Dian (Last Part)


ane cuman terdiam dan hanya menunduk, ane kagak sanggup buat menatap wajah om Janes. Ane tau bener begimana sayangnya om janes sama Dian. Suasana di kediaman om Janes bener2 sepi tapi penuh dengan ketidak mengertian keluarga Dian. Kok bisa-bisanya seorang Dian yang sudah memiliki bekal pendidikan pesantren bahkan sudah dikenal sebagai ustadz muda di komplek ane, mengambil keputusan untuk bunuh diri. jangankan keluarga Dian, satu komplek tak ada yang bisa menerima pilihan bunuh diri dari Dian yang bukan dari keluarga susah. sekitar 30 menit ane dan emak sudah melayat di kediaman dian, kami pun memutuskan untuk pamit. Soalnya tidak mau merepotkan mesti disuguhi makan atau minum.

Sekitar 30m jarak dari rumah ane dan Dian, ane dan emak ane pun berdiskusi singkat. Maklum, berbeda dengan ane, emak ane sangat banyak berbicara dan membalas keluh kesah emaknya dian. Sedangkan ane sangat tak sanggup keluar suara ane buat sekedar basa basi atau membesarkaan hati Om janes.
"ntu kenapa si Dian sampai bunuh diri, apa ada gejala atau hal yang aneh sebelum dia bunuh diri?", tanya ane ke emak
"tadi sih Asih (emak Dian) cerita memang ya model sama kan seperti kita, mesti dikerasin dan didorong supaya cepat selesain. Apalagi dia sudah sendirian disana ga sama si Mawar, tau sendirilah cerita2 anak2 komplek gimana pergaulan disana. Cuman kalau dari cerita si Mawar, dia itu memang pernah curhat sudah malu ke kampus karena dianggap angkatan tua. Angkatan dia sudah lulus semua. Padahal si mawar sudah tiap hari ngecek dan minta jadwal kuliah si Dian. Ya katanya ke kampus, tapi tak tau kalau ke kampus beneran. Mungkin cuman di kosan aja", cerita emak ane.

"memang, sebelum bunuh diri, tante asih pernah mimpi kalau si Dian menangis dan meminta maaf. Pernah diceritain ke om Janes, cuman om Janes kan orangnyaa sama seperti papa kau. Tak boleh terlalu dimanja, apalagi dia anak cowok walau bungsu. Ya tau sendirilaah orang komplek disini pasti pada nyindir keluarga Dian. Ngapain sampai nyuruh kuliaah di Bandung juga, sudah tau mana ada anak komplek yang bener2 kuliah disana. Makin panas lah om Janes, makin keras dia sama si Dian. Pokoknya kalau semester ini tak wisuda, ya sudah pulang aja ke batam. Kuliah disini atau dicarikan pekerjaan disini. Bukan berarti ditelantarkan", lanjut emak ane

ane pun mengangguk2 dan merasa iba tak menyangka seorang Dian yang ane kenal dan bukanlah keluarga broken home, bisa nekat bunuh Diri. Apalagi cuman perkara tidak bisa tamat kuliah seperti normalnya anak2 angkatan dia. Cuman kalau ane mau refleksi tentang apa yang terjadi dengan Dian, ane bisa pahami. Karena ane pun sempat mengalami sindrome down dan malas kuliah. Pertama memang karena di jurusan ane, model pertemanan seperti yang udah ane contohin. Kedua, kena pulak masalah Dini. Ketiga, ada gap antara polaa pikir orang IPA dan IPS. dan terakhir, orang tua memang tak pernah mau tau tentang proses, tapi tentang nilai yang tercatat di IPK.

