- Beranda
- Stories from the Heart
CINTA DAN PETAKA? (HORROR REAL STORY)
...
TS
caffeine.seeker
CINTA DAN PETAKA? (HORROR REAL STORY)

Hallo para kaskuser dimanapun berada. Izinkan saya untuk bercerita tentang pengalaman hidup saya sendiri. Ya, Setelah cukup lama berada pada zona "silent reader" di kaskus ini, akhirnya saya memutuskan untuk menuliskan kisah saya sendiri. Semoga kisah yang saya tuliskan ini memiliki manfaat bagi yang membacanya entah sebagai hiburan atau referensi pembelajaran.
Nama tokoh dan tempat kejadian dalam cerita ini akan saya samarkan untuk menjaga privasi masing-masing pihak yang terlibat di dalamnya.
Sebelumnya mohon maaf apabila tulisan saya jauh dari kata sempurna, baik dari segi teknis maupun pemilihan kata, karena ini thread pertama saya. Silahkan berkomentar apapun selama tidak mengandung ujaran kebencian dan menyudutkan pihak tertentu, Support dan masukan positif dari agan semua akan sangat membantu perkembangan thread ini dan juga bagi saya untuk lebih baik kedepannya.
Kisah yang akan saya tuliskan ini adalah kisah nyata yang saya alami kurang lebih 9 tahun lalu tepatnya di rentang tahun 2011. pada tahun itu adalah tahun pertama saya masuk kuliah, dan menjadi awal mula dari semua kisah ini.
Nantinya saya akan menceritakan kisah ini ke dalam beberapa part yang akan saya update secara berkala, saya juga akan berusaha menceritakannya sedetail mungkin dari awal hingga akhir kejadian yang saya alami ini.
Terima kasih dan selamat menikmati kisah saya
Spoiler for Prologue:
Spoiler for Part I - awal masuk kampus:
PART INDEX
PART-II
PART-III
PART-IV
PART-V
PART-VI
PART-VII
PART-VIII
PART-IX
PART-X
PART-XI
PART-XII
PART-XIII
PART-XIV
PART-XV
PART-XVI
PART-XVII
PART-XVIII
PART-XIX
Diubah oleh caffeine.seeker 19-12-2021 18:57
sirluciuzenze dan 44 lainnya memberi reputasi
45
30.6K
206
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•52KAnggota
Tampilkan semua post
TS
caffeine.seeker
#159
Part XIX
Pagi hari pun tiba, bersamaan dengan kami yang sudah siap untuk melanjutkan perjalanan kami menuju kediaman kawan lama uwak, dengan perasaan optimis kami bersiap-siap untuk berjalan ke tempat tujuan kami. Rasa penuh harap yang tidak bisa aku pungkiri lagi untuk dapat segera mengakhiri “kondisi” ini, aku yakin bapak, uwak bahkan Della pun saat ini pasti memiliki pemikiran yang sama denganku, ingin semua ini segera berakhir.
Sebelum berangkat tak lupa kami berpamitan dengan tuan rumah yang sudah sangat baik mempersilahkan rumahnya untuk sementara kami singgahi, namun saat itu dibalik senyum ramah dari si tuan rumah seperti ada tatapan was-was yang aku tangkap dari raut wajahnya, namun mungkin tak ingin ia sampaikan kepada kami karena sepertinya ia tidak ingin terlalu jauh ikut campur dengan urusan yang sedang kami hadapi saat ini.
Perlahan tapi pasti kami menapaki jalan kecil yang sedikit berbatu, serta pohon-pohon karet yang seolah berjajar rapih di kiri kanannya. Tak lama setelah melewati areal perkebunan karet kami tiba di bantaran sungai yang membentang di hadapan kami, aku seketika teringat petunjuk dari si bapak pemilik rumah,jika sudah menjumpai sungai maka tujuan kami sudah tidak jauh lagi. Kami berdiam sesaat karena saat ini hanya ada satu akses jalan untuk menyebrangi sungai tersebut. Tak jauh di depan kami terdapat sebuah jembatan tradisional yang mungkin mengharuskan kami untuk melewatinya secara bergantian melihat kondisinya yang sepertinya tidak terlalu kuat.
Setelah berdiskusi akhirnya kami putuskan untuk bergantian menaiki jembatan tersebut, uwak dan bapak akan melewati jembatan itu terlebih dahulu dan aku bersama Della menyusul setelahnya. Dan tanpa hambatan yang berarti kami pun dapat melalui jembatan tua itu. Setelahnya perjalanan kami lanjutkan kembali, namun tak lama tiba-tiba cuaca berubah cukup drastis seperti menandakan akan turun hujan, padahal sebelumnya cuaca lumayan terik. Aneh pikirku saat itu, tapi Tak mau berpikir jauh kami segera mempercepat langkah kami agar bisa sampai sebelum hujan benar-benar turun.
