- Beranda
- Stories from the Heart
ILLUSI
...
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•52.1KAnggota
Tampilkan semua post
TS
open.minded
#4538
Ode to Rage and Madness
*TIK* *TOK* *TIK* *TOK* *TIK* *TOK*
Suara jam besar yang terletak di ruangan utama rumah Ulric ini mengisi kesunyian ini. Ini adalah hari kelima setelah pertemuan gw dan kelima manusia gila itu. Dan sejak hari itu, kota ini sudah menjadi ladang berburu mereka. Gw melihat notifikasi HP gw yang memantau status orang-orang yang gw incar, dan hampir semuanya sudah memerah, bukan cuma orang yang berhubungan dengan organisasi prostitut yang dilawan Valli saja, tapi juga keluarga dekat mereka juga memerah, menandakan, kelima orang itu benar benar memanfaatkan waktu berburu yang gw kasih ini. Dan karena rata-rata orang yang mereka buru itu adalah kriminal, jadi tidak heran kalau polisi tidak terlalu berisik mengendus orang-orang yang menghilang selama lima hari ini.
Sangat disayangkan gw ga bisa ikut mereka berburu dan melihat langsung apa yang mereka lakukan kepada orang-orang itu, gw bisa merasakan tubuh ini sudah memasuki saat-saat terakhirnya, gw simpan sisa sisa nafas ini untuk momen yang pas.
Gw melihat notifikasi hp yang menunnjukan foto-foto orang yang sudah memerah tandanya. Bayangin, kalo gw gak membatasi apa yang mereka buru. Bayangin kalau gw membebaskan mereka lagi. Pada dasarnya mereka adalah orang yang professional yang mempunyai standard operasional procedure sendiri, track record mereka sempurna dan tidak pernah terendus sama polisi, cuma apes aja mereka terendus oleh Ayah gw. Korban mereka pun tidak terlalu banyak, bisa dihitung jari pertahunnya. Bayangin kalau gw bebasin mereka dari jeratan ini? Oooh pasti akan menyenangkan. Hahahaha.
*BZZZT* *BZZZT*
Hp gw bergetar, disana terpampang notifikasi pesan dari Ulric. Gw hanya tersenyum membaca isi pesan itu lalu menutup kembali Hp ini. Jam sudah menunjukkan pukul 10 malam. Gw langsung beranjak dari duduk gw, lalu mengambil kunci mobil Ulric lalu mengendarainya ke lokasi yang sudah gw nanti-nantikan. Lokasi terakhir, orang terakhir yang akan menutup rapat kisah Valli di dunia ini.
Valli, apa kamu melihat aku sekarang? Apa kamu melihat kegilaan yang sudah kamu perbuat Val? Aku sudah bilang ke kamu, apa yang akan aku lakuin jika ada apa-apa terjadi sama kamu? Kamu tau udah berapa orang yang mati selama hari ini Val? Berapa perempuan, anak kecil yang sangat kamu ingin lindungi ini mati oleh anjing-anjing predator yang sudah aku lepas? Lihat aku Val, lihat baik baik, karena malam ini akan menjadi malam yang sangat panjang, karena, Malam ini, Adi ikut dalam perburuan.
Pagar berwarna coklat keemas-emasan tampak didepan gw. Pagar ini menjaga sebuah rumah besar, rumah yang lebih cocok disebut sebagai sebuah mansion, rumah yang memiliki arsitektur khas eropa, minimalis tapi tetap kelihatan culture dan kemewahannya. Pagar di depan gw ini pun tiba-tiba terbuka secara otomatis, membuat gw memasukkan kendaraan gw ke dalam. Gw menuruti instruksi Ulric agar memarkirkan mobil dibagian paling belakang rumah ini, yang mana sudah tampak lima mobil terparkir disana. Tidak mau menghabiskan waktu sia-sia, gw langsung berjalan memasuki rumah besar ini dari pintu belakang.
Pintu belakang yang gw masuki ini langsung terhubung ke area dapur, dapur yang sangat besar, membuat gw mempertanyakan, makanan seperti apa yanng dimasak disini, makanan yanng membutuhkan dapur sebesar ini. Disaat gw menyusuri bagian dapur yang sepertinya menjadi tempat makan tukang masak yang bekerja disini, terlihat Joanne sedang duduk manis di pinggir meja makan kecil itu, sedang memotong seonggoh daging yanng terlihat seperti steak, tapi gw yakin itu bukan daging hewan. Mata birunya menyadari kedatangan gw, dan sebuah senyuman terukir di wajahnya, ia mengangkat gelas berisi wine merah di tangan kanannya ke gw, gw meragukan kalau itu adalah wine merah, karena aroma dapur ini kental dengan aroma darah.
