Udah ayo kita liat acara dies natalis, siapa tau lo ketemu sama orang yang waktu itu lagi.” Ucap Fika.
Fika menggenggam lengan Tessa, kemudian mereka juga ke luar dari dalam kelas.
“Mana mungkin dia ada di sini Fik.” Ucap Tessa.
“Loh jangan salah Tes, dies natalisini kan dibuka untuk umum, siapa aja bisa dateng, dan siapa tau orang yang lo maksud juga dateng ke sini.” Kata Fika.
“Gue udah hopeless sama dia, mending yang keliatan di depan mata aja.” Ucap Fika.
“Maksud lo kayak Alvian yang udah ngejar lo dari kita semester satu?” Tanya Fika.
“Ah jangan bahas dia deh, malesin.”
Fika sempat tersenyum mendengar jawaban Tessa, mereka pun terus berjalan menuju Gedung Serbaguna di mana ada pameran-pameran yang ditampilkan sebagai perayaan dies natalis. Tempat acara sudah ramai diisi dengan orang-orang yang berdatangan.
Ada satu tempat di mana semua makanan dan minuman dijajakan dengan beraneka ragam jenis dan bentuknya. Salah satunya adalah Takoyaki yang sudah dibeli oleh Tessa, ia membawa makanan tersebut kepada Fika yang sedang mengambil gambar keadaan sekitar dengan handphonenya.
“Kayaknya tahun ini paling ramai ya Fik.” Ucap Tessa.
“Iya. Liat aja deh, tahun-tahun sebelumnya ngga ada tuh antrean buat masuk ke dalem Gedung Serbaguna. Hari ini sampai harus antre kalau mau masuk.” Jawabnya.
Mereka mulai memakan makanan tersebut secara bergantian dan sambil berjalan melihat-lihat keadaan sekitar. Beranjak ke sisi lain, ada peragaan yang dilakukan oleh beberapa mahasiswa dengan kostum-kostum yang terbilang unik.
“Fik, foto dulu yuk.” Ajak Tessa.
Tessa dan Fika mendekat untuk foto bersama beberapa mahasiswa berkostum, keseruan nampak terpampang dengan jelas pada sore hari ini.
“Kayaknya jadi dies natalis paling seru deh.” Ucap Fika.
Tessa mengangguk, “Coba aja dari awal kita masuk udah seseru ini, pasti ngga akan ngebosenin kayak tahun-tahun sebelumnya.”
Mereka pun beranjak menuju antrean masuk ke dalam Gedung Serbaguna. Perlahan-lahan mereka melangkah satu demi satu untuk masuk dengan teratur, sesekali Tessa mengambil gambar menggunakan handphonenya. Mereka berdua pun akhirnya berhasil masuk ke dalam untuk melihat apa saja yang ada di sana.
“Wah, serius nih?” Tanya Tessa.
Mereka disambut dengan sebuah ruangan cukup gelap dengan ornamen-ornamen yang sudah terpajang di beberapa sudut. Ornamen yang terbuat dari bahan tanah liat, lempengan besi, hingga ranting pohon yang sudah disusun sedemikian rupa hingga membentuk sebuah bentuk dengan tema masing-masing.
“Keren banget Tes.” Ucap Fika.
Mereka berdua sempat melihat-lihat ornamen tersebut, kemudian mereka kembali masuk ke dalam lagi menuju ruangan berikutnya. Ruangan terang berisikan beberapa foto yang sudah terangkai menjadi satu deretan memanjang menjadi sajian berikutnya.
Foto-foto dengan berbagai gaya dan tema dengan narasi singkat yang membuat kesan tersendiri terhadap masing-masing foto. Seperti salah satu foto yang berhasil membuat Fika menatap lebih lama dari biasanya.
“Pertemuan dan Perpisahan.” Ucanya seorang diri.
Sebuah foto yang memperlihatkan dua orang yang saling berpapasan di sebuah jembatan gantung. Entah kenapa foto ini berhasil membuat Fika terdiam begitu saja.
“Fik...”
Fika berkedip beberapa kali kemudian menoleh.
“...ayo lanjut lagi.” Ajak Tessa.
Fika mengangguk pelan, mereka kembali berjalan menuju ruangan berikutnya. Sebuah ruangan besar yang nampaknya menjadi ruangan terakhir pada pameran di dalam Gedung ini. Ada beberapa pameran yang dapat dilihat di ruangan ini, seperti pameran lukisan, robot, dan juga karya ilmiah.
“Ih, robotnya keren banget deh Fik.” Ucap Tessa.
