Kaskus

Story

open.mindedAvatar border
TS
open.minded
ILLUSI
Quote:


Quote:


Quote:
Polling
0 suara
menurut penghuni kos disini.. kalian mau kisah gw kaya gimana? (bisa milih banyak!!)
Diubah oleh open.minded 08-01-2022 18:27
andristyle20Avatar border
vargubo86498Avatar border
nuryadiariAvatar border
nuryadiari dan 210 lainnya memberi reputasi
199
2M
5.2K
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the Heart
KASKUS Official
32.7KThread51.9KAnggota
Tampilkan semua post
open.mindedAvatar border
TS
open.minded
#4438
Lightborn
Gw masih terdiam memproses kenyataan bahwa Nina ngatain gw dengan sebutan “Bego”. Ketika kesadaran gw kembali, disebelah kanan gw terlihat sosok dua wanita, tidak, tiga wanita mengerumuni gw, Valli dan Yvette di sisi kanan gw, sedangkan Anastasya berada di kiri gw. Mereka menatap layar pc yang hitam kemudian mengalihkan tatapan mereka ke arah muka gw.

“Itu siapa Di?” tanya Valli

“Tadi? Itu mantan muridku dulu di Indonesia.” Jawab gw.

“Murid? Kamu guru?”

“Gak. Gak. Aku dulu mengajar les private. Cewek itu adalah anak client ku.” Jawab gw sambil menggaruk-garuk kepala.

“Ohhh. Kayanya serius tadi omongannya ya?”

“Hm? Lebih ke catchup kabar satu-sama lain sih”

“Ohhhh.”

“Kenapa kok daritadi oh-ah-oh mulu?”

“Curious aja, soalnya aku gak pernah ngeliat kamu memberi perhatian lebih kalo berbicara sama cewek lain selain aku dan Anastasya.” Jawabnya.

Belum gw bisa menjawab, terdengar suara pintu terbuka yang disusul dengan suara seorang laki-laki yang menyapa anak buah gw satu-satu. Gw langsung mendongakan kepala gw agar bisa melihat siapa orang yang masuk ke ruangan gw ini, dan ternyata yang orang itu adalah Recht. Ia langsung berjalan menghampiri tempat duduk ini, tidak lupa ia menyapa ke tiga wanita yang mengelilingi gw ini. Ia lalu mengisyaratkan gw untuk masuk ke dalam ruangan pribadi gw menandakan ada omongan serius yang mau ia bicarakan, gw iyakan permintaan dia itu dan akhirnya kami sudah berdua di ruangan pribadi gw ini.

“Ada apa Recht? Tumben lo ada omongan yang butuh gw dengerin.” Ucap gw membuka pembicaraan.

“Ya. Ini emang harus lo denger sendiri Di.”

“Hm?”

“Masalah cewek lo Di.”

“Ada apa dengan cewek gw?”

“Lo tau dia suka ngelakuin gerakan activism?”

“Tau.”

“Kali ini kegiatan activism yang dia target adalah untuk masalah human traficking. Lebih specific lagi, dalam industri prostitusi.” Ujar Recht.

“…..”

“Nah, lo tau kan activisme yang dilakukan sama activis itu ga cuma damai aja kaya protes dan demo? Terkadang kegiatan activisme mereka benar benar bisa mengganggu flow bisnis prostitusi ini.”

“…..”

“Disini masalah yang gw mau bicarain ke lo Di. Cewek lo, dan teman-temannya sekarang berencana ngeganggu bisnis prostitusi yang dipunyai orang yang cukup merepotkan. Orang ini mempunyai backup politik sampai atas. Lo bisa simpulin sendiri kan? Berarti polisi pun ga bakal bisa nangkep nih orang, dan dia bisa ngelakuin apa aja ke orang yang ngeganggu bisnis mereka.”

“…..”

“Gw mau lo ingetin dia. Kali ini, kegiatan activisme dia sudah masuk ke dalam zona bahaya.”

Mendengar penjelasan itu gw langsung menyandarkan badan gw ke kursi ini. Gw tau kalau Valli suka mengikuti kegiatan activism. Gw ga pernah mengganggu gugat kegiatan yang sangat dia sukai itu. Karena gw tau, mempedulikan orang lain adalah sifat Valli, karena gw tau dia seperti cahaya yang terlahir untuk menerangi orang-orang yang membutuhkan, sesuatu yang gw gak bisa mengerti. Dan sekarang yang gw takutkan pun terjadi, apa yang dia bela, akan bertentangan dengan sesuatu yang bisa membahayakannya.

“Gw ngerti Recht. Thanks infonya.” Ucap gw masih berpikir.