Sebagai contoh kawan ane si Aci yang punya IPK 3 komaa diatas teman ane yang menurut ane lebih cerdas dan lebih luas pengetahuannya. Cuman kawan ane ini tak mau terdogma dengan apa yang diajarkan dosen. Apalagi memang kawan ane ini mending ga bisa jawab daripada menyontek. Sedangkana si Aci, dengan otak yang pas2an tapi dia jago mencontek dan tak malu2. Alhasil IPKnya selalu 3 koma. Nah ane pernah juga kena 2,7 karena memang ane jawab model orang IPA. orang tua mana mau tau apa yang ane ketahuin atau ilmu yang bertambah dari ane, ketimbang hanya IPK. cuman ya itu sudah hukum sosial yang berlaku. Proses itu tak pernah menjadi tolok ukur, yang penting hasil.

Apalagi ane tau sindrome anak yang digadang2 "spesial" dibandingkaan anak yang lain. Memang yang perlu disadari oleh setiap generasi muda, kalau ente siap dipuji, diagung2kan maka harus pula siap untuk dihina atau diremehkan. Harusnya kita harus lebih siap untuk dihina ketimbang mengharapkan dipuji. Soalnya ketika kita sudah dianggap spesial, maka orang tak pernah mau berfikir bahwa ketika orang spesial ini jatuh harusnya juga siap untuk dimaklumi. Tapi sudah lumrah bagi masyarakat kita, jika orang spesial selalu dinantikan untuk jatuh dan kemudian diremehkan. menurut ane disinilah si Dian berkutat secara mental penuh tekanan.

Ane pernah ngalamin benar, tekanan dari orang tua yang terkadang pada saat ane masih sekolahan, bener2 merasakan bahwa ortu tidak mencoba memahami situasi ane dan hanya menjudge terus memberikan hukuman. Tanpa mencoba orang tua berusaha merefleksi dan mencarikan solusi atau memberikan motivasi. Terus terang, kalau urusan motivasi, keluarga ane termasuk sangat unik. Karena melalui hard love ala tentara, memang mental ane jadi perkasa dan berujung dikutuk tampan *eh.

Contohnya waktu ane memang biasa berkutat tiap semester tak pernah keluar dari 3 besar di kelas. Kali itu ane merosot ke 5 besar. Soalnya waktu itu ane sempat down karena kasus beruang hitam, cinta ditolak dan memang waktu itu di kelas ane ada semacam kesepakatan bagi para wanita bekerja sama supaya tidak ada cowok di 3 besar. Alhasil ane cuman ke peringkat 5. Bokap ane pun memberikan ane hukuman dengan jalan kaki ketika balik ke rumah dengan posisi tak ada uang dan belum makan. Ane waktu itu mengumpat dan membenci bokap ane. Cuman setelah ane sudah mampu berfikir jernih, ane berterima kasih dengan segala hard love dari ortu ane. Kalau enggak, ane bakalan ga punya mental seperti sekarang.
Kalau ane mau berfikir pendek, pasti juga sama berujung kek Dian. Cuman ane sangat sadar sungguh sayang malaikat membuat ane tampan terus bunuh diri

Ane mencurigai psikis si Dian ini kena sindrome sebagai orang yang terbuai dengan pujian dan diagung2kan. tapi tidak siap ketika mendapati dirinya dalam posisi diremehkan atau tidak menuai pujian lagi. Memang kalau menurut ane, harusnya Dian berani berbuat dan berani bangga atas setiap keterlambatan dia kuliah. Ane pernah juga aktif dan berprestasi di luar urusan kampus. Waktu itu nama ane lumayan tenar namun untuk para gamer Dota di Jateng dan sekitarnya . Maklum ane sempet juara dan lumayan banyak fans dari para gamer. Tapi ya cukup di lingkup gamer saja, di luar itu mana yang mengakui kelihaian ane.

Di kasus si Dian, mungkin dia cukup dikenal diantara anak2 pecinta film indie di bandung tapi sangat zonk dikalangan anak2 kuliah atau lingkungan kampus. harusnya Dian harus bisa mengimbangi mana yang kewajiban mana yang sekedar pelarian atau hobby. Ane sangat hobby maen game dota dan mungkin sebagai pelarian dari jenuh dan muaknya dengan segala tindak tanduk kampus. Tapi satu hal yang ane sadarin, ane sudah sepakat dengan ortu ke Jogja untuk kuliah dan ane juga menyadari bahwa tidak mungkin kalau nanti ane punya anak terus ditanya sama guru "bokapmu kerja apa?". terus anak ane jawab "gamer professional", rasanya ane ga bisa ngebayangin. Alhasil ane pensiun 2 tahun sebelum ane tamat.

