- Beranda
- Stories from the Heart
KIDUNG DI ATAS TANAH JAWI
...
TS
breaking182
KIDUNG DI ATAS TANAH JAWI
Quote:
Menuliskan cerita yang berbau sejarah tidak gampang. Tulisan ini berdasarkan riset kecil dengan metode wawancara dengan orang yang lebih mengerti dan sumber terpercaya sebatas pengetahuan narasumber. Di samping itu kecintaan saya akan film -film kolosal, sandiwara radio era tahun 90-an tentang kerajaan - kerajaan di tanah Jawa mendorong saya untuk menulis. Tentu saja dengan keterbatasan ilmu pengetahuan yang saya miliki. Kidung Di Atas Tanah Jawi bercerita tentang perjalanan seorang pemuda bernama Arya Gading. Berlatar belakang kerajaan Pajang di bawah pemerintahan Sultan Hadiwijoyo. Cerita ini fiktif belaka. Baca dan nikmati. Salam Olahraga.........
Quote:

Quote:
Konten Sensitif
Quote:
EPISODE 1
GEGER DI PUCANG KEMBAR
gatra 1
gatra 2
gatra 3
gatra 4
gatra 5
gatra 6
gatra 7
gatra 8
gatra 9
gatra 10
gatra 11
gatra 12
gatra 13
gatra 14
gatra 15
gatra 16
gatra 17
gatra 18
gatra 19
gatra 20
gatra 21
gatra 22
gatra 23
gatra 24
gatra 25
gatra 26
gatra 27
gatra 28
gatra 29
gatra 30
gatra 31
gatra 32
gatra 33
gatra 34
gatra 35
gatra 36
gatra 37
gatra 38
gatra 39
gatra 40
gatra 41
gatra 42
gatra 43
gatra 44
gatra 45
gatra 46
gatra 47
gatra 48
gatra 49
Quote:
EPISODE 2
BARA API DI KAKI MERAPI
gatra 1
gatra 2
gatra 3
gatra 4
gatra 5
gatra 6
gatra 7
gatra 8
gatra 9
gatra 10
gatra 11
gatra 12
gatra 13
gatra 14
gatra 15
gatra 16
gatra 17
gatra 18
gatra 19
gatra 20
gatra 21
gatra 22
gatra 23
gatra 24
gatra 25
gatra 26
gatra 27
gatra 28
gatra 29
gatra 30
gatra 31
gatra 32
gatra 33
gatra 34
gatra 35
gatra 36
gatra 37
gatra 38
gatra 39
gatra 40
gatra 41
gatra 42
gatra 43
gatra 44
gatra 45
gatra 46
gatra 47
gatra 48
gatra 49
gatra 50
gatra 51
Quote:
Diubah oleh breaking182 30-12-2022 23:12
jundi666 dan 70 lainnya memberi reputasi
71
81.7K
Kutip
622
Balasan
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•52KAnggota
Tampilkan semua post
TS
breaking182
#166
gatra 42
Quote:
KEDUA PENUNGGANG KUDA itu menghentikan kuda di hadapan seorang laki-laki tua berbadan kurus dan terlihat lemah tengah mencabuti rumput halaman sebuah rumah yang cukup lega. Karena memiliki pendopo yang cukup luas. Lelaki tua itu membelakangi para penunggang kuda itu. Seolah –olah tidak menghiraukan kehadiran mereka.
Tanpa turun dari kudanya, seorang penunggang kuda yang memiliki tubuh kurus dan tinggi bernama Sumpil bertanya dengan membentak kasar, " Orang tua dimana Haryo Panumping?!"
Orang tua berdiri perlahan-lahan dari jongkoknya. Ditengadahkan kepalanya dan dikeataskannya topi bambu yang menutupi keningnya untuk dapat melihat orang yang telah bicara kepadanya. Orang tua ini tak segera berikan jawaban melainkan melirik kepada Jaroto yang duduk di atas pungung kuda di sisi kanan Sumpil.
Sumpil sempat terkejut melihat siapa orang tua itu, “ Maaf Ki Wanamerta. Aku tidak tahu jika orang tua yang sedang mencabut rumbut itu aki”
Lantas orang tua itu tersenyum, “ Apakah anak muda sekarang tidak diajari bagaimana paugeran jika sedang bertamu dan berbicara dengan orang yang lebih tua? “
Kedua orang lelaki itu lantas dengan terburu –buru turun dari punggung kudanya.
