Kaskus

Story

gitartua24Avatar border
TS
gitartua24
LIMA BELAS MENIT
LIMA BELAS MENIT



LIMA BELAS MENIT



PROLOG

"Masa SMA adalah masa-masa yang paling ga bisa dilupakan." menurut sebagian orang. Atau paling engga gue anggepnya begitu. Di masa-masa itu gue belajar banyak tentang kehidupan mulai dari persahabatan, bandel-bandel ala remaja, cita-cita, masa depan, sampai menemukan pacar pertama dan terakhir?. Drama? mungkin. pake banget? bisa jadi.


Masa Sma bagi gue adalah tempat dimana gue membentuk jati diri. Terkadang gue bantuin temen yang lagi kena masalah dengan petuah-petuah sok bijak anak umur tujuh belas tahun. Gak jarang juga gue ngerasa labil sama sikap gue sendiri. mau gimana lagi, namanya juga anak muda. Kadang gue suka ketawa-ketawa sendiri dan mengamini betapa bodohnya gue saat itu.


Gue SMA di jaman yang namnya hp B*ackberry lagi booming-boomingnya. Di jaman itu juga yang namanya joget sapel-sapelan lagi hits. Mungkin kalo lo inget pernah masuk atau bahkan bikin squd sendiri terus launching jaket sambil jalan-jalan di mall mungkin lo bakal malu sendiri saat ada temen lo yang ngungkit-ngungkit masa itu. Gue sendiri paling kesel kalo adan orang petantang-petenteng dengan bangganya bilang kalu dia anggota salah satu squad sapel terkenal di ibu kota dan sekitarnya. Secara saat itu gue lebih suka nonton acara metal di Rossi Fatmawati. Playlist lagi gue juga ga jauh-jauh dari aliran metal, punk, hardcore. Mungkin itu yang ngebuat gue ga terlalu suka lagu EDM atau rap yang mumble. Atau bahkan lagu RnB yang sering ada di top 100 Joox dan Spotify. Yaaa meskipun gue sekarang lebih kompromi dengan dengerin lagu apa aja yang gue suka, ga mandang genre.



Oiya, nama gue Atreya xxxxx. Biasa dipanggil Treya, dengan tinggi 182 cm dan berat 75 kg (naik turun tergantung musim). Ganteng dan menawan? relatif. Nama gue mungkin aneh ntuk orang Indonesia. Tapi gue suka dengan nama ini. karena pada dasarnya gue emang gasuka segala sesuatu yang banyak orang lain suka. Gue anak kedua dari dua bersaudara. Gue lahir dan besar di Jakarta, lebih tepatnya Jakarta selatan. Ga tau kenapa ada pride lebih aja Jakarta selatan dibanding bagian Jakarta lainnya, meskipun gue tinggal di Bintaro, hehe. Bokap gue kerja di suatu kantor yang ngurusin seluruh bank yang ada di Indonesia. Meski kerja kantoran tapi bokap gue suka banget yang namanya musik. mungkin darah itu menurun ke gue. Nyokap gue seorang ibu rumah tangga yang ngerangkap jadi pebisnis kecil-kecilah dimana orderan paling ramenya dateng pas bulan puasa. mulai dari makanan kering sampe baju-baju. Kakak gue cewek beda empat tahun. Waktu gue masuk SMA berarti doi baru masuk kuliah. Kakak gue ini orangnya cantik pake banget gan. kembang sekolah gitu dah. Gue bahkan sampe empet kalo ada temen cowoknya yang sok-sok baikin gue.


Lo percaya dengan dunia pararel? Dunia dimana ada diri kita yang lain ngelakuin sesuatu yang beda sama apa yang kita lakuin sekarang. Misalnya lo ada di dua pilihan, dan lo milih pilihan pertama. Untuk beberapa lama setelah lo ngejalanan pilihan lo mungkin lo bakal mukir ""Gue lagi ngapain yaa sekarang kalo milih pilihan yang kedua. mungkin gue lebih bahagi. Atau mungkin lebih sedih." Hal itulah yang ngebuat gue bikin cerita ini.


