- Beranda
- Stories from the Heart
Ku Kejar Cintamu Sampai Garis Finish
...
TS
congyang.jus
Ku Kejar Cintamu Sampai Garis Finish

Tuhan tidak selalu memberi kita jalan lurus untuk mencapai suatu tujuan. Terkadang dia memberi kita jalan memutar, bahkan seringkali kita tidak bisa mencapai tujuan yg sudah kita rencanakan diawal. Bukan karena tuhan tidak memberi yg kita inginkan, tetapi untuk memberi kita yg terbaik. Percayalah, rencana Tuhan jauh lebih indah.
Quote:
Polling
Poll ini sudah ditutup. - 13 suara
Siapa yang akan menjadi pemaisuri Raja?
Olivia
31%
Bunga
8%
Diana
15%
Zahra
15%
Okta
8%
Shinta
23%
Diubah oleh congyang.jus 04-03-2022 10:27
JabLai cOY dan 37 lainnya memberi reputasi
38
165.6K
793
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•52KAnggota
Tampilkan semua post
TS
congyang.jus
#705
Part 91 - Selalu Ada Cinta Dan Patah Hati Di Jogja
"loh, kok udah pulang. Kirain nginep di sana dulu. Ini kenapa juga motornya diangkut pake mobil? Mogok?" Mamah menyambut kedatangan gua di rumah
Gua hanya menggeleng lesu.
"Ngga tau tante, anaknya belum mau cerita" saut Ryan
Mas Joe dan Ryan segera menurunkan motor gua dari dari atas pick up.
Mamah sempat menawari mereka mampir untuk makan terlebih dahulu, namun mereka menolak. Mungkin karena tahu suasana hati gua sedang tidak cerah, jadi Ryan dan Mas Joe memutuskan untuk langsung pulang.
"Makasih mas.." ucap gua ke Mas Joe
"Iya. Ntar kalo udah ngerasa enakan, main-main aja ke bengkel. Semua masalah jangan lu pendem sendiri" kata Mas Joe
Kemudian mobil mereka mulai berjalan meninggalkan rumah gua.
Di kamar, gua memandangi langit-langit, merenungi setiap masalah yang gua alami. Entah apa jadinya gua tanpa Zahra. Entah apa alasan Abah menerima seseorang pria yang ingin melamar anaknya ketika ijazah kami pun belum keluar dari pihak sekolah!
"Mas, udah sore" Mamah menggoyangkan kaki gua pelan, meminta agar gua segera bangun karena hari sudah mulai gelap.
Kepala gua agak terasa pusing karena tidur siang yang terlalu lama. Ditambah perut yang terakhir terisi pagi hari tadi.
Sehabis cuci muka, gua menuju ke dapur mencari makanan. Namun yang ada hanyalah meja marmer tanpa terdapat apapun di atasnya.
Terbayang sosok Zahra yang biasanya menyiapkan makanan di meja ini. Lalu dengan telaten ia menuang nasi ke piring gua. Sekarang sosok tersebut sudah tak ada lagi.
"Makan diluar aja mas, Mamah temenin" ucap mamah.
"Dini ngga ikut?" Tanya gua yang tak melihat Dini digendongan Mamah
"Ngga, kasihan nanti capek. Mamah mau belanja dulu soalnya"
Sekejap kemudian, kami tiba di resto salah satu mall pusat kota.
"Mah, aku mau tanya"
Mamah mengangkat alisnya
"Salah ngga kalo aku ngerebut cewek yang udah tunangan sama orang?"
Mamah menelan sejenak makanan di mulut "kok tiba-tiba tanya begitu?"
"..."
"Tergantung dari sudut pandang mana kamu ngelihat. Di satu sisi, mereka masih tunangan, belum ada keterikatan secara hukum maupun agama. Tapi di sisi lain sebagai manusia, mereka udah berkomitmen, terus apa kamu sejahat itu buat menghancurkan komitmen antara mereka berdua?"
"Kalo kasusnya bukan karena komitmen, tapi calon pilihan orang tua?"
"Ya sama aja, orang tua mereka udah saling merencanakan. Kalau kamu ngerebut orang yang udah tunangan, bakal ada pihak keluarga yang kecewa"
Gua memijat-mijat dahi yang tiba-tiba terasa berat.