“Gw bisa nyediain pengawas disekitar daerah itu untuk menjaga-jaga, tapi lo harus tau mereka hanya pengawas yang akan memberikan informasi aja. Bukan petarung. Kalau gw kirim para petarung gw, nanti jadi perang wilayah.” Ujar Recht.

“Lakuin itu.”

“Itu aja yang gw mau sampein. Oh ya. Gw bakal kirim file detailnya ke lo, disana semua data yang lo butuhin ada”

“Terima kasih Recht. Ohya. Tolong panggil Valli pas lo keluar nanti.” Ucap gw yang dijawab oleh anggukan Recht.

Recht pun keluar dari ruangan gw ini. Terdengar suara jari yang gw ketukkan ke permukaan meja kerja ini. Tidak lama kemudia terdengar suara ketuka yang disusul oleh munculnya kepala Valli yang nongol di pintu itu.

“Adi. Kamu manggil aku?” tanyanya.

“Duduk dulu Val.” Ucap gw.

“Ada apa si? Kayanya serius banget.” Tanya Valli sambil menghampiri kursi dan duduk di depan gw.

“Gimana dengan kegiatan activism kamu Val?” tanya gw.

“Hm? Masih aku lakuin kok Di. Ada apa kok nanya kegiatan ku yang ini? Tumben. Aku kira kamu gak suka dengan activism.”

“Kamu benar. Aku gak suka.” Jawab gw.
“Valli. Kamu gak akan melakukan hal-hal ekstrem untuk menolong orang lain kan?”

“Hal ekstrem? Kamu ngomong apa sih Di?” tanyanya sekarang mulai gelisah.

“Hal ekstrem. Hal yang akan membahayaimu Val.”

Mendengar apa yang gw katakan, Valli terlihat sangat terkejut, gw bisa melihat iris matanya yang berwarna abu-abu secara utuh. Namun ekspresi terkejutnya kini berubah menjadi sebuah senyuman, senyuman hangat yang ironisnya bisa menyejukan suasana hati gw.

“Seorang Adi, khawatir?” tanyanya dengan ekspresi yang menyebalkan.

“Menurutmu?”

“Ternyata kamu bisa khawatir juga ya Di. Hahahaha.” Ucapnya sambil terkekeh.

“Valli. Aku khawatir karena kamu adalah cewekku. Aku tidak akan khawatir jika ini menyangkut orang lain.”

Dia membalas kekhawatiran gw dengan senyuman itu lagi.

“Bagaimana kalau kamu ikut aku malam ini ketempat mereka?” ujar Valli

“Mereka?”

“Orang-orang yang membutuhkan pertolongan. Aku mau kamu tau kenapa aku harus menolong mereka.” Lanjutnya.

“Baiklah. Tapi aku mau kamu tau juga kenapa hal yang kamu kerjain ini berbahaya, dan kuminta kamu mengerti ya?”

“Iya sayang.” Jawabnya dengan senyum hangat.

Waktu pun berlalu dan hari sudah berubah menjadi malam, dua jarum di jam tangan gw menunjukan sudah hampir pukul 10 malam. Gw dan Valli berada di sebuah taksi menuju sebuah tempat dipinggiran kota Moscow, sebagai gambaran, tempat yang gw tuju ini berlawanan arah dengan brothel yang dimiliki oleh Recht.

Kami pun sampai didepan sebuah apartmen kumuh, yang menurut gw sangat tidak layak huni ini. Valli menuntun gw memasuki apartmen ini, menyusuri tangga menuju lantai 8 dan menuju sebuah kamar yang tidak memiliki nomor. Terlihat disana telah menunggu seorang wanita yang memiliki rambut berwarna biru. Gw kenal wanita itu, dia adalah wanita yang pernah di one-hit-KO oleh Timur saat mengikuti pertandingan underground di kampus gw. Wanita itu menyadari kedatangan kami, ia terlihat lega saat melihat kedatangan Valli, namun ekspresi lega itu berubah ketika melihat keberadaan gw, kali ini ekspresinya menjadi musam, dan jengkel.

“Vale lo lama banget datengnya, udah dari tadi gw tungguin!” ucap Wanita itu.

“Hahaha maaf, tadi gw keasikan dikantor cowokku, eh ya, aku bawa cowokku untuk melihat kondisi mereka.”

“Ngapain sih lo bawa orang asing kaya dia?!”

“Gw mau dia melihat apa yang gw bela. Udah jangan kebanyakan debat, buka pintunya.” UcapValli mengakhiri argumen.

