- Beranda
- Stories from the Heart
Penghuni Gedung Tua, Jangan Baca Sendirian
...
TS
piendutt
Penghuni Gedung Tua, Jangan Baca Sendirian
Konten Sensitif
Penghuni Gedung Tua
Part 1. Tragedi
Terdengar suara langkah orang berjalan di malam yang sunyi. Seorang wanita tengah berdiri tepat di depan pintu apartemen, tangannya yang lincah merogoh tas untuk mencari kunci. Samar-samar ia mendengar suara dari belakang tubuhnya. Karena penasaran, ia berbalik untuk sekedar mengecek suara apakah itu. Ternyata suara itu berasal dari kamar 203, tampak pintu di kamar itu terbuka sedikit. Tergerak hatinya untuk mengintip dari celah-celah pintu.
Terlihat bocah cilik yang terduduk di kursi dengan kepalanya berlumuran darah. Tak lama kemudian ada seorang wanita yang terseok-seok menyerat kakinya yang terluka. Ia merangkak menghampiri bocah cilik itu dengan menahan perih. Samar-samar dari bibirnya mengeluarkan suara yang bergetar.
"Anakku ... Anakku ...."
Tiba-tiba kaki wanita itu ditarik oleh seorang pria berumur 40-an. Ia langsung mengayunkan kapak dan menghantamkannya ke tubuh wanita itu tanpa belas kasihan sama sekali. Darah pun berceceran memenuhi seisi rumah. Pria itu tersenyum sembari mengusap tetesan darah pada wajahnya.
Sontak aksi tersebut membuat wanita yang mengintip tadi terkejut, hampir saja berteriak tetapi dengan cepat ia menutup mulutnya. Namun, sayangnya. Pria yang memegang kapak tadi merasakan kehadirannya. Baru saja wanita itu berdiri dan enggan pergi dari sana, tiba-tiba rambutnya ditarik secara paksa untuk masuk ke kamar tersebut. Pria itu dengan pintarnya membungkam mulut si wanita agar tidak bersuara, kemudian menghempaskan tubuhnya ke tembok.
"Tolong ampuni saya! Saya janji tidak akan mengatakan apa pun, tolong!"
"Kamu sudah terlanjur melihat semuanya!"
Tanpa pikir panjang lagi, pria itu segera mengayunkan kapak ke leher wanita tadi. Ditebasnya leher itu hingga hampir terpisah dari badan. Sang wanita tewas bersimbah darah.
Setelah semua perlakukan itu, ia langsung mengambil bahan bakar. Disiramnya seluruh ruangan kemudian menyalakan api. Membuat seolah-olah terjadi kebakaran untuk menghilangkan semua bukti. Karena pada saat itu tengah malam dan seluruh penghuni sudah tertidur pulas. Alhasil kobaran api makin besar dan melahap hampir 80% dari gedung itu beserta seluruh penghuninya.
Keesokan harinya, terlihat pemadam kebakaran, polisi dan juga mobil ambulance telah membanjiri area itu. Mereka berbondong-bondong untuk memadamkan api yang masih berkobar-kobar.
Di tengah keramaian itu, seorang remaja yang berpakaian seragam SMA menerobos lautan manusia yang sedang menyaksikan kebakaran itu. Namun, aksinya dihentikan oleh pihak keamanan di sana.
"Pak, izinkan saya masuk. Orang tua saya ada di dalam sana, Pak."
"Tidak bisa, Dek. Di dalam masih berbahaya," tolak pria berseragam polisi itu dengan tegas.
Tangisan remaja itu memecah seraya memanggil nama kedua orang tuanya.
Beberapa Minggu kemudian, setelah kejadian kebakaran itu. Pria yang telah membunuh istri dan juga anak semata wayangnya itu ditemukan gantung diri di kamar 203 tanpa tahu alasan sebenarnya.
***
3 tahun kemudian.
Panggil saja Della. Ia seorang mahasiswa yang sedang membuat skripsi terakhirnya.