"Emang kenapa? Pacarmu dilamar orang?"
Gua mengangguk
"Mamah tuh kalo lihat kamu tuh agak gimana ya. Ganteng, tapi kok patah hati mulu. GGS!"
"GGS apaan?"
"Ganteng Ganteng Sakne (Ganteng Ganteng Kasihan)" jawab Mamah sambil tertawa kecil
"Kok malah diledekin sih!"
--
Seharian gua pergi dari rumah, ketika pulang gua lihat ada sepatu milik Zahra di teras.
Gua berjalan masuk, melihat sejenak ke arah kamar yang tertutup pintunya. Lalu lanjut naik ke arah kamar.
Ini bakal jadi momen awkward sepanjang waktu.
Keesokan paginya, gua bangun seperti biasa. Bedanya, mungkin pagi ini sudah tak akan ada lagi kopi dan gorengan di meja depan.
Zahra membuka pintu kamarnya bertepatan dengan gua yang tiba di ujung tangga. Mata kami saling beradu, rasa canggung membekukan mulut untuk berbasa-basi.
"Hai" ia tersenyum kikuk
Gua membalas senyumnya semanis mungkin, tanpa mengucap apapun. Langkah kaki gua lanjutkan ke teras rumah, meresapi waktu yang hampir setahun gua sia-siakan.
Tak berselang lama, datang Zahra membawa kopi untuk gua. Ahh, setidaknya kopi di pagi hari gua masih dibuat dengan tangan yang sama.
Banyak perubahan dari dirinya. Rambutnya kini dipotong sebahu, dengan warna hijau di salah satu bagian rambutnya. Sebelumnya, gua ngga pernah sekalipun melihat Zahra dengan rambut sependek itu.
Gaya rambutnya kali ini membuatnya terlihat lebih fresh. Cantik, namun bukan cantiknya gua lagi.
Kalau boleh jujur, ia jauh berbeda dibanding Zahra yang gua kenal saat pertama kali bertemu. Ia sudah tak sepolos saat masih pertama tiba di kota ini.
"Kapan nyampe?" Gua mencoba menghilangkan rasa canggung antara kami berdua
"Aku tuh udah dari kemaren siang dateng, terus sorenya pergi sama Mbak Oliv. Tadinya mau ngajak mas Raja, tapi ditungguin sampe abis ashar belum pulang. Yaudah deh, aku pergi berdua sama Mbak Oliv. Hehe"
"Rambut dicat begituan Mbak Oliv yang ngajarin?"
"Engga, aku sendiri yang minta. Mas Raja jangan marah, aku udah minta izin ke abah kok" ia tertunduk lesu
Kamu udah bukan punyaku lagi ra, ngga ada hak buat aku ngelarang kamu ngelakuin apa yang kamu mau.
"Mau dibeliin gorengan ngga?" Tanya Zahra
"Ngga usah, makasih" jawab gua singkat
Kami terdiam dalam lamunan masing-masing. Entah apa yang dipikirkannya. Yang jelas, gua masih tak percaya dengan apa yang terjadi beberapa hari ini.
"Mas jalan-jalan yuk, abis kelulusan kita belum liburan loh" ajaknya manja
"Emang mau kemana?"
"Jogja!"
"Males" lalu gua kembali ke kamar dan memutuskan bermain point blank dengan Izal.
Bisa-bisanya, Zahra bersikap biasa saja setelah apa yang diperbuatnya kemarin. Tak ada penjelasan ataupun ucapan dari mulut mungilnya.
Hampir setiap jam Zahra masuk ke kamar gua sebagai pengganggu. Kadang ia membawa minuman dan makanan ringan untuk gua, atau hanya duduk-duduk di tempat tidur sambil memandangi gua yang sering kena headshoot di map Redrock.
"Ah cupu, mati terus" ledeknya
Hingga sore hari tiba, tak bosan-bosannya Zahra merengek meminta agar dituruti kemauannya yang ingin liburan ke Jogja.
Bomb Defuse! Blue team, win
"Sana siap-siap, berangkat sore ini" akhirnya gua menyerah
Dengan kegirangan ia berlari menuju kamarnya. Beberapa jam kemudian, tiba lah kami di pusat perbelanjaan malioboro.
