Kaskus

Story

congyang.jusAvatar border
TS
congyang.jus
Ku Kejar Cintamu Sampai Garis Finish
Ku Kejar Cintamu Sampai Garis Finish

Tuhan tidak selalu memberi kita jalan lurus untuk mencapai suatu tujuan. Terkadang dia memberi kita jalan memutar, bahkan seringkali kita tidak bisa mencapai tujuan yg sudah kita rencanakan diawal. Bukan karena tuhan tidak memberi yg kita inginkan, tetapi untuk memberi kita yg terbaik. Percayalah, rencana Tuhan jauh lebih indah.

Quote:
Polling
Poll ini sudah ditutup. - 13 suara
Siapa yang akan menjadi pemaisuri Raja?
Olivia
31%
Bunga
8%
Diana
15%
Zahra
15%
Okta
8%
Shinta
23%
Diubah oleh congyang.jus 04-03-2022 10:27
sargopipAvatar border
efti108Avatar border
JabLai cOYAvatar border
JabLai cOY dan 37 lainnya memberi reputasi
38
165.6K
793
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the Heart
KASKUS Official
32.7KThread52KAnggota
Tampilkan semua post
congyang.jusAvatar border
TS
congyang.jus
#717
Part : 93
Gua terbangun ketika merasa dingin ruangan serasa semakin menusuk tulang. Bandung di pagi buta plus semilir AC ruangan mampu menembus selimut tebal yang gua kenakan.

Segera gua mencari-cari remot AC dengan keadaan setengah sadar. Tapi gua tak menemukan benda yang gua cari meskipun sudah mengelilingi ruangan berkali-kali.

Sampai akhirnya gua menyerah dan memutuskan untuk membuat teh panas di dapur.

Berbarengan dengan gua saat mengaduk teh, Okta muncul untuk mengambil air minum.

"Eh, Okta udah bangun. Zahra mana?" Gua berbasa-basi.

Ia tak menjawab, malah menatap gua dengan tatapan sinis yang tak gua pahami artinya.

"Stress" gua menggumam pelan saat ia pergi dari dapur untuk kembali ke kamarnya.

Keanehan Okta berlanjut sampai waktu sarapan pagi. Ia terus menunjukkan ekspresi masam nya ketika melakukan kontak mata dengan gua.

"Tante, itu anaknya dari tadi pagi ngambek ke aku" adu gua

"Okta ada masalah apa sama Raja?" Tanya Mamah Okta

Ia hanya bergeming sambil melanjutkan sarapannya.

Mamah Okta kemudian bertanya ke Zahra menggunakan kontak mata sebagai isyarat. Zahra pun hanya mengangkat kedua bahunya, mengarahkan kedua telapak tangannya ke atas sebagai jawaban bahwa dia pun tak tahu menahu.

Seusai makan, kami berempat sempat berbincang-bincang ringan. Sampai akhirnya gua memutuskan untuk merokok di halaman depan karena ekspresi Okta yang ngga mengenakkan setiap kali gua berbicara.

"Kamu bego amat sih ja!" Okta tiba-tiba menghampiri dan memaki gua. Ia melumpahkan amarah yang sebelumnya tertahan.

"Kamu yang kenapa? Tiba-tiba marah ga jelas" saut gua

Okta pergi meninggalkan gua setelah mendengus kesal. Gua tak mengiraukannya, hanya menggumam pelan "stress".

Beberapa detik berikutnya, Zahra diseret Okta ke samping gua.

"Kalian udah ngomong belum sih?" Tanya Okta, masih dengan nada kesal.

Gua melirik ke Zahra, lalu ke Okta lagi "ngomong apaan? Aku ngga ngerti deh kamu ngeributin apa"

"Jelasin ra" pinta Okta

Zahra menundukkan kepala, diam untuk beberapa saat. Gua menanti apa yang dimaksud dengan penjelasan.

"Aku nolak acara lamaran kemarin" ucapnya pelan

Gua terkejut, lalu mencengkeram tangan Zahra "kenapa kamu ngga bilang? Trus buat apa aku galau-galauan segala kemarin?"

