- Beranda
- The Lounge
Negara Maju Pasti Sekuler? Masa Sih?
...
TS
c4punk1950...
Negara Maju Pasti Sekuler? Masa Sih?

Saat ini negara di dunia yang cenderung lebih maju sering dikaitkan tentang sekuler, apakah benar demikian? Karena negara yang tidak sekuler agak lebih susah bergerak menuju arah yang lebih maju.
Coba kita lihat list dari beberapa negara paling maju di dunia, ada Austria, Denmark, Estonia, Belgia, Perancis, Republik Ceko, Yunani, Irlandia, Luksemburg, Italia, Belanda, Portugal, Rusia, Swedia, Spanyol, Monaco, Malta, Slovenia, Norwegia, Siprus, Vatikan. Untuk kawasan Asia ada Singapura, Jepang, Hong Kong, Korea Selatan, Israel, Taiwan, Cina. Lalu di benua lain ada Kanada, Amerika Serikat dan Australia serta Selandia Baru.

List nama negara diatas ini tidak ada sama sekali area Timur Tengah, dan Afrika. Menarik melihat hal itu, apa yang sebenarnya terjadi?
Menurut para peneliti hal itu disebabkan negara yang lebih religius akan susah maju, atau berkiblat menjadi negara industri, tentu saja walau secara data dan fakta yang diungkapkan para peneliti itu benar adanya, namun secara pribadi saya menyangkalnya.
Contoh Jepang maju karena sekuler? Hmm, gimana ya sebenarnya Jepang maju karena tradisi mereka, kalau ditelaah lebih jauh ada tradisi yang dikenal yaitu Bushido yaitu sebuah etika yang dipengaruhi oleh ajaran Budha Zen bisa disebut bagian dari Shinto.

Maka orang Jepang memegang prinsip Bushido yaitu kebenaran, keberanian, kebajikan, rasa hormat, ketulusan, menghormati, loyalitas, dan kontrol diri. Tak heran mereka bisa menjadi maju, karena kultur masyarakatnya yang memang sudah ditanamkan hal positif seperti itu. Maka mau mereka tak beragama pun, prinsip hidupnya memang sudah sesuai tradisi.
Rasa malu, disiplin, tepat waktu dan lainnya bisa dibilang muncul karena keadaan masyarakatnya yang membentuk pola tradisi yang sudah mengakar kuat di Jepang. Jadi konteksnya Jepang masih memakai etika dari sebuah agama, walau secara kepercayaan memang terlihat sekuler.

Lalu negara eropa yang maju karena sekuler, ini juga tidak tepat karena bila menarik lagi hal ini telah diungkap oleh Etika Protestan dan Semangat Kapitalisme (bahasa Inggris: The Protestant Ethic and the Spirit of Capitalism) adalah sebuah buku yang ditulis oleh Max Weber, seorang ekonom dan sosiolog Jerman pada 1904.
Quote:

Di sisi sosiologi dan ekonomi, munculnya protestanisme dianggap telah melahirkan etika protestan yang menumbuhkan budaya kerja di kalangan protestan yang menjadikan mereka sangat makmur dan berpengaruh di Eropa. Disinilah akhirnya eropa bisa menjadi maju seperti saat ini.
Lalu bagaimana dengan Indonesia?
Ini agak berat, salah bicara bisa dihujat. Begini Indonesia disebut negara religius, namun ketika melihat etika-etika positif yang disampaikan oleh agama, kenapa masyarakatnya jauh panggang daripada api?

Kalau memang benar religius, kenapa sampah ada dimana-mana? Kenapa angka korupsinya tinggi? Lantas pembullyan sudah seperti tradisi? Bahkan diskriminasi masih ada? Belum lagi hukum yang cacat disana sini? Lantas maayarakat yang tak ramah dengan lingkungan.
Kalau masyarakat Indonesia benar-benar religius, tentu hal-hal semacam itu tidak ada karena jelas dilarang oleh agama! Tapi kenapa kita melakukan hal itu?

Karena kita menggunakan nama agama, hanya sebagai topeng untuk menutup kemunafikan kita. Bagaimana, paham ya!
Lantas kalau Indonesia sekuler apakah akan menjadi maju? Jawabannya simple jelas tidak, karena prakteknya akan sama saja dengan yang ada sekarang, hanya berganti topeng saja.
Weslah, mumetkan hehehe....
Terima kasih yang sudah membaca thread ini sampai akhir, bila ada kritik silahkan disampaikan dan semoga thread ini bermanfaat, tetap sehat dan merdeka. See u next thread.