“Minum Di” ucap Joanne.
“Ga doyan darah.”
“Ini racikan ku sendiri kok. Gak pure darah. Yakin ga mau?”
“Ga” jawab gw singkat
“Hahahahaha.”
“Lo keliatan seneng banget sekarang, berbeda dengan lima hari lalu, sok marah.”
“12 tahun. 12 tahun!! 12 tahun aku tidak merasakan ini Di. Dan sekarang stok aku banyaaak banget. Makasiih.” Ucapnya sumringah.
“Gw ga tau apa yang lo maksud.” Balas gw seadanya. Joanne pun memotong daging yang ada dipiringnya dengan sangat tipis, dan menyodorkannya ke gw.
“Mau? Ini liver, enak sekali.”
“Enggaaaaa.”
“Hahahahaha. Ulric menunggu dan yang lain menunggu diruang tengah, aku mau habisin makananku dulu. Sang tuan rumah masih 30 menit lagi kayanya baru sampai sini, habis makan malam keluarga, bersenang-senang, mereka ga akan ngebayangin apa yang akan terjadi dengan mereka setelah sampai sini Di. Hihihhihihihi.”
Gw akuin, kalau gw adalah orang awam, dan tidak tahu apa-apa mengenai perdagingan, masakan Joanne itu baunya sangatlah lezat, orang awam pasti tidak akan bisa menolak makanan yang Joanne tawarkan. Begitu juga dengan ‘Red Wine’ nya, dihidung orang awam, darah yang sudah diolah oleh Joanne sudah tidak berbau lagi, berbau sih, tapi sudah ketutup dengan bau racikan lainnya, mungkin Cuma hidung orang-orang tertentu saja yang bisa mencium bau darah di racikan ‘Red Wine’ nya. Apapun yang dilakukan oleh Joanne, terlepas bener atau tidak, gw menaruh respek tinggi kepadanya, karena apa yang dilakukan Joanne sangatlah professional, dan dia sudah bertahan seperti itu tanpa ketahuan selama 45 tahun hidupnya.
Gw pun berjalan kesebuah ruangan, yang gw taksir sebagai ruangan utama rumah ini. Ruangan yang sangat besar, orang-orang bisa ngadain kondangan yang memuat sekitar 1000 tamu didalamnya, nuansa warna merah marun dan emas menghiasi dinding dan ukiran di ruangan ini. Disana tampak empat pria sedang berdiri bersandar di pintu masuk dari arah depan rumah ini. Gw duduk di sofa berwarna coklat dan emas yang terletak di tengah ruangan ini, sepertinya sofa ini adalah sofa tuan rumah saat menerima tamunya. Ketiga pria selain Ulric menatap gw, melontarkan sebuah senyuman lebar, senyuman kepuasan. Sementara Ulric memejamkan matanya, menunggu tuan rumah yang kita tunggu-tunggu ini dan keluarganya, pulang.
40 menit kemudian, terdengar suar pagar yang terbuka dan suara mesin mobil yang mulai mendekat di depan sana. Ulric pun membuka matanya dan mengisyaratkan tiga pria lain dan Joanne untuk mengikutinya ke arah depan. Tidak lama kemudian terdengar suara gaduh seperti orang teriak, namun langsung dibekap, setelah itu Ulric muncul dari pintu utama ruanganinii menyeret seseorang yang sudah diikat dengan tali, begitu juga dengan tiga pria lainnya, dan Joanne, masing-masing membawa satu manusia yang mereka seret dengan tali. Suara teriakkan yang terpendam oleh lakban menghiasi indra pendengaran gw.
Ulric, Joanne dan yang lainnya masing-masing melemparkan kedepan manusia yang mereka seret. Total ada lima orang, Zerco sang bos prostitut, seorang wanita yang gw duga istrinya, berumur kira kira 40 tahun, seorang pria berumur 23 tahunan yang gw duga sebagai anak pertama, seorang cewek berumur 17 tahun, dan seorang bocah cewek berusia 7 tahun. Gw mengangkat kaki kiri ini dan menaruhnnya di atas paha kanan gw, sambil tangan gw menghidupkan cerutu yang sengaja gw bawa buat acara spesial ini. Ulric melepaskan lakban dari mulut Zerco, seorang pria botak, gendut, dengan banyak perhiasan menghiiasi badannya, dari cincin, kalung, hingga kacamata. Zerco tidak menyianyiakan kesempatan ini untuk mneriakkan berbagai ancaman ke kami. Ke gw.
“SIAPA KALIAN BERANI-BERANINYA BERBUAT SEPERTI INI!!” teriaknya
“KALIAN TIDAK TAU SIAPA SAYA??!! KALIAN HABIS!! HABIS!! BERANI – BERANINYA KALIAN MENGANCAM KELUARGA SAYA DI RUMAH SAYA SENDIRI!!!.”