Ditahun itu gue baru masuk salah satu SMA di Jakarta selatan. Disaat itu juga cerita gue dimulai






INDEX

Part 1 - MOS day
Part 2 - Perkenalan
Part 3 - Peraturan Sekolah
Part 4 - Balik Bareng
Part 5 - Masih MOS Day
part 6 - Terakhir MOS Day
Part 7 - Hujan
Part 8 - Pertemuan
Part 9 - Debat Penting Ga Penting
Part 10 - Atas Nama solidaritas
Part 11 - Rutinitas
Part 12 - Om Galih & Jombang
Part 13 - Gara Gara Cukur Rambut
Part 14 - Rossi Bukan Pembalap
Part 15 - Bertemu Masa Lalu
Part 16 - Menghibur Hati
Part 17 - Ga Makan Ga Minum
Part 18 - SOTR
Part 19 - Tubirmania
Part 20 - Bukber
Part 21 - Masih Bukber
Part 22 - Wakil Ketua Kelas & Wacana
Part 23 - Latihan
Part 24 - The Rock Show
Part 25 - After Show
Part 26 - Anak Kuliahan
Part 27 - Malam Minggu Hacep
Part 28 - Aneh
Part 29 - Kejutan
Part 30 - Dibawah Sinar Warna Warni
Part 31 - Perasaan
Part 32 - Sela & Ramon
Part 33 - HUT
Part 34 - Masuk Angin
part 35 - Kunjungan
Part 36 - Wacana Rico
Part 37 - Atletik
Part 38 - Pengganggu
Part 39 - Nasib jadi Adek
Part 40 - Boys Talk
Part 41 - Taurus
Part 42 - Klise
Part 43 - Eksistensi
Part 44 - Utas VS Aud
Part 45 - Naik Kelas
Part 46 - XI IPA 1
Part 47 - Yang Baru
Part 48 - Lo Pacaran Sama Putri?
Part 49 - Sok Dewasa
Part 50 - Masih Sok Dewasa
Part 51 - Salah Langkah
Part 52 - Penyesalan
Part 53 - Bubur
Part 54 - Bikin Drama
Part 55 - Latihan Drama
Part 56 - Pertunjukan Drama
Part 57 - Coba-Coba
Part 58 - Greet
Part 59 - Sparing
Part 60 - Sedikit Lebih Mengenal
Part 61 - Hal Tidak Terduga
Part 62 - Hal Tidak Terduga Lainnya
Part 63 - Ngedate
Part 64 - Berita Dari Kawan
Part 65 : Second Chance
Part 66 - Maaf Antiklimaks
Part 67 - Bikin Film
Part 68 - Sudden Date
Part 69 - Masih Sudden Date (Lanjut Gak?)
Part 70 - Kok Jadi Gini
Part 71 - Sedikit Penjelasan
Part 72 - Sehari Bersama Manda
Part 73 - Masak Bersama Manda
Part 74 - Malam Bersama Manda
Part 75 - Otw Puncak
Part 76 - Villa & Kebun Teh
Part 77 - Malam Di Puncak
Part 78 - Hari Kedua & Obrolan Malam
Part 79 - Malam Tahun Baru
Part 80 - Shifting
Part 81 - Unclick
Part 82 - Gak Tau Mau Kasih Judul Apa
Part 83 - 17
Part 84 - Hari Yang Aneh
Part 85 - Pertanda Apa
Part 86 - Ups
Part 87 - Menjelang Perpisahan
Part 88 - Cerita Di Bandung
Part 89 - Obrolan Pagi Hari & Pulang
Part 90 - Awal Baru
Part 91 - Agit
Part 92 - Tentang Sahabat
Part 93 - Keberuntungan Atau Kesialan
Part 94 - Memulai Kembali
Part 95 - Belum Ingin Berakhir
Part 96 - Makan Malam
Part 97 - Rutinitas Lama
Part 98 - Sekedar Teman
Part 99 - Bukan Siapa-Siapa
Part 100 - Seperti Dulu
Part 101 - Kue Kering
Part 102 - Perusak Suasana
Part 103 - Cerita Di Warung Pecel
Part 104 - Konfrontasi
Part 105 - Tragedi Puisi
Part 106 - Gak Sengaja Jadian
Part 107 - Day 1
Part 108 - Mengerti
Part 109 - Sisi Lain
Part 110 - Cemburu
Part 111- Cemburu Lagi
Part 112 - Cerita Akhir Tahun
Part 113 - Ketemu Lagi
Part 114 - Malam Panjang
Part 115 - Malam Masih Panjang
Part 116 - Malam Berakhir
Part 117 - Mereka Bertemu
Part 118 - rekonsiliasi
Part 119 - Bicara Masa Depan
Part 120 - Langkah
Part 121 - UN
Part 122 - Pilox & Spidol
Part 123 - Menjelang Prom
Part 124 - Malam Perpisahan
Part 125 - Sebuah Akhir Untuk Awal Baru (TAMAT)
Epilog - Untuk Perempuan Yang Sempat Singgah Di Hati

