- Beranda
- Stories from the Heart
Makam Kembar Gunung Kambengan
...
TS
indrag057
Makam Kembar Gunung Kambengan
Spoiler for :
MAKAM KEMBAR GUNUNG KAMBENGAN
(TAMAT)
(TAMAT)
cover by : @sart86
Spoiler for :
Prolog
Wonogiri, awal Oktober 1976
Hari masih gelap. Namun suara kokok ayam jantan mulai terdengar bersahut sahutan, pertanda bahwa pagi mulai datang menjelang. Samar, gema adzan Shubuh berkumandang dari Musholla yang berada di sudut desa Margopuro.Namun suasana di desa itu terlihat masih sepi. Jam jam segini, orang orang lebih memilih untuk merapatkan selimut dan melanjutkan mimpi indah mereka, daripada memenuhi panggilan untuk melaksanakan ibadah itu.
Udara dingin khas pegunungan, menjadi faktor utama yang menyebabkan warga desa Margopuro itu enggan untuk keluar rumah di pagi buta. Apalagi hujan deras yang mengguyur semalam, masih menyisakan gerimis rintik rintik di pagi itu. Kalaupun ada sebagian warga yang tergerak hatinya untuk memenuhi panggilan sholat itu, maka mereka lebih memilih untuk beribadah di rumah saja.
Desa Margopuro memang sebuah desa terpencil yang terletak di kaki Gunung Kambengan. Sebuah gunung kecil yang menjadi bagian dari pegunungan seribu yang membentang dari timur ke barat di sebelah selatan desa. Tak heran kalau desa itu memiliki udara yang sangat dingin. Apalagi di saat pagi buta begini.
Tapi..., tunggu! Sepertinya tak semua warga desa Margopuro memiliki pemikiran yang sama, karena samar, ditengah keremangan dan rintik gerimis, nampak sesosok bayangan yang melangkah bergegas menusuri jalan setapak yang menuju ke arah gunung. Tak begitu jelas sosoknya, karena selain hari masih gelap, sosok itu juga berjalan tanpa membawa alat penerangan sama sekali. Sebagai gantinya, ada sebatang tongkat kayu yang tergenggam di tangan kirinya, yang sesekali ia gunakan untuk menyangga tubuhnya agar tak sampai jatuh tergelincir di jalanan yang licin berlumpur, dan di lain kesempatan ia gunakan untuk menyibak rumpun semak dan ilalang liar yang menjuntai ke tengah jalanan, agar tak menghalangi langkahnya.
Langkahnya begitu tegas dan pasti, juga sedikit terburu buru, sambil sesekali menoleh ke kanan dan kekiri, seolah khawatir kalau ada orang yang memergokinya. Gerak geriknya terlihat sangat mencurigakan. Sepasang kaki yang meski kecil tapi terlihat cukup kuat itu seolah memiliki mata, melangkah dengan lincah menghindari bebatuan sebesar kepalan tangan yang banyak bertebaran di jalan setapak yang menanjak menuju ke arah puncak. Hingga akhirnya, saat sudah hampir sampai di puncak, langkah sosok itu terhenti di depan sepasang makam tua yang berada di tempat itu. Makam, yang letaknya cukup tersembunyi diantara lebatnya semak berduri, dan hanya ditandai dengan onggokan bebatuan padas yang disusun sedemikian rupa hingga membentuk dua empat persegi panjang yang saling berdampingan.
Sosok itu lalu berjongkok di depan kedua makam tua itu, menyalakan anglo yang berisi segenggam abu dapur dan beberapa butir kemenyan yang telah disiram dengan sedikit minyak tanah. Juga membuka bungkusan kembang setaman yang juga telah ia siapkan dari rumah, lalu menaburkan isinya keatas kedua makam itu, sambil mulutnya berkomat kamit menggumamkan kalimat kalimat yang tak begitu jelas terdengar.
Desau angin yang tiba tiba bertiup pelan menggoyang pucuk dedaunan, merontokkan embun embun yang menempel di permukaannya, menimbulkan suara bergemerisik seolah menyahuti bisikan samar yang keluar dari bibir sosok itu. "Tak lama lagi, semua dendam kalian akan terbalas! Dan kalian bisa beristirahat dengan tenang disini! Selamanya!"
Rintik gerimis mulai mereda, seiring dengan munculnya semburat warna jingga di ufuk timur sana, menerangi langkah si sosok itu menuruni jalan setapak, kembali ke arah desa.
Siapa sosok itu sebenarnya? Dan apa maksud serta tujuannya hingga sampai bersusah payah mengunjungi dua makam yang berada di puncak Gunung Kambengan itu di pagi buta dan ditengah rinai gerimis yang tak berkesudahan itu? Mari kita simak kisah selengkapnya, hanya di SFTH Kaskus, forum kita tercinta!
