- Beranda
- Stories from the Heart
(Cerita Silat) Legenda Pedang Naga Emas
...
TS
c4punk1950...
(Cerita Silat) Legenda Pedang Naga Emas
Quote:

Prolog
Aku termenung di dalam kamar, entah sudah berapa banyak buku cerita silat seperti Wiro Sableng hingga Si Buta dari Goa Hantu kusikat, mataku seakan tak pernah lelah untuk membaca cerita silat yang penuh dengan makna.
Aku ingin sekali menjadi tokoh utama dalam cerita yang kubaca, tapi mana mungkin jangankan berkelahi untuk membunuh semut pun rasanya tak tega.
Andai saja aku bisa silat. Aku hanya bisa berangan-angan sambil melihat langit-langit kamar. Di dinding kamar terpajang sebilah pedang peninggalan kakekku, katanya pedang itu adalah pemberian turun temurun keluarga.
Pedang itu tak bernama, hanya saja pedang itu berwarna emas dengan gagangnya berukiran seekor naga dengan mutiara tepat di mata sang naga membuat pedang itu terasa sangat mewah. Bentuknya pun lurus sempurna dengan bagian meruncing diujungnya, sebuah pedang indah yang memang sangat kusuka.
Kulihat jam dinding yang berdetak sudah hampir menunjukkan pukul 6 pagi, saatnya kembali bersekolah menuntut ilmu untuk masa depan nanti. Setelah mempersiapkan perlengkapan yang biasa aku bawa sekolah, aku pun segera keluar kamar dan berpamitan pada ibu.
"Bu... aku berangkat dulu.... "
"Iya, Sakti, Hati-hati, ini Ibu lagi di dapur."
Aku segera mengambil sepeda kesayangan, dan segera mengayuhnya hingga tepat berada di gedung sekolah.
Terlihat ada keramaian, dua atribut berbeda saling serang. Aku kembali mengayuh sepeda arah pulang, hingga di tengah jalan dihadang oleh beberapa siswa dari sekolah musuh bebuyutan sekolahku.
"Turun, Lo!" ujar seseorang yang paling besar di antara yang lain.
"I-iya, Bang, " ucapku terbata
"Udah, hajar aja," teriak siswa yang lain
"Bughh! daghh! Krakk! "
Habislah aku jadi samsak hidup oleh mereka, dari arah belakang, depan, samping semua kena hajar.
Lalu sekawanan siswa itu pun lari setelah melihatku tak banyak bergerak, entah seluruh tubuhku terasa tak mampu di gerakkan. Untung saja ada beberapa warga melintas yang membantuku dan memberikan segelas minum, aku pikir sudah mati ternyata tubuhku masih bisa di gerakkan walaupun lemah.
Setelah cukup beristirahat, dan berterima kasih kepada yang sudah menolongku, aku pun kembali mengayuh sepeda untuk segera pulang dengan sisa-sisa tenaga yang kumilki sembari menahan nyeri.
"Bu ... aku pulang. "
"Sakti." Ibu kaget melihat tubuhku penuh luka lebam.
Lalu tiba-tiba pandanganku gelap dan semua cahaya pun sirna.
#########
Ilustrasi Karakter
Sakti

Lastri

Asih

INDEX
Hilang
Part 1
Part 2
Part 3
Part 4
Part 5
Part 6
Part 7
Part 8
Perjalanan Baru
Part 1
Part 2
Part 3
Part 4
Kekuatan Mental
Part 1
Diubah oleh c4punk1950... 13-05-2022 09:04
User telah dihapus dan 25 lainnya memberi reputasi
26
15.8K
142
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•52KAnggota
Tampilkan semua post
TS
c4punk1950...
#74
Part 8
Barda dan Lastri saling pandang, ada rasa yang dulu hilang kini bersemi kembali.
Kemudian Arya Pangiri dan beberapa pendekar termasuk Mahesa melakukan serangan secara bersamaan dengan beberapa pendekar yang masih hidup. Dewa Kematian terpental beberapa meter akibat serangan secara bersamaan yang mereka lakukan.