“KALIAN TIDAK SADAR KALAU KALIAN BERADA DI KANDANG SINGA HAH?!!”
Kami hanay diam tidak membalas ucapannya. Gw menghisap cerutu ini dalam-dalam, dann menghembuskan asap nya ke muka Zerco.
“Kenapa kami akan habis? Zerco.” Tanya gw dingin.
“Lima hari ini, apakah lo tidak sadar, kalo anak buah yang ada di bawah lo langsung, mendadak hilang bersama keluarga mereka?” tanya gw.
“Oh! Apakah para anak buahmu bilang kalau mereka berobat keluar negri karena sakit? Liburan? Atau ada acara keluarga di luar kota?” lanjut gw
Zerco terdiam mendengar perkataan gw. Dari tatapannya sepertinya ia baru menyadari kalau dia belum pernah melihat anak buah nya secara langsung, hanya laporan-laporan palsu yang di buat oleh Ulric.
“Siapa anda?” tanya Zerco.
“Pacar dari Valerya Valli.” Jawab gw.
“Siapa? Kau berharap saya mengenal nama random yang kamu keluarkan dari mulut kau?”
“Lo memberi perintah untuk membunuh orang yang mengganggu bisnis lo. Seminggu lalu.”
Zerco berusaha berfikir. Sedikit lama. Otak kecilnya tidak bisa menginat apa yanng dia perintahkan seminggu lalu. Sampai entah berapa lama ia terlihat mendapatkan pencerahan.
“Ohh. Cewek brengsek yang selalu mencuri stok wanita saya itu? Hahahaha. Jadi ini masalahnya? Sang ksatria ingin membalas dendam kematiian kekasihnya?” ucapnya.
“Zerco,zerco,zerco lo gak tau lo ada dalam situasi seperti apa sekarang?” ucap gw sambiila mengangkat tangan kanan gw yang memegang cerutu.
“Apa maksudmu?”
The Slaver yang mengerti gestur gw pun menganggukan kepala, lalu berjalan menuju lantai dua, memasuki sebuah kamar. Tidak lama kemudian suara langkah kaki terdengar menuruni tangga dibelakang gw yang ujungnya ada di samping kanan tempat gw duduk ini, membuat posisi Zerco dan keluarganya dapat melihat sangat jelas dengan siapa orang yang menuruni anak tangga dibelakang gw ini.
Terlihat The Slaver sekarang turun membawa seseorang, seorang pria telanjang dengan badan berlumuran darah dari kepala sampai kakinya. Sebuah ikatan leher seperti ikatan anjing terpasang di lehernya. Mata pria itu tidak berkedip sama sekali, mungkin karena kelopak matanya sudah dipotong oleh majikannya, The Slaver. Sebuah senyuman lebar terukir di wajah The Slaver, seperti anak kecil yang menemukan mainan barunya, dan gw yakin mainan yang dia dapet itu banyak dari perburuan 5 hari ini.
Zerco dan keluarganya spontan teriak saat melihat pria yang dibawa The Slaver, dari ekspresi mereka, dan apa yang mereka katakan, sepertinya keluarga Zerco mengenal pria yang sudah menjadi budak ini.
“Dia adalah the Slaver, dia suka menculik orang yang sudah dia tandai, dan menjadikannya menjadi budak. Yang cewek akan menjadi pabrik anak, yang cowok akan menjadi kuli kasar, sama kalau bosen mungkin bisa jadi sasaran sodomi juga. Anak perempuan yang lahir dari budak cewek, akan menjadi pabrik anak selanjutnya, sedangkan yang anak laki akan berakhir seperti budak laki-laki pada umumnya.”
“Yang satu adalah The Rapists. Modus dia simpel, culik, rudapaksa, bunuh. Yang satu lagi The pedophile, anggap saja dia petani, yang menanam anak kecil yang akan dia panen jika anak kecil itu sudah umur 17 tahun ke atas.”
“Joanne, The Cannibal, wanita cantik yang sangat anti vegan dan vegetarian. Dan yang terakhir adalah Ulric, The Necrophile, dia membunuh wanita yang disukainya, supaya dia bisa melakukan sex dengan wanita itu.”
Zerco tidak berkedip saat gw memberi penjelasan seperti itu, mungkin dia tidak akan mempercayai apa yang gw katakan. Tapi setelah melihat secara langsung orang yang dia kenal menjadi budak The Slaver, dan dalam kondisi mengenaskan seperti itu, bagaimana dia tidak bisa percaya bukan?
“Ini adalah situasi yang lo dan keluarga lo alami sekarang Zerco. Rumah lo sudah menjadi teritori mereka sekarang, tapi bukan mereka yang harus lo takutin.”