Tampak ia sedang menggeret koper dan berdiri di depan gedung yang sudah cukup tua. Seorang wanita paruh baya mendatanginya.
"Iya, Nak. Ada perlu apa, ya?" tanya ibu itu dengan senyum yang merekah.
"Begini, Bu," ujar Della sambil mengeluarkan ponselnya. "Saya lihat, di internet kalau Ibu menyewakan kamar kosan dengan harga murah, apakah itu benar?" tanya Della.
Wanita itu mengerti maksudnya.
"Oh ... iya benar, Nak. Apa kebetulan kamu sedang mencari tempat tinggal?" Wanita itu bertanya dengan penasaran.
"Iya, Bu," sahut Della.
"Kalau begitu, mari ibu antar ke tempatnya langsung," sahutnya sambil menggiring Della.
Mereka berjalan di koridor yang sepi, Della mengedarkan pandangan pada gedung yang sudah tua itu. Terlihat sepi dan tak berpenghuni, tetapi anehnya semua tampak bersih meskipun pintu ditutup dengan rapat.
"Bu, apa di sini banyak penghuninya?" tanya Della memecahkan kesunyian.
"Tidak banyak, kok. Hanya beberapa saja, karena dulu pernah terjadi kebakaran, jadi mereka semua enggan tinggal di tempat seperti ini."
"Oh ... kebakaran, ya. Pantas saja gedung di atas terlihat menghitam semua, apakah di atas juga ada yang tinggal?" tanya Della lagi.
"Tidak ada yang tinggal di atas, Nak. Hanya lantai bawah ini yang di tinggali," sahut wanita itu seraya membuka pintu kamar 103.
"Nah, ini kamar kamu, silahkan masuk!" kata wanita itu dan menyuruh Della masuk.
Della masuk dan tampak keheranan. Kamar itu sangat besar sekali, ada dua kamar, dapur, kamar mandi dan ruang tamunya pun luas, tetapi kenapa sewa kosnya sangatlah murah. Della berpikir sejenak.
"Bagaimana ... kamu suka nggak?" tanya wanita itu sambil tersenyum.
Perkataannya mengagetkan Della.
"Oh, iya ... saya suka. Luas juga, ya." Della meringis memperlihatkan deretan giginya.
"Syukurlah kalau kamu suka. Sebenarnya dulu gedung ini bekas apartemen, tapi selepas kebakaran hanya seperti gedung tua dari luar. Namun, fasilitas di setiap kamar masih bagus, kok. Dijamin kamu nggak akan kecewa," jelas wanita itu.
Della mengangguk dengan gembira lalu mengeluarkan sebuah amplop.
"Ini, Bu. Uang kosan saya selama dua bulan, takut kalau saya gunakan untuk yang lain. Jadi, saya bayarkan ke Ibu dulu, ya," kata Della seraya memberi amplop ke wanita itu.
"Terimakasih, Nak. Panggil saja saya, Bu Ratna. Rumah saya di samping gedung ini, kalau ada apa-apa kamu bisa mencari saya ke sana."
"Iya, Bu, nama saya Della."
"Nak, apa kamu masih sekolah atau sudah bekerja?" tanya Ratna.
"Saya mahasiswa tahun ke tiga, Bu. Setelah lulus saya akan langsung bekerja."
"Wah, hebat, yang semangat, ya."
Ratna undur pamit. Sebelum pergi dia sempat berpesan kepada Della.
"Nak, kalau kamu tanpa sengaja mendengar suara-suara dari lantai atas, jangan di hiraukan, ya, mungkin itu suara reruntuhan di atas," kata Ratna menegaskan.
"Oh ... Iya, Bu," sahut Della mengiyakan.
Della langsung menuju ke kamar dan merebahkan tubuhnya di atas ranjang. Ia sempat berpikir apa rumah ini baru saja di tinggali. Karena semua perabotannya tampak begitu bersih. Ia mencoba membuka beberapa lemari di sana, tetapi semuanya kosong tak ada apa pun di sana. Della membuka kopernya dan mulai menata baju-baju yang ia bawa.