Namun naas, hujan ternyata turun mendahului langkah kami yang sudah kami percepat. Hujan turun diikuti dengan angin yang berhembus lumayan kencang, dengan sigap aku melihat ke sekeliling untuk mencari tempat yang sekiranya bisa dijadikan untuk tempat berteduh sementara. Ada hal aneh ketika itu, aku terdiam saat pandanganku menelisik ke arah sungai yang tadi kami lewati dimana aku tak dapat lagi melihat sungai dan jembatan yang seharusnya masih terlihat karena belum terlalu jauh kami melewatinya, justru yang terlihat saat itu hanyalah deretan pepohonan rimbun dengan daunnya yang bergoyang tertiup oleh angin. Tak mau ambil pusing aku kembali melihat sekeliling untuk mencari tempat berteduh, dan dikejauhan aku melihat sebuah gubuk kecil yang posisinya berada di dalam hutan tak jauh di depan kami, segera kami sedikit berlari menuju ke arah gubuk tersebut. Sesaat kami ber-4 berteduh di gubuk itu tanpa diduga kabut kini menyelimuti area sekitar kami, dan udara dingin semakin menjalar tubuh kami, aku menatap wajah uwak yang Nampak cemas dengan keaadaan saat ini. “Wak bagaimana sekarang?” tanyaku kepada uwak. “tidak apa-apa ini hanya hujan biasa, sebentar lagi juga reda” jawab uwak mencoba menenangkan kami, namun justru aku malah menangkap hal lain yang mungkin uwak coba tutupi.
Waktu cukup lama berlalu dan kondisi hujan yang belum juga menunjukan tanda-tanda ingin mereda, aku mulai gelisah dengan kondisi saat ini, hal yang sama pun juga Nampak di raut muka yang lainnya. Di tengah kegelisahan kami, dari kejauhan Nampak seoseorang yang berjalan dengan menggunakan daun pisang yang dijadikan sebagai payung di atas kepalanya. Aku coba memberi tahu uwak memastikan apa yang aku lihat juga dilihat oleh yang lainnya “Wak, Pak, coba lihat disebelah sana sepertinya ada orang” tegasku. Bapak dan uwak pun meng-iyakan apa yang aku lihat juga mereka lihat. “Pak..pakk..boleh minta tolong pak” teriak bapak yang reflek memanggil orang tersebut. Orang itu pun sepertinya merespon teriakan bapak dan melihat kearah dimana kami berteduh. Segera orang tersebut berjalan ke arah kami seraya kami yang juga berharap orang itu dapat membantu kami, setidaknya memberikan sesuatu yang bisa kami gunakan untuk bisa melanjutkan perjalanan ditengah derasnya hujan.
Kini orang tersebut berjalan semakin mendekati kami, dan semakin Nampak pula perawakannya yang menggunakan kaos lusuh, celana pendek hitam dan juga topi caping. Sepertinya memang warga sekitar yang baru pulang berkebun, pikirku saat itu. Namun aku belum dapat melihat jelas wajahnya karena terhalang oleh daun pisang dan juga topi caping yang digunakannya. Orang itu semakin berjalan mendekati kami hingga akhirnya kini dia berdiri tepat di depan kami dan mulai meletakan daun pisang yang iya pegang dan juga membuka topi caping yang ia gunakan. Namun alangkah terkejutnya kami, seketika reflek kami mundur bahkan sampai terjerambab ketika melihat wajah orang tersebut yang tidak seperti wajah manusia normal, wajahnya rata!!!ya rata..!! tanpa ada mulut, hidung, dan mata. Hanya ada lubang-lubang kecil yang hampir memenuhi seluruh wajahnya. Sekujur tubuhku kini lemas seperti tak bertulang, uwak dan bapak pun tidak henti beristighar, sementara Della, tubuhnya langsung gontai dan ambruk ke tanah lalu seketika tak sadarkan diri.Ya Tuhan apalagi ini!
Sebelum berangkat tak lupa kami berpamitan dengan tuan rumah yang sudah sangat baik mempersilahkan rumahnya untuk sementara kami singgahi, namun saat itu dibalik senyum ramah dari si tuan rumah seperti ada tatapan was-was yang aku tangkap dari raut wajahnya, namun mungkin tak ingin ia sampaikan kepada kami karena sepertinya ia tidak ingin terlalu jauh ikut campur dengan urusan yang sedang kami hadapi saat ini.
Perlahan tapi pasti kami menapaki jalan kecil yang sedikit berbatu, serta pohon-pohon karet yang seolah berjajar rapih di kiri kanannya. Tak lama setelah melewati areal perkebunan karet kami tiba di bantaran sungai yang membentang di hadapan kami, aku seketika teringat petunjuk dari si bapak pemilik rumah,jika sudah menjumpai sungai maka tujuan kami sudah tidak jauh lagi. Kami berdiam sesaat karena saat ini hanya ada satu akses jalan untuk menyebrangi sungai tersebut. Tak jauh di depan kami terdapat sebuah jembatan tradisional yang mungkin mengharuskan kami untuk melewatinya secara bergantian melihat kondisinya yang sepertinya tidak terlalu kuat.