"Hehe.." ia nyengir aneh, takut gua akan marah

"Astaga, ra"

"Ya abisnya mas Raja ngga tanya juga sih, jadi aku lanjutin aja dramanya"

"Tega bener kamu, kalo aku kepikiran buat bunuh diri gimana?"

Kaki gua seakan lemas tak bertenaga. Antara rasa lega, shock, bahagia, semua campur aduk menjadi satu.

Zahra menjelaskan bahwa ia datang menolak lamaran laki-laki dan pihak keluarga yang datang ke rumahnya.

Alasan yang dikemukakan Zahra dalam menolak pinangan diterima baik oleh pihak keluarga si laki-laki dan Abah. Mereka menghargai keputusan Zahra.

Tapi kenapa harus pake drama-drama ginian?.

--

"Hati-hati di jalan" Okta mengantar gua sampai ke depan rumah.

"Kita udah saling move on kan? Bisa dong unblock semua sosmedku?" Ucap gua ke Okta sebelum memasuki mobil.

Ia mengangguk pelan.

Gua membunyikan klakson pendek sembari menekan pedal gas, keluar dari rumah Okta.

Dari dalam mobil, gua melihat Okta dan Mamahnya yang melambaikan tangan sebagai simbol sampai jumpa dari teras rumah.

Malam ini gua putuskan untuk langsung pulang ke rumah, gua berencana untuk membicarakan semua rahasia antara gua dan Zahra ke Abah.

Setidaknya, Abah harus tahu kalau Zahra sudah berkomitmen dengan gua. Entah kapan gua akan meminang Zahra, itu urusan belakangan

Belajar dari pengalaman kemarin, gua ngga mau sampai ada laki-laki lain yang datang melamar Zahra karena ketidaktahuan Abah terhadap status Zahra.

Dari Bandung, gua langsung menuju ke Magelang. Kami tiba di sana saat matahari sudah penuh menampakkan sinarnya.

Suasana di rumah cukup sepi, berbeda dengan terakhir kali gua datang ke sini. Umi masih di pasar, sedangkan Abah harus menunaikan kewajibannya sebagai tenaga pengajar.

Gua menunggu di depan teras sementara Zahra masuk ke rumah lewat pintu belakang yang terdapat kunci rahasia di sana. Sekejap kemudian, pintu depan terbuka dari dalam.

Gua menerobos masuk ke dalam rumah, berbaring di karpet ruang tengah.

"Kotor ih, di sapu dulu" ucapnya, berlalu ke sudut ruangan untuk mengambil sapu.

Gua beranjak dari sana, menuju dapur untuk mencari makanan. Namun tak ada apa-apa di sana.

Semalaman menyetir motor benar-benar menguras tenaga. Apalagi gua hanya sempat mengisi perut dengan mie instan dan sepotong roti ketika kami berhenti di rest area.

Zahra sudah membersihkan ruang tengah sekembalinya gua dari dapur. Gua putuskan untuk melanjutkan acara rebahan karena tak ada apapun untuk dijadikan lauk makan.

"Mas mau dimasakin apa? Atau mau dibikinin mie?" Tawar Zahra sehabis menyapu ruang tengah

"Mie aja deh, kelamaan kalo masak dulu" jawab gua dengan posisi masih terlentang di lantai

Baru saja mata gua terpejam, Zahra sudah membangunkan gua dan menghidangkan mie instan tepat di hadapan gua.

"Punya mu mana?" Gua mencari porsi mie untuk dirinya

"Ngga, aku nanti aja" jawabnya sembari hendak berlalu dari hadapan gua.

Dengan cepat gua mencengkeram pergelangan tangannya, memaksanyanya untuk berbagi semangkuk mie instan dengan gua.

"Maluu" keluh Zahra ketika gua menyuap sesendok mie instan ke mulutnya. Ia menutup mukanya dengan kedua tangan, sementara mulutnya sibuk mengunyah makanan.

"Yaudah, kamu aja yang nyuapin" gua memberikan sendok dan garpu ke Zahra. Dengan telaten ia menyuapi gua.

"Kenapa kamu malu kalo disuapin? Tapi ngga malu kalo nyuapin?" Tanya gua heran

"Ya mas Raja kalo nyuapin sambil ngelihat mata, kan malu" jawabnya

"Kenapa malu? Kalo aku ngelihatin yang lain, baru kamu boleh malu" gua tersenyum nakal, yang dibalas dengan sendok yang dipukulkan ke kepala gua.

