- Beranda
- Stories from the Heart
Kenangan 'Mengerikan' Di Sekolah Menengah Pertama
...
TS
aymawishy
Kenangan 'Mengerikan' Di Sekolah Menengah Pertama
Quote:
Halo semuanya, semoga kalian dalam keadaan sehat dan bahagia ya.
Sebelumnya, aku membuat thread 'cerita fiksi' -jenis novelet- yang berjudul Unpublished Thoughts. Kali ini, aku ingin membuat thread dari 'kisah nyata' yang aku alami selama aku duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama, yang aku beri judul 'Kenangan Mengerikan di Sekolah Menengah Pertama'.
- Prolog
- Primadona Sekolah
- Ayma Dipanggil Ke Ruang BK!
- Jebakan Jahat!
- ???
Perkenalkan, nama aku Ayma Wishy (bukan nama sebenarnya), sebut saja dengan Ayma. Saat itu, pertengahan tahun 2006, aku baru saja lulus dari Sekolah Dasar (SD).
SDku yang saat itu tidak begitu terkenal karena tidak pernah menang dalam lomba akademik, membuat para siswa-siswinya harus berusaha lebih ekstra untuk bisa masuk di Sekolah Menengah Pertama (SMP) favorit. Apalagi pada saat itu, untuk bisa masuk ke SMP favorit tersebut, harus mengikuti ujian tulis. Aku yang ketika itu bukanlah siswi yang pandai dan menjadi juara di kelas, sungguh hanya bisa berusaha yang terbaik.
Alhamdulillahnya, pada saat pengumuman penerimaan siswa-siswi SMP Favorit tersebut, ada namaku di papan pengumuman. Aku berada di urutan ke 113 dari 286 siswa-siswi yang diterima.
Jujur saat itu aku merasa berada di puncak kebahagiaan, karena dari SDku, hanya sekitar 8 siswa yang diterima, termasuk aku.
Waktu terus berjalan, aku yang masih belum tahu bagaimana suasana dan bagaimana menjadi siswi SMP, hanya bisa berangan-angan. Untung saja, Papaku, Tanteku (Adik Kandung Papa yang ku anggap seperti Mama sendiri, sebab beliau yang selalu menasehatiku setelah Mamaku meninggal di usiaku 10 tahun), dan juga Kakakku, yang tak bosan-bosan memberikan gambaran saat di SMP itu seperti apa.
"Sebentar lagi kamu akan menjadi siswi SMP. Itu artinya kamu akan memasuki zona pembentukan kepribadian atau karakter kamu.", kata Papaku ketika itu.
"Maksudnya, Pa?", tanyaku kurang paham.
"Di SMP, kamu bebas memilih akan menjadi seperti apa kamu kedepannya. Menjadi baikkah, atau sebaliknya. Dulu pada saat Papa di SMP, saat ada guru baru datang dan sedang menuntun sepeda, pasti murid-muridnya berebut untuk membantu guru tersebut. Juga pada saat ada guru yang sedang membawa buku atau tas saat ke kelas atau saat mau kembali ke ruang guru."
"Hm kenapa gitu, Pa?"
"Itu karena kami sangat menghargai guru-guru kami. Tak hanya itu, senakal-nakalnya kami dulu, kami sangat menjaga sopan santun!"
"Maksudnya nakal tapi menjaga sopan santun?"
"Ya nakalnya ke sesama teman saja, tapi kalau ke guru, kami tetap menjaga sopan santun."
"Hm gitu.."
"Nanti, kamu akan bertemu dengan banyak teman-teman baru."
"Iya, ada 285 teman baru!!", potongku antusias.
"Bertemanlah dengan siapa saja, ikuti yang baik, jangan ikuti yang buruk."
"Bertemanlah dengan siapa saja? Berarti berteman sama anak nakal boleh dong Pa?"
"Boleh dong, tapi jangan diikuti kenakalannya. Tetaplah menjadi diri Ayma sendiri."
"Iya Pa! Kalau Tante, dulu di SMP gimana?", tanyaku pada Tanteku.
"Dulu Tante menjadi primadona di sekolah.", jawab Tanteku.
"Berarti Tante terkenal dong?", tanyaku lagi.
"Iyaa! Tante semasa SMP sangat aktif mengikuti kegiatan sekolah (ekstrakurikuler). Saat upacara, selalu Tante yang menjadi protokol upacara. Pokoknya, setiap ada kegiatan apapun, Tante pasti ikut berpartisipasi."
