Kaskus

Story

open.mindedAvatar border
TS
open.minded
ILLUSI
Quote:


Quote:


Quote:
Polling
0 suara
menurut penghuni kos disini.. kalian mau kisah gw kaya gimana? (bisa milih banyak!!)
Diubah oleh open.minded 08-01-2022 18:27
andristyle20Avatar border
vargubo86498Avatar border
nuryadiariAvatar border
nuryadiari dan 210 lainnya memberi reputasi
199
2M
5.2K
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the Heart
KASKUS Official
32.7KThread51.9KAnggota
Tampilkan semua post
open.mindedAvatar border
TS
open.minded
#4485
All Good Things Must Come To An End
Nama Valli terpampang di layar panggilan masuk HP gw ini. Gw langsung mengarahkan telapak tangan kanan ke arah audience gw sebagai tanda gw harus mengangkat panggilan ini. Tidak lupa gw tunjuk mr.Bushido untuk menggantikan gw sebagai pembicara. Gw beranjak keluar dari ruangan ini dan langsung mengangkat panggilan dari Valli. Belum gw sempat say ‘hello’ ke sebrang sana. Suara Valli yang terdengar sangat panik dan ketakutan menyambar telinga gw.

“Adiii. Tolong akuuu..” suaranya terdengar dari sebrang sana.
“Kamar ini digedor gedor terus.. dan mereka pada teriak-teriak membuat para cewek disini ketakutan. Aku takut.” Kini ia mulai terisak.

“Valli. Kali ini dengerin aku! Apapun yang terjadi prioritasin keselamatan kamu! Persetan dengan yang lain! Mengerti! Tunggu aku disana!”

Gw langsung tutup panggilan ini, lalu kembali masuk ke ruangan rapat, untuk mencari Recht. Gw memetikkan jari gw sebanyak tiga kali, yang membuat perhatian Recht tertuju ke gw dan mengerti apa yang gw mau, ia langsung merogoh kantonng celananya dan melempar kunci mobil miliknya ke gw. Langkah kaki gw arahkan dengan cepat ke dalam ruangan gw, gw buka laci yang terletak di meja kerja gw inni, didalamnya ada sebuah training bag berwarna hitam yang isinya adalah hal yang biasanya gw butuhkan disaat emergency, seperti pisau-pisau kesayangan gw, first-aid-kit, dan tentunya sebuah alat yang gw buat sendiri berbentuk jarum-jarum yang terhungkan dengan kabel di setiap jarumnya.


Didalam mobil Recht gw langsung memacu mobil ini ke tempat Valli dan Kawannya menyimpan para prostitut itu. Sambil menyetir, tangan kiri gw sibuk membuka buku merah tua bokap gw yang selalu gw bawa di tas gw. Tangan kiri gw mencari-cari sebuah kontak yang tidak mempunyai ikatan dengan keluarga gw, namun mempunyai loyalitas dan hutang terhadap gw atau bokap gw. Gw butuh bantuan untuk nge sweep lingkungan sekitar, serta membantu gw saat ngamanin Valli. Dan bingo! Jemari tangan kiri gw sudah berada di halaman yang tepat. Langsung gw masukan nomor yang tertera di halaman itu ke hp gw dan membuat sebuah panggilan.

“Halo?” terdengar suara ngebass seorang pria.

“Ulric, saatnya lo bayar hutang udah tiba, gw butuh bantuan lo.” Ucap gw to the point.

“……. Adi?” tanyanya.

“Ambil semua perlengkapan lo, temuin gw di apartment alpha, Moscow oblast, 10 menit dari sekarang. Gw pakai BMW hitam.”

“Sebent-“

Gw langsung menutup hp gw lalu melajukan mobil ini lebih cepat ke daerah tujuan. Ada suatu rasa yang jarang gw rasakan selama ini, rasa panik. Gw sudah mengira kalau Valli akan ingkar terhadap janjinya, gw juga sudah mengira kalau Valli ada kemungkinan untuk terjebak dalam keadaan seperti ini. Terus kenapa gw merasa panik? Tunggu dulu.. jangan jangan apa yang gw rasain sekarang bukanlah rasa panik, namun lebih buruk lagi, sebuah rasa takut.