Tapi akibatnya Dewa Kematian murka hingga sebuah hantaman telak tangan penuh tenaga dalam tingkat tinggi menerpa dada Arya Pangiri hingga pendekar itu terlempar dan menghantam bagian lain rumah dan menambah kehancuran rumah itu. Nasib Mahesa sendiri tak lebih baik, bersama beberapa pendekar lainnya sudah muntah darah karena jurus Api Kematian yang sangat dahsyat.
Beberapa pendekar lain yang ternama seperti Respati, Sadewa dan Radeya yang sukses melukai tubuh Dewa Kematian dan balasan untuk mereka tak kalah dari apa yang diterima Arya Pangiri. Mereka juga tumbang oleh kibasan kedua tangan Dewa Maut yang memiliki tenaga dalam tingkat tinggi. Angin pukulannya saja membuat beberapa pendekar biasa yang berada cukup jauh dari pertarungan terhuyung dengan mulut memuntahkan darah. Pekikan-pekikan tajam yang keluar dari mulut Dewa Kematian juga ikut memakan korban orang-orang berkemampuan silat biasa saja. Mereka bertumbangan satu persatu bahkan ada yang langsung melayang nyawanya.
Pertempuran semakin seru dan beberapa pendekar ternama kembali tumbang tak berdaya. Sungguh hebat kesaktian Dewa Kematian yang mampu melawan begitu banyak musuh. Tapi meski demikian tubuh Dewa Kematian juga sudah banyak mengalami banyak luka. Dan dia mulai terdesak hebat. Apalagi dengan masuknya seorang wanita berbaju merah bersama seorang pria yang dengan jurus pedang gila.
Ratu Pedang Iblis Merah melesat dari luar halaman rumah Arya Pangiri yang sudah tergeletak tak bernyawa, ia langsung menyerang Dewa Kematian yang baru saja menghempaskan Arya dan Mahesa hingga tak bisa bergerak lagi. Ancamannya berhasil dia tunaikan. Sasaran utama telah bisa dia capai meski dilindungi begitu banyak pendekar hebat.
Sabetan pedang dari Ratu Pedang Iblis Merah benar-benar mengerikan. Kemampuan pendekar wanita itu dalam menggunakan senjata pedang bahkan dianggap nomor satu dikolong langit Jawadwipa ini. Konon kabarnya jika dia mencabut pedang dari sarungnya pantang untuk disarungkan kembali sebelum basah oleh darah.
Dewa kematian terdesak hebat namun masih mampu memberi pukulan telak yang membuat Lastri terpental jauh keluar halaman rumah Tapak Suci, setelah menerpa pagar rumah hingga hancur lebur. Barda yang mengamuk juga beberapa saat terhempas dan tumbang di samping Lastri namun beruntung keadaannya tidak terluka parah. Lastri yang terluka parah langsung dibawa kedalam hutan oleh Barda, selanjutnya ia pun bersemedi memulihkan aliran darahnya di bagian luar padepokan Tapak Suci. Sementara Barda kembali ke padepokan Tapak Suci.
Terlihat tak ada lagi seorangpun yang selamat, banjir darah di padepokan tapak suci. Sementara Dewa Kematian sudah pergi entah kemana.
Barda melihat Mahesa yang luka parah di luar padepokan mencoba bangkit untuk bersemedi, ia pun menghampirinya.
“Mahesa ini aku?”
“Barda... Syukurlah. Tolong anakku terluka parah! Sepertinya ia terjatuh dari pohon,”
Barda tersenyum licik dan langsung menyabetkan pedangnya. Mahesa yang tidak menyangka Barda yang dianggapnya sebagai sahabat bahkan saudara ketika kecil selalu bermain bersama akan melakukan hal sekeji itu. Dia tak berdaya untuk menghindar.
Crashhhhh...
Kepala Mahesa terpisah dari tubuhnya. Mahesa pun tewas ditangan Barda. Kemudian dengan santai Barda meninggalkan ayah dan anak itu ia kemudian melesat dan mencari Lastri yang memang telah diketahuinya sedang bersemedi.
“Lastri tahan. Ini aku Barda. Aku akan menyalurkan tenaga dalamku untuk membantu memulihkan jalan darahmu.”