Tessa berjalan mendekat ke arah pameran robot, sayangnya Fika mengalihkan pandangannya ke arah pameran karya ilmiah. Ia berjalan mendekat ke sana sambil melihat sekeliling.
“Mana ya...”
Fika pun berhasil menemukan Rama.
“...itu dia, Rama.” Ucap Fika.
Rama pun menoleh ke arah sumber suara di mana Fika berada, ia pun menghampirinya dengan berjalan cepat.
“Kamu sendirian?” Tanya Rama.
Fika menggeleng, “Temen aku lagi liat robot di sana, yaudah aku coba cari kamu aja di sini dan ketemu. Ngomong-ngomong, kamu ngerasa ngga sih tahun ini paling seru?”
Rama mengangguk, “Setuju banget sih. Lebih meriah, lebih bebas, dan jadi lebih berwarna aja dibandingkan tahun-tahun yang lalu. Kamu mau liat-liat? Biar aku dampingin.”
Fika pun setuju, mereka berdua berjalan bersampingan melihat-lihat karya ilmiah yang sedang dipamerkan pada hari ini. Secara jelas, Rama mulai menjelaskan apa yang ada. Sesekali, Fika pun bertanya jika ada yang tidak ia mengerti. Beberapa saat berlalu, mereka pun ke luar dari dalam Gedung Serbaguna menuju tempat makanan dan minuman.
“Ini apa Fik? Bentuknya kayak bakwan sama Fuyunghai.” Tanya Rama.
“Okonomiyaki, kamu cobain deh.” Jawabnya.
Rama mencoba makanan tersebut, “Enak juga, tapi beneran kayak bakwan deh Fik. Bedanya ini ada beberapa bahan tambahan, jadinya kayak bakwan mahal.”
Fika tertawa mendengar penjelasan Rama, mereka berdua beranjak menuju sebuah bangku panjang yang belum diisi. Mereka duduk menatap ke arah Danau yang menghampar luas dengan indahnya.
“Kamu selesai jam berapa Ram?” Tanya Fika.
“Ngga tau sih, harusnya ngga sampai malam banget karena kan nanti ada panggung buat acara musik.” Jawabnya.
“Nanti ke Rumah ya.” Ajak Fika.
Rama mengangguk setuju. Drrt! Drrt! Rama mengeluarkan handphone dari saku celananya, ada sebuah panggilan masuk hingga membuat Rama berdiri.
“Fik, aku harus masuk lagi nih.” Ucap Rama.
“Yaudah kamu masuk lagi aja.” Jawabnya.
Rama sempat tersenyum sebelum ia berjalan cepat menjauh dari Fika, hingga ia tak lagi nampak di antara kerumunan orang-orang. Fika menghela nafasnya, kemudian ia menatap ke arah Danau. Angin semilir kembali berhembus, kali ini tidak ada yang menutupi sebagian wajah Fika. Tangannya meraba ke arah rambut belakang, sebuah kunciran berhasil membuat rambutnya tidak terhempas begitu saja oleh angin. Fika pun tersenyum begitu saja.
“Ram, kok kuncirannya lucu banget ada boneka kucing?” Tanya Fika.
“Aku juga belinya sembarangan Fik sama abang-abang yang lewat, ternyata ada boneka kucingnya.” Jawabnya.
“Buat aku kan?” Tanya Fika.
Rama memandang malas, “Kalau kamu udah bilang gitu berarti aku cuma bisa nganggukin kepala aja, kalau aku ngebantah dan ngga setuju pasti kamu akan marah terus ngambek ngga ketolongan.”
Fika tertawa mendengar penjelasan Rama.
“Cocok sih sama kamu, jadi tambah cantik.” Ucap Rama.
“Fika...”
Fika menoleh ke arah kiri.
“...dicariin taunya di sini, gue muter-muter sampai masuk lagi ke dalem buat nyariin lo doang.” Ucap Tessa.
“Sorry Tes, tadi ada temen gue.” Jawabnya.
Tessa duduk di samping Fika, “Terus sekarang mana orangnya kalau lo masih sendiri di sini?”
“Udah masuk lagi, ada urusan mendadak. Gimana sama pameran robot?” Sahut Fika.
“Wah, gila sih keren-keren banget yang dipamerin. Gue masih ngga nyangka kalau mereka berhasil bikin robot-robot kayak gitu, dan gue baru ternyata mereka udah jadi langganan juara robot nasional, bahkan sampai pernah ada yang tembus internasional.” Cerita Tessa.
“Serius sampai internasional?” Tanya Fika.
“Iya, jadi tadi ada salah satu dari mereka yang cerita kalau...”