Kalaupun ente konsekuen dengan hobby ente, ya sudah harus berani pasang badan dengan cemoohan dan hinaan orang. Yang penting yakin bahwa itu yang bikin ente enjoy dan bisa membawa kesuksesan. Jadi pesan ane, kalau kita berani mengukir prestasi, maka harus siap pula mengukir kegagalan. Prestasi dan gagal sebenernya itu suatu hal yang bergulir dan tandanya berbuat sesuatu. kalau ga berani gagal, maka jangan berani2 menonjol atau merasa spesial dibandingkan yang lain. Wallahualam.

Tamat


Tetangga Pesugihan Bubrah? (Part 1)


Berhubung masih sisa 10 ribuan kata, ane lanjut ke cerita lain. Sebenernya ane kagak menyadari atau curiga dengan tetangga ane kalau ane tak sengaja melihat cerita pesugihan bubrah. Lantas ane teringat dengan perilaku ganjil tetangga ane. Tapi ini cuman share saja, berdasarkan cerita dan kesamaan yang ane saksikan juga memang ada beberapa kejadian yang ane saksikan di sekitar rumah tetangga ane ini.

Ceritanya begini

Emak ane mengabarkan bahwa sudah membeli rumah di komplek baru. Saat itu emak ane termasuk penghuni pertama yang mengisi komplek baru ini. Memang komplek baru ini dibilang termasuk komplek hunian orang2 yang berduit atau punya posisi di pemerintahan. Semisal di depan rumah itu salah satu kepala dinas, di samping kiri rumah ane itu kapten kapal, ada mantan pak camat dsb. Tak jarang memang karena hunian banyak para mantan pejabat provinsi dan orang kaya, rata2 punya sindrome punya kuasa di komplek.

Hingga suatu saat ane mulai menetap lama di rumah baru emak ane ini karena ane sudah tamat sarjana dan sedang fokus mempersiapkan diri buat CPNS provinsi yang udah ane ceritain. Pas seminggu sebelum pengumuman, kepala penerimaan CPNS meninggal dan terbukti ilham ane bahwa ane tak ditakdirkan jadi PNS dan harus lanjut kuliah ke jakarta. Ketika ane sudah tinggal di komplek kira2 3 bulanan, ane mulai mengenali beberapa orang di komplek dan berbagai aktivitas yang terjadi di komplek.

Layaknya komplek baru, apalagi para saudagar yang ingin tinggal. Tentu mereka sangat bersaing ingin membangun rumah yang paling indah dan memberikan decak kagum. Ibarat kata saling unjuk gengsi memiliki rumah yang paling oke sekomplek. Maka tak ayal hampir seluruh pemilik rumah di komplek kecuali emak ane saling sibuk renovasi rumah tidak ada henti. Waktu itu ane cuman merasa lucu saja, baru kali itu melihat persaingan kemewahan rumah yang bener2 keliatan jelas dan lucu. Bahkan salah satu tetangga yang baru rampung bikin rumah, ikut2an bongkar lagi karena melihat tetangganya punya model rumah yang ikut gaya rumahnya

"memang kalau sudah banyak duit, gengsi itu hal yang murah untuk dipenuhi", gumam ane ketika melihat tetangga ane rombak lagi rumahnya.Entah karena apa, mungkin karena akhirnya kehabisan modal, mayoritas berhenti merombak. Namun tidak pada satu rumah tetangga ane. Waktu itu ane ga ada curiga sama sekali termasuk emak ane, cuman hanya berfikir orang ini tak ada kerjaan dan cepat bosan dengan bentuk rumahnya.