Laki-laki bertubuh langsing ini yang bernama Sumpil memang bersifat tidak sabaran. "Aku hanya ingin bertemu dengan Panumping”, katanya dengan ketus.
"Ada keperluan apa? Kalau aku tidak salah kau Sumpil salah satu teman Puguhan adik dari Haryo Panumping”
Si gemuk pendek Jaroto kini yang buka suara. Suaranya parau dan tidak enak didengar. "Tak perlu tanya keperluan kami. Memang benar kami orang –orang kepercayaan kakang Puguhan!"
“ Mengapa anak itu tidak datang untuk mengunjungi kakaknya. Atau sekedar nyekar di makam bapa nya. Ki Demang telah meninggal tapi anak itu malah pergi tidak tahu rimbanya. Setelah hampir dua tahun menghilang entah kemana. Anak itu memang sedikit tidak tahu adat”
“ Cukup Ki Wanamerta. Aku masih menghargai aki sebagai orang yang lebih tua dan bekas orang kepercayaan ki demang. Aku kesini hanya untuk bertemu dengan Haryo Panumping. Bukan untuk mendengar sesorah dari Ki Wanamerta”
Tanpa sepengetahuan Jaroto dan Sumpil, Ki Wanamerta memungut batu kecil sebesar biji kacang. Lantas dengan cepat batu kecil itu di jentikkan menggunakan ibu jari nya. Kerikil kecili itu melesat ke muka laksana anak panah cepatnya dan menghantam kemaluan kuda yang tali kekangnya di pegang oleh Jaroto. Kuda jantan itu meringkik dahsyat.
Kedua kaki depannya melonjak ke atas tinggi-tinggi dan Jaroto terpelanting ke tanah! Meski sepaka kuda itu tidak elak mengenainya, namun sudah cukup mampu membuatnya terjerembab dan meringis menahan nyeri di pundaknya. Bola mata laki-laki gemuk pendek itu berpijar-pijar. Untuk beberapa lamanya segala sesuatunya menjadi buram dalam pemandangannya. Ki Wanamerta dengan sikap seperti tidak terjadi apa-apa dia memutar tubuh jongkok kembali dan mulai lagi mencabuti rerumputan dihalaman.
"Jaroto, ada apa dengan kau?!" tanya Sumpil terkejut dan heran
"Aku sendiri tidak tahu," sahut Jaroto seraya bangun dengan menepuk-nepuk pakaiannya yang berselimut debu.
Dia memandang berkeliling. Tidak ada siapa-siapa kecuali orang tua yang tadi tengah mencabuti rumput. Tak mungkin, pikirnya. Tak mungkin kalau orang yang sudah pikun itulah yang telah menyerang kuda itu. Memang benar konon katanya Ki Wanamerta itu dulu seorang bekas prajurit Demak yang bilih tanding. Namun, sekarang ia sudah tua. Dan untuk berjalan saja rasanya kesusahan.
Sumpil juga memandang berkeliling dengan hati bertanya-tanya. Dilihatnya orang tua itu. Kemudian dia berkata, "Kurasa orang tua pikun itu....."
Sumpil memang lebih tajam penglihatannya dan perasaannya. Dalam ilmu kanuragannya pun dia lebih tinggi dua tingkat di atas Jaroto.
"Mana mungkin," kata Jaroto pula tidak percaya.
"Coba kita lihat."
“ Apa yang akan kau lakukan Sumpil? Jangan keterlaluan. Nanti kakang Puguhan akan marah kepada kita. Karena orang tua bekas kepercayaan ayahnya telah kita perlakukan dengan tidak baik “
“ Diamlah Jaroto. Puguhan tidak akan marah atas apa yang akan kita lakukan pada orang tua itu. Puguhan bahkan sangat membenci ayahnya. Karena kedudukan demang telah di berikan pada Haryo Panumping “
Sumpil lantas mengambil batu sebesar telur ayam yang tergeletak di tanah. Matanya melirik pada orang tua yang masih jongkok dan mencabuti rumput dekat pagar halaman. Sumpil menggerakkan tangan kanannya. Batu dari tangan itu dan melesat deras ke arah kepala Ki Wanamerta.