Segera Barda menempelkan telapak tangannya dipunggung Lastri. Kemudian mengalirkan tenaga dalamnya melalui telapak tangan itu ke tubuh wanita yang sangat dia idamkan selama ini.
"Bagaimana keadaan suami dan anakku?"
"Maaf Lastri mereka semua mati"
"Tidakkk..." teriak Lastri.
Namun Barda segera membawa Lastri yang keadaannya sudah lemah tak berdaya masuk lebih dalam ke arah hutan yang masih perawan.
Mahesa dan anaknya Sakti ditemukan oleh Satria Pedang Dari Timur alias Panca yang merupakan Ipar dari Lastri, namun ia menyembunyikan kematian Mahesa kepada siapapun ia tak ingin keluarga besar istrinya berduka. Terlebih Lastri sendiri tak ditemukan jasadnya, hanya ada pedang Ratu Iblis Merah yang tertinggal di arena pertarungan.
Disudut lain Dewa Kematian tersenyum dengan hancurnya padepokan kuat di daerah Pajang, Arya Pangiri yang sudah mati menuntaskan dendamnya selama ini karena telah membunuh kedua orang tuanya saat ia masih remaja. Padepokan Tapak Suci memang didirikan dengan penuh darah dan air mata.
"Kini Suranyali dan Dewa Kematian sudah mati" ucapnya dalam hati.
"Kini aku adalah Pedang Maut Dari Selatan, aku kembali menjadi pendekar biasa" sambil melesat cepat menuju pantai selatan.
****'**
Sementara itu Panca selesai menceritakan peristiwa berdarah yang terjadi beberapa minggu yang lalu kepada Sakti.
Sakti tetap bingung, karena ia sama sekali tak tahu apa-apa.
#Bersambung
Barda dan Lastri saling pandang, ada rasa yang dulu hilang kini bersemi kembali.
Kemudian Arya Pangiri dan beberapa pendekar termasuk Mahesa melakukan serangan secara bersamaan dengan beberapa pendekar yang masih hidup. Dewa Kematian terpental beberapa meter akibat serangan secara bersamaan yang mereka lakukan.
Tapi akibatnya Dewa Kematian murka hingga sebuah hantaman telak tangan penuh tenaga dalam tingkat tinggi menerpa dada Arya Pangiri hingga pendekar itu terlempar dan menghantam bagian lain rumah dan menambah kehancuran rumah itu. Nasib Mahesa sendiri tak lebih baik, bersama beberapa pendekar lainnya sudah muntah darah karena jurus Api Kematian yang sangat dahsyat.
Beberapa pendekar lain yang ternama seperti Respati, Sadewa dan Radeya yang sukses melukai tubuh Dewa Kematian dan balasan untuk mereka tak kalah dari apa yang diterima Arya Pangiri. Mereka juga tumbang oleh kibasan kedua tangan Dewa Maut yang memiliki tenaga dalam tingkat tinggi. Angin pukulannya saja membuat beberapa pendekar biasa yang berada cukup jauh dari pertarungan terhuyung dengan mulut memuntahkan darah. Pekikan-pekikan tajam yang keluar dari mulut Dewa Kematian juga ikut memakan korban orang-orang berkemampuan silat biasa saja. Mereka bertumbangan satu persatu bahkan ada yang langsung melayang nyawanya.
Pertempuran semakin seru dan beberapa pendekar ternama kembali tumbang tak berdaya. Sungguh hebat kesaktian Dewa Kematian yang mampu melawan begitu banyak musuh. Tapi meski demikian tubuh Dewa Kematian juga sudah banyak mengalami banyak luka. Dan dia mulai terdesak hebat. Apalagi dengan masuknya seorang wanita berbaju merah bersama seorang pria yang dengan jurus pedang gila.
Ratu Pedang Iblis Merah melesat dari luar halaman rumah Arya Pangiri yang sudah tergeletak tak bernyawa, ia langsung menyerang Dewa Kematian yang baru saja menghempaskan Arya dan Mahesa hingga tak bisa bergerak lagi. Ancamannya berhasil dia tunaikan. Sasaran utama telah bisa dia capai meski dilindungi begitu banyak pendekar hebat.