Hari terus berlanjut, Matahari sudah semakin tenggelam di ufuk barat. Fika dan Tessa pun bangun dari duduknya setelah banyak bercerita tentang apa yang sudah mereka lewati hari ini, sesekali terselip cerita mengenai lelaki yang juga mereka lihat.
“Lo nonton konser kan?” Tanya Tessa.
“Ngga Tes, gue mau balik aja.” Jawab Fika.
“Yah kok balik sih Fik? Kan jarang-jarang ada konser di dalem Kampus, apalagi yang main band-band ternama semua lagi...” Tessa menggenggam tangan Fika, “ayo dong Fik, ini tahun terakhir kita sebagai mahasiswa buat nonton ginian.”
Tessa memandang Fika dengan penuh harap, Fika pun menghela nafasnya.
“Oke deh.” Jawabnya singkat.
“Yes! Ayo Fik.” Ajaknya.
Mereka berdua pun berjalan bergandengan tangan melewati pepohonan rindang yang meneduhkan, hingga mereka tiba di sebuah lapangan luas yang sudah mulai ramai dengan orang-orang yang juga datang.
“Di sini aja ya, di depan ramai banget.” Ucap Tessa.
Fika menganggu setuju, tak lama berselang pertunjukan musik pun di mulai. Orang-orang semakin memadati area lapangan untuk melihat lebih dekat, beberapa dari mereka mulai menganggukkan kepala mengikuti alunan lagu yang ditampilkan termasuk juga Fika dan Tessa.
“Seru kan Fik?” Tanya Tessa.
Fika menatap Tessa sambil mengangguk, mereka benar-benar menikmati konser yang sangat jarang terjadi. Beberapa orang mulai ikut bernyanyi bersama-sama.
“Fik, liat deh.” Ucap Tessa.
Fika menatap ke arah ke mana jari Tessa menunjuk, ia melihat ada beberapa pasangan yang nampak mesra menikmati alunan musik. Ada yang bergandengan tangan, ada yang berangkulan, ada yang berpelukan, dan ada pula yang berciuman.
“Kayaknya bakalan lain kalau kita bisa nonton konser sama pacar.” Ucap Tessa.
Fika hanya bisa menggelengkan kepalanya sambil tersenyum mendengar apa yang diucapkan Tessa. Lagu demi lagu secara bergantian mengalun, dari satu band ke band yang lain, membuat suasana pada malam ini semakin terasa.
Mata Fika terbuka lebih lebar setelah ia kembali mengingat apa yang harusnya ia lakukan malam ini. Ia sudah berjanji kepada Rama untuk bertemu di Rumah. Fika segera membalikkan badannya, namun ia terdiam setelah melihat orang yang ada di sebelah kanannya.
“Rama...”
Rama tersenyum menatapnya, ia memberi isyarat dengan matanya untuk tetap menikmati konser yang ada di depan. Fika pun kembali membalikkan badannya lalu menatap ke arah panggung di mana pertunjukkan masih berlanjut.
Lagu berikutnya pun mulai, sebuah lagu yang bisa dikatakan cukup romantis pada saat ini hingga banyak sekali orang-orang yang menyukai. Pundak Rama dan Fika sesekali bersenggolan mengikuti alunan lagu, Fika pun sempat menatap ke arah Rama.
“Lagunya bagus.” Ucap Rama tanpa bersuara.
Fika dapat membaca gerak bibir Rama dengan jelas, ia pun mengangguk sambil tersenyum. Dari depan terlihat ada beberapa orang yang hendak meninggalkan kerumunan melewati Fika, Rama pun menarik tangan Fika untuk memberikan jalan kepada orang-orang tersebut. Fika melihat ke arah tangannya yang digenggam, kemudian ia kembali menatap Rama.
“Hati-hati.” Ucapnya masih tak bersuara.
Fika kembali tersenyum. Wajar saja Rama tak bersuara, pengeras suara dari panggung cukup membuat mereka hampir berteriak jika ingin berbicara dengan suara seperti apa yang Tessa dan Fika lakukan tadi. Malam pun semakin larut, saat ini Tessa dan Fika sudah berada di parkiran Fakultas.
“Seru kan Fik? Kapan lagi coba kita bisa kayak gini.” Ucap Tessa.
Fika mengangguk, “Kalau gitu sampai jumpa minggu depan pas ujian ya Tes, jangan lupa buat belajar.”
Tessa memandang malas ke arah Fika kemudian tersenyum. Tessa pun masuk ke dalam mobilnya, Fika berjalan beberapa langkah untuk menuju di mana mobilnya berada. Klakson pun berbunyi, mobil Tessa sudah lebih dulu meninggalkan parkiran.