Begitu batu itu hampir mengenai sasarannya, Ki Wanamerta yang jongkok membelakangi itu gerakkan tangan kanannya untuk menggaruk bagian belakang kepalanya. Dan adalah mengejutkan kedua orang anak buah Sosro Bahu atau Haryo Puguhan ketika melihat bagaimana batu itu melesat ke samping dan menggelinding di tanah! Sumpil dan Jaroto saling pandang.
"Apa kataku, kau lihat?" desis Sumpil.
Melihat kenyataan ini maka geramlah si gemuk pendek Jaroto.
"Orang tua edan!" makinya.
"Punya sedikit ilmu saja sudah mau kasih pamer!. Aku ingin mencobanya. Apakah benar ia seorang prajurit Demak yang bilih tanding di masa mudanya"
Dia membungkuk dan meraup pasir. Raupan pasir itu dilemparkannya ke arah si orang tua. Meski hanya pasir namun karena diisi dengan tenaga dalam maka pasir itu melesat hebat dan dapat melukakan kulit membutakan mata! Si orang tua tiba-tiba berdiri dengan terbungkuk-bungkuk. Ditepuk-tepuknya pakaian hitamnya seperti seseorang yang sedang membersihkan debu dari pakaiannya. Tapi gerakannya ini sekaligus membuat berhamburannya pasir-pasir halus yang menyerang ke arahnya!
"Kurang ajar !" kata Jaroto karena merasa semakin ditantang dan dipermainkan.
Dia menerjang ke muka. Dalam jarak beberapa tombak dilepaskannya pukulan tangan kosong. Orang tua itu memutar badannya yang bungkuk ke samping.
"He…anak muda apa maksudnya ini ?!" tanyanya dengan suaranya yang halus melengking, "ada apa kau serang aku?!"
Namun gerakannya tadi sekaligus telah mengelak dari pukulan Jaroto yang hanya beberapa jengkal saja di depan hidungnya. Jaroto kertak rahang.
"Orang tua! Lekas kau bersujud di depanku. Mungkin aku akan berbelas kasihan dan mengampuni selembar nyawa mu itu?!"
"Aku sudah tua, tak usah bicara kasar! Kau mungkin lahir dari sebongkah batu," katanya dan didorongkannya telapak tangan kanannya ke depan.
Dorongan itu nampak lemah. Akan tetapi, tubuh Jaroto yang besar dan pendek itu seperti di dorong oleh tenaga yang sangat besar. Tubuh itu terhuyung. Namun, dengan tangkas Jaroto berusaha menjaga keseimbangannya agar tubuhnya tidak terbanting ke tanah.
Begitu melompat ke samping segera dia kirimkan satu pukulan kepada orang tua itu. Pada saat inilah dari pintu gerbang terdengar suara derap kaki kuda seruan keras:
"Ada apa ini?! Tahan!!"
Jaroto menarik serangannya dan berpaling. Seorang laki-laki muda berparas gagah dilihatnya duduk di atas punggung kuda. Kemudian dilihatnya Sumpil memberi isyarat agar datang mendekatinya. Meski hatinya masih diselimuti amarah terhadap si orang tua tapi melihat isyarat itu segera dia datang juga. Keduanya melangkah ke hadapan lelaki berkuda itu.
" Haryo Panumping turun dari kuda mu?" tanya Sumpil membentak.
Selama menjadi demang di Pucang Kembar untuk menggantikan kedudukan ayahnya. Baru kali ini Haryo Panumping dibentak orang demikian rupa . Panumping tahu benar bahwa Sumpil dan Jaroto adalah orang –orang kepercayaan adiknya. Dan dari tampang-tampang serta sikap kedua tamunya itu Haryo Panumping segera maklum bahwa mereka tentu datang bukan membawa maksud baik.
Lantas Haryo Panumping segera turun dari kudanya. Kuda besar itu segera dibawa oleh Ki Wanamerta ke arah kandang yang letaknya di belakang rumah.
Namun demikian, dengan suara ramah dan sareh dia menjawab, "Maaf Sumpil dan kau Jaroto," lalu ajaknya kemudian, " Lebih baik kita naik ke pendopo dulu. Duduk – duduk sambil minum gula aren dan jadah. Kita bisa bicarakan dengan kepala dingin di dalam sana “
Sumpil tidak menjawab. Lelaki itu lantas mencabut gulungan rontal dari balik pakaiannya.