Gw pun menghisap dalam hisapan terakhir yang akan gw dapat dari cerutu gw ini, lalu membuang sisa nya ke arah Zerco. Gw beranjak dari duduk gw, mengubah posisi gw menjadi berdiri menghadap arah Zerco dan keluarganya. Gw angkat tangan kanan gw ke atas dan menaruh tangan kiri gw di dada gw. Membuat pose gw menjadi seseorang yang sedang bersumpah, dan emang itu yang akan gw lakukan sekarang. Gw menarik nafas gw dalam-dalam, dengan sadar gw bersumpah..
“Dengan nama Allah. Saya, Adiansyah. Dengan kesadaran penuh, dan niat yang bulat, akan melakukan sebuah dosa besar yang sudah dilarang oleh-Nya. Saya bersumpah, keluarga dibawah nama Zerco, akan saya buat mereka berharap lebih baik mati sekarang, daripada hidup lebih lama lagi. Allah, tolong ampuni saya.”
Hati dan badan gw menjadi sangat enteng setelah berikrar seperti itu. Bokap gw selalu bilang, ada sebuah tradisi di keluarga gw untuk dikasih jatah satu kali, untuk melakukan sebuah dosa besar secara sadar, dan dilakukan dengan langsung. Tujuannya apa? Supaya kita tidak merasa lebih suci daripada orang lain, tidak mudah menghakimi orang, dan yang paling penting, untuk mengingatkan kita adalah manusia, mahluk ciptaan yang penuh dosa, bukan sebaliknya.
“Apa yang telah kamu lakukan Di?” tanya Joanne setelah mendengar ikrar gw. Ke empat orang lainnya pun terlihat hanya menatap gw dengan tatapan terkejut. Sementara Zerco dan keluarganya memasang ekspresi ketakutan.
Gw langsung mengambil sebuah tas yang sudah gw siapkan di meja sebelah kiri tempat duduk gw. Lalu menarik kerah leher Zerco menyeretnnya ke dinding kanan tempat duduk gw, sesampainya di dinding kana tepat didepan anak tangga yang menjulur ke lantai 2, gw potong ikatan tangan Zerco, gw ganti dengan memakukan kedua tangannnya ke dinding ini membuatnya ‘terpaku’ dan tidak bisa bergerak dari posisinya. Ia hanya teriak layaknya orang dipaku.
Dan semuanya pun berlalu begitu cepat. Gw memaksa Zerco untuk menyaksikan keluarganya masing-masing gw serahkan ke para psikopat ini. Istrinya ke Ulric, anak laki-laki ke Joanne, anak cewek ke The Rapists dan bocah cewek paling kecil ke The Pedophile.
23 jam, 12 menit, 54 detik. Itulah waktu yang dilewati Zerco dari saat gw paku ke dinding, melihat bagaimana keluarganya tersiksa, dan sampai Zerco akhirnya merasakan manisnya rasa kematian.
“Akhirnya dia mati juga” ucap Ulric
“Bajingan lo Ric. Dia adalah mangsa gw! Kenapa lo tembak kepalanya!” protes gw.
“Lo bilang sendiri, tugas kami itu buat mencegah tangan lo kotor Di!” jawab Ulric santai.
“Lah apa gunanya gw sumpah ikrar gw tadi dong?” tanya gw.
“Ga ada. Tapi mungkin dosa lo maksa dia menonton dan memberi anggota keluarga dia ke kita juga bakal sama besarnya kok.” Ucapnya santai.
“Halah. Yaudah. Gw ada pengumuman buat kalian.” Ucap gw membuat perhatian keempat orang lainnya tertuju ke gw.
“Mulai saat ini, semua larangan yang gw kasih ke kalian bakal gw cabut.”
“Gw percaya kalian tidak akan melakukan hal buruk lagi”
“Jadi bebaslah kalian, lakukan apa yang kalian sukai sekarang. Hahahaha.”
“Apa kamu gila Di? Kamu gak peduli kalau dengan orang lainn yang akan jadi korbann kita nanti?” tanya Ulric.
“Korban apa? Kalian tidak akan melakukan hal buruk bukan? Dan ya, kalau ada kejadian pun gw gak akan peduli. Yang penting gw membebaskan kalian dengan niat baik, dan percaya kalian akan berkelakuan baik. Jadi apa yang kalian lakukan setelah ini bukan tanggungan gw.”
“Haaah. Gila-gila. Terus abis ini lo mau kemana?”
“Gw minta mobil lo yang gw pake sekarang.”
“Minta?”
“nanti gw transfer, sesuai harga jual elah.”