Fika kembali ke luar dari dalam mobilnya, ia melihat ke arah jam tangan yang ia kenakan lalu melihat ke arah belakang. Fika kembali tersenyum setelah Rama datang.
“Ayo.” Ajak Rama.
Mobil pun meninggalkan Kampus pada malam ini. Fika sedang melihat ke dalam dashboard mobilnya untuk mencari sesuatu sementara Rama mengemudikan mobil Fika.
“Ram...”
Rama melirik ke arah Fika secara singkat.
“...kok kamu bisa tau aku ada di sana? Kita kan janjian buat ketemu di Rumah.” Tanya Fika.
“Tadi tuh aku mau hubungin kamu tapi handphoneku mati, aku mau ngabarin kalau aku telat karena masih bantuin anak-anak beresin pameran. Dari situ aku ngga sengaja liat kamu sama Tessa ke arah lapangan, jadinya aku ke sana juga.” Jelas Rama.
“Ternyata seru juga ya Ram.” Ucap Fika.
Rama mengangguk, “Kita dari dulu selalu ngga pernah mau dateng ke acara kayak gitu, sekarang untuk pertama kalinya kita ke sana.”
Mobil berjalan dengan kecepatan sedang melewati jalanan yang sudah sangat sepi, hanya sesekali terlihat mobil dan motor yang berpapasan. Fika menyalakan radio untuk mendengarkan lagu, tak berapa lama lagu pun mulai diputar.
“Loh, ini lagu yang tadi kan?” Tanya Fika.
Rama mendengarkan dengan seksama kemudian ia mengangguk. Sebuah lagu romantis yang kembali terdengar, namun kali ini tidak di antara keramaian melainkan hanya mereka berdua yang ada di dalam mobil. Rama menggerakkan badannya sesekali mengikuti alunan lagu, kemudian ia menatap ke arah Fika.
Fika sudah tertidur entah dari kapan, Rama tersenyum menatap ke arahnya. Ia pun menepikan mobil di tepi jalan sesaat, Rama melepas sweater yang ia kenakan. Secara perlahan ia menyelimuti Fika dengan sweaternya, kemudian ia kembali mengemudikan mobil untuk kembali menuju Rumah Fika.
Rama kembali menatap ke arah Fika sesaat, ia kembali menatap ke arah depan kemudian tersenyum sambil menggelengkan kepalanya pelan.
*
“Udah beres semuanya kan? Kalau gitu gue tinggal ya.” Ucap Rama.
“Makasih ya Kak Rama.” Ucap beberapa mahasiswa.
Rama tersenyum kepada mereka, kemudian ia berjalan ke luar dari dalam Gedung menuju parkiran di mana motornya berada. Setelah siap, ia pun pergi meninggalkan Kampus. Jalanan masih ramai dengan beberapa kendaraan, namun tidak menimbulkan kemacetan. Rama pun tiba di Rumah Fika, ia menunggu Fika datang.
Hampir setengah jam berlalu, FIka tak kunjung datang. Rama melihat handphonenya, sayangnya baterainya hanya tersisa sedikit. Rama berfikir sejenak, hingga ia pun kembali mengenakan helm lalu pergi meninggalkan Rumah Fika. Beberapa saat berlalu, Rama memasukkan motornya ke dalam garasi. Ia kembali ke luar setelah taksi datang, Rama pun masuk ke dalam taksi tersebut.
Taksi pun berhenti, Rama memberikan beberapa lembar uang kepada Supir. Ia ke luar dari dalam taksi lalu berjalan menuju lapangan, di mana pertunjukkan musik dilaksanakan.
Lapangan sudah dipenuhi oleh orang-orang yang sengaja datang untuk menikmati konser pada malam ini, secara perlahan Rama berjalan mendekat ke arah panggung melewati orang-orang tersebut.
Rama sempat menghentikan langkahnya, ia melihat dengan seksama. Ia kembali berjalan secara perlahan melewati kerumunan, sampai akhirnya ia menghentikan langkahnya lagi. Fika membalikkan badannya namun ia terdiam setelah melihat ke arah Rama.
“Rama...”
Rama memberi isyarat kepada Fika dengan matanya untuk kembali menatap ke arah panggung, Fika pun kembali menatap ke arah depan. Mata Rama tertuju pada rambut belakang Fika, di mana kunciran dengan boneka kucing masih terikat dengan kuat di sana.
“Akhirnya selesai juga presentasi menyebalkan ini.” Ucap Tessa.
“Jangan lupa minggu depan kita ujian.” Sahut Fika.
