Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

perojolan14Avatar border
TS
perojolan14
Tak Bisa Sendirian, Eksplorasi Migas RI Butuh Investor Asing!
 Tak Bisa Sendirian, Eksplorasi Migas RI Butuh Investor Asing!



Jakarta, CNBC Indonesia - Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) minyak dan gas bumi (migas) atau perusahaan migas dalam beberapa waktu belakangan menyatakan mundur dari Indonesia. Hal itu tentunya akan berdampak terhadap produksi migas di tanah air.

Belum lagi, Satuan Kerja Khusus Pelaksana Hulu Migas (SKK Migas) memiliki target 1 juta barel minyak per hari (bph) dan 12 miliar standar kaki kubik per hari (BSCFD). Lalu apakah Indonesia bisa sendiri mencapai target itu?

Praktisi Hukum Migas, Dhanny Jauhar menyampaikan, bahwa investasi migas membutuhkan modal yang jumbo. Tentunya dengan biaya yang mahal itu, biaya eksplorasi migas Indonesia akan memberatkan investor domestik.

Dhanny mencontohkan, untuk melakukan pengeboran satu sumur, dibutuhkan waktu yang lama untuk melakukan produksi. Berdasarkan hasil studinya, rata-rata investor asing dalam melakukan pengeboran menghabiskan US$ 1,8 miliar atau setara Rp 126 triliun.

"Itu sumur-sumur yang kosong yang tidak mendapatkan apapun di sana, ini uang hilang begitu saja bagi investor dan negara kehilangan penerimaan karena tidak bisa diverifikasi," ujarnya saat melakukan FGD RUU Migas, Rabu (15/12/2021) di Hotel Fairmont, Jakarta.

"Siap negara kita keluar Rp 126 triliun, tapi tidak mendapatkan apapun?," ujarnya lagi.

Oleh karena itu, Dhanny menilai bahwa pemerintah bersama DPR perlu untuk segera melakukan pembahasan RUU Migas untuk bisa memberikan kepastian hukum kepada investor.

Dari hasil studi dan survei yang dilakukan di kalangan investor, Dhanny mengungkapkan bahwa RUU Migas sangat diperlukan. Bahkan terkesan pemerintah acuh terhadap migas.

"Asal tahu saja, menemukan migas itu tidak seperti bertemu air di sumur, 10 tahun kita minimal menunggu untuk bisa sampai produksi," tuturnya.

Dari catatannya, sebanyak 107 eksplorasi sumur, hanya 50 sumur yang berlanjut pada press drilling atau pengeboran. Setelah dilakukan pengeboran pun, kata Dhanny belum tentu dapat migasnya atau kosong dan Rp 126 triliun hilang begitu saja.

Kemudian dari 50 pengeboran, kata Dhanny hanya 5 sumur yang bisa diproduksi. Untuk melakukan eksplorasi sumur, setidaknya dibutuhkan waktu tiga hingga enam tahun.

"Kita akan ngebor bisa 5 tahun sampai sumur produksi. Total bisa 10 tahun, satu tahun dalam dunia migas artinya 10 tahun."

"Saya pernah terlibat bor sumur migas di Papua dengan investasi sebesar U$ 245 juta, kosong tidak dapat apa-apa. Siap negara ini mengeluarkan US$ 245 juta untuk tidak mendapatkan apa-apa? Saya khawatir ini bisa dianggap sebagai kerugian negara," kata Dhanny berkisah.

Oleh karena itu, semakin lama pembahasan RUU Migas ditunda, semakin Indonesia mendekati krisis energi. Indonesia memang kaya akan sumber daya alam migas, namun mencari migas tak semudah cari air di sumur.

"Menemukan migas itu tidak semudah kelihatannya. Eksplorasi mahal. Dari 20 percobaan pengeboran, hanya satu yang berhasil. Itu risiko migas yang siap dimasuki pelaku usaha migas," tuturnya.

Sebagai gambaran, Shell dan Chevron yang menyatakan akan menarik diri masing-masing dari proyek Blok Masela, Maluku dan Indonesia Deepwater Development (IDD), Kalimantan Timur.

Terbaru ConocoPhillips, perusahaan migas berbasis di Houston, Amerika Serikat, juga mengumumkan melepaskan sahamnya di Blok Corridor, Sumatera Selatan, kepada PT Medco Energi Internasional Tbk (MEDC).

Kondisi ini tentunya kontraproduktif dengan target ambisius RI untuk mencapai produksi minyak sebesar 1 juta barel per hari (bph) dan gas sebesar 12 miliar standar kaki kubik per hari (MMSCFD) pada 2030 mendatang.

Sebelumnya, Deputi Perencanaan SKK Migas Benny Lubiantara mengaku pihaknya pun khawatir dengan kondisi yang terjadi saat ini. Terlebih adanya kampanye dunia untuk berbondong-bondong beralih ke energi terbarukan, ini akan semakin menyulitkan untuk menarik investor asing.

"Khawatir sih.. karena di era energi transisi ini, menarik investor hulu global kelas kakap semakin sulit," ungkapnya kepada CNBC Indonesia, dikutip Rabu (15/12/2021).

link


Belum lagi, Satuan Kerja Khusus Pelaksana Hulu Migas (SKK Migas) memiliki target 1 juta barel minyak per hari (bph) dan 12 miliar standar kaki kubik per hari (BSCFD). Lalu apakah Indonesia bisa sendiri mencapai target itu?
scorpiolama
muhamad.hanif.2
muhamad.hanif.2 dan scorpiolama memberi reputasi
2
2.9K
26
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Berita dan Politik
Berita dan PolitikKASKUS Official
672.3KThread41.9KAnggota
Tampilkan semua post
dohc.techAvatar border
dohc.tech
#7
maklum, negara di penuhi orang oon yg merasa pinter,

belajar dan paham agama, merasa jadi pinter dan dipikir ilmunya ada gunanya


aramco perusahaan minyak raksasa arab saudi saja,
masih pakai teknologi pengeboran minyak AS untuk tambang minyak

kalau pakai lmu agama islam yg diturunkan di alquran, aramco hanya bisa nimba air sumur zam zam pakai ember kayu emoticon-Big Grin
Diubah oleh dohc.tech 20-12-2021 01:44
ruuuruuu
muhamad.hanif.2
muhamad.hanif.2 dan ruuuruuu memberi reputasi
2
Tutup
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.