“gausah-gausah. Ambil aja satu, dua, tiga, gw gak peduli. Haaah.” Ucap Ulric membuang nafasnya.
Suara jam besar yang terletak di ruangan utama rumah Ulric ini mengisi kesunyian ini. Ini adalah hari kelima setelah pertemuan gw dan kelima manusia gila itu. Dan sejak hari itu, kota ini sudah menjadi ladang berburu mereka. Gw melihat notifikasi HP gw yang memantau status orang-orang yang gw incar, dan hampir semuanya sudah memerah, bukan cuma orang yang berhubungan dengan organisasi prostitut yang dilawan Valli saja, tapi juga keluarga dekat mereka juga memerah, menandakan, kelima orang itu benar benar memanfaatkan waktu berburu yang gw kasih ini. Dan karena rata-rata orang yang mereka buru itu adalah kriminal, jadi tidak heran kalau polisi tidak terlalu berisik mengendus orang-orang yang menghilang selama lima hari ini.
Sangat disayangkan gw ga bisa ikut mereka berburu dan melihat langsung apa yang mereka lakukan kepada orang-orang itu, gw bisa merasakan tubuh ini sudah memasuki saat-saat terakhirnya, gw simpan sisa sisa nafas ini untuk momen yang pas.
Gw melihat notifikasi hp yang menunnjukan foto-foto orang yang sudah memerah tandanya. Bayangin, kalo gw gak membatasi apa yang mereka buru. Bayangin kalau gw membebaskan mereka lagi. Pada dasarnya mereka adalah orang yang professional yang mempunyai standard operasional procedure sendiri, track record mereka sempurna dan tidak pernah terendus sama polisi, cuma apes aja mereka terendus oleh Ayah gw. Korban mereka pun tidak terlalu banyak, bisa dihitung jari pertahunnya. Bayangin kalau gw bebasin mereka dari jeratan ini? Oooh pasti akan menyenangkan. Hahahaha.
*BZZZT* *BZZZT*
Hp gw bergetar, disana terpampang notifikasi pesan dari Ulric. Gw hanya tersenyum membaca isi pesan itu lalu menutup kembali Hp ini. Jam sudah menunjukkan pukul 10 malam. Gw langsung beranjak dari duduk gw, lalu mengambil kunci mobil Ulric lalu mengendarainya ke lokasi yang sudah gw nanti-nantikan. Lokasi terakhir, orang terakhir yang akan menutup rapat kisah Valli di dunia ini.
Valli, apa kamu melihat aku sekarang? Apa kamu melihat kegilaan yang sudah kamu perbuat Val? Aku sudah bilang ke kamu, apa yang akan aku lakuin jika ada apa-apa terjadi sama kamu? Kamu tau udah berapa orang yang mati selama hari ini Val? Berapa perempuan, anak kecil yang sangat kamu ingin lindungi ini mati oleh anjing-anjing predator yang sudah aku lepas? Lihat aku Val, lihat baik baik, karena malam ini akan menjadi malam yang sangat panjang, karena, Malam ini, Adi ikut dalam perburuan.
Pagar berwarna coklat keemas-emasan tampak didepan gw. Pagar ini menjaga sebuah rumah besar, rumah yang lebih cocok disebut sebagai sebuah mansion, rumah yang memiliki arsitektur khas eropa, minimalis tapi tetap kelihatan culture dan kemewahannya. Pagar di depan gw ini pun tiba-tiba terbuka secara otomatis, membuat gw memasukkan kendaraan gw ke dalam. Gw menuruti instruksi Ulric agar memarkirkan mobil dibagian paling belakang rumah ini, yang mana sudah tampak lima mobil terparkir disana. Tidak mau menghabiskan waktu sia-sia, gw langsung berjalan memasuki rumah besar ini dari pintu belakang.
Pintu belakang yang gw masuki ini langsung terhubung ke area dapur, dapur yang sangat besar, membuat gw mempertanyakan, makanan seperti apa yanng dimasak disini, makanan yanng membutuhkan dapur sebesar ini. Disaat gw menyusuri bagian dapur yang sepertinya menjadi tempat makan tukang masak yang bekerja disini, terlihat Joanne sedang duduk manis di pinggir meja makan kecil itu, sedang memotong seonggoh daging yanng terlihat seperti steak, tapi gw yakin itu bukan daging hewan. Mata birunya menyadari kedatangan gw, dan sebuah senyuman terukir di wajahnya, ia mengangkat gelas berisi wine merah di tangan kanannya ke gw, gw meragukan kalau itu adalah wine merah, karena aroma dapur ini kental dengan aroma darah.
“Minum Di” ucap Joanne.
“Ga doyan darah.”
“Ini racikan ku sendiri kok. Gak pure darah. Yakin ga mau?”