Bersambung.
Apa sebenarnya yang terjadi?
Akankah arwah penghuni gedung itu menuntut balas?
Tunggu kelanjutannya di kolom komentar.
Penulis : @piendutt
Sumber : opini pribadi
Part 1. Tragedi
Terdengar suara langkah orang berjalan di malam yang sunyi. Seorang wanita tengah berdiri tepat di depan pintu apartemen, tangannya yang lincah merogoh tas untuk mencari kunci. Samar-samar ia mendengar suara dari belakang tubuhnya. Karena penasaran, ia berbalik untuk sekedar mengecek suara apakah itu. Ternyata suara itu berasal dari kamar 203, tampak pintu di kamar itu terbuka sedikit. Tergerak hatinya untuk mengintip dari celah-celah pintu.
Terlihat bocah cilik yang terduduk di kursi dengan kepalanya berlumuran darah. Tak lama kemudian ada seorang wanita yang terseok-seok menyerat kakinya yang terluka. Ia merangkak menghampiri bocah cilik itu dengan menahan perih. Samar-samar dari bibirnya mengeluarkan suara yang bergetar.
"Anakku ... Anakku ...."
Tiba-tiba kaki wanita itu ditarik oleh seorang pria berumur 40-an. Ia langsung mengayunkan kapak dan menghantamkannya ke tubuh wanita itu tanpa belas kasihan sama sekali. Darah pun berceceran memenuhi seisi rumah. Pria itu tersenyum sembari mengusap tetesan darah pada wajahnya.
Sontak aksi tersebut membuat wanita yang mengintip tadi terkejut, hampir saja berteriak tetapi dengan cepat ia menutup mulutnya. Namun, sayangnya. Pria yang memegang kapak tadi merasakan kehadirannya. Baru saja wanita itu berdiri dan enggan pergi dari sana, tiba-tiba rambutnya ditarik secara paksa untuk masuk ke kamar tersebut. Pria itu dengan pintarnya membungkam mulut si wanita agar tidak bersuara, kemudian menghempaskan tubuhnya ke tembok.
"Tolong ampuni saya! Saya janji tidak akan mengatakan apa pun, tolong!"
"Kamu sudah terlanjur melihat semuanya!"
Tanpa pikir panjang lagi, pria itu segera mengayunkan kapak ke leher wanita tadi. Ditebasnya leher itu hingga hampir terpisah dari badan. Sang wanita tewas bersimbah darah.
Setelah semua perlakukan itu, ia langsung mengambil bahan bakar. Disiramnya seluruh ruangan kemudian menyalakan api. Membuat seolah-olah terjadi kebakaran untuk menghilangkan semua bukti. Karena pada saat itu tengah malam dan seluruh penghuni sudah tertidur pulas. Alhasil kobaran api makin besar dan melahap hampir 80% dari gedung itu beserta seluruh penghuninya.
Keesokan harinya, terlihat pemadam kebakaran, polisi dan juga mobil ambulance telah membanjiri area itu. Mereka berbondong-bondong untuk memadamkan api yang masih berkobar-kobar.
Di tengah keramaian itu, seorang remaja yang berpakaian seragam SMA menerobos lautan manusia yang sedang menyaksikan kebakaran itu. Namun, aksinya dihentikan oleh pihak keamanan di sana.
"Pak, izinkan saya masuk. Orang tua saya ada di dalam sana, Pak."
"Tidak bisa, Dek. Di dalam masih berbahaya," tolak pria berseragam polisi itu dengan tegas.
Tangisan remaja itu memecah seraya memanggil nama kedua orang tuanya.
Beberapa Minggu kemudian, setelah kejadian kebakaran itu. Pria yang telah membunuh istri dan juga anak semata wayangnya itu ditemukan gantung diri di kamar 203 tanpa tahu alasan sebenarnya.
***
3 tahun kemudian.
Panggil saja Della. Ia seorang mahasiswa yang sedang membuat skripsi terakhirnya.