Tak henti-hentinya Zahra tersenyum dan memeluk lengan gua sepanjang kami berbelanja di malioboro.
Bisa-bisanya gua bermesraan dengan tunangan orang
"Bagus yang mana mas?" Ia memegang dua kaos bertuliskan jogja di kedua tangannya. Mempertimbangkan model mana yang akan dipilih, satu model di tangan kirinya berwarna abu-abu, satunya lagi berwarna putih.
"Yang putih" ucap gua
"Kamu ngga beli kalung gitu?" Ia menunjuk kalung dengan bandul taring celeng di salah satu pedagang aksesoris
"Kayak kreak" gua menggeleng. Di beberapa tongkrongan kreak, pasti ada saja bocah yang pakai kalung seperti itu. Tali berwarna hitam dan bandul taring celeng imitasi yang biasanya dibuat dari tulang ikan.
"Kan kamu kreak juga" ia tertawa kecil
"Ganteng gini dibilang kreak"
"Ganteng doang, patah hati mulu"
"Ya lu yang ninggalin njir" batin gua
Setelah puas berbelanja, kami menuju warkop yang terletak di seberang malioboro.
"Enak ngga, ngicip dong" melirik ke arah kopi joss milik gua
"Tadi ngga mau, sekarang pengen" gua menggeser gelas kopi agar lebih dekat ke arah Zahra
"Eh, kok enak. Tuker ya?" Mintanya dengan manja.
"Terserah" balas gua singkat. Yang penting kamu bahagia, ra. Aku entar aja, gampang.
Pikiran gua tiba-tiba rewind di saat makan sate ayam di trotoar malioboro dengan Okta. Kali ini gua kembali ke tempat ini, namun dengan orang yang berbeda, dengan suasana yang berbeda juga.
Jika hari itu gua ke kota ini dengan perasaan yang sedang dimabuk asmara, kali ini gua datang ke kota ini dengan perasaan yang tak jelas apa yang dirasa.
Tentu patah hati bukanlah hal baru bagi gua. Ditinggal karena harta, ditinggal nikah, tak direstui orang tua, cinta beda agama, semua pernah gua rasakan. Gua sudah khatam tentang bab kehilangan.
"Kita mau nginep mas?"
"Ngga lah, emang kamu bawa baju ganti?"
"Ngga"
"Yaudah"
Zahra sudah tertidur pulas ketika mobil yang gua kendarai mulai memasuki tol surakarta.
Entah datang ide darimana, gua malah mengubah arah menuju barat, bukan pulang ke rumah.
"udah lah, bawa kabur aja sekalian" bisik setan di telinga gua, dan gua terhasut dengan ide tersebut.
Gua hanya menggeleng lesu.
"Ngga tau tante, anaknya belum mau cerita" saut Ryan
Mas Joe dan Ryan segera menurunkan motor gua dari dari atas pick up.
Mamah sempat menawari mereka mampir untuk makan terlebih dahulu, namun mereka menolak. Mungkin karena tahu suasana hati gua sedang tidak cerah, jadi Ryan dan Mas Joe memutuskan untuk langsung pulang.
"Makasih mas.." ucap gua ke Mas Joe
"Iya. Ntar kalo udah ngerasa enakan, main-main aja ke bengkel. Semua masalah jangan lu pendem sendiri" kata Mas Joe
Kemudian mobil mereka mulai berjalan meninggalkan rumah gua.
Di kamar, gua memandangi langit-langit, merenungi setiap masalah yang gua alami. Entah apa jadinya gua tanpa Zahra. Entah apa alasan Abah menerima seseorang pria yang ingin melamar anaknya ketika ijazah kami pun belum keluar dari pihak sekolah!
"Mas, udah sore" Mamah menggoyangkan kaki gua pelan, meminta agar gua segera bangun karena hari sudah mulai gelap.
Kepala gua agak terasa pusing karena tidur siang yang terlalu lama. Ditambah perut yang terakhir terisi pagi hari tadi.
Sehabis cuci muka, gua menuju ke dapur mencari makanan. Namun yang ada hanyalah meja marmer tanpa terdapat apapun di atasnya.