"Ini! Silahkan dibaca!" katanya.
Tanpa turun dari kudanya, seorang penunggang kuda yang memiliki tubuh kurus dan tinggi bernama Sumpil bertanya dengan membentak kasar, " Orang tua dimana Haryo Panumping?!"
Orang tua berdiri perlahan-lahan dari jongkoknya. Ditengadahkan kepalanya dan dikeataskannya topi bambu yang menutupi keningnya untuk dapat melihat orang yang telah bicara kepadanya. Orang tua ini tak segera berikan jawaban melainkan melirik kepada Jaroto yang duduk di atas pungung kuda di sisi kanan Sumpil.
Sumpil sempat terkejut melihat siapa orang tua itu, “ Maaf Ki Wanamerta. Aku tidak tahu jika orang tua yang sedang mencabut rumbut itu aki”
Lantas orang tua itu tersenyum, “ Apakah anak muda sekarang tidak diajari bagaimana paugeran jika sedang bertamu dan berbicara dengan orang yang lebih tua? “
Kedua orang lelaki itu lantas dengan terburu –buru turun dari punggung kudanya.
Laki-laki bertubuh langsing ini yang bernama Sumpil memang bersifat tidak sabaran. "Aku hanya ingin bertemu dengan Panumping”, katanya dengan ketus.
"Ada keperluan apa? Kalau aku tidak salah kau Sumpil salah satu teman Puguhan adik dari Haryo Panumping”
Si gemuk pendek Jaroto kini yang buka suara. Suaranya parau dan tidak enak didengar. "Tak perlu tanya keperluan kami. Memang benar kami orang –orang kepercayaan kakang Puguhan!"
“ Mengapa anak itu tidak datang untuk mengunjungi kakaknya. Atau sekedar nyekar di makam bapa nya. Ki Demang telah meninggal tapi anak itu malah pergi tidak tahu rimbanya. Setelah hampir dua tahun menghilang entah kemana. Anak itu memang sedikit tidak tahu adat”
“ Cukup Ki Wanamerta. Aku masih menghargai aki sebagai orang yang lebih tua dan bekas orang kepercayaan ki demang. Aku kesini hanya untuk bertemu dengan Haryo Panumping. Bukan untuk mendengar sesorah dari Ki Wanamerta”
Tanpa sepengetahuan Jaroto dan Sumpil, Ki Wanamerta memungut batu kecil sebesar biji kacang. Lantas dengan cepat batu kecil itu di jentikkan menggunakan ibu jari nya. Kerikil kecili itu melesat ke muka laksana anak panah cepatnya dan menghantam kemaluan kuda yang tali kekangnya di pegang oleh Jaroto. Kuda jantan itu meringkik dahsyat.
Kedua kaki depannya melonjak ke atas tinggi-tinggi dan Jaroto terpelanting ke tanah! Meski sepaka kuda itu tidak elak mengenainya, namun sudah cukup mampu membuatnya terjerembab dan meringis menahan nyeri di pundaknya. Bola mata laki-laki gemuk pendek itu berpijar-pijar. Untuk beberapa lamanya segala sesuatunya menjadi buram dalam pemandangannya. Ki Wanamerta dengan sikap seperti tidak terjadi apa-apa dia memutar tubuh jongkok kembali dan mulai lagi mencabuti rerumputan dihalaman.
"Jaroto, ada apa dengan kau?!" tanya Sumpil terkejut dan heran
"Aku sendiri tidak tahu," sahut Jaroto seraya bangun dengan menepuk-nepuk pakaiannya yang berselimut debu.
Dia memandang berkeliling. Tidak ada siapa-siapa kecuali orang tua yang tadi tengah mencabuti rumput. Tak mungkin, pikirnya. Tak mungkin kalau orang yang sudah pikun itulah yang telah menyerang kuda itu. Memang benar konon katanya Ki Wanamerta itu dulu seorang bekas prajurit Demak yang bilih tanding. Namun, sekarang ia sudah tua. Dan untuk berjalan saja rasanya kesusahan.
Sumpil juga memandang berkeliling dengan hati bertanya-tanya. Dilihatnya orang tua itu. Kemudian dia berkata, "Kurasa orang tua pikun itu....."