"Nikmati Membaca Dengan Santuy"
--------------------------------------
Tulisan : c4punk@2022
referensi : klik, klik, klik, klik
Pic : google




Diubah oleh c4punk1950... 08-01-2022 14:34
alifrian. dan 38 lainnya memberi reputasi
37
7.7K
186
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
The Lounge
1.3MThread•103.9KAnggota
Tampilkan semua post
User telah dihapus
#10
Gw setuju kalau sistem sekuler bukan jaminan negara pasti lebih maju, hanya saja orang2 di negara sekuler itu lebih cermat, mereka sadar kalau masih banyak orang yg gampang dihasut & dibodohin, maka secara ga langsung sistem sekulerisme itu mengurangi potensi konflik SARA, secara fundamental sistem tsb menganggap konflik2 SARA itu ga penting krn bukan bagian dr sistem pemerintahan, jd setidaknya mengurangi potenai tindakan buang2 waktu & energi untuk memperdebatkan atau berkonflik tentang SARA.
Nyadar ga sih, isu SARA itu kalau dicermati cuma berlaku bagi kalangan bawah.
Kalau ada konflik SARA, yg bantai2an ya rakyat kalangan bawah, petingginya dimana? Orasi doang, habis itu tiduran di rumah mewah / istana / hotel bintang 5.
Ada pemimpin terpilih yg konon 'katanya' melalui isu SARA, janji2 kampanyenya berpihak pada pribumi, pendukung2nya nyebar baliho & brosur bermotif SARA, petinggi2 pendukungnya kalau ceramah sering nyinggung isu SARA, toh ujung2nya saat udah dapet jabatan ya beredar foto2 lagi hajatan bareng bos2 gede dr berbagai etnis, ada yg chinese, jawa, sulawesi, dsb.. lho?
Di luar negeri? Trump wkt kampanye terkesan anti islam, toh saat menjabat makin mesra dgn negara2 arab.
Iran juga mesra dgn cina & rusia yg komunis, mau ngm syiah? Pakistan ga kurang mesra ama cina rusia?
Baru2 ini taliban afgan juga mesra dgn cina rusia.
Di palestin malah ada partai komunis, dan hubungan palestin baik kubu fatah maupun hamas mesra juga sama rusia cina.
Semakin tinggi posisi kalian, kalian bakal makin berhubungan dgn banyak orang dr berbagai etnis & agama, jadi kalian bakal nyadar kalau di kalangan atas isu SARA itu ga berlaku.
Di dunia yg penuh dengan kemunafikan ini yg terpenting adalah kantong pribadi mereka, ga peduli etnis & agamanya, menguntungkan jadi kawan, merugikan jadi lawan, isu SARA hanya sebagai penggerak untuk kalangan bawah yg gampang dihasut untuk tujuan & kepentingan mereka, mau sampai kapan kalian pada dijadikan pion yg dikorbanin dan dibodohin?
Nyadar ga sih, isu SARA itu kalau dicermati cuma berlaku bagi kalangan bawah.
Kalau ada konflik SARA, yg bantai2an ya rakyat kalangan bawah, petingginya dimana? Orasi doang, habis itu tiduran di rumah mewah / istana / hotel bintang 5.
Ada pemimpin terpilih yg konon 'katanya' melalui isu SARA, janji2 kampanyenya berpihak pada pribumi, pendukung2nya nyebar baliho & brosur bermotif SARA, petinggi2 pendukungnya kalau ceramah sering nyinggung isu SARA, toh ujung2nya saat udah dapet jabatan ya beredar foto2 lagi hajatan bareng bos2 gede dr berbagai etnis, ada yg chinese, jawa, sulawesi, dsb.. lho?
Di luar negeri? Trump wkt kampanye terkesan anti islam, toh saat menjabat makin mesra dgn negara2 arab.
Iran juga mesra dgn cina & rusia yg komunis, mau ngm syiah? Pakistan ga kurang mesra ama cina rusia?
Baru2 ini taliban afgan juga mesra dgn cina rusia.
Di palestin malah ada partai komunis, dan hubungan palestin baik kubu fatah maupun hamas mesra juga sama rusia cina.
Semakin tinggi posisi kalian, kalian bakal makin berhubungan dgn banyak orang dr berbagai etnis & agama, jadi kalian bakal nyadar kalau di kalangan atas isu SARA itu ga berlaku.
Di dunia yg penuh dengan kemunafikan ini yg terpenting adalah kantong pribadi mereka, ga peduli etnis & agamanya, menguntungkan jadi kawan, merugikan jadi lawan, isu SARA hanya sebagai penggerak untuk kalangan bawah yg gampang dihasut untuk tujuan & kepentingan mereka, mau sampai kapan kalian pada dijadikan pion yg dikorbanin dan dibodohin?
fanserker dan 16 lainnya memberi reputasi
17
Tutup