Udara dingin khas pegunungan, menjadi faktor utama yang menyebabkan warga desa Margopuro itu enggan untuk keluar rumah di pagi buta. Apalagi hujan deras yang mengguyur semalam, masih menyisakan gerimis rintik rintik di pagi itu. Kalaupun ada sebagian warga yang tergerak hatinya untuk memenuhi panggilan sholat itu, maka mereka lebih memilih untuk beribadah di rumah saja.
Desa Margopuro memang sebuah desa terpencil yang terletak di kaki Gunung Kambengan. Sebuah gunung kecil yang menjadi bagian dari pegunungan seribu yang membentang dari timur ke barat di sebelah selatan desa. Tak heran kalau desa itu memiliki udara yang sangat dingin. Apalagi di saat pagi buta begini.
Tapi..., tunggu! Sepertinya tak semua warga desa Margopuro memiliki pemikiran yang sama, karena samar, ditengah keremangan dan rintik gerimis, nampak sesosok bayangan yang melangkah bergegas menusuri jalan setapak yang menuju ke arah gunung. Tak begitu jelas sosoknya, karena selain hari masih gelap, sosok itu juga berjalan tanpa membawa alat penerangan sama sekali. Sebagai gantinya, ada sebatang tongkat kayu yang tergenggam di tangan kirinya, yang sesekali ia gunakan untuk menyangga tubuhnya agar tak sampai jatuh tergelincir di jalanan yang licin berlumpur, dan di lain kesempatan ia gunakan untuk menyibak rumpun semak dan ilalang liar yang menjuntai ke tengah jalanan, agar tak menghalangi langkahnya.
Langkahnya begitu tegas dan pasti, juga sedikit terburu buru, sambil sesekali menoleh ke kanan dan kekiri, seolah khawatir kalau ada orang yang memergokinya. Gerak geriknya terlihat sangat mencurigakan. Sepasang kaki yang meski kecil tapi terlihat cukup kuat itu seolah memiliki mata, melangkah dengan lincah menghindari bebatuan sebesar kepalan tangan yang banyak bertebaran di jalan setapak yang menanjak menuju ke arah puncak. Hingga akhirnya, saat sudah hampir sampai di puncak, langkah sosok itu terhenti di depan sepasang makam tua yang berada di tempat itu. Makam, yang letaknya cukup tersembunyi diantara lebatnya semak berduri, dan hanya ditandai dengan onggokan bebatuan padas yang disusun sedemikian rupa hingga membentuk dua empat persegi panjang yang saling berdampingan.
Sosok itu lalu berjongkok di depan kedua makam tua itu, menyalakan anglo yang berisi segenggam abu dapur dan beberapa butir kemenyan yang telah disiram dengan sedikit minyak tanah. Juga membuka bungkusan kembang setaman yang juga telah ia siapkan dari rumah, lalu menaburkan isinya keatas kedua makam itu, sambil mulutnya berkomat kamit menggumamkan kalimat kalimat yang tak begitu jelas terdengar.
Desau angin yang tiba tiba bertiup pelan menggoyang pucuk dedaunan, merontokkan embun embun yang menempel di permukaannya, menimbulkan suara bergemerisik seolah menyahuti bisikan samar yang keluar dari bibir sosok itu. "Tak lama lagi, semua dendam kalian akan terbalas! Dan kalian bisa beristirahat dengan tenang disini! Selamanya!"
Rintik gerimis mulai mereda, seiring dengan munculnya semburat warna jingga di ufuk timur sana, menerangi langkah si sosok itu menuruni jalan setapak, kembali ke arah desa.
Siapa sosok itu sebenarnya? Dan apa maksud serta tujuannya hingga sampai bersusah payah mengunjungi dua makam yang berada di puncak Gunung Kambengan itu di pagi buta dan ditengah rinai gerimis yang tak berkesudahan itu? Mari kita simak kisah selengkapnya, hanya di SFTH Kaskus, forum kita tercinta!
bersambung
Spoiler for Note:
Diubah oleh indrag057 15-09-2024 10:48
rim4mustik4 dan 190 lainnya memberi reputasi
183
129.4K
4.7K
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.1KThread•45.5KAnggota
Tampilkan semua post
indri507
#394
Spoiler for :
Selanjutnya edit aja ndiri
sub :
1. mojopuro.sideka.id
2. inibaru.id
Diubah oleh indri507 22-01-2022 01:05
pulaukapok dan 5 lainnya memberi reputasi
6
Tutup