Keganjilan dari tetangga ini memang sudah ditunjukkan dari awal.
Suatu sore ketika ane ngaso bareng emak ane duduk di kursi santai di samping kolam ikan, emak ane matanya tertuju ke rumah tetangga ane, sebut aja namanya mas Dimar.
"tengok tuh, apalah kerja si Dimar ini tak berenti ngotak ngatik rumahnya, maghrib tak pernah masuk rumah atau ke masjid, sudah selesai bikin rumah tak pernah diselamatin (di doakan), ngomong sama tetangga aja ga pernah", ujar emak ane
"ah, siapa ma mas Dimar?", tanya ane
"itu, rumah diujung sana yang botak itu", ujar emak ane

ane pun mengarahkan mata ane ke rumah pojokan yang dibangung lumayan megah tapi sangat bukan tipe ane. Sekilas, ane sangat melihat kemiripan model mess walikota dengan bangunan rumah mas Dimar. bentuknya sangat cocok kalau dibilang rumah gedong untuk sebuah bank ketimbang rumah hunian. Menjulang tinggi namun kaku dan sangat tidak pernah ane lihat banyak pencahayaan di dalam dan luar rumahnya.
"ah sudahlah mama ini sibuk betul dengan kelakuaan orang, biarin ajalah orang dia juga ga ngerugiin mama", balas ane
"ya bukan itu, lihat aja dia itu rumah tak berhenti dikutak katik, maghrib bukan dia masuk rumah atau ke masjid, malahan nyuci mobil ngelap2 mobil, terus nanti sudah isya pergi bukan ditempatin rumahnya itu, buat apa bangun rumah bagus2 tapi ga ditempatin", ujar emak ane
"ah mungkin bangun rumah lagi di tempaat lain, jadi cuman ngecek aja ma", ujar ane

emak ane pun tak membalas karena mungkin kehabisan informasi atau mungkin apa yang ane sampaikan bisa jadi ada benarnya. Maghrib pun menjelang, dan seperti biasa ane sudah bersiap 15 menit sebelum azan. Maklum, kadang ane suka disuruh azan sama penjaga masjid. Ketika ane balik selesai maghriban, ane melihat mas Dimar masih sibuk dengan cuci mobilnya. Mas dimaar pun tak pernah menegur ane dan tak pernah mau melihat wajah ane. otomatis ane tak pernah bertegur sapa. Memang ane rasakan, mas Dimar ini satu2nya penghuni komplek yang tak pernah ngobrol dengan ane. Walau juga kadang ane juga ga tegur sapa sama para pembantu belia

Ketika ane balik solat isya, ane pun melihat mobil mas dimar melaju meninggalkan rumahnya yang hanya dihidupkan lampu 10 watt menerangi halaman rumahnya. Menurut ane waktu itu sangatlah aneh karena rumah mas dimar yang berada dipojokan, harusnya didukung dengan lampu2 yang terang. maklum aja, beberapa rumah di pojokan sudah kena imbas aktifitas maling. Bahkan sudah memakai jasa anjing buat melindungi rumahnya. Sedangkan mas Dimar ini tak melakukan apapun, walau sudah diingatkan oleh pengawas perumahan komplek.

ane tetap tak mengindahkan mas Dimar ini, tapi berbeda dengan para penghuni komplek lain. Apalagi pak haji yang sudah berkali2 diundang selamatan di rumah2 komplek baru.
"itu rumah siapa, kok tak pernah ngundang yasinan", ujar salah satu imam di masjid dekat komplek saat selesai yasinan di rumah kepala dinas.
"oh itu rumah si Dimar, entahlah orangnya sibuk terus tuh, mana pernah ada waktu tinggal di rumah itu, tapi renovasi tak selesai2, dah kehabisan akal ngabisin duit barangkali", ujar kepala dinas di depan rumah ane
"ah, kalau duit tak habis2, naek haji lah, bagi ke anak yatim, daripada bangun rumah tak ditempatin begitu, kurang akal pun bagi ke aku ajalah, bisa jadi modal bini ke dua", kelakar pak haji
"ah kalau nak urusan kimpoi lagi tu, pak haji tak perlu alasan sumbangan dimar", kelakar kepala dinas.