“Astaga...” Tessa menepuk dahinya, “kenapa lo harus mengingatkan itu di hari yang menurut gue udah ngga tegang sih Fik, gue jadi kepikiran buat ujian minggu depan.”
“Kenyataanya gitu Tes, mau gimana lagi. Udah ayo kita liat acara dies natalis, siapa tau lo ketemu sama orang yang waktu itu lagi.” Ucap Fika.
Fika menggenggam lengan Tessa, kemudian mereka juga ke luar dari dalam kelas.
“Mana mungkin dia ada di sini Fik.” Ucap Tessa.
“Loh jangan salah Tes, dies natalisini kan dibuka untuk umum, siapa aja bisa dateng, dan siapa tau orang yang lo maksud juga dateng ke sini.” Kata Fika.
“Gue udah hopeless sama dia, mending yang keliatan di depan mata aja.” Ucap Fika.
“Maksud lo kayak Alvian yang udah ngejar lo dari kita semester satu?” Tanya Fika.
“Ah jangan bahas dia deh, malesin.”
Fika sempat tersenyum mendengar jawaban Tessa, mereka pun terus berjalan menuju Gedung Serbaguna di mana ada pameran-pameran yang ditampilkan sebagai perayaan dies natalis. Tempat acara sudah ramai diisi dengan orang-orang yang berdatangan.
Ada satu tempat di mana semua makanan dan minuman dijajakan dengan beraneka ragam jenis dan bentuknya. Salah satunya adalah Takoyaki yang sudah dibeli oleh Tessa, ia membawa makanan tersebut kepada Fika yang sedang mengambil gambar keadaan sekitar dengan handphonenya.
“Kayaknya tahun ini paling ramai ya Fik.” Ucap Tessa.
“Iya. Liat aja deh, tahun-tahun sebelumnya ngga ada tuh antrean buat masuk ke dalem Gedung Serbaguna. Hari ini sampai harus antre kalau mau masuk.” Jawabnya.
Mereka mulai memakan makanan tersebut secara bergantian dan sambil berjalan melihat-lihat keadaan sekitar. Beranjak ke sisi lain, ada peragaan yang dilakukan oleh beberapa mahasiswa dengan kostum-kostum yang terbilang unik.
“Fik, foto dulu yuk.” Ajak Tessa.
Tessa dan Fika mendekat untuk foto bersama beberapa mahasiswa berkostum, keseruan nampak terpampang dengan jelas pada sore hari ini.
“Kayaknya jadi dies natalis paling seru deh.” Ucap Fika.
Tessa mengangguk, “Coba aja dari awal kita masuk udah seseru ini, pasti ngga akan ngebosenin kayak tahun-tahun sebelumnya.”
Mereka pun beranjak menuju antrean masuk ke dalam Gedung Serbaguna. Perlahan-lahan mereka melangkah satu demi satu untuk masuk dengan teratur, sesekali Tessa mengambil gambar menggunakan handphonenya. Mereka berdua pun akhirnya berhasil masuk ke dalam untuk melihat apa saja yang ada di sana.
“Wah, serius nih?” Tanya Tessa.
Mereka disambut dengan sebuah ruangan cukup gelap dengan ornamen-ornamen yang sudah terpajang di beberapa sudut. Ornamen yang terbuat dari bahan tanah liat, lempengan besi, hingga ranting pohon yang sudah disusun sedemikian rupa hingga membentuk sebuah bentuk dengan tema masing-masing.
“Keren banget Tes.” Ucap Fika.
Mereka berdua sempat melihat-lihat ornamen tersebut, kemudian mereka kembali masuk ke dalam lagi menuju ruangan berikutnya. Ruangan terang berisikan beberapa foto yang sudah terangkai menjadi satu deretan memanjang menjadi sajian berikutnya.
Foto-foto dengan berbagai gaya dan tema dengan narasi singkat yang membuat kesan tersendiri terhadap masing-masing foto. Seperti salah satu foto yang berhasil membuat Fika menatap lebih lama dari biasanya.
“Pertemuan dan Perpisahan.” Ucanya seorang diri.
Sebuah foto yang memperlihatkan dua orang yang saling berpapasan di sebuah jembatan gantung. Entah kenapa foto ini berhasil membuat Fika terdiam begitu saja.
“Fik...”
Fika berkedip beberapa kali kemudian menoleh.
“...ayo lanjut lagi.” Ajak Tessa.
Fika mengangguk pelan, mereka kembali berjalan menuju ruangan berikutnya. Sebuah ruangan besar yang nampaknya menjadi ruangan terakhir pada pameran di dalam Gedung ini. Ada beberapa pameran yang dapat dilihat di ruangan ini, seperti pameran lukisan, robot, dan juga karya ilmiah.