"Hm gitu.."
"Saat kamu dikenal sebagai murid yang berprestasi, entah di bidang akademik atau non akademik, kamu pasti akan dikenal oleh guru-gurumu dan juga teman-teman dan kakak-kakak kelasmu. Jadi, berprestasilah dalam kegiatan apapun. Ikuti semua kegiatan sekolah, biar kamu tau, bakat dan minat kamu dimana."
"Dulu Kakek Nenek juga ngasih tau Papa dan Tante kaya gini ya?"
"Iya! Dulu Kakek itu disiplin. Setiap anak-anaknya pulang sekolah, pasti disuruh mengulang pelajaran selama 30 menit. Kalau ada PR, harus dikerjakan hari itu juga. Nah saat malam harinya, jadwal kami adalah belajar untuk mata pelajaran keesokan harinya."
"Ohgitu. Terus kalau belajar mata pelajaran untuk keesokan harinya, memang Papa Tante ngerti?"
"Engga ngerti! Makanya, saat guru menerangkan, kami menyimaknya dengan sungguh-sungguh, bahkan mencatat hal-hal penting untuk ditulis di buku catatan. Jika kami tetap tidak mengerti, maka kami akan bertanya.", kata Papa dan Tanteku yang menjawabnya bergantian.
"Papa Tante ga takut dimarahin saat nanya ke Bapak Ibu guru?", tanyaku yang selama di Sekolah Dasar, ga pernah berani bertanya.
"Berani dong, kan nanyanya baik-baik.'Pak/Bu, boleh saya bertanya?' Atau 'Pak/Bu, boleh minta tolong dijelasin lagi karena saya masih kurang paham' sembari mengacungkan tangan"
"Hm gitu. Jadi guru di SMP ga galak ya?"
Papaku ketawa.
"Ga ada guru yang galak. Coba Tante tanya, guru marah biasanya karena apa?"
"Karena kelas rame saat guru sedang mengajar?"
"Nah betul. Itu salah siapa kalau gurunya lagi ngajar tapi murid-muridnya ga dengerin, malah ngobrol sendiri? Lalu kalau gurunya marah, wajar ga kira-kira?"
"Hehehe iya yaa.."
"Selama kamu menyimak guru saat mengajar, mereka ga akan galak sama kamu.", ujar Tanteku.
"Kak, dulu waktu Kakak di SMP gimana?", tanyaku pada Kakakku yang usianya 18 tahun diatasku.
"Hm Kakak dulu ga masuk SMP favorit seperti kamu, Papa, dan Tante. Jadi Kakak harap, kamu bisa menjadi orang yang sangat hebat dari Kakak. Dan inget, jangan pacar-pacaran!"
---
Sebelumnya, aku membuat thread 'cerita fiksi' -jenis novelet- yang berjudul Unpublished Thoughts. Kali ini, aku ingin membuat thread dari 'kisah nyata' yang aku alami selama aku duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama, yang aku beri judul 'Kenangan Mengerikan di Sekolah Menengah Pertama'.
- Prolog
- Primadona Sekolah
- Ayma Dipanggil Ke Ruang BK!
- Jebakan Jahat!
- ???
Perkenalkan, nama aku Ayma Wishy (bukan nama sebenarnya), sebut saja dengan Ayma. Saat itu, pertengahan tahun 2006, aku baru saja lulus dari Sekolah Dasar (SD).
SDku yang saat itu tidak begitu terkenal karena tidak pernah menang dalam lomba akademik, membuat para siswa-siswinya harus berusaha lebih ekstra untuk bisa masuk di Sekolah Menengah Pertama (SMP) favorit. Apalagi pada saat itu, untuk bisa masuk ke SMP favorit tersebut, harus mengikuti ujian tulis. Aku yang ketika itu bukanlah siswi yang pandai dan menjadi juara di kelas, sungguh hanya bisa berusaha yang terbaik.
Alhamdulillahnya, pada saat pengumuman penerimaan siswa-siswi SMP Favorit tersebut, ada namaku di papan pengumuman. Aku berada di urutan ke 113 dari 286 siswa-siswi yang diterima.
Jujur saat itu aku merasa berada di puncak kebahagiaan, karena dari SDku, hanya sekitar 8 siswa yang diterima, termasuk aku.