Terima Kasih, Maaf, & Pengumuman

Special Part : Gadis Manis & Bocah Laki-Laki Di Kursi Depan

MULUSTRASI

Diubah oleh gitartua24 25-04-2022 01:17
muhammadabiyyuAvatar border
fhy544Avatar border
JabLai cOYAvatar border
JabLai cOY dan 122 lainnya memberi reputasi
119
197.8K
1K
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the Heart
KASKUS Official
32.7KThread52KAnggota
Tampilkan semua post
gitartua24Avatar border
TS
gitartua24
#879
Part 125 - Sebuah Akhir Untuk Awal Baru (Tamat)

Sekali lagi, gue melihat ke sekeliling isi kamar yang gue tempati selama hidup gue. Kamar yang sehari-hari keliatan berantakan sekarang semua barang-barang yang ada tersusun rapih di tempatnya masing-masing.

Poster-poster masih tertempel rapih, begitu juga dengan stiker-stiker yang ada di pintu kamar maupun pintu lemari. Gue masih inget banget gimanan antusiasnya gue nempelin poster maupun stiker tersebut. Jaman-jaman liburan lulus smp ke sma adalah jaman dimana gue sering nonton gigs dan dateng ke festifal musik yang juga ada orang jualan kaos. Disana gue bisa mendapatkan poster band favorit gue dan juga berbagai macam stiker.

Sekarang barang-barang yang gue butuhkan udah terkemas di dalam koper yang isinya kebanyakan pakaian. Tas punggung yang gue pakai juga udah gue isi dengan barang-barang yang gue butuhkan nantinya. Sementara itu tangan kanan gue udah memegang tas yang berisikan gitar akustik tua buat nemenin gue di sana. Dibanding mau pindahan, kayaknya gue lebih mirip pengamen mau tur nasional, wkwkwk.

Sekali lagi, gue berputar untuk memandang ke arah sekeliling tempat gue banyak menghabiskan waktu selain di sekolah. Kemudian terlintas dalam benak gue, gimana nanti kalau gue lama ga balik atau tidur di kamar ini lagi. Apa gue bisa.

*****

Dua hari yang lalu, Putri ngajakin cabut. Alesannya buat ngabisin waktu bareng-bareng sebelum gue berangkat. Tapi alih-alih naik motor atau mobil, Putri ngajakin gue jalan naik kendaraan umum. Gue masih belom ngerti kenapa Putri minta naik kendaraan umum, tapi gapapa lah sekali-sekali.

Tapi gue tetep jemput Putri di rumahnya, sekalian nitip motor di rumah dia. Setelah itu kita naik metro mini jurusan blok m. Emang cuman satu nomer itu doang sih yang lewat, dan tujuannya cuman ke blok m. Lagian kalo ada jurusan pulo gadung juga mau ngapain, wkwkwk.

Gue dan Putri duduk di bagian tengah metro mini, gue duduk di bagian luar dan Putri duduk di bagian dalem. Jujur aja, meskipun pas kelas satu gue pulang selalu naik metro jurusan ini (dari smp malah), tapi kayaknya gue jarang banget naik yang ke arah blok mnya, selalu ke arah pulang. Pernah sih waktu awal-awal kelas satu, tapi itu cuman beberapa minggu sampe akhirnya utas dibolehin bawa motor.

Selama di perjalanan gue dan Putri ngobrol-ngobrol. Sengaja kita berangkat pagian soalnya butuh waktu lebih pasti naik kendaraan umum. Metronya juga meskipun bisa dibilang penuh, tapi paling cuman satu atau dua orang yang berdiri, beda pas jam pulang sekolah yang bakal dempet-dempetan. Mungkin karena siang-siang.