“Ih, robotnya keren banget deh Fik.” Ucap Tessa.
Tessa berjalan mendekat ke arah pameran robot, sayangnya Fika mengalihkan pandangannya ke arah pameran karya ilmiah. Ia berjalan mendekat ke sana sambil melihat sekeliling.
“Mana ya...”
Fika pun berhasil menemukan Rama.
“...itu dia, Rama.” Ucap Fika.
Rama pun menoleh ke arah sumber suara di mana Fika berada, ia pun menghampirinya dengan berjalan cepat.
“Kamu sendirian?” Tanya Rama.
Fika menggeleng, “Temen aku lagi liat robot di sana, yaudah aku coba cari kamu aja di sini dan ketemu. Ngomong-ngomong, kamu ngerasa ngga sih tahun ini paling seru?”
Rama mengangguk, “Setuju banget sih. Lebih meriah, lebih bebas, dan jadi lebih berwarna aja dibandingkan tahun-tahun yang lalu. Kamu mau liat-liat? Biar aku dampingin.”
Fika pun setuju, mereka berdua berjalan bersampingan melihat-lihat karya ilmiah yang sedang dipamerkan pada hari ini. Secara jelas, Rama mulai menjelaskan apa yang ada. Sesekali, Fika pun bertanya jika ada yang tidak ia mengerti. Beberapa saat berlalu, mereka pun ke luar dari dalam Gedung Serbaguna menuju tempat makanan dan minuman.
“Ini apa Fik? Bentuknya kayak bakwan sama Fuyunghai.” Tanya Rama.
“Okonomiyaki, kamu cobain deh.” Jawabnya.
Rama mencoba makanan tersebut, “Enak juga, tapi beneran kayak bakwan deh Fik. Bedanya ini ada beberapa bahan tambahan, jadinya kayak bakwan mahal.”
Fika tertawa mendengar penjelasan Rama, mereka berdua beranjak menuju sebuah bangku panjang yang belum diisi. Mereka duduk menatap ke arah Danau yang menghampar luas dengan indahnya.
“Kamu selesai jam berapa Ram?” Tanya Fika.
“Ngga tau sih, harusnya ngga sampai malam banget karena kan nanti ada panggung buat acara musik.” Jawabnya.
“Nanti ke Rumah ya.” Ajak Fika.
Rama mengangguk setuju. Drrt! Drrt! Rama mengeluarkan handphone dari saku celananya, ada sebuah panggilan masuk hingga membuat Rama berdiri.
“Fik, aku harus masuk lagi nih.” Ucap Rama.
“Yaudah kamu masuk lagi aja.” Jawabnya.
Rama sempat tersenyum sebelum ia berjalan cepat menjauh dari Fika, hingga ia tak lagi nampak di antara kerumunan orang-orang. Fika menghela nafasnya, kemudian ia menatap ke arah Danau. Angin semilir kembali berhembus, kali ini tidak ada yang menutupi sebagian wajah Fika. Tangannya meraba ke arah rambut belakang, sebuah kunciran berhasil membuat rambutnya tidak terhempas begitu saja oleh angin. Fika pun tersenyum begitu saja.
“Ram, kok kuncirannya lucu banget ada boneka kucing?” Tanya Fika.
“Aku juga belinya sembarangan Fik sama abang-abang yang lewat, ternyata ada boneka kucingnya.” Jawabnya.
“Buat aku kan?” Tanya Fika.
Rama memandang malas, “Kalau kamu udah bilang gitu berarti aku cuma bisa nganggukin kepala aja, kalau aku ngebantah dan ngga setuju pasti kamu akan marah terus ngambek ngga ketolongan.”
Fika tertawa mendengar penjelasan Rama.
“Cocok sih sama kamu, jadi tambah cantik.” Ucap Rama.
“Fika...”
Fika menoleh ke arah kiri.
“...dicariin taunya di sini, gue muter-muter sampai masuk lagi ke dalem buat nyariin lo doang.” Ucap Tessa.
“Sorry Tes, tadi ada temen gue.” Jawabnya.
Tessa duduk di samping Fika, “Terus sekarang mana orangnya kalau lo masih sendiri di sini?”
“Udah masuk lagi, ada urusan mendadak. Gimana sama pameran robot?” Sahut Fika.
“Wah, gila sih keren-keren banget yang dipamerin. Gue masih ngga nyangka kalau mereka berhasil bikin robot-robot kayak gitu, dan gue baru ternyata mereka udah jadi langganan juara robot nasional, bahkan sampai pernah ada yang tembus internasional.” Cerita Tessa.