10 menit kemudian gw sudah sampai di daerah apartmen alpha, tanpa ragu, gw langsung memarkirkan mobil ini di pinggir jalan. Terlihat beberapa orang berlari keluar dari dalam apartment dimana Valli dan temannya menyimpan para perempuan itu. Tanpa sadar, seseorang sudah mengetuk kaca mobil sebelah kiri gw ini. Tampak seseorang dengan overcoat hitam, dengan rambut dan brewok pirangnya. Dia adalah Ulric seorang ‘kriminal’ (gw kasih petik karena memang apa yang dilakukannya tidak pernah ketawan), yang punya hutang budi ke gw dan bokap gw dulu, sebenernya daripada ‘kriminal’ gw lebih suka panggil orang sejenis Ulric ini sebagai ‘pendosa’, tapi kata-kata ini lebih enak kalau didengar, daripada dibaca dalam sebuah tulisan.

“Ada kejadian di apartmen itu” ucapnya.

“Lo bawa aja?” tanya gw.

Ia menyibak overcoatnya, memperlihatkan dua buah pistol lengkap dengan peredam yang terpasang rapih di tubuhnya. Gw hanya menganggukan kepala ke arahnya lalu mengambil tas gw yang gw taruh di kursi sebelah gw lalu keluar dari mobil ini dan menyilangkan tas ini di badan gw.

“Instruksi?” tanya Ulric ke gw.

“Sweep area sekitar apartment, terus ke lantai 8, disitu kamar yang gw tuju.”

“Emang siapa yang ngebuat lo sampe protektif begini?” tanyanya.

“Cewek gw.” Jawab gw menatap mata birunya.

“Kalau begitu kita harus buru-buru”

Gw mengambil dua pisau yang ada di tas ini, lalu langsung berlari ke apartment alpha menuju kamar dimana Valli berada. Ada yang aneh dari apa yang gw perhatikan saat gw berlari, apartment ini terlalu sepi dan sunyi. Dan benar saja waktu gw sampai di lantai 8 ada lima orang memakai hoodie hitam sedang berjaga di lorong lantai 8 ini. Tanpa menunggu, gw langsung berlari ke arah orang terdekat, dan langsung menusuk punggungnya dengan kedua pisau gw ini, suara teriakan orang ini pun terdengar menggema di lorong ini. Namun tidak sampai situ, teman-temannya yang panik langsung menembakan pistol yang mereka pakai.

*DOR* *DOR* *DOR* *DOR* *DOR*

Suara tembakan tiada henti ditujukan ke arah gw, membuat kuping gw berdering kencang, untungnya orang yang gw tusuk ini berbaik hati memperbolehkan badannya sebagai tameng tembakan teman-temannya, gw langsung mendorong orang yang gw tusuk ini ke depan, ke arah kamar Valli, dan dimana teman-temannya menembak gw. Ketika jarak sudah sangat dekat, dan sudah masuk jangkauan pisau-pisau ini. Gw langsung merogoh tas yang gw selempangin ini, dan melemparkan pisau demi pisau ke arah para lowlife yang menembak ke arah gw, satu per satu suara rintihan mulai terdengar, disusul dengan berhentinya suara tembakan ini.

Orang yang menjadi tameng tembakan gw pun langsung jatuh seperti boneka ketika gw melepaskan genggaman gw dari gagang pisau yang tertusuk di punggungnya itu, tentu saja dia sudah tidak bernyawa setelah menelan banyak peluru kayak tadi. Gw mengecek ke keadaan sekitar, terlihat banyak bolongan dari hasil tembakan di ujung sana, dan diujung berlawanan, tampak empat orang merintih kesakitan karena tangan badan dan kakinya menjadi sarang dari banyak pisau yang gw lemparkan. Gw tidak mempedulikan mereka, lalu langsung masuk ke kamar tempat Valli menyediakan shelter buat para prostitut itu.