Tampak ia sedang menggeret koper dan berdiri di depan gedung yang sudah cukup tua. Seorang wanita paruh baya mendatanginya.
"Iya, Nak. Ada perlu apa, ya?" tanya ibu itu dengan senyum yang merekah.
"Begini, Bu," ujar Della sambil mengeluarkan ponselnya. "Saya lihat, di internet kalau Ibu menyewakan kamar kosan dengan harga murah, apakah itu benar?" tanya Della.
Wanita itu mengerti maksudnya.
"Oh ... iya benar, Nak. Apa kebetulan kamu sedang mencari tempat tinggal?" Wanita itu bertanya dengan penasaran.
"Iya, Bu," sahut Della.
"Kalau begitu, mari ibu antar ke tempatnya langsung," sahutnya sambil menggiring Della.
Mereka berjalan di koridor yang sepi, Della mengedarkan pandangan pada gedung yang sudah tua itu. Terlihat sepi dan tak berpenghuni, tetapi anehnya semua tampak bersih meskipun pintu ditutup dengan rapat.
"Bu, apa di sini banyak penghuninya?" tanya Della memecahkan kesunyian.
"Tidak banyak, kok. Hanya beberapa saja, karena dulu pernah terjadi kebakaran, jadi mereka semua enggan tinggal di tempat seperti ini."
"Oh ... kebakaran, ya. Pantas saja gedung di atas terlihat menghitam semua, apakah di atas juga ada yang tinggal?" tanya Della lagi.
"Tidak ada yang tinggal di atas, Nak. Hanya lantai bawah ini yang di tinggali," sahut wanita itu seraya membuka pintu kamar 103.
"Nah, ini kamar kamu, silahkan masuk!" kata wanita itu dan menyuruh Della masuk.
Della masuk dan tampak keheranan. Kamar itu sangat besar sekali, ada dua kamar, dapur, kamar mandi dan ruang tamunya pun luas, tetapi kenapa sewa kosnya sangatlah murah. Della berpikir sejenak.
"Bagaimana ... kamu suka nggak?" tanya wanita itu sambil tersenyum.
Perkataannya mengagetkan Della.
"Oh, iya ... saya suka. Luas juga, ya." Della meringis memperlihatkan deretan giginya.
"Syukurlah kalau kamu suka. Sebenarnya dulu gedung ini bekas apartemen, tapi selepas kebakaran hanya seperti gedung tua dari luar. Namun, fasilitas di setiap kamar masih bagus, kok. Dijamin kamu nggak akan kecewa," jelas wanita itu.
Della mengangguk dengan gembira lalu mengeluarkan sebuah amplop.
"Ini, Bu. Uang kosan saya selama dua bulan, takut kalau saya gunakan untuk yang lain. Jadi, saya bayarkan ke Ibu dulu, ya," kata Della seraya memberi amplop ke wanita itu.
"Terimakasih, Nak. Panggil saja saya, Bu Ratna. Rumah saya di samping gedung ini, kalau ada apa-apa kamu bisa mencari saya ke sana."
"Iya, Bu, nama saya Della."
"Nak, apa kamu masih sekolah atau sudah bekerja?" tanya Ratna.
"Saya mahasiswa tahun ke tiga, Bu. Setelah lulus saya akan langsung bekerja."
"Wah, hebat, yang semangat, ya."
Ratna undur pamit. Sebelum pergi dia sempat berpesan kepada Della.
"Nak, kalau kamu tanpa sengaja mendengar suara-suara dari lantai atas, jangan di hiraukan, ya, mungkin itu suara reruntuhan di atas," kata Ratna menegaskan.
"Oh ... Iya, Bu," sahut Della mengiyakan.
Della langsung menuju ke kamar dan merebahkan tubuhnya di atas ranjang. Ia sempat berpikir apa rumah ini baru saja di tinggali. Karena semua perabotannya tampak begitu bersih. Ia mencoba membuka beberapa lemari di sana, tetapi semuanya kosong tak ada apa pun di sana. Della membuka kopernya dan mulai menata baju-baju yang ia bawa.
Bersambung.