Waktu terus berjalan, aku yang masih belum tahu bagaimana suasana dan bagaimana menjadi siswi SMP, hanya bisa berangan-angan. Untung saja, Papaku, Tanteku (Adik Kandung Papa yang ku anggap seperti Mama sendiri, sebab beliau yang selalu menasehatiku setelah Mamaku meninggal di usiaku 10 tahun), dan juga Kakakku, yang tak bosan-bosan memberikan gambaran saat di SMP itu seperti apa.
"Sebentar lagi kamu akan menjadi siswi SMP. Itu artinya kamu akan memasuki zona pembentukan kepribadian atau karakter kamu.", kata Papaku ketika itu.
"Maksudnya, Pa?", tanyaku kurang paham.
"Di SMP, kamu bebas memilih akan menjadi seperti apa kamu kedepannya. Menjadi baikkah, atau sebaliknya. Dulu pada saat Papa di SMP, saat ada guru baru datang dan sedang menuntun sepeda, pasti murid-muridnya berebut untuk membantu guru tersebut. Juga pada saat ada guru yang sedang membawa buku atau tas saat ke kelas atau saat mau kembali ke ruang guru."
"Hm kenapa gitu, Pa?"
"Itu karena kami sangat menghargai guru-guru kami. Tak hanya itu, senakal-nakalnya kami dulu, kami sangat menjaga sopan santun!"
"Maksudnya nakal tapi menjaga sopan santun?"
"Ya nakalnya ke sesama teman saja, tapi kalau ke guru, kami tetap menjaga sopan santun."
"Hm gitu.."
"Nanti, kamu akan bertemu dengan banyak teman-teman baru."
"Iya, ada 285 teman baru!!", potongku antusias.
"Bertemanlah dengan siapa saja, ikuti yang baik, jangan ikuti yang buruk."
"Bertemanlah dengan siapa saja? Berarti berteman sama anak nakal boleh dong Pa?"
"Boleh dong, tapi jangan diikuti kenakalannya. Tetaplah menjadi diri Ayma sendiri."
"Iya Pa! Kalau Tante, dulu di SMP gimana?", tanyaku pada Tanteku.
"Dulu Tante menjadi primadona di sekolah.", jawab Tanteku.
"Berarti Tante terkenal dong?", tanyaku lagi.
"Iyaa! Tante semasa SMP sangat aktif mengikuti kegiatan sekolah (ekstrakurikuler). Saat upacara, selalu Tante yang menjadi protokol upacara. Pokoknya, setiap ada kegiatan apapun, Tante pasti ikut berpartisipasi."
"Hm gitu.."
"Saat kamu dikenal sebagai murid yang berprestasi, entah di bidang akademik atau non akademik, kamu pasti akan dikenal oleh guru-gurumu dan juga teman-teman dan kakak-kakak kelasmu. Jadi, berprestasilah dalam kegiatan apapun. Ikuti semua kegiatan sekolah, biar kamu tau, bakat dan minat kamu dimana."
"Dulu Kakek Nenek juga ngasih tau Papa dan Tante kaya gini ya?"
"Iya! Dulu Kakek itu disiplin. Setiap anak-anaknya pulang sekolah, pasti disuruh mengulang pelajaran selama 30 menit. Kalau ada PR, harus dikerjakan hari itu juga. Nah saat malam harinya, jadwal kami adalah belajar untuk mata pelajaran keesokan harinya."
"Ohgitu. Terus kalau belajar mata pelajaran untuk keesokan harinya, memang Papa Tante ngerti?"
"Engga ngerti! Makanya, saat guru menerangkan, kami menyimaknya dengan sungguh-sungguh, bahkan mencatat hal-hal penting untuk ditulis di buku catatan. Jika kami tetap tidak mengerti, maka kami akan bertanya.", kata Papa dan Tanteku yang menjawabnya bergantian.
"Papa Tante ga takut dimarahin saat nanya ke Bapak Ibu guru?", tanyaku yang selama di Sekolah Dasar, ga pernah berani bertanya.
"Berani dong, kan nanyanya baik-baik.'Pak/Bu, boleh saya bertanya?' Atau 'Pak/Bu, boleh minta tolong dijelasin lagi karena saya masih kurang paham' sembari mengacungkan tangan"
"Hm gitu. Jadi guru di SMP ga galak ya?"
Papaku ketawa.