Sekitar jam satu gue dan Putri nyampe di terminal blok m. Tujuan pertama kita adalah nyari makanan. Jujur aja gue udah laper banget gara-gara udah agak lewat jam makan siang. Karena ga mau ribet gue dan Putri memutuskan buat milih makanan cepat saji ala jepang di blok m square, tujuan awal kita. Ga sampe lima belas menit makanan di depan gue udah abis, sementara Putri masih menyisakan setengahnya.

Abis nurunin makanan ke perut baru lah kita berdua masuk ke dalem mall. Tapi bukan ke atasnya. Karena kayaknya emang ga ada apa-apa di lantan atas blok m square. Maksud gue, ada sih, cuman ga ada tempat yang di tuju di lantai atas. Paling super market, toko baju palsu, sama toko emas. Ngapai gue ke toko emas -_-.

Tempat yang gue tuju justru berada di basement. Di sana ngejual bermacam-macam cd, kaset, atau bahkan piringan hitam mulai dari yang baru sampe yang bekas. Ada juga yang jual buku-buku bekas. Ada juga sih yang jualan piala atau tukang jait, tapi bukan itu yang gue tuju.

Kalau udah disini biasanya gue bisa menghabiskan waktu berjam-jam sendiri buat memutuskan cd dari band apa yang mau gue beli. Karena harganya ga murah, jadi gue harus pinter-pinter buat milihnya.

Ditemani Putri, gue memasuki satu persatu toko yang ada, melihat koleksi-koleksi jualan mereka. Dan seperti biasa, gue malah jadi sibuk sendiri. Untungnya Putri juga ikutan ngeliat koleksi cd-cd yang ada. ‘eh Tre ada ini.’, ‘eh Put ada itu.’, kira-kira begitulah percakapan yang terjadi ketika kita menemukan sesuatu yang menarik perhatian.

Kalau orang-orang angkatan diatas gue mungkin lebih emilih buat ngoleksi piringan hitam karena lebih bersejarah dan mungkin lebih terlihat nilai jualnya. Sementara gue lebih memilih buat ngoleksi cd karena lebih gampang buat diputer. Selain itu gue juga besar di era cd lebih umum, dan buat piringan hitam juga butuh pemutarnya lagi kan.

“Kenapa kita jarang ke sini yaa Tre?” Tanya Putri saat mengacak-ngacak rak cd.

Gue berpikir sejenak. Bener juga kata Putri. Kenapa gue jarang jalan berdua ke kawakan ini yaaa. “Gue juga ga kepikiran lagi Put.”

Gue dan Putri saling terdiam, kemudian berpandangan, lalu kita berdua malah ketawa karena ga ada kelanjutan dari percakapan kita barusan.

Gue dan Putri baru selesai keliling-keliling tempat tersebut setelah siang berganti malam. Ketika keluar dari basement blok m square langit udah berubah jadi gelap. Sambil memegangi plastik kresek berisikan dua keping cd yang tadi kita beli (gue satu dan Putri satu) gue dan Putri berjalan menyusuri trotoar kawasan blom m square.

Lampu-lampu yang sore hari masih belum dinyalain sekarang berubah jadi terang benderang. Orang-orang menyebut kawasan ini sengan sebutan little tokyo. Emang banyak restoran-restoran jepang serta ekspat-ekspat jepang yang berkunjung atau tinggal di sekitar kawasan ini. Meskipun gue belom pernah ke jepang, tapi kerlap-kerlip lampu neon yang dipasang ngebuat nama yang disematkan nggak terlalu berlebihan.

Sebelum pulang kita berdua memituskan buat makan lagi. Tapi bukan makan-makanan yang berat, lebih ke kaya cemilan, atau lebih tepatnya sate ala jepang. Yaaah meskipun ujung-ujungnya juga kenyang lagi sih.

Gue dan Putri nunggu metro tujuan kita di jalan raya blok m, agak jalan sedikit dari jalan mahakam karena lebih banyak yang lewat sana, dan juga ga perlu nunggu ngetem dibanding ke terminalnya. Kalau gue inget-inget lagi, ini adalah tempat gue dan Putri dulu sering nunggu metro ini waktu kelas sepuluh.

