nona212Avatar border
TS
nona212
Melepas Untuk Bebas
Spoiler for Instagram@melepasmu:



Quote:



Quote:




Quote:



Masih sinopsis pisss....

Quote:


Fiksi ....
Sumber gembar dari Instagram
Diubah oleh nona212 06-12-2021 10:35
runny.n.tesla
GhostFreak666
ariemail
ariemail dan 44 lainnya memberi reputasi
45
7.4K
403
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the HeartKASKUS Official
31.5KThread41.7KAnggota
Tampilkan semua post
nona212Avatar border
TS
nona212
#74
31. Haramkah, kami?

Pagi ini mentari sangatlah indah di pandang oleh mata, bahkan momennya di abadikan oleh Nias, betapapun kesulitan hidup yang dihadapi, selalu ada kebahagiaan di antaranya.

Nias sangat bersyukur, karena kesalahannya yang kemarin itu, tidak membuat Sinta menjadi membencinya, bahkan lebih menyayangi nya bahkan lebih perhatian. Padahal dia sudah melakukan kesalahan fatal, dengan memberikan kesulitan ekonomi lain antaranya. Namun tetap saja dia menyayangi Nias tanpa berkurang sedikitpun, hingga Nias merasa terlindungi ketika berada di pelukan Sinta.

Namun demikian Sinta tidak kehilangan akal, karena modal dagangannya sudah dihabiskan untuk membeli keperluan sekolah. Ada saja yang masih mempercayai Sinta untuk mengambil dagangan dengan sistem habis lalu bayar.

Hingga untuk memenuhi kebutuhan pangannya, Sinta mampu melewatinya. Walaupun ala kadarnya saja. Nias juga tidak tinggal diam, dia mulai bersosialisasi menawarkan dagangan Sinta kepada kawan-kawannya, yang pada akhirnya pintu rezeki mereka tidak terputus karena kehabisan modal.

Bahkan Farhat juga tidak malu berjualan, ketika liburan sekola telah tiba. Dia berkeliling kampung menawarkan dagangan Sinta tanpa kenal lelah dan malu.

Walaupun acapkali berpapasan dengan wanita yang dicintainya, dia tidak pernah malu untuk berjualan, sebab baginya nanti, wanita yang bersamanya haruslah wanita yang mau berbagi suka dan duka. Jikalau wanita itu memandang sebelah mata karena pekerjaannya, maka dia tidak akan mau lagi mendekati wanita tersebut.

"Far, elo kan ganteng! Kenapa jualan key gitu? Malu-maluin tau. Standar kualitas kumuk elo jadi turun."

"Tidak apa-apa, bagiku yang penting bisa meringankan beban kakak! Aku tidak pernah perduli antaranya."

"Elo keren, Farhat! Gue salut sama elo."

Farhat hanya berkeinginan untuk membuat Sinta, tidak lagi berpikiran bahwasanya adik-adiknya tidak akan pernah beranjak dewasa. Karena selalu membebani dirinya. Maka dari itulah dia berusaha untuk lebih maju dan berkembang. Bukan hanya dari segi pelajaran, namun skill yang akan membuat dirinya berguna untuk masa depan.

Sore ini Sinta sedang menikmati secangkir kopi di atas balkon rumahnya. Nampak plafon rumah sudah harus diganti, karena saking tuanya rumah tersebut tidak juga di dandani, bahkan ada bagian yang sampai hancur di makan rayap.

Tiba-tiba Irane menangis sehabis main, dia tidak bisa di bujuk untuk diam, bahkan semakin menjadi-jadi dan mengamuk sebisa mungkin. Sinta mendekatinya dan berkata, "ada apa, dik?"

"Kak, apakah kita semuanya anak haram? Karena masing-masing dari kita tidak satu agama yang sama? Bahkan ayah dan ibu beda agama."