Ketika gw masuk ke ruangan depan, gw langsung bisa mencium bau darah di kamar ini. Membuat gerakan gw semakin cepat untuk membuka kamar tempat para prostitut itu berada. Gw bisa mendengar banyak suara wanita menangis didalam sana. Membuat keraguan menyerang pikiran gw, memperlambat gerakan gw. Gw putar pergelangan tangan kanan ini perlahan, membuka pintu didepan gw ini. Tampak para prostitu itu berkumpul ditengah ruangan ini, seperti melingkari sesuatu. Sadar akan kedatangan gw, para prostitut itu pun perlahan membukakan jalan untuk gw menghampiri pusat perhatian mereka.

Disana tergeletak Valli, dengan dada penuh darah, penuh luka, penuh banyak lubang dari tembakan sebuah senjata yang mengeluarkan banyak projektil. Terlihat tangan kanannya yang masih menggenggam sebuah pisau dapur yang berlumuran darah. Gw sudah bersiap akan kemungkinan terburuk, namun selalu ada harapan dalam segala sesuatu, Valli masih hidup, walau hidupnya sudah seperti lilin yang hampir habis.

“Aku kecewa Valli, kecewa sekali.” Ucap gw ke Valli yang mulai menyadari kedatangan gw. Mata abu abunya yang terang sudah meredup, dan memerah. Air matanya turun deras, mulutnya sekana ingin mengatakan sesuatu namun tidak bisa.

“Kamu lebih mementingkan orang lain? Orang lain yang ga berguna seperti mereka daripada permintaanku?” ucap gw kembali. Valli perlahan menggerakan kepalanya kekiri dan kekanan, menyangkal apa yang gw ucapkan.

Ada sebuah konflik besar di otak gw. Gw tau kondisi Valli ini sudah tidak tertolong, mau rumah sakit sebagus apapun tidak akan bisa menolongnya, kecuali dokter seperti dr.Leo sayangnya dr.Leo jauh dari sini. Gw tau dalam keadaan normal, gw akan meninggalkan Valli kepada takdirnya disini, agar dia merasakan konsekuensi setelah tidak menuruti permintaan gw. Tapi entah kenapa hati gw berkilah, dan ingin melakukan apapun untuk menyelamatkannya? Badan gw, bergerak melawan apa yang otak gw biasa pikirkan, menuruti apa yang hati gw rasakan.

“Kalian semua, keluar dari ruangan ini, tunggu dilorong, lebih baik lagi kalau kalian enyah dari sini.” Ucap gw ke para prostitut di sekeliling gw, yang mereka turuti dengan mengosongkan ruangan ini.

Gw berlutut disebelah kanan Valli. Gw perlahan membuka kemeja putih yang gw kenakan, menyisakan kaus oblong berwarna putih yang gw pakai sebagai daleman. Perlahan gw letakan tas yang gw slempangin ini, lalu mengambil alat berbentuk jarum yang terkoneksi dengan kabel tipis yang merupakan hasil ciptaan gw. Gw membuka kaos gw, membuat gw telanjang dada, tidak lupa gw membuka baju yang dikenakan oleh Valli, membuat ia hampir topless, manyisakan bra nya saja. Disana gw bisa melihat luka-luka yang Valli dapat, ada sekitar sepuluh lubang bersarang di badannya, beberapa bersarang di lokasi organ vitalnya. Gw mulai menusukkan empat jarum ke empat titik spesifik di sekitar jantung gw berada, dan gw melakukan hal sama ke Valli, membuat tubuh kita terhubung oleh kabel. Gw bisa merasakan, momen dimana jarum yang gw gunakan untuk Valli menancap di tubuhnya, jantung gw mulai berdetak cepat, menandakan jarum ini bekerja sesuai fungsinya.

Setelah jarum yang menghubungkan jantung kita tertanam, gw mulai merogoh tas hitam ini lagi untuk mengambil sebuah sarung tangan dengan ujung jari menjuntai panjang seperti sebuah cakar dengan kuku panjang menyerupai jarum. Dengan sarung tangan ini gw mengeluarkan beberapa projektil yang bisa gw angkat. Dengan peralatan terbatas, apa yang gw lakukan ini sangatlah riskan, tidak higenis, dan tidak boleh ditiru.