Ga lama setelahnya metro yang kita tunggu pun tiba. Gue naik terlebih dahulu lalu membantu Putri naik dengan mengulurkan tangan, kemudian mempersilahkan Putri duduk di bagian dalam.

“Tau ga sih Tre, ini kaya waktu kita awal-awal kenal dulu.” Ucap Putri seolah membaca pikiran gue.

“Iya sih, tapi kan ga pernah balik naik metro malem, hehe.”

“Yeee….” Plak, pundak gue dipukul sama Putri. “Ngerusak suasana aja, orang lagi nostalgia juga.”

“Tapi dulu kita naik ini terus yaaa Put pas kelas sepuluh.”

“Kan emang ngga ada lagi.”

“Kalo siang biasanya ada anak punk nih.”

“Kalo malem kemana anak punknya?”

“Lagi nyetem ulang ukulelenya kali.” Jawab gue ngasal.

“Ish, aku kira serius.” Plak, sekali lagi pukulan mendarat di pundak kanan gue. “Eh, Tre, dulu siapa yaa yang ngajakin pulang bareng. Kamu atau aku?”

Gue mencoba berpikir sejenak, tapi ge nemuin jawabannya. “Lupa gue put, hehe.”

“Gimana sih, masa lupaa.”

“Emangnya siapa Put?”

“Ga tau, aku juga lupa, hehehe.” Yeee samanya aja nih bocah.

Selama di perjalanan pulang, Putri menyandarkan kepalanya di pundak gue. Sambil terus bercerita tentang hal-hal yang udah kita lalui bersama. Kebanyakannya sih waktu awal-awal kelas sepuluh dan cerita-cerita pulang sekolah.

Tiba di rumah Putri mungkin sekitar jam setengah sembilan malem. Emang memakan waktu lebih banyak dibandingin naik motor, tapi setimpal dengan waktu yang bsa gue habiskan bersama Putri. Kan kalo naik motor boncengan lebih sering diemnya tuh.

Setelah nganterin Putri ke dalem rumahnya gue pun berpamitan. Sebelumnya Putri memaksa nganterin gue ke stasiun buat pergi ke Bandung. Aneh, biasanya orang maksa buat dianterin ini malah maksa buat nganterin. Tapi sebenernya gue

*****

Balik lagi ke hari sekarang, hari dimana gue akan menunggalkan rumah untuk waktu yang lama. Sambil menenteng koper dan tas gitar gue keluar dari kaman, kemudian menutup pintunya. Dengan perlahan-lahan gue menuruni anak tangga karena barang bawaan gue yang terlalu banyak. Gue jadi kepikiran kenapa nggak gue turunin dari semalem -_-

Di lantai bawah Putri udah nungguin gue dari beberapa menit yang lalu. Permintaan Putri kemaren ngebuat gue harus ngerubah rencana mendadak. Dari yang awalnya mau dianterin bokap jadi naik taksi bareng Putri.

Gue berpamitan dengan bokap nyokap gue. Cukup lama juga. Mungkin bisa dibilang acara sungkeman. Berbagai petuah-petuah orang tua dikeluarkan dan mau nggak mau gue pun harus ngedengerin.

Di depan rumah, taksi yang ngebawa gue ke stasiun udah sampe. Lebih tepatnya taksi yang dipake Putri buat ke sini sih. Setelah berpamitan dan dengerin petuah gue mulai beranjak keluar rumah, diikuti dengan Putri lalu bokap nyokap gue.

Sekali lagi, gue berpamitan dengan bokap dan nyokap gue, begitu juga dengan Putri. Kemudian gue masukin barang-barang ke bagasi. Setelah semua barang masuk, gue dan Putri juga udah berada di kursi belakang, setelah argo nyala baru lah taksi mulai jalan.

Selama di perjalanan ga ada percakapan yang terlalu berarti antara gue dengan Putri. Hanya sepatah dua patah kata basa basi yang terucap dari kita berdua. Gue sendiri juga sibuk ngeliatin pemandangan gedung-gedung atau tempat-tempat yang gue lewatin buat menuju stasiun, tetapi pikiran gue entah kemana.

Ketika tiba di stasuin gambir masih ada waktu sekitar lima belas menit sebelum kereta tujuan gue tiba. Waktu yang relatif sebentar dibanding dengan waktu perjalanannya. Nggak ada waktu buat nunggu terlebih dahulu untuk sekedar makan atau jajan, paling kalo mau beli minum.