"Dik, setau kakak tidak ada yang namanya anak haram. Adanya perbuatan haram. Lagian ketika ayah dan ibu menikah, mereka satu agama. Katolik. Dan ketika ayah di berikan hidayah untuk masuk ke dalam agama Islam, bukan berarti hubungan mereka lantas menjadi haram. Jadi jika kau di katakan anak haram, cobalah tanyakan apakah ada dalam al Qur'an dan hadis yang menyatakan bahwasanya kita ini adalah anak-anak haram? Kalau memang iya, kita serahkan semuanya kepada penilaian Allah, karena hanya Allah lah sebaiknya baik nya penilai yang ada di muka bumi ini. Kau paham tidak, dik?"

"Tapi aku ... Apakah aku menjadi seorang kafir jika tidak memeluk Islam?"

"Dik, devinisi kafir itu adalah seseorang yang tidak mempercayai adanya TUHAN. Then apakah kau tidak mempercayai adanya tuhan?"

"Tapi menurut agama islam aku adalah termasuk ke dalam golongan manusia kafir kak!"

"Dik, kau ingin mengenal Allah yang kumiliki tidak?"

"Apakah lebih memberikan keamanan?"

"Dik, pada dasarnya rasa aman itu bukan karena agama yang kita anut. Namun dari jiwa kita sendiri, apakah sudah memberikan keamanan yang membuat kita nyaman."

"Kak, aku tidak bisa menciptakan kedamaian dalam diriku sendiri, apakah aku harus ...."

"Dik, singkirkan rasa takutmu, berserah diri saja kepada Allah, sebaik-baiknya zat yang mampu melindungi diri kita dari apapun juga."

"Aku harus apa, kak?"

"Yakin bahwasanya Allah itu ada, bahkan tidak akan meninggalkan kita dengan memberikan cobaan di luar keterbatasan jiwa."

Kemudian Irane mulai bernyanyi, namun karena dia hanya hapal semua lagu-lagu islami, yang sering di dengarkan nya dari para tetangga, maka dia menyanyikan dengan nada yang gembira, bahkan membuat semua kegelisahan nya hilang begitu saja. Dia kembali bermain dan tersenyum.

Sinta kembali menikmati secangkir kopi yang pada akhirnya menjadi dingin. Namun tetap saja dinikmati, sebagai perwujudan dari rasa syukur atas rezeki yang masih bisa dirasakan olehnya, walaupun hanya secangkir kepahitan, akibat kadar gula yang dicampurkan nya tidak sesuai dengan yang seharusnya. Karena stok gula mulai menipis.

"Kak, aku mau ke warnet, ada tugas yang harus di print. Ada uangnya tidak, kak?"

"Ada sayang! Ada!"

"Asikkk, makasih kakak."

Dian memang jarang sekali minta uang, karena dia sangat memahami kondisi dari Sinta, namun demikian ketika dia meminta nya, maka tidak akan pernah alpa untuk diberikan. Lain halnya dengan Nisa yang acap kali keinginannya selalu tertunda, karena jumlah uang yang di minta selalu berjumlah banyak.

Saat Sinta hendak ke surau, tiba-tiba adiknya Biyan datang. Meminta Sinta untuk segera datang menemui Biyan, karena kondisinya begitu kritis.

"Tapi aku masih harus ...."

"Aku bayar waktumu dua jam lima ratus ribu, tolonglah demi kakakku."

"Tapi ...."

"Pergilah kak, aku yang akan menyelesaikan tugas kakak di sini." Farhat mencoba untuk membuat Sinta tidak khawatir dengan semua pekerjaan rumah, yang mana merupakan tanggung jawab semua penghuni rumah.

"Far, nanti kau simpan semua sayuran ke dalam kulkas ya! Lalu suruh Nias untuk menggiling rempah rempah seperti biasa nya."

"Iya, kak!"

Sinta datang ke rumah sakit, ternyata Biyan masih berada di sana. melihat wajahnya yang pucat pasi, bahkan Rani nampak lemah. Menurut dokter Biyan harus segera di operasi.

"Mas Bi sebenarnya sakit apa sih?"

"Hanya usus buntu. Namun dia tidak mau operasi jika belom melihat wajahmu katanya."