Terbayang sosok Zahra yang biasanya menyiapkan makanan di meja ini. Lalu dengan telaten ia menuang nasi ke piring gua. Sekarang sosok tersebut sudah tak ada lagi.
"Makan diluar aja mas, Mamah temenin" ucap mamah.
"Dini ngga ikut?" Tanya gua yang tak melihat Dini digendongan Mamah
"Ngga, kasihan nanti capek. Mamah mau belanja dulu soalnya"
Sekejap kemudian, kami tiba di resto salah satu mall pusat kota.
"Mah, aku mau tanya"
Mamah mengangkat alisnya
"Salah ngga kalo aku ngerebut cewek yang udah tunangan sama orang?"
Mamah menelan sejenak makanan di mulut "kok tiba-tiba tanya begitu?"
"..."
"Tergantung dari sudut pandang mana kamu ngelihat. Di satu sisi, mereka masih tunangan, belum ada keterikatan secara hukum maupun agama. Tapi di sisi lain sebagai manusia, mereka udah berkomitmen, terus apa kamu sejahat itu buat menghancurkan komitmen antara mereka berdua?"
"Kalo kasusnya bukan karena komitmen, tapi calon pilihan orang tua?"
"Ya sama aja, orang tua mereka udah saling merencanakan. Kalau kamu ngerebut orang yang udah tunangan, bakal ada pihak keluarga yang kecewa"
Gua memijat-mijat dahi yang tiba-tiba terasa berat.
"Emang kenapa? Pacarmu dilamar orang?"
Gua mengangguk
"Mamah tuh kalo lihat kamu tuh agak gimana ya. Ganteng, tapi kok patah hati mulu. GGS!"
"GGS apaan?"
"Ganteng Ganteng Sakne (Ganteng Ganteng Kasihan)" jawab Mamah sambil tertawa kecil
"Kok malah diledekin sih!"
--
Seharian gua pergi dari rumah, ketika pulang gua lihat ada sepatu milik Zahra di teras.
Gua berjalan masuk, melihat sejenak ke arah kamar yang tertutup pintunya. Lalu lanjut naik ke arah kamar.
Ini bakal jadi momen awkward sepanjang waktu.
Keesokan paginya, gua bangun seperti biasa. Bedanya, mungkin pagi ini sudah tak akan ada lagi kopi dan gorengan di meja depan.
Zahra membuka pintu kamarnya bertepatan dengan gua yang tiba di ujung tangga. Mata kami saling beradu, rasa canggung membekukan mulut untuk berbasa-basi.
"Hai" ia tersenyum kikuk
Gua membalas senyumnya semanis mungkin, tanpa mengucap apapun. Langkah kaki gua lanjutkan ke teras rumah, meresapi waktu yang hampir setahun gua sia-siakan.
Tak berselang lama, datang Zahra membawa kopi untuk gua. Ahh, setidaknya kopi di pagi hari gua masih dibuat dengan tangan yang sama.
Banyak perubahan dari dirinya. Rambutnya kini dipotong sebahu, dengan warna hijau di salah satu bagian rambutnya. Sebelumnya, gua ngga pernah sekalipun melihat Zahra dengan rambut sependek itu.
Gaya rambutnya kali ini membuatnya terlihat lebih fresh. Cantik, namun bukan cantiknya gua lagi.
Kalau boleh jujur, ia jauh berbeda dibanding Zahra yang gua kenal saat pertama kali bertemu. Ia sudah tak sepolos saat masih pertama tiba di kota ini.
"Kapan nyampe?" Gua mencoba menghilangkan rasa canggung antara kami berdua
"Aku tuh udah dari kemaren siang dateng, terus sorenya pergi sama Mbak Oliv. Tadinya mau ngajak mas Raja, tapi ditungguin sampe abis ashar belum pulang. Yaudah deh, aku pergi berdua sama Mbak Oliv. Hehe"
"Rambut dicat begituan Mbak Oliv yang ngajarin?"
"Engga, aku sendiri yang minta. Mas Raja jangan marah, aku udah minta izin ke abah kok" ia tertunduk lesu
Kamu udah bukan punyaku lagi ra, ngga ada hak buat aku ngelarang kamu ngelakuin apa yang kamu mau.