Sambil berpegangan tangan gue jalan bersama Putri menuju peron stasiun. Putri membantu gue membawakan tas berisi gitar, sementara tangan kiri gue menyeret tas koper yang lumayan berat. Saat naik tangga, mau nggak mau pegangan tangan gue dan Putri harus terlepas terlebih dahulu, sebagai gantinya Putri berpegangan pada bagian belakang baju gue, seolah belum merelakan gue buat pergi.

Di tepi peron, gue dan Putri duduk bersebelahan dan kembali berpegangan tangan, tapi lagi-lagi ngga ada seucap kata pun di antara kita yang keluar. Hilir mudik orang satu persatu bergantian melewati tempat duduk gue dan Putri. Kebanyakan dari mereka mungkin juga memiliki tujuan kota yang sama, meskipun tujuan hidupnya berbeda-beda.

Nggak lama peron terisi oleh banyak bakal calon penumpang, kereta yang gue tuju pun tiba. Ketika kereta berhenti dan pintunya kebuka, satu persatu calon penumpang mulai masuk ke dalam gerbong. Suara pengumuman kehadiran kereta tujuan ini pun kedengeran dari pengeras suara dan menghimbau para penumpang agar segera masuk. Tetapi gue sama sekali belum bergeming.

“Ga masuk Tre?” Tanya Putri yang melihat gue masih berdiam diri.

“Nanti aja dulu.” Jawab gue singkat, seraya menggenggam tangan Putri semakin erat. Seolah-olah gue juga belum rela buat ninggalin Putri.

Ketika pengumuman kembali berbunyi dan mengatakan kalau ini adalah pengumunan terakhir sebelum kereta berangkat, gue baru beranjak dari tempat duduk. Tepat di depan pintu gerbong, gue berbalik arah dan memandang ke arah Putri. Peron udah mulai sepi karena pengunjung udah berada di dalem gerbong, dan beberapa orang yang nganter kerabat mereka juga udah turun.

Entah siapa yang mulai, gue dan Putri berpelukan. Sebuah pelukan perpisahan yang terasa hangat. Gue bahkan bisa merasa bagian kiri pakaian gue sedikit basah. Ketika gue melepaskan pelukan, Putri menyeka kedua matanya. Kedua tangan gue belum terlepas dari pundak Putri.

“Nanti di sana kuliahnya yang serius, jangan kebanyakan begadang.” Ucap Putri.

Gue yang ngedengernya malah ketawa gara-gara omongan Putri kurang lebih sama persis sama apa yang diomongin sama bokap nyokap gue. “Ada lagi nggak wejangannya?”

“Jangan lupa ngasih kabar, jangan suka ngilang.”

“Emang aku pernah ngga ngabarin?”

“Yaaa kan siapa tau aja.” Sergahnya. “Nanti aku main kesana boleh yaa?”

“Pulang pergi?”

“Nginep dong.”

“Emang diizinin?”

“Kamu yang minta izin, hehehe.”

“Yeeee, kalo ngga boleh nanti aku yang main ke sini. Bandung Jakarta deket sih.”

“Yauda, kamu masuk gih.”

“Duluan yaa…”

“Dadaaah….”

“Daahh….”

Saat gue masuk ke dalam gerbong, pintu tiba-tiba tertutup rapat. Kereta mulai berjalan secara perlahan. Putri yang sebelumnya masih gue bisa liat jelas dari balik jendela kini udah menghilang tergantikan panorama kota jakarta siang hari.

Sambil melihat tiket dimana nomer tempat duduk gue berada, gue terus berjalan sampai menemukan kursi yang sesuai dengan tiket yang gue miliki. Setelah meletakkan semua barang-barang di bagasi atas, gue segera menempati tempat duduk.

Sesaat gue termenung, memikirkan beberapa hal. Awalnya gue berpikir kalau ini adalah sebuah akhir cerita, tetapi gue sadar kalau ini adalah sebuah awalan baru. Sambil melihat ke arah bangunan yang seolah bergerak, gue memulai babak baru dalam hidup gue.
yuaufchauza
efti108
golkeun
golkeun dan 17 lainnya memberi reputasi
18
Tutup
Ikuti KASKUS di
© 2025 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.