Wanita itu pun dengan sungkan membukakan pintu apartmen dibelakangnya itu. Gw dan Valli memasuki apartmen mengikuti langkah wanita berambut biru itu. Gw bisa mencium aroma masam, parfum, debu dan alkohol bercampur menjadi satu. Tak lama kemudian gw melihat sekelompok manusia, wanita lebih spesifiknya, duduk dan tiduran di ruang utama apartment ini. Kira kira ada 14 orang di dalam ruangan ini. Gw bisa tau siapa mereka tanpa dikasih tau, dilihat dari paras, cara berpakaian mereka, dan aroma yang gw cium ini, gw bisa menebak kalau mereka semua adalah para prostitut.

“Adi.. Mereka inilah yang butuh bantuanku.” Ujar Valli.

Gw menatap ke para wanita yang tertunduk lesu ini, terlihat ada beberapa yang melirik ke arah gw, sosok asing di benak mereka.

“Valli, aku butuh waktu sendiri dengan mereka, beri aku waktu 10 menit” ucap gw tanpa menatap Valli.

“Baiklah. Aku akan tunggu di ruang depan ya Di.” Ujar Valli mengabulkan permintaan gw.

“Valerya!! Kenapa lo biarin dia sendiri dengan mereka?!” protes wanita berambut biru itu yang tidak diindahkan. Valli menggandeng tangan temannya itu keluar dari ruangan besar ini.

Setelah gw konfirmasi kalau Valli dan temannya tidak menguping. Gw alihkan tatapan gw ke para prostitut ini. Gw hampiri salah satu prostitu berambut pirang yang gw tebak paling tua dan senior dari prostitut lainnya. Gw duduk bersila tepat didepan wanita pirang itu, lalu menatapnya, wanita itu hanya tertunduk tidak berani menatap gw secara langsung, hanya sesekali lirikan kecil yang dia tujukan ke gw.

“Tatap gw” pinta gw ke dia.

“…..”

“haaaah. Gw gak mau buang buang waktu.”

“…..”

“Tatap gw!” gw memerintahkan wanita itu sekarang. Kali ini wanita itu menatap muka gw. Matanya bergetar, rasa takutnya bisa gw rasakan.

“A..Apa maumu??” tanya dia.

“Sudah berapa lama lo jadi prostitut?”

“Se.. Sepuluh tahun.. kurang lebih!?” jawabnya

“Sepuluh tahun adalah waktu yang lama, kenapa tidak dari dulu keluar dari lingkungan itu?”

“Kenapa? Karena tidak ada cara lain untuk mencari uang dan bertahan hidup selain ini!” jawab wannita itu meninggikan suaranya.

“Alasan yang tidak bisa diterima.”

“Apa maksudmu!?”

“Banyak cara di dunia ini, cara instan dan cara yang melalui proses, sepertinya lo lebih memilih jalan instan.”

“Apa yang kamu tau tentang bertahan hidup hah? Lihat kemejamu yang bagus itu! Kamu ga tau rasanya hidup susah.”

“Oooh gw tau banget dengan apa itu hidup susah, gw tau rasanya ga bisa makan selama seminggu, gw tau rasanya duit hasil kerja keras gw dicuri, gw tau rasanya tidak punya atap untuk berteduh saat malam tiba. Gw tau rasanya harus bertahan hidup.”

“…..”

“Pertanyaannya adalah, kalau kita sama-sama pernah hidup susah, kenapa gw bisa menjadi seperti ini, dan lo jadi seperti sekarang?”

“…..”

“Jawabannya adalah mau atau tidaknya lo dan gw untuk mengikuti proses. Bersedia atau tidaknya lo untuk menahan lapar, berlumuran kotoran manusia, berbau sampah, kedinginan diluar sana untuk mencari kehidupan atau tidak. Dan sepertinya lo memilih jalur yang gampang.”

“Lo tidak tau rasanya terjebak.” Ucap Wanita itu.

Gw langsung menggenggam tangan kirinya yang dia lipat sedari tadi dan membukanya. Terlihat banyak bekas suntikan di permukaan kulitnya. Wanita itu tampak terkejut dan kembali menarik tangan kirinya dan menutupi luka bekas suntikan itu.

“Lo terjebak? Atau menjebak diri sendiri?” ucap gw.
“Lo aja tidak mempunyai kendali atas diri lo sendiri.”
“Dan apa yang kalian lakukan, duduk disini tanpa melakukan apapun?”
“Manusia yang ingin bebas itu akan melawan! Mempertaruhkan nyawanya buat bebas. Bukan mengharapkan pertolongan orang lain.” Ucap gw, membuat perhatia semua wanita dikamar ini tertuju ke gw.