"Mau dibeliin gorengan ngga?" Tanya Zahra
"Ngga usah, makasih" jawab gua singkat
Kami terdiam dalam lamunan masing-masing. Entah apa yang dipikirkannya. Yang jelas, gua masih tak percaya dengan apa yang terjadi beberapa hari ini.
"Mas jalan-jalan yuk, abis kelulusan kita belum liburan loh" ajaknya manja
"Emang mau kemana?"
"Jogja!"
"Males" lalu gua kembali ke kamar dan memutuskan bermain point blank dengan Izal.
Bisa-bisanya, Zahra bersikap biasa saja setelah apa yang diperbuatnya kemarin. Tak ada penjelasan ataupun ucapan dari mulut mungilnya.
Hampir setiap jam Zahra masuk ke kamar gua sebagai pengganggu. Kadang ia membawa minuman dan makanan ringan untuk gua, atau hanya duduk-duduk di tempat tidur sambil memandangi gua yang sering kena headshoot di map Redrock.
"Ah cupu, mati terus" ledeknya
Hingga sore hari tiba, tak bosan-bosannya Zahra merengek meminta agar dituruti kemauannya yang ingin liburan ke Jogja.
Bomb Defuse! Blue team, win
"Sana siap-siap, berangkat sore ini" akhirnya gua menyerah
Dengan kegirangan ia berlari menuju kamarnya. Beberapa jam kemudian, tiba lah kami di pusat perbelanjaan malioboro.
Tak henti-hentinya Zahra tersenyum dan memeluk lengan gua sepanjang kami berbelanja di malioboro.
Bisa-bisanya gua bermesraan dengan tunangan orang
"Bagus yang mana mas?" Ia memegang dua kaos bertuliskan jogja di kedua tangannya. Mempertimbangkan model mana yang akan dipilih, satu model di tangan kirinya berwarna abu-abu, satunya lagi berwarna putih.
"Yang putih" ucap gua
"Kamu ngga beli kalung gitu?" Ia menunjuk kalung dengan bandul taring celeng di salah satu pedagang aksesoris
"Kayak kreak" gua menggeleng. Di beberapa tongkrongan kreak, pasti ada saja bocah yang pakai kalung seperti itu. Tali berwarna hitam dan bandul taring celeng imitasi yang biasanya dibuat dari tulang ikan.
"Kan kamu kreak juga" ia tertawa kecil
"Ganteng gini dibilang kreak"
"Ganteng doang, patah hati mulu"
"Ya lu yang ninggalin njir" batin gua
Setelah puas berbelanja, kami menuju warkop yang terletak di seberang malioboro.
"Enak ngga, ngicip dong" melirik ke arah kopi joss milik gua
"Tadi ngga mau, sekarang pengen" gua menggeser gelas kopi agar lebih dekat ke arah Zahra
"Eh, kok enak. Tuker ya?" Mintanya dengan manja.
"Terserah" balas gua singkat. Yang penting kamu bahagia, ra. Aku entar aja, gampang.
Pikiran gua tiba-tiba rewind di saat makan sate ayam di trotoar malioboro dengan Okta. Kali ini gua kembali ke tempat ini, namun dengan orang yang berbeda, dengan suasana yang berbeda juga.
Jika hari itu gua ke kota ini dengan perasaan yang sedang dimabuk asmara, kali ini gua datang ke kota ini dengan perasaan yang tak jelas apa yang dirasa.
Tentu patah hati bukanlah hal baru bagi gua. Ditinggal karena harta, ditinggal nikah, tak direstui orang tua, cinta beda agama, semua pernah gua rasakan. Gua sudah khatam tentang bab kehilangan.
"Kita mau nginep mas?"
"Ngga lah, emang kamu bawa baju ganti?"
"Ngga"
"Yaudah"
Zahra sudah tertidur pulas ketika mobil yang gua kendarai mulai memasuki tol surakarta.
Entah datang ide darimana, gua malah mengubah arah menuju barat, bukan pulang ke rumah.
"udah lah, bawa kabur aja sekalian" bisik setan di telinga gua, dan gua terhasut dengan ide tersebut.
mirzazmee dan 15 lainnya memberi reputasi
16