Sumpil memang lebih tajam penglihatannya dan perasaannya. Dalam ilmu kanuragannya pun dia lebih tinggi dua tingkat di atas Jaroto.
"Mana mungkin," kata Jaroto pula tidak percaya.
"Coba kita lihat."
“ Apa yang akan kau lakukan Sumpil? Jangan keterlaluan. Nanti kakang Puguhan akan marah kepada kita. Karena orang tua bekas kepercayaan ayahnya telah kita perlakukan dengan tidak baik “
“ Diamlah Jaroto. Puguhan tidak akan marah atas apa yang akan kita lakukan pada orang tua itu. Puguhan bahkan sangat membenci ayahnya. Karena kedudukan demang telah di berikan pada Haryo Panumping “
Sumpil lantas mengambil batu sebesar telur ayam yang tergeletak di tanah. Matanya melirik pada orang tua yang masih jongkok dan mencabuti rumput dekat pagar halaman. Sumpil menggerakkan tangan kanannya. Batu dari tangan itu dan melesat deras ke arah kepala Ki Wanamerta.
Begitu batu itu hampir mengenai sasarannya, Ki Wanamerta yang jongkok membelakangi itu gerakkan tangan kanannya untuk menggaruk bagian belakang kepalanya. Dan adalah mengejutkan kedua orang anak buah Sosro Bahu atau Haryo Puguhan ketika melihat bagaimana batu itu melesat ke samping dan menggelinding di tanah! Sumpil dan Jaroto saling pandang.
"Apa kataku, kau lihat?" desis Sumpil.
Melihat kenyataan ini maka geramlah si gemuk pendek Jaroto.
"Orang tua edan!" makinya.
"Punya sedikit ilmu saja sudah mau kasih pamer!. Aku ingin mencobanya. Apakah benar ia seorang prajurit Demak yang bilih tanding di masa mudanya"
Dia membungkuk dan meraup pasir. Raupan pasir itu dilemparkannya ke arah si orang tua. Meski hanya pasir namun karena diisi dengan tenaga dalam maka pasir itu melesat hebat dan dapat melukakan kulit membutakan mata! Si orang tua tiba-tiba berdiri dengan terbungkuk-bungkuk. Ditepuk-tepuknya pakaian hitamnya seperti seseorang yang sedang membersihkan debu dari pakaiannya. Tapi gerakannya ini sekaligus membuat berhamburannya pasir-pasir halus yang menyerang ke arahnya!
"Kurang ajar !" kata Jaroto karena merasa semakin ditantang dan dipermainkan.
Dia menerjang ke muka. Dalam jarak beberapa tombak dilepaskannya pukulan tangan kosong. Orang tua itu memutar badannya yang bungkuk ke samping.
"He…anak muda apa maksudnya ini ?!" tanyanya dengan suaranya yang halus melengking, "ada apa kau serang aku?!"
Namun gerakannya tadi sekaligus telah mengelak dari pukulan Jaroto yang hanya beberapa jengkal saja di depan hidungnya. Jaroto kertak rahang.
"Orang tua! Lekas kau bersujud di depanku. Mungkin aku akan berbelas kasihan dan mengampuni selembar nyawa mu itu?!"
"Aku sudah tua, tak usah bicara kasar! Kau mungkin lahir dari sebongkah batu," katanya dan didorongkannya telapak tangan kanannya ke depan.
Dorongan itu nampak lemah. Akan tetapi, tubuh Jaroto yang besar dan pendek itu seperti di dorong oleh tenaga yang sangat besar. Tubuh itu terhuyung. Namun, dengan tangkas Jaroto berusaha menjaga keseimbangannya agar tubuhnya tidak terbanting ke tanah.
Begitu melompat ke samping segera dia kirimkan satu pukulan kepada orang tua itu. Pada saat inilah dari pintu gerbang terdengar suara derap kaki kuda seruan keras:
"Ada apa ini?! Tahan!!"
Jaroto menarik serangannya dan berpaling. Seorang laki-laki muda berparas gagah dilihatnya duduk di atas punggung kuda. Kemudian dilihatnya Sumpil memberi isyarat agar datang mendekatinya. Meski hatinya masih diselimuti amarah terhadap si orang tua tapi melihat isyarat itu segera dia datang juga. Keduanya melangkah ke hadapan lelaki berkuda itu.