"eh rumah ini, bangun bagus2 seperti ini, tak ditempatin, nak dibuat apa?", tanya pak haji
"entahlah, kemarin bilang ke saya, mau dijual kalau sudah selesai renovasi, karena dia pun kerjanya tak jadi disini", ujar pak kepala Dinas
"oh, wajarlah, aku lihat tak pernah rumah ni ditempatin, padahal kalau bininya tau bangun rumah bagus gini, eh aku paksa mau tinggal disini aja, daripada jadi sarang hantu ya kan", ujar bini kepala Dinas
"ah, itu urusan masing2lah, mungkin nak dijual jadi aset aja, mungkin hoby juga bangun rumah", ujar kepala Dinas

"emang apaa kerjanya si Dimar ne hoby bangun rumah, kontraktor apa arsitek?", ujar salah satu tetangga
"entahlah, mungkin agaknya arsitek apa kontraktor, soalnya hobby dandan rumah tak selesai2", ujar pak kepala Dinas
"tapi kalau nak bikin rumah, kenapa rasa2 macam nak bikin bank rumah ne, mana nyaman buat tempat tinggal", ujar salah satu tetangga
"hah itulah, selera rumah ne masing2 orang", ujar kepala Dinas
ane pun cuman menguping dan tak berkomentar karena adabnya anak muda tampan dikalaangan orang tua
Sejak malam itu, ane sedikit ada gambaran tentang sosok mas Dimar. Mungkin dia arsitek atau kontraktor, jadi punya hobby renovasi rumah tiada henti.

suatu sore ane kembali terlibat pembicaraan membahas mas dimar dengan emak aane
"ma, si mas Dimar itu kontraktor apa arsitek makanya dandan rumah ga selesai2, emang hobbynya banngun rumah, mungkin nanti mau dijual", ujar ane
emak ane cuman diam dan mengamati rumah mas dimar
sejak saat itu mulai ada gembar gembor rumah mas Dimar akan dijual dan dicarikan pembelinya. Anehnya pernah suatu ketika penjaga komplek menawarkan rumah mas DImar tapi pembeli tidak mau katanya kurang sreg. Memang kalau ane lihat rumanya bagus tapi tak bercahaya sama sekali. Bahkan ketka siang haripun ane merasakan rumahnnya bener2 seperti bangunan mati yang tak ada gairah kehidupan. padahal rumah kepala dinas pun sering kosong tapi tak seperti rumah mas Dimar.

Punya halaman yang cukup luas tapi tak pernah ada anak kecil komplek yang kepo untuk maen atau sekedar lihat pekarangan dan kolam ikan mas Dimar. Suatu ketika rupanya mas Dimar membawa anak, dan istrinya bersama seorang pembantu tinggal di rumah. Seketika mulai sirna kecurigaan para tetangga bahwa akan dijual. Namun tak dinyana, hanya bertahan seminggu. Waktu itu para pembantu bergosip karena sang istri tak betah dan lebih memilih tinggal di rumah sebelumnya. Rumah pun menjadi sepi dan ane semakin jarang melihaat mas Dimar maen ke rumah ini.

Beberapa kejanggalan dan keanehan terjadi di sekitar rumah mas Dimar. Pertama kali ane menyaksikan sesuatu yang aneh ketika ane balik dari solat isya. Kebetulan komplek ane ini termasuk komplek orang2 sibuk dan tidak terlalu aktif berkumpul dengan orang2 sekitar. Maklum aja, rata2 semua petinggi pemerintahan dan punya anak kecil2. jadi untuk beberapa anak usia seperti ane saat itu sangat jarang bahkan cuman ane dan sepupu ane. jadi komplek ane sangat sepi kegiatan nongkrong ata ngobrol. Apalaagi memang bisa dibilang komplek baru ini rada2 gengsi satu sama lain.