“Ga” jawab gw singkat
“Hahahahaha.”
“Lo keliatan seneng banget sekarang, berbeda dengan lima hari lalu, sok marah.”
“12 tahun. 12 tahun!! 12 tahun aku tidak merasakan ini Di. Dan sekarang stok aku banyaaak banget. Makasiih.” Ucapnya sumringah.
“Gw ga tau apa yang lo maksud.” Balas gw seadanya. Joanne pun memotong daging yang ada dipiringnya dengan sangat tipis, dan menyodorkannya ke gw.
“Mau? Ini liver, enak sekali.”
“Enggaaaaa.”
“Hahahahaha. Ulric menunggu dan yang lain menunggu diruang tengah, aku mau habisin makananku dulu. Sang tuan rumah masih 30 menit lagi kayanya baru sampai sini, habis makan malam keluarga, bersenang-senang, mereka ga akan ngebayangin apa yang akan terjadi dengan mereka setelah sampai sini Di. Hihihhihihihi.”
Gw akuin, kalau gw adalah orang awam, dan tidak tahu apa-apa mengenai perdagingan, masakan Joanne itu baunya sangatlah lezat, orang awam pasti tidak akan bisa menolak makanan yang Joanne tawarkan. Begitu juga dengan ‘Red Wine’ nya, dihidung orang awam, darah yang sudah diolah oleh Joanne sudah tidak berbau lagi, berbau sih, tapi sudah ketutup dengan bau racikan lainnya, mungkin Cuma hidung orang-orang tertentu saja yang bisa mencium bau darah di racikan ‘Red Wine’ nya. Apapun yang dilakukan oleh Joanne, terlepas bener atau tidak, gw menaruh respek tinggi kepadanya, karena apa yang dilakukan Joanne sangatlah professional, dan dia sudah bertahan seperti itu tanpa ketahuan selama 45 tahun hidupnya.
Gw pun berjalan kesebuah ruangan, yang gw taksir sebagai ruangan utama rumah ini. Ruangan yang sangat besar, orang-orang bisa ngadain kondangan yang memuat sekitar 1000 tamu didalamnya, nuansa warna merah marun dan emas menghiasi dinding dan ukiran di ruangan ini. Disana tampak empat pria sedang berdiri bersandar di pintu masuk dari arah depan rumah ini. Gw duduk di sofa berwarna coklat dan emas yang terletak di tengah ruangan ini, sepertinya sofa ini adalah sofa tuan rumah saat menerima tamunya. Ketiga pria selain Ulric menatap gw, melontarkan sebuah senyuman lebar, senyuman kepuasan. Sementara Ulric memejamkan matanya, menunggu tuan rumah yang kita tunggu-tunggu ini dan keluarganya, pulang.
40 menit kemudian, terdengar suar pagar yang terbuka dan suara mesin mobil yang mulai mendekat di depan sana. Ulric pun membuka matanya dan mengisyaratkan tiga pria lain dan Joanne untuk mengikutinya ke arah depan. Tidak lama kemudian terdengar suara gaduh seperti orang teriak, namun langsung dibekap, setelah itu Ulric muncul dari pintu utama ruanganinii menyeret seseorang yang sudah diikat dengan tali, begitu juga dengan tiga pria lainnya, dan Joanne, masing-masing membawa satu manusia yang mereka seret dengan tali. Suara teriakkan yang terpendam oleh lakban menghiasi indra pendengaran gw.
Ulric, Joanne dan yang lainnya masing-masing melemparkan kedepan manusia yang mereka seret. Total ada lima orang, Zerco sang bos prostitut, seorang wanita yang gw duga istrinya, berumur kira kira 40 tahun, seorang pria berumur 23 tahunan yang gw duga sebagai anak pertama, seorang cewek berumur 17 tahun, dan seorang bocah cewek berusia 7 tahun. Gw mengangkat kaki kiri ini dan menaruhnnya di atas paha kanan gw, sambil tangan gw menghidupkan cerutu yang sengaja gw bawa buat acara spesial ini. Ulric melepaskan lakban dari mulut Zerco, seorang pria botak, gendut, dengan banyak perhiasan menghiiasi badannya, dari cincin, kalung, hingga kacamata. Zerco tidak menyianyiakan kesempatan ini untuk mneriakkan berbagai ancaman ke kami. Ke gw.
“SIAPA KALIAN BERANI-BERANINYA BERBUAT SEPERTI INI!!” teriaknya
“KALIAN TIDAK TAU SIAPA SAYA??!! KALIAN HABIS!! HABIS!! BERANI – BERANINYA KALIAN MENGANCAM KELUARGA SAYA DI RUMAH SAYA SENDIRI!!!.”