" Haryo Panumping turun dari kuda mu?" tanya Sumpil membentak.
Selama menjadi demang di Pucang Kembar untuk menggantikan kedudukan ayahnya. Baru kali ini Haryo Panumping dibentak orang demikian rupa . Panumping tahu benar bahwa Sumpil dan Jaroto adalah orang –orang kepercayaan adiknya. Dan dari tampang-tampang serta sikap kedua tamunya itu Haryo Panumping segera maklum bahwa mereka tentu datang bukan membawa maksud baik.
Lantas Haryo Panumping segera turun dari kudanya. Kuda besar itu segera dibawa oleh Ki Wanamerta ke arah kandang yang letaknya di belakang rumah.
Namun demikian, dengan suara ramah dan sareh dia menjawab, "Maaf Sumpil dan kau Jaroto," lalu ajaknya kemudian, " Lebih baik kita naik ke pendopo dulu. Duduk – duduk sambil minum gula aren dan jadah. Kita bisa bicarakan dengan kepala dingin di dalam sana “
Sumpil tidak menjawab. Lelaki itu lantas mencabut gulungan rontal dari balik pakaiannya.
"Ini! Silahkan dibaca!" katanya.
Quote:
GULUNGAN lontar itu dilemparkannya ke hadapan Haryo Panumping. Karena lemparan itu disertai dengan aliran tenaga dalam maka surat tersebut melesat berdesing dan dengan cekatan Haryo Panumping segera menangkap gulungan lontar yang dilemparkan itu!
Sumpil dan Jaroto memperhatikannya dengan bertolak pinggang.
Bergetar tubuh Haryo Panumping. Dadanya panas, enath apa yang leleki itu rasakan saat itu. Semua perasaannya campur aduk. Namun, lelaki itu masih bisa mengendalikan dirinya. Ia sama sekali tidak paham mengapa Puguhan mengajaknya untuk berperang tanding. Apakah karena kedudukan demang? Atau kah karena hal lain.
“ Apa maksud adi Puguhan menantang untuk perang tanding? Aku merasa tidak memilik silang sengketa. Dua tahun Puguhan menghilang. Mengapa begitu pulang langsung menantang untuk pernag tanding? Mengapa untuk menyelesaikan masalah harus dengan mengadu senjata ?”
Sumpil meludah dahulu ke tanah sebelum menjawab. " Kakang Puguhan merasa harga dirinya sebagai laki-laki telah kau injak –injak. Orang yang sangat disayanginya telah kau rampas dan yang kini menjadi istrimu!"
Kaget Haryo Panumping bukan alang kepalang. Belum dia sempat bicara Jaroto sudah mendahului. "Kakang Puguhan inginkan jawabanmu hari ini juga Haryo Panumping!"
Sumpil menyambungi, "Dan sebaiknya... apa yang tertulis di surat itu kau ikuti saja."
"Kalau tidak?," tanya Haryo Panumping menindih rasa geramnya melihat tindak –tanduk dua ornag pemuda yangberada di hadapannya.
Sumpil tertawa mengekeh. Gigi-giginya kelihatan besar-besar dan coklat kehitaman. Haryo Panumping tak dapat lagi menahan luapan amarahnya. Diremasnya daun lontar itu lalu dilemparkannya ke kepala Sumpil, tepat mengenai wajahnya.
" Demit, tetekan , gendruwo rendah!" hardik Sumpil.
Dia meloncat ke depan. "Kau berani berlaku kurang ajar terhadapku?!"
"Tak usah berbuat sesukamu di rumah orang Sumpil !" balas menghardik Haryo Panumping.
"Kalian orang –orang tidak punya unggah –ungguh dan tata karma kembalilah kepada majikan kalian! Katakan pada adi Puguhan aku tidak akan melayani tantangannya yang tidak masuk akal itu!"
"Betul-betul pengecut dan tidak tahu diri! Kau bersembunyi di balik nama besar ayahmu Panumping!" semprot Jaroto.
Dari tadi dia memang sudah beringasan gara-gara si orang tua yang telah mempermainkan dan setengah menantangnya tadi. Sekali dia ayunkan langkah maka satu tendangan melanda ke bawah perut Haryo Panumping. Melihat Jaroto menyerang, Haryo Panumping menggeram dan kertakkan rahang. Dia berkelit ke samping dan hantamkan ujung sikunya ke tulang iga lawan. Jaroto bukan manusia yang baru belajar ilmu kanuragan kemarin sore. Sambil melompat ke atas lututnya ditekuk dan disorongkan ke kepala lawan.