Sehabis Dzuhur, Abah datang dari kesibukannya mengajar.

Hanya berganti pakaian, Abah langsung pergi lagi untuk menjemput umi ke pasar.

"Kapan nyampe?" Tanya Umi ketika tiba di rumah

"Tadi pagi" gua dan Zahra menjawab serentak, lalu menghampiri Umi untuk mencium tangannya.

Zahra menyenggol tangan gua, memberi kode agar gua berbicara ke Abah.

"Sabar, nunggu suasana dulu" bisik gua.

--

Sore hari menjelang maghrib, gua sendirian menikmati pemandangan dari depan teras.

Di depan rumah, terdapat pohon mangga kecil yang belum berumur setahun. Dari sini nampak gunung Andong yang mulai diselimuti kabut.

Zahra datang membawa singkong goreng yang masih panas. Tak lupa kopi kesukaan gua yang dibuatnya bersusah payah karena harus membuat api menggunakan kayu bakar.

Pernah gua tanya ke dia "kenapa ngga pakai air panas di termos?"

"Kalo bikin kopi ngga pake air mendidih tuh kurang manteb" jawabnya

Ia duduk di samping gua, menatap ke pemandangan yang sama.

"Kapan mau ngomong ke Abah?" Kakinya yang menggantung digoyang-goyangkan ke depan belakang. Sesekali ia membetulkan posisi jaketnya yang melorot karena kebesaran

"Sabar dong, nunggu waktu dulu" jawab gua

"Ah lama.." ia berlalu meninggalkan gua, masuk ke dalam rumah.

Gua menghela nafas sembari membatin "ngga sabaran amat".

Tiba-tiba, Zahra kembali dengan mengajak Abah ketika gua sedang asik-asiknya menikmati singkong goreng.

Abah nampak kebingungan karena tiba-tiba diajak ke teras "Mas Raja mau ngomong" kata Zahra ke Abah

Gua deg-degan, karena belum menyiapkan kalimat yang tepat untuk memberitahu Abah.

Abah yang duduk di samping gua menunggu perihal apa yang ingin gua bicarakan. Di samping, ada Zahra yang terus-terusan menyenggol lengan gua.

"Sakderenge, kulo nyuwun ngapurane.. (sebelumnya, aku minta maaf...)" ucap gua terbata-bata

"Rak usah gaya-gayaan nganggo boso kromo, plegak-pleguk ngono kok (ngga usah gaya-gayaan pakai bahasa jawa krama, ngga lancar gitu)" potong Abah sebelum gua selesai berbicara

"Aku minta maaf sama Abah sebelumnya. Jadi sebenernya aku sama Zahra punya hubungan" gua menekankan suara saat mengucap kata hubungan

"Oh jadi Raja alasan kamu nolak lamaran kemaren?" Tanya Abah ke Zahra.

Zahra pun mengangguk pelan

"Kalian beneran saling suka apa cuma main-main?" Abah melirik ke gua dan Zahra secara bergantian

"Ya beneran" gua menjawab dengan seyakin-yakinnya

"Trus, kapan Eyang Kakung mu ke sini?" Tanya Abah lagi

"Ngapain eyang ke sini?"

Abah mencopot peci hitamnya, kemudian memukulkannya ke lengan gua "lha kamu serius sam Zahra ngga?"

"Ya ngga secepet itu bah, aku minta waktunya dulu, aku belum kerja"

"Kae ning mburi ono tegal nganggut (itu di belakang ada kebun nganggur)"

Gua terbengong, menerawang membayangkan gua yang ngga pernah kerja berat harus memegang cangkul.

"Udah, sana pulang. Jangan ke sini kalo Yangkung mu belum nemuin Abah"

Lengan gua dicengkeram erat, diantarkannya gua sampai ke mobil. Dengan paksa, Abah mengusir gua dari rumahnya.

"Itu kopi sama singkong goreng ku belum abis" gua menatap singkong goreng dan kopi yang masih melambai-lambai
delet3
japraha47
mirzazmee
mirzazmee dan 17 lainnya memberi reputasi
18
Ikuti KASKUS di
© 2025 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.