“KALIAN TIDAK SADAR KALAU KALIAN BERADA DI KANDANG SINGA HAH?!!”
Kami hanay diam tidak membalas ucapannya. Gw menghisap cerutu ini dalam-dalam, dann menghembuskan asap nya ke muka Zerco.
“Kenapa kami akan habis? Zerco.” Tanya gw dingin.
“Lima hari ini, apakah lo tidak sadar, kalo anak buah yang ada di bawah lo langsung, mendadak hilang bersama keluarga mereka?” tanya gw.
“Oh! Apakah para anak buahmu bilang kalau mereka berobat keluar negri karena sakit? Liburan? Atau ada acara keluarga di luar kota?” lanjut gw
Zerco terdiam mendengar perkataan gw. Dari tatapannya sepertinya ia baru menyadari kalau dia belum pernah melihat anak buah nya secara langsung, hanya laporan-laporan palsu yang di buat oleh Ulric.
“Siapa anda?” tanya Zerco.
“Pacar dari Valerya Valli.” Jawab gw.
“Siapa? Kau berharap saya mengenal nama random yang kamu keluarkan dari mulut kau?”
“Lo memberi perintah untuk membunuh orang yang mengganggu bisnis lo. Seminggu lalu.”
Zerco berusaha berfikir. Sedikit lama. Otak kecilnya tidak bisa menginat apa yanng dia perintahkan seminggu lalu. Sampai entah berapa lama ia terlihat mendapatkan pencerahan.
“Ohh. Cewek brengsek yang selalu mencuri stok wanita saya itu? Hahahaha. Jadi ini masalahnya? Sang ksatria ingin membalas dendam kematiian kekasihnya?” ucapnya.
“Zerco,zerco,zerco lo gak tau lo ada dalam situasi seperti apa sekarang?” ucap gw sambiila mengangkat tangan kanan gw yang memegang cerutu.
“Apa maksudmu?”
The Slaver yang mengerti gestur gw pun menganggukan kepala, lalu berjalan menuju lantai dua, memasuki sebuah kamar. Tidak lama kemudian suara langkah kaki terdengar menuruni tangga dibelakang gw yang ujungnya ada di samping kanan tempat gw duduk ini, membuat posisi Zerco dan keluarganya dapat melihat sangat jelas dengan siapa orang yang menuruni anak tangga dibelakang gw ini.
Terlihat The Slaver sekarang turun membawa seseorang, seorang pria telanjang dengan badan berlumuran darah dari kepala sampai kakinya. Sebuah ikatan leher seperti ikatan anjing terpasang di lehernya. Mata pria itu tidak berkedip sama sekali, mungkin karena kelopak matanya sudah dipotong oleh majikannya, The Slaver. Sebuah senyuman lebar terukir di wajah The Slaver, seperti anak kecil yang menemukan mainan barunya, dan gw yakin mainan yang dia dapet itu banyak dari perburuan 5 hari ini.
Zerco dan keluarganya spontan teriak saat melihat pria yang dibawa The Slaver, dari ekspresi mereka, dan apa yang mereka katakan, sepertinya keluarga Zerco mengenal pria yang sudah menjadi budak ini.
“Dia adalah the Slaver, dia suka menculik orang yang sudah dia tandai, dan menjadikannya menjadi budak. Yang cewek akan menjadi pabrik anak, yang cowok akan menjadi kuli kasar, sama kalau bosen mungkin bisa jadi sasaran sodomi juga. Anak perempuan yang lahir dari budak cewek, akan menjadi pabrik anak selanjutnya, sedangkan yang anak laki akan berakhir seperti budak laki-laki pada umumnya.”
“Yang satu adalah The Rapists. Modus dia simpel, culik, rudapaksa, bunuh. Yang satu lagi The pedophile, anggap saja dia petani, yang menanam anak kecil yang akan dia panen jika anak kecil itu sudah umur 17 tahun ke atas.”
“Joanne, The Cannibal, wanita cantik yang sangat anti vegan dan vegetarian. Dan yang terakhir adalah Ulric, The Necrophile, dia membunuh wanita yang disukainya, supaya dia bisa melakukan sex dengan wanita itu.”
Zerco tidak berkedip saat gw memberi penjelasan seperti itu, mungkin dia tidak akan mempercayai apa yang gw katakan. Tapi setelah melihat secara langsung orang yang dia kenal menjadi budak The Slaver, dan dalam kondisi mengenaskan seperti itu, bagaimana dia tidak bisa percaya bukan?
“Ini adalah situasi yang lo dan keluarga lo alami sekarang Zerco. Rumah lo sudah menjadi teritori mereka sekarang, tapi bukan mereka yang harus lo takutin.”