"Ga ada guru yang galak. Coba Tante tanya, guru marah biasanya karena apa?"
"Karena kelas rame saat guru sedang mengajar?"
"Nah betul. Itu salah siapa kalau gurunya lagi ngajar tapi murid-muridnya ga dengerin, malah ngobrol sendiri? Lalu kalau gurunya marah, wajar ga kira-kira?"
"Hehehe iya yaa.."
"Selama kamu menyimak guru saat mengajar, mereka ga akan galak sama kamu.", ujar Tanteku.
"Kak, dulu waktu Kakak di SMP gimana?", tanyaku pada Kakakku yang usianya 18 tahun diatasku.
"Hm Kakak dulu ga masuk SMP favorit seperti kamu, Papa, dan Tante. Jadi Kakak harap, kamu bisa menjadi orang yang sangat hebat dari Kakak. Dan inget, jangan pacar-pacaran!"
---
Diubah oleh aymawishy 31-12-2021 21:17
snf0989 dan 18 lainnya memberi reputasi
19
6.7K
Kutip
57
Balasan
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•52KAnggota
Tampilkan semua post
TS
aymawishy
#6
Primadona Sekolah
Quote:
Di usiaku yang baru berusia 13 tahun, yang masih membutuhkan arahan untuk bersikap dan berperilaku, menjadikan 'wejangan' dari Papa dan Tanteku sebagai tolok ukur dari sikap yang semestinya dilakukan oleh seorang anak SMP. Dan aku mulai mengimplementasikan sejak aku mengikuti Masa Orientasi Siswa (MOS).
Sejak saat itu, aku selalu tersenyum ketika bertemu dengan siapapun. Aku selalu membantu membawakan tas atau buku guruku saat hendak ke kelas atau saat hendak meninggalkan kelas. Aku belajar dengan giat. Aku menyimak guruku dengan sungguh-sungguh. Aku juga aktif di OSIS. Dan hampir semua ekstrakurikuler aku ikuti, dari basket, musik, paduan suara, PBB (Peraturan Baris Berbaris), pramuka, hingga LKIR (Lomba Karya Ilmiah).
Karenanya, aku tidak merasakan libur, sebab jadwal latihan paduan suara tepat di hari Minggu. Terkadang aku juga mengikuti turnamen basket di luar daerah ketika hari Minggu. Terkadang juga Minggu sore, sepulang dari Paduan Suara, aku harus latian PBB untuk persiapan upacara di hari Senin. Pokoknya Senin sampai Minggu, aku menjadi siswi SMP yang paling sibuk. Hehehe.
Alhamdulillahnya, meski aku sibuk begitu, aku menjadi juara ketiga di kelas 7 pada semester 1, dan menjadi juara pertama di kelas 7 pada semester 2. Bahkan aku menjadi 10 murid terbaik dari 286 siswa ketika itu.
Alhamdulillahnya lagi, ketika itu aku tidak pernah mengikuti les-les tambahan. Sebab ada kakak kelas cowo yang pinter banget, -yang memberanikan diri menelpon ke telpon rumahku-, yang dengan sukarela mengajariku matematika selama aku di kelas 7. Mata pelajaran yang dulunya aku benci dan akhirnya paling aku cintai. Dan kakak kelas cowo itu adalah cinta pertamaku.
Karena prestasiku di bidang akademik dan non akademik, akupun mulai dikenal sebagai sosok murid yang pintar, memiliki unggah-ungguh kepada guru-guru dan kakak kelas. Aku pun menjadi primadona sekolah. Banyak kakak kelas atau teman seangkatanku yang mengirimiku surat cintanya dan bahkan mengirimiku kado ke rumah.
"Ayma, kamu adalah gambaran gadis cantik yang mempesona. Selain wajahmu yang rupawan, perilakumu pun juga menawan. Pun pintar dan sangat energik! Mungkin aku adalah satu dari sekian siswa yang begitu mengagumimu!"
Begitulah kurang lebih isi dari salah satu surat-surat mereka.
---
Tentunya, tidak semua kakak kelas dan teman seangkatanku yang menyukaiku, apalagi mereka yang perempuan. Justru mereka menilaiku sebagai murid yang suka cari muka dan cari perhatian.
Padahal, ketika itu, aku melakukan apa yang disampaikan oleh Papa dan Tanteku. Yang menurutku, itulah yang seharusnya dilakukan. Tak ada maksudku untuk mencari muka apalagi mencari perhatian.