Ketika ane duduk di kursi santai depan rumah ane, ane pun melihat ke sekitar perumahan komplek. Saat itu, ane merasakan kegerahan yang luar biasa dan tidak ada angin sama sekali. Padahal biasanya kalau sudah selepas isya, angin sesekali berhembus.
"mana ne angin, kok ga datang2", ujar ane kegerahan
tak berapa lama tiba2 angin berhembus bener2 kencang bahkan terbilang mau hujan. Ane sempet menyangka bakalan hujan karenaa angin yang dingin dan bener2 kencang.
Cuman anehnya ane melihat ke langit begitu cerah dan banyak bintang. Bener2 aneh fenomena angin dingin yang menerpa ane. Apalagi anginnya itu datang dari pepohonan lebat atau semi hutan di pojokan komplek.

"kyaaakkk kyaaakkk kyaaakkk", suara ribut monyet bersahutan dari balik rimbunnya pohon2
ane pun ketakutan karena suara ribut seperti rombongan monyet begini ane teringat kejaran monyet2 liar waktu ane nerabas jalan pintas di simpang jam Batam.
ane segera berdiri dan mencoba mengamati apa ada monyet yang turun dan masuk ke wilaayah komplek ane.
setelah beberapa detik ane mencoba melihat ke arah rumah kepala dinas yang kebetulan bersampingan dengan arah pepohonan belakang komplek, ane tak menyaksikan ada tanda2 monyet yang turun dari hutan
ane pun mengecek ke pepohonan dengaan pencahayaan cahaya bulan yang cukup terang tapi gaa melihat ada monyet yang lompat2 diantara pepohonan. bahkan angin yang deras pun seketika hilang bersamaan hilangnya teriakan ribuan monyet.

jujur aja, ane waktu itu sangaat deg2aan seperti mau diserang gerombolan monyet. Cuman kok hilang seketika, membuat ane hanya bisa berifikir ada apa dibalik hutan di belakaang komplek ini. Ane kembali bersandar ke kursi dan saat itu ane melihat dari atas pohon yang paling menjulang dekat komplek ane, ada semaacam bola api yang sangat lentur melompat2 seukuran kepalan tangan orang dewasa. Ane bener2 kaget dan mengucap astagfrullah berkali2. Saat itu ane sempat berfikir itu semacam komet yang terbang tapi anehnya arah bola api ini tidak melayang tapi malah melompat2.

ane pun berkeyakinan ini makhluk halus atau ane yakin ntu setan apa sejenisnya saat itu. Ane waktu itu hati ane langsung geger karena merasakan betul cahaya bola api ini seperti mengancam rumah ane. Ane bener2 bisa merasakan energi negatif dari bola api ini.
"ayo setan, sini ke rumah aku kalau berani, nanti aku kencingin biar padam bola api kau tuh", ujar ane dalam hati
ane tau bahwa posisi emak ane sebagai bendahara provinsi banyak yang ingin berbuat jahat, jadi ane mengira mungkin ada kiriman penyakit atau apalah buat rumah ane.

arupanya bola itu melompat atau bahkan terkadang merayap ke rumah sebelah mas Dimar. Dan akhirnya melompat masuk ke dalam rumah mas Dimar. Cahaya bola api itu ane waktu itu mikir pasti kalau kena atap rumah bakalan terbakar, karena benar2 pekat merah membara. Tapi ternyata ketika melompat lompat di atas atap rumah mas dimar dan tidak ada asap sama sekali dari bola api ini. Seperti matahari kecil menurut ane.
"zeebbb" lompatan terakhir dan masuk ke dalam rumah mas dimar

ane pun langsung bergegas ke depan rumah mas dimar takutknya terjadi kebakaran dan penasaran bagaimana cerita itu bola api di dalam rumah mas dimar. Ane segera masuk pekarangan dan mengintip dari kaca jendelaa hitamnya. tak ada tanda2 cahaya api yang membakar rumah mas dimar. Ane pun penasaran jangan2 diaa jaatuh di belakang rumah dan membakar bagian belakang rumah. Ane segera kesamping dan rupanya bentuk bangunannya sangat mepet ke dinding jadi tidak ada space buat membakar belakang rumah

ane bener2 merasakan keheranan apalagi belakang rumah mas dimar masih kosong