Apa sebenarnya yang terjadi?
Akankah arwah penghuni gedung itu menuntut balas?
Tunggu kelanjutannya di kolom komentar.
Penulis : @piendutt
Sumber : opini pribadi
Part selanjutnya di kolom komentar
Part 2 : https://www.kaskus.co.id/show_post/6...5d8c6a7b42458a
Part 3 : https://www.kaskus.co.id/show_post/6...0928247123d574
Part 4 : https://www.kaskus.co.id/show_post/6...40720ce60b1d9e
Part 5 : https://www.kaskus.co.id/show_post/6...9fb167df326581
Part 6. https://www.kaskus.co.id/show_post/6...408604236ae9d2
Part 7. https://www.kaskus.co.id/show_post/6...dc6e65f904bb34
Part 8. https://www.kaskus.co.id/show_post/6...787f1fd1743474
Part 9. https://www.kaskus.co.id/show_post/6...b1ca35375cd23e
Diubah oleh piendutt 31-03-2022 17:05
akun.tome384 dan 59 lainnya memberi reputasi
54
26.2K
183
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•52KAnggota
Tampilkan semua post
TS
piendutt
#50
Penghuni Gedung Tua ( Part 7 )
Part 7. Dijadikan Tumbal
Della terbangun dari tidur karena dering ponselnya berbunyi.
"Iya, Wi." Ternyata itu panggilan dari Dewi
"Del, kamu nggak ke kampus? Loh, suara kamu kenapa? Kok, serak gitu. Jangan-jangan ... kamu lagi sakit, ya?"
Della memegang keningnya, terasa panas. Kepalanya juga mendadak pusing. Dia mengatakan tidak akan pergi ke kampus dulu, padahal hari ini mau mengumpulkan skripsi yang sudah dipersiapkannya. Dewi pun maklum.
"Udah, kamu istirahat aja. Biar nanti aku nyuruh Firman jenguk kamu, sekalian ngambil skripsi itu," tutur Dewi.
"Makasih, Wi," sahut Della lalu mengakhiri panggilan.
Setelahnya, Della merasa badannya lengket. Mungkin karena semalaman berada di bawah selimut hingga mengeluarkan banyak keringat. Dia pun memutuskan untuk pergi mandi. Della melepaskan kalung yang diberikan Sukma dan mulai membasahi tubuh. Hangatnya air shower membuat perasaan Della agak baikan.
Namun, itu hanya sejenak. Dia tersentak, setelah kakinya merasakan sentuhan tangan. Wanita itu melihat ke bawah dan mendapati sesosok wanita dengan wajah penuh belatung tengah menatapnya.
"Arrhhhh!" Spontan dia berteriak dan gegas memakai handuk.
Mendadak air shower berubah menjadi darah. Della berteriak ketakutan dan menutup matanya. Setelah beberapa saat air itu menjadi putih lagi. Della segera bergegas mandi dan pergi ke luar dari sana. Saat dia keluar dari kamar mandi, netranya melihat bekas jejak kaki anak kecil di atas garam-garam yang ditaburkan kemarin malam. Padahal, di rumah itu tidak ada anak kecil dan hanya Della yang tinggal di sana.
Tiba-tiba, terdengar suara wanita menangis. Rasa takutnya tadi belum juga sirna, malah harus ditambah dengan hal seperti ini. Meskipun takut, tetapi dia penasaran dari mana suara itu berasal. Setelah ditelusuri ternyata dari dalam kamarnya. Tampak sesosok wanita berbaju putih tengah duduk di atas ranjang, Della pun memberanikan diri untuk menyentuh pundak wanita itu.
Saat sosok itu menoleh, dia memperlihatkan wajahnya yang hancur dan kepalanya langsung terpisah dari badan. Della langsung berlari keluar rumah, berteriak-teriak meminta tolong. Namun, satu pun tidak ada yang mendengarnya. Dia terus keluar dan berlari tanpa arah.