Setelah gw rasa cukup, gw lepas sarung tangan ini lalu merogoh tas yang gw bawa lagi, mengambil satu kantong berisi lembaran krem yang berbentuk seperti plester. Gw tempelkan plester inni ke luka terbuka yang Valli miliki satu persatu. Ketika plester ini ditempelkan dan menutup tempat dimana luka itu berada, plester ini langsung otomatis mengkerut, mengeluarkan obat yang ada didalamya, dan juga memaksa luka itu tertutup selama plester ini tertempel.

Gw bisa melihat kulit Valli mulai kembali warnanya, menandakan kondisinya mulai membaik dari sebelumnya, namun, gw bisa merasakan detak jantung Valli kembali melemah. Gw langsung mengeluarkan 8 buah jarum lagi, dan menusukkan masing masing 4 jarum di kedua nadi tangan gw, lalu gw hubungkan kabel jarum ini ke kabel 4 jarum Valli. Gw bisa merasakan detak jantung gw berdetak sangat cepat, sangat cepat, sehingga gw mulai kesulitan bernapas, dan sulit menggerakkan badan gw. Sebagai gantinya, detak jantung Valli kembali normal, dan sepertinya obat dari plester-plester yang gw tempelkan mulai menunjukan efeknya. Valli mulai pulih kesadarannya.

“A..Di.. dar..ah..” ucapnya terbata bata.

“Ssssh… Kamu… pasti.. selamat..” jawab gw, dengan nafas yang sangat pendek

“Ap..a…y… ka…mu…la..ku…kan…?”

Gw tidak bisa menjawab pertanyaannya, tidak bisa, nafas gw sudah sangat pendek sekali, gw harus berusaha sangat keras untuk bisa melakulan satu sirkulasi nafas. Gw bisa merasakan suatu cairan, keluar dari hidung, mata dan telinga gw, membuat gw perlahan menyeka cairan misterius ini dengan tenaga yang perlahan mulai meninggalkan gw ini. Terlihat warna merah mewarnai telapak tangan gw, darah, darah adalah cairan yang keluar dari hidung, mata dan telinga gw. Kemudian semua otot yang ada di tubuh gw seperti menegang semua, membuat gw mengulat kesakitan.

“Adii!! Apa yang kamu lakukan?” tanya Valli kini lancar, berusaha bangun walaupun masih lemas. Terlihat air matanya mulai mengalir kembali.

Gw tidak menjawab, badan gw masih terasa sangat sakit, sangat sakit. Gw tau apa yang gw lakuin. Dan ini sudah gw pikirkan dengan matang matang.

Dulu gw sempat menunjukan jarum ini ke dr.Leo, gw ingat banget dia sangat kagum dengan apa yang gw buat. Jarum yang gw buat ini, dapat menghasilkan tenaga listrik dari kecepatan darah yang mengalir di tubuh manusia. Tentu saja jarum yang gw gunakan mempunyai banyak fungsi, dan semakin banyak fungsi yang digunakan, semakin banyak juga tenaga yang dibutuhkan, dan setiap jarum yang digunakan akan mempercepat kecepatan darah mmengalir di dalam tubuh ini meningkat, merusak jantung. Karena itu dr.Leo menyebut alat yang gw buat ini berbahaya dan tidak boleh digunakan sembarangan. Ini penjelasan singkatnya.

Gw sudah menceritakan berkali-kali akan apa yang paling berharga buat gw adalah diri gw sendiri dan keluarga gw, hal-hal lain tidak mempunyai nilai di benak gw. Kalau gw di kasih suatu kondisi dimana gw harus menyelamatkan keluarga gw atau nyawa ratusan atau ribuan orang? Gw pasti akan memilih menyelamatkan keluarga gw.

Namun apa yang beda dengan sekarang?

Entah.

Dulu.. Valli pernah bertanya, apakah gw benar benar cinta ke dia? Dan apa yang gw rasakan ke dia?