Gw pun menghisap dalam hisapan terakhir yang akan gw dapat dari cerutu gw ini, lalu membuang sisa nya ke arah Zerco. Gw beranjak dari duduk gw, mengubah posisi gw menjadi berdiri menghadap arah Zerco dan keluarganya. Gw angkat tangan kanan gw ke atas dan menaruh tangan kiri gw di dada gw. Membuat pose gw menjadi seseorang yang sedang bersumpah, dan emang itu yang akan gw lakukan sekarang. Gw menarik nafas gw dalam-dalam, dengan sadar gw bersumpah..
“Dengan nama Allah. Saya, Adiansyah. Dengan kesadaran penuh, dan niat yang bulat, akan melakukan sebuah dosa besar yang sudah dilarang oleh-Nya. Saya bersumpah, keluarga dibawah nama Zerco, akan saya buat mereka berharap lebih baik mati sekarang, daripada hidup lebih lama lagi. Allah, tolong ampuni saya.”
Hati dan badan gw menjadi sangat enteng setelah berikrar seperti itu. Bokap gw selalu bilang, ada sebuah tradisi di keluarga gw untuk dikasih jatah satu kali, untuk melakukan sebuah dosa besar secara sadar, dan dilakukan dengan langsung. Tujuannya apa? Supaya kita tidak merasa lebih suci daripada orang lain, tidak mudah menghakimi orang, dan yang paling penting, untuk mengingatkan kita adalah manusia, mahluk ciptaan yang penuh dosa, bukan sebaliknya.
“Apa yang telah kamu lakukan Di?” tanya Joanne setelah mendengar ikrar gw. Ke empat orang lainnya pun terlihat hanya menatap gw dengan tatapan terkejut. Sementara Zerco dan keluarganya memasang ekspresi ketakutan.
Gw langsung mengambil sebuah tas yang sudah gw siapkan di meja sebelah kiri tempat duduk gw. Lalu menarik kerah leher Zerco menyeretnnya ke dinding kanan tempat duduk gw, sesampainya di dinding kana tepat didepan anak tangga yang menjulur ke lantai 2, gw potong ikatan tangan Zerco, gw ganti dengan memakukan kedua tangannnya ke dinding ini membuatnya ‘terpaku’ dan tidak bisa bergerak dari posisinya. Ia hanya teriak layaknya orang dipaku.
Dan semuanya pun berlalu begitu cepat. Gw memaksa Zerco untuk menyaksikan keluarganya masing-masing gw serahkan ke para psikopat ini. Istrinya ke Ulric, anak laki-laki ke Joanne, anak cewek ke The Rapists dan bocah cewek paling kecil ke The Pedophile.
23 jam, 12 menit, 54 detik. Itulah waktu yang dilewati Zerco dari saat gw paku ke dinding, melihat bagaimana keluarganya tersiksa, dan sampai Zerco akhirnya merasakan manisnya rasa kematian.
“Akhirnya dia mati juga” ucap Ulric
“Bajingan lo Ric. Dia adalah mangsa gw! Kenapa lo tembak kepalanya!” protes gw.
“Lo bilang sendiri, tugas kami itu buat mencegah tangan lo kotor Di!” jawab Ulric santai.
“Lah apa gunanya gw sumpah ikrar gw tadi dong?” tanya gw.
“Ga ada. Tapi mungkin dosa lo maksa dia menonton dan memberi anggota keluarga dia ke kita juga bakal sama besarnya kok.” Ucapnya santai.
“Halah. Yaudah. Gw ada pengumuman buat kalian.” Ucap gw membuat perhatian keempat orang lainnya tertuju ke gw.
“Mulai saat ini, semua larangan yang gw kasih ke kalian bakal gw cabut.”
“Gw percaya kalian tidak akan melakukan hal buruk lagi”
“Jadi bebaslah kalian, lakukan apa yang kalian sukai sekarang. Hahahaha.”
“Apa kamu gila Di? Kamu gak peduli kalau dengan orang lainn yang akan jadi korbann kita nanti?” tanya Ulric.
“Korban apa? Kalian tidak akan melakukan hal buruk bukan? Dan ya, kalau ada kejadian pun gw gak akan peduli. Yang penting gw membebaskan kalian dengan niat baik, dan percaya kalian akan berkelakuan baik. Jadi apa yang kalian lakukan setelah ini bukan tanggungan gw.”
“Haaah. Gila-gila. Terus abis ini lo mau kemana?”
“Gw minta mobil lo yang gw pake sekarang.”
“Minta?”
“nanti gw transfer, sesuai harga jual elah.”
“gausah-gausah. Ambil aja satu, dua, tiga, gw gak peduli. Haaah.” Ucap Ulric membuang nafasnya.
sormin180 dan 31 lainnya memberi reputasi
32
Tutup
