Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

Yunie87Avatar border
TS
Yunie87
Anak Sambung

Tidak pernah terbayangkan sebelumnya aku akan punya anak sambung, walau dulu pernah sih bercita-cita punya banyak anak asuh. Namun, Allah mentakdirkanku menikah dengan duda beranak dua. 


Beruntungnya aku mereka--Fadil dan Adel, anak-anak periang. Mereka cepat sekali akrab denganku. "Ibuk lagi apa?" sapa Adel untuk pertama kalinya. Ya, justru dia yang pertama kali menyapaku. "Nggak ada. Panggil ibu aja, ya, Sayang! Tanpa k," jawabku sambil tersenyum. 


Makin hari kami pun semakin akrab. Terlihat mereka memang sangat merindukan kasih sayang seorang ibu. Bunda mereka meninggal tiga tahun yang lalu, ketika Fadil berumur empat tahun dan Adel tiga tahun. Ayah dan keluarga ayahnya lah yang mengurus mereka selama tiga tahun belakangan ini. 


Adel biasanya akan dibawa ke tempat kerja sama ayahnya, sedangkan Fadil dibawa tante--adik ayahnya ke tempat dia mengajar. Nenek dan kakeknya sibuk berjualan dari pagi hingga sore. Jadi mereka memang terbiasa pada malam hari saja menghuni di rumah.


"Istri ayah ada dua 'kan, Yah? Satu udah meninggal, satu lagi ibu." Mendengar ucapan Fadil, ayahnya hanya terdiam. Ada-ada saja memang anak kelas satu SD ini.


Lain lagi dengan si kecil Adel, "Suami ibu, Abang Indra 'kan, Bu?" Mukaku berubah manyun. "Ondeh, anak oy, apalah yang ditanyakan ni?" Dia hanya ngakak.


"Ibu ini luculah." Adel senyum-senyum menatapku. Si rambut kriwil ini memang sering sekali menggoda dan mengerjai aku. Mulai main drama pura-pura nangis, cari perhatian ketika aku megang HP atau berbicara dengan orang lain. Bahkan ketika aku lagi duduk santai, dia dengan santainya menjatuhkan pinggulnya di pahaku. Sungguh terasa sekali bagi orang yang minim daging sepertiku.


"Ibu nggak bisa marah?" tanya Adel penasaran. "Bisa." Aku pun membesarkan bola mata.

"Marah gitu, aja?" Dia tertawa. "Haha, ibu ini benar-benar lucu."


"Jadi, ibu harus gimana?" Aku pun pura-pura nangis. Adel pun semakin terbahak-bahak. "Ibu palebe." 


Ketika kami memulai hidup di lingkungan baru, orang tidak akan menyangka jika Adel dan Fadil bukan anak kandungku. Perlakuan mereka, pun sebaliknya aku pada mereka, jauh sangat berbeda dengan yang terjadi di sinetron pada umumnya. 


Fadil yang hanya dua kali sekali seminggu tinggal denganku, juga sangat manja. "Abang mau juga disuapin, Bu?" Padahal dia baru saja selesai makan. Dia iri ketika aku menyuapi adiknya. Namun, aku bahagia mendengarnya.


anak sambung (2)

Anak Sambung (3)

Anak Sambung (4)

Anak Sambung (5)

Anak Sambung 6





Diubah oleh Yunie87 20-02-2022 04:34
jiyanq
bukhorigan
sargopip
sargopip dan 12 lainnya memberi reputasi
13
2.3K
48
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the HeartKASKUS Official
31.6KThread42.5KAnggota
Tampilkan semua post
Yunie87Avatar border
TS
Yunie87
#11
Anak Sambung (3)


Aku agak heran dengan sikap ayah anak-anak, bukankah seharusnya dia senang aku bisa cepat akrab, bahkan menjadi sangat dekat dengan anak-anaknya. Namun, hal itu tidak aku ucapkan. Mungkin waktu akan menjawabnya.


Hingga suatu waktu aku yang sedang di kamar mendengar, "Dedek sayang sama Ayah 'kan, Nak? Dedek anak ayah, apa bu Yun?" Ondeh, dalam hati ada rasa ngakak plus sedih. Ternyata ayah anak-anak cemburu, takut anaknya lebih sayang padaku daripada dia. Pun aku sedih, dianggap sebagai saingan. Hmmm, ada-ada saja memang. 


Eh, tapi setelah aku pikir-pikir lagi, wajar juga ayah anak-anak merasa seperti itu. Selama tiga tahun setengah ini, anak-anak memang sangat akrab hanya dengannya dan tiba-tiba hanya dalam kurun sebulan perhatian Fadil dan Adel terbagi dua denganku. Apalagi Adel, sering menolak jika ayahnya ngajak pergi, misalnya sekadar keluar sebentar atau pergi ke rumah neneknya. Lebih memilih di rumah bersamaku.


Walau aku melihatnya, anak-anak ini lebih menginginkan hidup di keluarga yang utuh. Pernah aku dengar ketika Fadil dan Adel bermain dengan ayahnya, "Ajak juga ibu main, yah! Berempat kita mainnya." Pun ketika mereka diajak ayahnya keluar, "Ibu ajak juga, Yah!" 


Mereka sangat merindukan bisa seperti teman-temannya, hidup dengan keluarga yang utuh. Entahlah, ayahnya menyadari itu atau tidak. Bahkan ketika aku menjemput Adel pulang sekolah, dia tertawa dan merasa bangga punya ibu. Biasanya selalu ayah yang menjemputnya. Berbeda dengan teman-temannya yang selalu dijemput mama mereka.


***

Dari dulu aku memang suka anak kecil. Terlebih pernah kehilangan sepasang anak yang dititipkan Allah, membuatku tidak ingin memarahi anak-anak yang belum berakal. Namun, bukan berarti aku tidak bisa marah. Pada keponakan yang besar aku akan marah, jika mereka melakukan kesalahan. Pun pada Fadil dan Adel. Hanya saja marahku berbeda pada setiap anak.


Jika pada keponakan aku marah sambil menasehati, maka pada Fadil dan Adel biasanya dengan tidak mengindahkan mereka. Aku benar-benar cuek, nanti mereka sedih. Nah, barulah nasehatku mau didengarkan mereka. Walau terkadang aku kasihan pada mereka, terlihat mereka seperti tidak ingin kembali kehilangan seorang ibu.


Ah, semoga memang hanya maut saja yang memisahkan kami. Aku pun tidak mengerti, mengapa bisa sayang pada mereka. Bahkan ketika aku pulang kampung--berpisah untuk sementara, ada rasa kangen yang membuat dada ini sesak. Baru kusadari, benar kata Dilan. Rindu itu berat.

rinandya
jiyanq
Rainbow555
Rainbow555 dan 3 lainnya memberi reputasi
4
Tutup
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.