Sabetan pedang dari Ratu Pedang Iblis Merah benar-benar mengerikan. Kemampuan pendekar wanita itu dalam menggunakan senjata pedang bahkan dianggap nomor satu dikolong langit Jawadwipa ini. Konon kabarnya jika dia mencabut pedang dari sarungnya pantang untuk disarungkan kembali sebelum basah oleh darah.
Dewa kematian terdesak hebat namun masih mampu memberi pukulan telak yang membuat Lastri terpental jauh keluar halaman rumah Tapak Suci, setelah menerpa pagar rumah hingga hancur lebur. Barda yang mengamuk juga beberapa saat terhempas dan tumbang di samping Lastri namun beruntung keadaannya tidak terluka parah. Lastri yang terluka parah langsung dibawa kedalam hutan oleh Barda, selanjutnya ia pun bersemedi memulihkan aliran darahnya di bagian luar padepokan Tapak Suci. Sementara Barda kembali ke padepokan Tapak Suci.
Terlihat tak ada lagi seorangpun yang selamat, banjir darah di padepokan tapak suci. Sementara Dewa Kematian sudah pergi entah kemana.
Barda melihat Mahesa yang luka parah di luar padepokan mencoba bangkit untuk bersemedi, ia pun menghampirinya.
“Mahesa ini aku?”
“Barda... Syukurlah. Tolong anakku terluka parah! Sepertinya ia terjatuh dari pohon,”
Barda tersenyum licik dan langsung menyabetkan pedangnya. Mahesa yang tidak menyangka Barda yang dianggapnya sebagai sahabat bahkan saudara ketika kecil selalu bermain bersama akan melakukan hal sekeji itu. Dia tak berdaya untuk menghindar.
Crashhhhh...
Kepala Mahesa terpisah dari tubuhnya. Mahesa pun tewas ditangan Barda. Kemudian dengan santai Barda meninggalkan ayah dan anak itu ia kemudian melesat dan mencari Lastri yang memang telah diketahuinya sedang bersemedi.
“Lastri tahan. Ini aku Barda. Aku akan menyalurkan tenaga dalamku untuk membantu memulihkan jalan darahmu.”
Segera Barda menempelkan telapak tangannya dipunggung Lastri. Kemudian mengalirkan tenaga dalamnya melalui telapak tangan itu ke tubuh wanita yang sangat dia idamkan selama ini.
"Bagaimana keadaan suami dan anakku?"
"Maaf Lastri mereka semua mati"
"Tidakkk..." teriak Lastri.
Namun Barda segera membawa Lastri yang keadaannya sudah lemah tak berdaya masuk lebih dalam ke arah hutan yang masih perawan.
Mahesa dan anaknya Sakti ditemukan oleh Satria Pedang Dari Timur alias Panca yang merupakan Ipar dari Lastri, namun ia menyembunyikan kematian Mahesa kepada siapapun ia tak ingin keluarga besar istrinya berduka. Terlebih Lastri sendiri tak ditemukan jasadnya, hanya ada pedang Ratu Iblis Merah yang tertinggal di arena pertarungan.
Disudut lain Dewa Kematian tersenyum dengan hancurnya padepokan kuat di daerah Pajang, Arya Pangiri yang sudah mati menuntaskan dendamnya selama ini karena telah membunuh kedua orang tuanya saat ia masih remaja. Padepokan Tapak Suci memang didirikan dengan penuh darah dan air mata.
"Kini Suranyali dan Dewa Kematian sudah mati" ucapnya dalam hati.
"Kini aku adalah Pedang Maut Dari Selatan, aku kembali menjadi pendekar biasa" sambil melesat cepat menuju pantai selatan.
****'**
Sementara itu Panca selesai menceritakan peristiwa berdarah yang terjadi beberapa minggu yang lalu kepada Sakti.
Sakti tetap bingung, karena ia sama sekali tak tahu apa-apa.
#Bersambung
Diubah oleh c4punk1950... 08-05-2022 16:20
69banditos dan 3 lainnya memberi reputasi
4