***
Dewi tampak begitu cemas, sebagai teman terdekat Della dia tidak mungkin diam saja melihat keadaan temannya seperti itu. Dia memberitahukan kepada Firman tentang keadaan Della agar pria itu datang menjenguk.
"Wi, si Della kenapa? Sakit apa dia?" tanya Nana penasaran.
"Nggak, kok. Mungkin cuman kecapean, biar Firman aja yang jenguk dia. Nanti kabarin kami, ya, Fir."
"Pasti itu."
Tampak dari kejauhan Sukma mendengar percakapan mereka. Mendadak, ponselnya berbunyi. Dia segera pergi ke luar ruangan.
"Iya, Paman?" jawab Sukma saat mengangkat panggilan itu.
"Nak, apa kemarin kamu nyari paman. Ini Bibimu baru ngomong tadi," tanya Usman.
"Iya Paman, temannya Sukma ada yang kesusahan. Dia selalu diikuti makhluk halus, Paman," katanya memperjelas.
"Hm, apa kamu sudah memperingatkan dia Sukma."
"Sudah Paman, tapi nggak mempan. Mereka lebih kuat dari aku, tolongin temen Sukma, Paman?" pintanya memelas.
Akhirnya karena iba pada sang keponakan, Usman pergi untuk memenuhi permintaannya. Lega, rasanya. Sukma akhirnya bisa menolong Della. Dia berharap dengan kedatangan pamannya bisa meringankan beban Della selama ini.
***
Ratna sang pemilik gedung tampak pulang dari suatu tempat, di kedua tangannya membawa beberapa ayam hitam. Siti menatapnya dengan penuh curiga. Namun, wanita separuh baya itu tidak perduli. Dia masuk ke sebuah kamar dan tidak memperbolehkan siapa pun masuk. Sesaat kemudian, Ratna keluar dengan membawa dua piring sesajen yang di atasnya ada kemenyan.
Indera penciuman milik Siti langsung menyerap bau kemenyan, karena tak tahan dia pun menutup hidungnya. Namun, dia hanya diam memperhatikan gerak-gerik majikannya yang sudah berjalan keluar membawa kemenyan tadi. Entah, mau diapakan benda itu.
Ratna membawa sesajen itu ke lantai dua pada gedung yang ditinggali Della selama ini. Dia langsung masuk ke kamar 203, kemudian meletakkan sesajen tadi di samping batu nisan yang ada di sana.
"Sudah saatnya aku memberikan tumbal untuk kalian," katanya dengan mata menyeringai.
Siapakah yang dijadikan tumbal oleh Ratna?
Bagaimana kelanjutan kisahnya?
Jangan lupa kasih dukungan ya gan. Terimakasih
Della terbangun dari tidur karena dering ponselnya berbunyi.
"Iya, Wi." Ternyata itu panggilan dari Dewi
"Del, kamu nggak ke kampus? Loh, suara kamu kenapa? Kok, serak gitu. Jangan-jangan ... kamu lagi sakit, ya?"
Della memegang keningnya, terasa panas. Kepalanya juga mendadak pusing. Dia mengatakan tidak akan pergi ke kampus dulu, padahal hari ini mau mengumpulkan skripsi yang sudah dipersiapkannya. Dewi pun maklum.
"Udah, kamu istirahat aja. Biar nanti aku nyuruh Firman jenguk kamu, sekalian ngambil skripsi itu," tutur Dewi.
"Makasih, Wi," sahut Della lalu mengakhiri panggilan.
Setelahnya, Della merasa badannya lengket. Mungkin karena semalaman berada di bawah selimut hingga mengeluarkan banyak keringat. Dia pun memutuskan untuk pergi mandi. Della melepaskan kalung yang diberikan Sukma dan mulai membasahi tubuh. Hangatnya air shower membuat perasaan Della agak baikan.
Namun, itu hanya sejenak. Dia tersentak, setelah kakinya merasakan sentuhan tangan. Wanita itu melihat ke bawah dan mendapati sesosok wanita dengan wajah penuh belatung tengah menatapnya.
"Arrhhhh!" Spontan dia berteriak dan gegas memakai handuk.