Gw beranjak dari posisi duduk ini lalu berjalan menuju pintu ruangan sebelah, meninggalkan para prostitut yang mulai menatap gw dibelakang sana. Terlihat Valli dan temannya sedang meminum secangkir the hangat. Melihat kedatangan gw Valli langsung menepuk nepuk sebuah spot di sebelah kanannya untuk gw duduki.

“Jadi gimana Di?” tanya Valli ke gw.

“Ga.”

“Apanya yang ngga?”

“Ga pantes. Mereka ga pantes dan ga worth it untuk ditolong.” Jawab gw.

“Kenapa? Kenapa kamu bilang gitu?”

“Mereka tidak mempunyai kemauan untuk berubah, mereka tidak melakukan usaha apapun untuk keluar dari lingkungan itu.”

“Makanya itu Adi, kita harus membantu.”

“Valli. Tidak semua orang pantas untuk dibantu. Apalagi jika ini membahayakanmu.” Jawab gw.

“Kamu membantu Anastasya dulu dan sekarang. Apa bedanya Anastasya yang dulu dengan mereka sekarang?”

“Sya itu spesial Val. Makanya aku merasa dia pantas untuk dibantu.”

“Apa bedanya Sya dengan mereka Di?”

“Haaaah.”

Sepertinya kalau gw gak buktiin dengan sebuah fakta, obrolan ini tidak akan pernah selesai. Jadi gw lepaskan ikatan kancing yang ada dikemeja gw ini, menyisakan kaus dalam gw yang mana juga gw angkat. Gw tunjukan ke Valli sebuah bekas luka yang ada di dada gw.

“Liat luka ini Val?” tanya gw.

“……” Valli terdiam. Mata abu abunya terbuka lebar, terlihat ekspresi kagetnya terukir disana. Kedua tangannya menutup mulutnya yang terbuka lebar.

“Ini adalah luka tusukan dari Anastasya. Ya dia berusaha membunuhku demi bebas. Dan sebelum ini dia mengirim banyak preman daerahnya untuk menjambret aku.”
“Kamu tidak menyangka kan? Kalau Sya pernah melakukan ini?”
“Inilah yang membuat Anastasya spesial Val, dia tidak hanya berharap, tapi dia juga melakukan sesuatu untuk mengejar mimpinya untuk hidup lebih baik, bahkan jika itu harus mebunuh orang sekalipun.” Ucap gw kembali menutupi badan gw.

“A.. Adi aku tidak tau..”

“Tidak apa-apa.”

“……..” Valli hanay terdiam menundukan kepalanya.

“Valli.”

“Ya Di?”

“Boleh aku meminta sesuatu ke kamu?” tanya gw.

“Boleh.. banget.” Ucapnya menatap gw.

“Aku minta kamu menjauhi daerah dan kegiatan ini. Aku akan kasih kamu filenya, kamu bisa liat sendiri buktinya.”

“Adi….” Lirih Valli menerima usb yang berisi file dari Recht.

“Apa permintaanku terlalu berat?” tanya gw.

“Gak. Gak berat. Aku akan nurutin kamu.”
“Tapi Adi…”
“Apa aku boleh untuk ngobrol dengan mereka untuk terakhir kalinya?” tanya Valli.

“Boleh sayang.” Ucap gw mengizinkannya.
Valli pun langsung ngacir ke ruangan tempat para wanita itu berada. Meninggalkan gw dengan wanita berambut biru ini. Ia menatap gw dengan Nanar seolah olah gw pernah membunuh ibunya. Gw tatap mata dia secara langsung, membuat dia yang tadinya ingin mengtakan sesuatu menjadi terdiam.

“Ternyata Lo yang mempengaruhi Valli melakukan hal ekstrem seperti ini? Lo tau ga dengan siapa lo berurusan? Lo tau siapa yang lo ganggu bisnisnya?” tanya gw.

“Kenapa gw harus peduli? Yang penting mereka selamat bukan?” jawabnya membuat emosi gw naik.

“Jika… kalau… Valli kenapa-kenapa karena aksi yang lo rencanain. Gw akan membuat hidup lo menjadi lebih parah daripada yang dialami para prostitut itu.”

“Lo nganc-“ protes wanita berambut biru itu gw potong.

“Diam.”
“Jawab peringatan gw. Apa lo mengerti?” tanya gw sambil menatap matanya langsung.

“G.. gw mengerti.”


fakhrie...
kkaze22
sormin180
sormin180 dan 31 lainnya memberi reputasi
32
Ikuti KASKUS di
© 2025 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.