Dan gw menemukannya jawabannya ketika gw melihat dia bersimpah darah di ruangan ini. Harusnya gw marah dengan dia, tidak menurut dengan peringatan dan permintaan gw, mementingkan orang lain daripada pacarnya sendiri. Otak gw berkata seperti itu, tapi untuk pertama kalinya badan gw bergerak menurut dengan hati gw. Otak mengatakan tidak ada cara yang bisa menyelamatkan Valli dari kondisi seperti ini, namun hati berkata sebaliknya, gw bisa menyelamatkan Valli, walau itu akan membunuh gw. Sebuah pertukaran yang adil, menurut hati gw.

Namun sepertinya, Valli menyadari apa yang gw lakukan sekarang. Gw bisa melihat tatapan nya yang panik dan ketakutan ketika gw tunduk dalam rasa sakit ini. Gw hanya bisa tersenyum, karena gw merasa, badan gw gak akan bertahan lebih lama lagi. Valli menggoyang-goyangkan badan gw, menangis, memohon untuk menghentikan apa yang gw lakukan sekarang ini. Pandangan gw mulai blur, menghitam, sebuah tiupan angin dingin terasa dileher gw. Mati karena menyelamatkan pacar sendiri dari kematian? Sebuah kata penutup bagus sebagai penutup lembaran hidup gw bukan? Dunia pun menjadi gelap.

Tiba tiba gw merasakan seperti sebuah kejutan listrik menyambar jantung gw dan merambat ke sekujur tubuh gw. Membuat mata gw terbuka membuat sinar terang membutakan mata ini. Perlahan warna mulai kembali di pandangan gw, gw bisa merasakan detak jantung gw yang berdetak sangat tidak stabil. Gw menolehkan kepala gw ketempat Valli berada.

“Gak. Gak gak GAK GAK!!! GAAAK!! VALLIII!!!” teriak gw sambil berusaha bangun ke tubuh Valli yang tergeletak di lantai ini.

Gw melihat jarum yang tertancap didadanya telah tercabut, dicabut, dicabut paksa, dicabut paksa oleh dia sendiri. Dan gw tau apa konsekuensi jika seseorang mencabut jarum ini ketika sedang bekerja dalam kekuatan maksimal, jantung Valli akan kehilangan energi yang dia dapat dari gw, dan akan menyebabkan kerusakan parah pada jantungnya, kematian.

Gw kembali menusukan jarum yang copot itu ke tubuh Valli membuat jantungnya berdetak kembali. Aliran darahnya bergerak kembali. Namun tidak ada tanda-tanda kehidupan yang kembali gw lihat di wajah dan tubuh Valli. Nyawa yang menggerakkan tubuh Valli sudah tidak ada, menyisakan sebuah wadah tanpa tuan.

Tiba tiba kondisi ruangan ini menjadi gelap, gw tidak tau apa yang gw rasakan kali ini, terlalu banyak yang bergejolak, gw tidak tau apa-apa lagi. Yang gw tau adalah gw dapat melihat banyak bayangan hitam dengan mata putih dan garis mulus sebagai mulut terukir diwajah mereka, mengelilingi gw dan Valli. Tanpa sadar, gw sudah menggerakkan tangan kanan gw ke arah salah satu bayangan didepan gw, dan menggenggamnya dengan erat, sangat erat, dan menyeretnya, menariknya ke arah tubuh Valli. Bayangan itu melawan dengan keras, melawan tenaga gw yang sudah tidak seberapa ini, melawan dengan teriakan yang melengking, membuat telinga berdengung kencang, tangan kiri gw pun bergerak ke arah bayangan yang gw tahan dengan tangan kanan gw, dan kali ini bayangan itu tidak bisa menahan kekuatan kedua tangan gw. Gw memaksa bayangan itu ke arah tubuh Valli, membuat teriakan bayangan itu semakin keras. Ketika selangkah lagi bayangan itu masuk ek tubuh Valli, tiba tib…

*BRAAAAAK*

Badan gw melayang ke tembok ruangan ini, membuat bayangan yang gw seret tadi melayang terbang bebas entah kemana.


kkaze22
sormin180
junti27
junti27 dan 33 lainnya memberi reputasi
34
Tutup
Ikuti KASKUS di
© 2025 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.