Mendadak air shower berubah menjadi darah. Della berteriak ketakutan dan menutup matanya. Setelah beberapa saat air itu menjadi putih lagi. Della segera bergegas mandi dan pergi ke luar dari sana. Saat dia keluar dari kamar mandi, netranya melihat bekas jejak kaki anak kecil di atas garam-garam yang ditaburkan kemarin malam. Padahal, di rumah itu tidak ada anak kecil dan hanya Della yang tinggal di sana.
Tiba-tiba, terdengar suara wanita menangis. Rasa takutnya tadi belum juga sirna, malah harus ditambah dengan hal seperti ini. Meskipun takut, tetapi dia penasaran dari mana suara itu berasal. Setelah ditelusuri ternyata dari dalam kamarnya. Tampak sesosok wanita berbaju putih tengah duduk di atas ranjang, Della pun memberanikan diri untuk menyentuh pundak wanita itu.
Saat sosok itu menoleh, dia memperlihatkan wajahnya yang hancur dan kepalanya langsung terpisah dari badan. Della langsung berlari keluar rumah, berteriak-teriak meminta tolong. Namun, satu pun tidak ada yang mendengarnya. Dia terus keluar dan berlari tanpa arah.
***
Dewi tampak begitu cemas, sebagai teman terdekat Della dia tidak mungkin diam saja melihat keadaan temannya seperti itu. Dia memberitahukan kepada Firman tentang keadaan Della agar pria itu datang menjenguk.
"Wi, si Della kenapa? Sakit apa dia?" tanya Nana penasaran.
"Nggak, kok. Mungkin cuman kecapean, biar Firman aja yang jenguk dia. Nanti kabarin kami, ya, Fir."
"Pasti itu."
Tampak dari kejauhan Sukma mendengar percakapan mereka. Mendadak, ponselnya berbunyi. Dia segera pergi ke luar ruangan.
"Iya, Paman?" jawab Sukma saat mengangkat panggilan itu.
"Nak, apa kemarin kamu nyari paman. Ini Bibimu baru ngomong tadi," tanya Usman.
"Iya Paman, temannya Sukma ada yang kesusahan. Dia selalu diikuti makhluk halus, Paman," katanya memperjelas.
"Hm, apa kamu sudah memperingatkan dia Sukma."
"Sudah Paman, tapi nggak mempan. Mereka lebih kuat dari aku, tolongin temen Sukma, Paman?" pintanya memelas.
Akhirnya karena iba pada sang keponakan, Usman pergi untuk memenuhi permintaannya. Lega, rasanya. Sukma akhirnya bisa menolong Della. Dia berharap dengan kedatangan pamannya bisa meringankan beban Della selama ini.
***
Ratna sang pemilik gedung tampak pulang dari suatu tempat, di kedua tangannya membawa beberapa ayam hitam. Siti menatapnya dengan penuh curiga. Namun, wanita separuh baya itu tidak perduli. Dia masuk ke sebuah kamar dan tidak memperbolehkan siapa pun masuk. Sesaat kemudian, Ratna keluar dengan membawa dua piring sesajen yang di atasnya ada kemenyan.
Indera penciuman milik Siti langsung menyerap bau kemenyan, karena tak tahan dia pun menutup hidungnya. Namun, dia hanya diam memperhatikan gerak-gerik majikannya yang sudah berjalan keluar membawa kemenyan tadi. Entah, mau diapakan benda itu.
Ratna membawa sesajen itu ke lantai dua pada gedung yang ditinggali Della selama ini. Dia langsung masuk ke kamar 203, kemudian meletakkan sesajen tadi di samping batu nisan yang ada di sana.
"Sudah saatnya aku memberikan tumbal untuk kalian," katanya dengan mata menyeringai.
Siapakah yang dijadikan tumbal oleh Ratna?
Bagaimana kelanjutan kisahnya?
Jangan lupa kasih dukungan ya gan. Terimakasih
simounlebon dan 20 lainnya memberi reputasi
21
Tutup