"Dia itu hanya mengigau saja, tapi kau malah terlampau serius menghadapi nya. Sebenarnya tidak usah sampai membawanya ke sini, mas! Memalukan sekali kau itu."

"Tapi ...."

"Apa? Menghabiskan uang saja kau mas!"

"Kau sedang hamil, Rani?"

"Iya, anak Biyan!"

"Huss Ratna, eh iya, Sinta! Anak kami yang keempat."

"Hebatlah, sepuluh tahun menikah sudah memiliki empat orang anak."

"Kau kapan menyusulnya? Usiamu sudah dua tujuh tahun loh!"

"Insyaallah akan segera!"

Rani duduk di dekat Biyan, namun suaminya nampak tidak ada rasa cemburu, ketika Rani menciumi wajahnya Biyan. Bahkan nampaknya tidak berdaya dengan kejadian ini. Entah apa yang sebenarnya sedang terjadi, namuan suaminya seperti diam saja, seolah-olah tidak melihat apa yang dilakukan oleh istrinya. Yang mana sedang melakukan hal-hal yang tidak seharusnya di lakukan.

"Ran, kenapa kau berbuat seperti itu? Apakah kau tidak ...."

"Bukan urusanmu, Sinta! Lagian suamiku juga malah keluar, toh dia tidak bereaksi untuk melarang nya."

"Tapi why Ran?"

"Karena pria itu tidak mau kuceraikan!" Kata Rani dengan senyum yang sangat puas karena sudah memberikan Sinta pandangan yang menjijikkan kepada Rani.

Ketika mata Biyan terbuka, akibat merasakan sentuhan dari Rani saat bibir mereka bersatu, maka pada akhirnya pemandangan yang membuat Sinta merasa tidak nyaman membuat nya segera beranjak untuk keluar dari ruangan tersebut, namun ketika Biyan melihat Sinta, dia langsung menghentikan kegiatannya dan memanggil Sinta penuh rasa rindu.

Sinta menoleh, kemudian meminta izin untuk keluar ruangan, karena dia harus segera bekerja kembali. Namun Biyan mencoba untuk meminta waktunya sesaat saja, bahkan membujuk Rani untuk melakukan apa yang diinginkan olehnya.

"Temani saja dulu kak Biyan, Sinta! Ada hal penting yang mau dibicarakannya kepadamu."

Sinta mencoba mendekat dan berhenti di bagian kakinya dan duduk di sebuah kursi rumah sakit.

"Apakah tidak bisa lebih dekat, Sinta! Aku tidak akan memakanmu juga seperti Rani."

"Entahlah, Bi! Kau bukan seperti orang gila di mataku, namun hanya seperti berpura-pura saja. Bicaralah, aku mendengarkannya."

"Aku menanam keris di pekarangan rumah mu, tepatnya di pot besar dari tong sampah, yang berisikan bunga Bougenville. Masih ada bukan bunga tersebut?"

"Sudah di ambil Rani sejak kau pergi ke pulau oak."

"Oh em gue, pantas saja."

"Ya, minta tolong Rani saja! Aku mau pulang."

"Harus kau yang mencabut keris itu, sebab mantra nya atas namamu."

"Maaf aku sibuk sekali."

"Tolonglah! Keris itu jiwaku. Dan waktunya keris tersebut mandi bersamaku."

"Mintalah Rani yang melakukan semuanya itu, aku harus ...."

"Nyawaku tidak akan tertolong jika kau tidak mengambilkan nya untukku, Sinta. Tolong aku."

"Hum, iya baiklah! Sore nanti aku mencoba mencarinya."

Kemudian Sinta pulang tanpa melihat ke arah Biyan yang pada akhirnya meringis kesakitan. Bahkan sakitnya tidak kunjung membaik. Rani kemudian masuk ruangan dan memberikan dadanya untuk Biyan, agar dia tidak lagi merasakan kesakitan.

"Untung kau lekas datang, Rani!"

Lalu apakah rahasia dari keris tersebut? Kenapa harus Sinta yang mengambilnya, apakah yang akan terjadi kemudian?
indrag057
banditos69
banditos69 dan indrag057 memberi reputasi
2
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.