Meski aku menjadi bahan ghibahan para perempuan-perempuan di sekolahku, aku tetap menjadi diriku sendiri. Tetap santun dan tetap memberikan senyuman pada mereka meski tak jarang mendapat balasan tatapan sinis dari mereka.
---
Masa kejayaanku selama di kelas 7, berlanjut hingga di kelas 8 sebelum semester 1. Karena pada bulan November 2007, semua pujian berubah menjadi hujatan dan cacian yang menyiksa bathinku, yang tak bisa ku lupakan hingga kini, meski sudah ku maafkan segala perbuatan keji mereka terhadapku sedari dulu.
---
Sejak saat itu, aku selalu tersenyum ketika bertemu dengan siapapun. Aku selalu membantu membawakan tas atau buku guruku saat hendak ke kelas atau saat hendak meninggalkan kelas. Aku belajar dengan giat. Aku menyimak guruku dengan sungguh-sungguh. Aku juga aktif di OSIS. Dan hampir semua ekstrakurikuler aku ikuti, dari basket, musik, paduan suara, PBB (Peraturan Baris Berbaris), pramuka, hingga LKIR (Lomba Karya Ilmiah).
Karenanya, aku tidak merasakan libur, sebab jadwal latihan paduan suara tepat di hari Minggu. Terkadang aku juga mengikuti turnamen basket di luar daerah ketika hari Minggu. Terkadang juga Minggu sore, sepulang dari Paduan Suara, aku harus latian PBB untuk persiapan upacara di hari Senin. Pokoknya Senin sampai Minggu, aku menjadi siswi SMP yang paling sibuk. Hehehe.
Alhamdulillahnya, meski aku sibuk begitu, aku menjadi juara ketiga di kelas 7 pada semester 1, dan menjadi juara pertama di kelas 7 pada semester 2. Bahkan aku menjadi 10 murid terbaik dari 286 siswa ketika itu.
Alhamdulillahnya lagi, ketika itu aku tidak pernah mengikuti les-les tambahan. Sebab ada kakak kelas cowo yang pinter banget, -yang memberanikan diri menelpon ke telpon rumahku-, yang dengan sukarela mengajariku matematika selama aku di kelas 7. Mata pelajaran yang dulunya aku benci dan akhirnya paling aku cintai. Dan kakak kelas cowo itu adalah cinta pertamaku.
Karena prestasiku di bidang akademik dan non akademik, akupun mulai dikenal sebagai sosok murid yang pintar, memiliki unggah-ungguh kepada guru-guru dan kakak kelas. Aku pun menjadi primadona sekolah. Banyak kakak kelas atau teman seangkatanku yang mengirimiku surat cintanya dan bahkan mengirimiku kado ke rumah.
"Ayma, kamu adalah gambaran gadis cantik yang mempesona. Selain wajahmu yang rupawan, perilakumu pun juga menawan. Pun pintar dan sangat energik! Mungkin aku adalah satu dari sekian siswa yang begitu mengagumimu!"
Begitulah kurang lebih isi dari salah satu surat-surat mereka.
---
Tentunya, tidak semua kakak kelas dan teman seangkatanku yang menyukaiku, apalagi mereka yang perempuan. Justru mereka menilaiku sebagai murid yang suka cari muka dan cari perhatian.
Padahal, ketika itu, aku melakukan apa yang disampaikan oleh Papa dan Tanteku. Yang menurutku, itulah yang seharusnya dilakukan. Tak ada maksudku untuk mencari muka apalagi mencari perhatian.
Meski aku menjadi bahan ghibahan para perempuan-perempuan di sekolahku, aku tetap menjadi diriku sendiri. Tetap santun dan tetap memberikan senyuman pada mereka meski tak jarang mendapat balasan tatapan sinis dari mereka.
---
Masa kejayaanku selama di kelas 7, berlanjut hingga di kelas 8 sebelum semester 1. Karena pada bulan November 2007, semua pujian berubah menjadi hujatan dan cacian yang menyiksa bathinku, yang tak bisa ku lupakan hingga kini, meski sudah ku maafkan segala perbuatan keji mereka terhadapku sedari dulu.
---
(to be continued)
Diubah oleh aymawishy 30-12-2021 13:13
alcipea dan 5 lainnya memberi reputasi
6
Kutip
Balas