Haryo Panumping merunduk dan lompat ke samping. Sebelum dia berbalik untuk mengirimkan pukulan ke punggung lawan yang saat itu masih belum menginjak lantai langkan maka terdengarlah suara seseorang.
"Ah, Raden Haryo Panumping, mengapa harus mengotori tangan terhadap orang –orang morsal dan kesasar ini?! Biar aku saja yang memberikan sedikit pelajaran sopan santun terhadapnya!"
Ternyata yang berkata itu adalah orang tua renta kurus kerempeng yang tadi mencabuti rumput di halaman, yang bernama Wanamerta. Mendengar dirinya dimaki sebagai orang kesasar maka marahlah Jaroto. Dia membalik dan menyerang orang tua itu kini dengan satu pukulan. Pukulan ini menyerang ke arah dada Ki Wanamerta.
Tapi Ki Wanamerta hanya tersenyum tipis. Sekali dia mencondongkan tubuhnya ke samping. Lantas dengan cepat menggerakkan kaki kanannya yang kurus. Tendangan yang tidak disangka –sangka oleh Jaroto itu tidak sempat dihindarkan ! Tubuh Jaroto mencelat keluar langkan rumah sampai tiga tombak dan menggelinding di tanah. Dicobanya bangun kembali. Tapi tubuhnya itu segera rebah setelah terlebih dahulu dari mulut Jaroto menyembur darah kental dan segar!
Kaget Sumpil bukan kepalang. Mukanya hitam membesi. Laki-laki ini menerjang ke depan. Terjangan ini disertai dengan bentakan yang keras menggeledek membuat langkan rumah dan tanah menjadi bergetar. Ki Wanamerta merunduk cepat. Gerakannya ini disusul dengan cepat oleh Sumpil. Serangkum angin keras dan dingin menyerang ke seluruh jalan darah di tubuh orang tua. Pasir menderu beterbangan, debu menggebu. Ki Wanamerta cepat-cepat dorongkan tangan kanannya ke muka. Maka dua angin pukulan bertemu di udara menimbulkan suara berdentum seperti letusan gunung Merapi!
Tubuh Ki Wanamerta kelihatan bergoyang gontai sedang Sumpil terdampar ke tanah tapi cepat bangun lagi. Keringat dingin memercik di kening anak buah Sosro Bahu ini. Nyalinya menciut kecil. Tidak dinyana si orang tua memiliki kehebatan demikian rupa!
Sumpil dan Jaroto memperhatikannya dengan bertolak pinggang.
" Kakang Haryo Panumping! Aku menunggumu untuk perang tanding di kaki bukit Pucang Kembar. Di sebuah pedataran. Di tempat itu ada dua buah pohon Pucang yang saling berdekatan. Aku tunggu kau disana. Terhitung tiga hari dari surat ini kau baca. Pada saat purnama penuh tanggal lima belas “
Bergetar tubuh Haryo Panumping. Dadanya panas, enath apa yang leleki itu rasakan saat itu. Semua perasaannya campur aduk. Namun, lelaki itu masih bisa mengendalikan dirinya. Ia sama sekali tidak paham mengapa Puguhan mengajaknya untuk berperang tanding. Apakah karena kedudukan demang? Atau kah karena hal lain.
“ Apa maksud adi Puguhan menantang untuk perang tanding? Aku merasa tidak memilik silang sengketa. Dua tahun Puguhan menghilang. Mengapa begitu pulang langsung menantang untuk pernag tanding? Mengapa untuk menyelesaikan masalah harus dengan mengadu senjata ?”
Sumpil meludah dahulu ke tanah sebelum menjawab. " Kakang Puguhan merasa harga dirinya sebagai laki-laki telah kau injak –injak. Orang yang sangat disayanginya telah kau rampas dan yang kini menjadi istrimu!"
Kaget Haryo Panumping bukan alang kepalang. Belum dia sempat bicara Jaroto sudah mendahului. "Kakang Puguhan inginkan jawabanmu hari ini juga Haryo Panumping!"
Sumpil menyambungi, "Dan sebaiknya... apa yang tertulis di surat itu kau ikuti saja."