“Serius sampai internasional?” Tanya Fika.
“Iya, jadi tadi ada salah satu dari mereka yang cerita kalau...”
Hari terus berlanjut, Matahari sudah semakin tenggelam di ufuk barat. Fika dan Tessa pun bangun dari duduknya setelah banyak bercerita tentang apa yang sudah mereka lewati hari ini, sesekali terselip cerita mengenai lelaki yang juga mereka lihat.
“Lo nonton konser kan?” Tanya Tessa.
“Ngga Tes, gue mau balik aja.” Jawab Fika.
“Yah kok balik sih Fik? Kan jarang-jarang ada konser di dalem Kampus, apalagi yang main band-band ternama semua lagi...” Tessa menggenggam tangan Fika, “ayo dong Fik, ini tahun terakhir kita sebagai mahasiswa buat nonton ginian.”
Tessa memandang Fika dengan penuh harap, Fika pun menghela nafasnya.
“Oke deh.” Jawabnya singkat.
“Yes! Ayo Fik.” Ajaknya.
Mereka berdua pun berjalan bergandengan tangan melewati pepohonan rindang yang meneduhkan, hingga mereka tiba di sebuah lapangan luas yang sudah mulai ramai dengan orang-orang yang juga datang.
“Di sini aja ya, di depan ramai banget.” Ucap Tessa.
Fika menganggu setuju, tak lama berselang pertunjukan musik pun di mulai. Orang-orang semakin memadati area lapangan untuk melihat lebih dekat, beberapa dari mereka mulai menganggukkan kepala mengikuti alunan lagu yang ditampilkan termasuk juga Fika dan Tessa.
“Seru kan Fik?” Tanya Tessa.
Fika menatap Tessa sambil mengangguk, mereka benar-benar menikmati konser yang sangat jarang terjadi. Beberapa orang mulai ikut bernyanyi bersama-sama.
“Fik, liat deh.” Ucap Tessa.
Fika menatap ke arah ke mana jari Tessa menunjuk, ia melihat ada beberapa pasangan yang nampak mesra menikmati alunan musik. Ada yang bergandengan tangan, ada yang berangkulan, ada yang berpelukan, dan ada pula yang berciuman.
“Kayaknya bakalan lain kalau kita bisa nonton konser sama pacar.” Ucap Tessa.
Fika hanya bisa menggelengkan kepalanya sambil tersenyum mendengar apa yang diucapkan Tessa. Lagu demi lagu secara bergantian mengalun, dari satu band ke band yang lain, membuat suasana pada malam ini semakin terasa.
Mata Fika terbuka lebih lebar setelah ia kembali mengingat apa yang harusnya ia lakukan malam ini. Ia sudah berjanji kepada Rama untuk bertemu di Rumah. Fika segera membalikkan badannya, namun ia terdiam setelah melihat orang yang ada di sebelah kanannya.
“Rama...”
Rama tersenyum menatapnya, ia memberi isyarat dengan matanya untuk tetap menikmati konser yang ada di depan. Fika pun kembali membalikkan badannya lalu menatap ke arah panggung di mana pertunjukkan masih berlanjut.
Lagu berikutnya pun mulai, sebuah lagu yang bisa dikatakan cukup romantis pada saat ini hingga banyak sekali orang-orang yang menyukai. Pundak Rama dan Fika sesekali bersenggolan mengikuti alunan lagu, Fika pun sempat menatap ke arah Rama.
“Lagunya bagus.” Ucap Rama tanpa bersuara.
Fika dapat membaca gerak bibir Rama dengan jelas, ia pun mengangguk sambil tersenyum. Dari depan terlihat ada beberapa orang yang hendak meninggalkan kerumunan melewati Fika, Rama pun menarik tangan Fika untuk memberikan jalan kepada orang-orang tersebut. Fika melihat ke arah tangannya yang digenggam, kemudian ia kembali menatap Rama.
“Hati-hati.” Ucapnya masih tak bersuara.
Fika kembali tersenyum. Wajar saja Rama tak bersuara, pengeras suara dari panggung cukup membuat mereka hampir berteriak jika ingin berbicara dengan suara seperti apa yang Tessa dan Fika lakukan tadi. Malam pun semakin larut, saat ini Tessa dan Fika sudah berada di parkiran Fakultas.
“Seru kan Fik? Kapan lagi coba kita bisa kayak gini.” Ucap Tessa.
Fika mengangguk, “Kalau gitu sampai jumpa minggu depan pas ujian ya Tes, jangan lupa buat belajar.”
Tessa memandang malas ke arah Fika kemudian tersenyum. Tessa pun masuk ke dalam mobilnya, Fika berjalan beberapa langkah untuk menuju di mana mobilnya berada. Klakson pun berbunyi, mobil Tessa sudah lebih dulu meninggalkan parkiran.
Fika kembali ke luar dari dalam mobilnya, ia melihat ke arah jam tangan yang ia kenakan lalu melihat ke arah belakang. Fika kembali tersenyum setelah Rama datang.
“Ayo.” Ajak Rama.
Mobil pun meninggalkan Kampus pada malam ini. Fika sedang melihat ke dalam dashboard mobilnya untuk mencari sesuatu sementara Rama mengemudikan mobil Fika.
“Ram...”
Rama melirik ke arah Fika secara singkat.
“...kok kamu bisa tau aku ada di sana? Kita kan janjian buat ketemu di Rumah.” Tanya Fika.
“Tadi tuh aku mau hubungin kamu tapi handphoneku mati, aku mau ngabarin kalau aku telat karena masih bantuin anak-anak beresin pameran. Dari situ aku ngga sengaja liat kamu sama Tessa ke arah lapangan, jadinya aku ke sana juga.” Jelas Rama.
“Ternyata seru juga ya Ram.” Ucap Fika.
Rama mengangguk, “Kita dari dulu selalu ngga pernah mau dateng ke acara kayak gitu, sekarang untuk pertama kalinya kita ke sana.”
Mobil berjalan dengan kecepatan sedang melewati jalanan yang sudah sangat sepi, hanya sesekali terlihat mobil dan motor yang berpapasan. Fika menyalakan radio untuk mendengarkan lagu, tak berapa lama lagu pun mulai diputar.
“Loh, ini lagu yang tadi kan?” Tanya Fika.
Rama mendengarkan dengan seksama kemudian ia mengangguk. Sebuah lagu romantis yang kembali terdengar, namun kali ini tidak di antara keramaian melainkan hanya mereka berdua yang ada di dalam mobil. Rama menggerakkan badannya sesekali mengikuti alunan lagu, kemudian ia menatap ke arah Fika.
Fika sudah tertidur entah dari kapan, Rama tersenyum menatap ke arahnya. Ia pun menepikan mobil di tepi jalan sesaat, Rama melepas sweater yang ia kenakan. Secara perlahan ia menyelimuti Fika dengan sweaternya, kemudian ia kembali mengemudikan mobil untuk kembali menuju Rumah Fika.
Rama kembali menatap ke arah Fika sesaat, ia kembali menatap ke arah depan kemudian tersenyum sambil menggelengkan kepalanya pelan.
*
“Udah beres semuanya kan? Kalau gitu gue tinggal ya.” Ucap Rama.
“Makasih ya Kak Rama.” Ucap beberapa mahasiswa.
Rama tersenyum kepada mereka, kemudian ia berjalan ke luar dari dalam Gedung menuju parkiran di mana motornya berada. Setelah siap, ia pun pergi meninggalkan Kampus. Jalanan masih ramai dengan beberapa kendaraan, namun tidak menimbulkan kemacetan. Rama pun tiba di Rumah Fika, ia menunggu Fika datang.
Hampir setengah jam berlalu, FIka tak kunjung datang. Rama melihat handphonenya, sayangnya baterainya hanya tersisa sedikit. Rama berfikir sejenak, hingga ia pun kembali mengenakan helm lalu pergi meninggalkan Rumah Fika. Beberapa saat berlalu, Rama memasukkan motornya ke dalam garasi. Ia kembali ke luar setelah taksi datang, Rama pun masuk ke dalam taksi tersebut.
Taksi pun berhenti, Rama memberikan beberapa lembar uang kepada Supir. Ia ke luar dari dalam taksi lalu berjalan menuju lapangan, di mana pertunjukkan musik dilaksanakan.
Lapangan sudah dipenuhi oleh orang-orang yang sengaja datang untuk menikmati konser pada malam ini, secara perlahan Rama berjalan mendekat ke arah panggung melewati orang-orang tersebut.
Rama sempat menghentikan langkahnya, ia melihat dengan seksama. Ia kembali berjalan secara perlahan melewati kerumunan, sampai akhirnya ia menghentikan langkahnya lagi. Fika membalikkan badannya namun ia terdiam setelah melihat ke arah Rama.
“Rama...”
Rama memberi isyarat kepada Fika dengan matanya untuk kembali menatap ke arah panggung, Fika pun kembali menatap ke arah depan. Mata Rama tertuju pada rambut belakang Fika, di mana kunciran dengan boneka kucing masih terikat dengan kuat di sana.
nuryadiari memberi reputasi
1
Kutip
Balas