"Kalau tidak?," tanya Haryo Panumping menindih rasa geramnya melihat tindak –tanduk dua ornag pemuda yangberada di hadapannya.
Sumpil tertawa mengekeh. Gigi-giginya kelihatan besar-besar dan coklat kehitaman. Haryo Panumping tak dapat lagi menahan luapan amarahnya. Diremasnya daun lontar itu lalu dilemparkannya ke kepala Sumpil, tepat mengenai wajahnya.
" Demit, tetekan , gendruwo rendah!" hardik Sumpil.
Dia meloncat ke depan. "Kau berani berlaku kurang ajar terhadapku?!"
"Tak usah berbuat sesukamu di rumah orang Sumpil !" balas menghardik Haryo Panumping.
"Kalian orang –orang tidak punya unggah –ungguh dan tata karma kembalilah kepada majikan kalian! Katakan pada adi Puguhan aku tidak akan melayani tantangannya yang tidak masuk akal itu!"
"Betul-betul pengecut dan tidak tahu diri! Kau bersembunyi di balik nama besar ayahmu Panumping!" semprot Jaroto.
Dari tadi dia memang sudah beringasan gara-gara si orang tua yang telah mempermainkan dan setengah menantangnya tadi. Sekali dia ayunkan langkah maka satu tendangan melanda ke bawah perut Haryo Panumping. Melihat Jaroto menyerang, Haryo Panumping menggeram dan kertakkan rahang. Dia berkelit ke samping dan hantamkan ujung sikunya ke tulang iga lawan. Jaroto bukan manusia yang baru belajar ilmu kanuragan kemarin sore. Sambil melompat ke atas lututnya ditekuk dan disorongkan ke kepala lawan.
Haryo Panumping merunduk dan lompat ke samping. Sebelum dia berbalik untuk mengirimkan pukulan ke punggung lawan yang saat itu masih belum menginjak lantai langkan maka terdengarlah suara seseorang.
"Ah, Raden Haryo Panumping, mengapa harus mengotori tangan terhadap orang –orang morsal dan kesasar ini?! Biar aku saja yang memberikan sedikit pelajaran sopan santun terhadapnya!"
Ternyata yang berkata itu adalah orang tua renta kurus kerempeng yang tadi mencabuti rumput di halaman, yang bernama Wanamerta. Mendengar dirinya dimaki sebagai orang kesasar maka marahlah Jaroto. Dia membalik dan menyerang orang tua itu kini dengan satu pukulan. Pukulan ini menyerang ke arah dada Ki Wanamerta.
Tapi Ki Wanamerta hanya tersenyum tipis. Sekali dia mencondongkan tubuhnya ke samping. Lantas dengan cepat menggerakkan kaki kanannya yang kurus. Tendangan yang tidak disangka –sangka oleh Jaroto itu tidak sempat dihindarkan ! Tubuh Jaroto mencelat keluar langkan rumah sampai tiga tombak dan menggelinding di tanah. Dicobanya bangun kembali. Tapi tubuhnya itu segera rebah setelah terlebih dahulu dari mulut Jaroto menyembur darah kental dan segar!
Kaget Sumpil bukan kepalang. Mukanya hitam membesi. Laki-laki ini menerjang ke depan. Terjangan ini disertai dengan bentakan yang keras menggeledek membuat langkan rumah dan tanah menjadi bergetar. Ki Wanamerta merunduk cepat. Gerakannya ini disusul dengan cepat oleh Sumpil. Serangkum angin keras dan dingin menyerang ke seluruh jalan darah di tubuh orang tua. Pasir menderu beterbangan, debu menggebu. Ki Wanamerta cepat-cepat dorongkan tangan kanannya ke muka. Maka dua angin pukulan bertemu di udara menimbulkan suara berdentum seperti letusan gunung Merapi!
Tubuh Ki Wanamerta kelihatan bergoyang gontai sedang Sumpil terdampar ke tanah tapi cepat bangun lagi. Keringat dingin memercik di kening anak buah Sosro Bahu ini. Nyalinya menciut kecil. Tidak dinyana si orang tua memiliki kehebatan demikian rupa!
Diubah oleh breaking182 29-03-2022 05:30
MFriza85 dan 13 lainnya memberi reputasi
14
Kutip
Balas
Tutup