Setelah berdiskusi akhirnya kami putuskan untuk bergantian menaiki jembatan tersebut, uwak dan bapak akan melewati jembatan itu terlebih dahulu dan aku bersama Della menyusul setelahnya. Dan tanpa hambatan yang berarti kami pun dapat melalui jembatan tua itu. Setelahnya perjalanan kami lanjutkan kembali, namun tak lama tiba-tiba cuaca berubah cukup drastis seperti menandakan akan turun hujan, padahal sebelumnya cuaca lumayan terik. Aneh pikirku saat itu, tapi Tak mau berpikir jauh kami segera mempercepat langkah kami agar bisa sampai sebelum hujan benar-benar turun.
Namun naas, hujan ternyata turun mendahului langkah kami yang sudah kami percepat. Hujan turun diikuti dengan angin yang berhembus lumayan kencang, dengan sigap aku melihat ke sekeliling untuk mencari tempat yang sekiranya bisa dijadikan untuk tempat berteduh sementara. Ada hal aneh ketika itu, aku terdiam saat pandanganku menelisik ke arah sungai yang tadi kami lewati dimana aku tak dapat lagi melihat sungai dan jembatan yang seharusnya masih terlihat karena belum terlalu jauh kami melewatinya, justru yang terlihat saat itu hanyalah deretan pepohonan rimbun dengan daunnya yang bergoyang tertiup oleh angin. Tak mau ambil pusing aku kembali melihat sekeliling untuk mencari tempat berteduh, dan dikejauhan aku melihat sebuah gubuk kecil yang posisinya berada di dalam hutan tak jauh di depan kami, segera kami sedikit berlari menuju ke arah gubuk tersebut. Sesaat kami ber-4 berteduh di gubuk itu tanpa diduga kabut kini menyelimuti area sekitar kami, dan udara dingin semakin menjalar tubuh kami, aku menatap wajah uwak yang Nampak cemas dengan keaadaan saat ini. “Wak bagaimana sekarang?” tanyaku kepada uwak. “tidak apa-apa ini hanya hujan biasa, sebentar lagi juga reda” jawab uwak mencoba menenangkan kami, namun justru aku malah menangkap hal lain yang mungkin uwak coba tutupi.
Waktu cukup lama berlalu dan kondisi hujan yang belum juga menunjukan tanda-tanda ingin mereda, aku mulai gelisah dengan kondisi saat ini, hal yang sama pun juga Nampak di raut muka yang lainnya. Di tengah kegelisahan kami, dari kejauhan Nampak seoseorang yang berjalan dengan menggunakan daun pisang yang dijadikan sebagai payung di atas kepalanya. Aku coba memberi tahu uwak memastikan apa yang aku lihat juga dilihat oleh yang lainnya “Wak, Pak, coba lihat disebelah sana sepertinya ada orang” tegasku. Bapak dan uwak pun meng-iyakan apa yang aku lihat juga mereka lihat. “Pak..pakk..boleh minta tolong pak” teriak bapak yang reflek memanggil orang tersebut. Orang itu pun sepertinya merespon teriakan bapak dan melihat kearah dimana kami berteduh. Segera orang tersebut berjalan ke arah kami seraya kami yang juga berharap orang itu dapat membantu kami, setidaknya memberikan sesuatu yang bisa kami gunakan untuk bisa melanjutkan perjalanan ditengah derasnya hujan.
Kini orang tersebut berjalan semakin mendekati kami, dan semakin Nampak pula perawakannya yang menggunakan kaos lusuh, celana pendek hitam dan juga topi caping. Sepertinya memang warga sekitar yang baru pulang berkebun, pikirku saat itu. Namun aku belum dapat melihat jelas wajahnya karena terhalang oleh daun pisang dan juga topi caping yang digunakannya. Orang itu semakin berjalan mendekati kami hingga akhirnya kini dia berdiri tepat di depan kami dan mulai meletakan daun pisang yang iya pegang dan juga membuka topi caping yang ia gunakan. Namun alangkah terkejutnya kami, seketika reflek kami mundur bahkan sampai terjerambab ketika melihat wajah orang tersebut yang tidak seperti wajah manusia normal, wajahnya rata!!!ya rata..!! tanpa ada mulut, hidung, dan mata. Hanya ada lubang-lubang kecil yang hampir memenuhi seluruh wajahnya. Sekujur tubuhku kini lemas seperti tak bertulang, uwak dan bapak pun tidak henti beristighar, sementara Della, tubuhnya langsung gontai dan ambruk ke tanah lalu seketika tak sadarkan diri.Ya Tuhan apalagi ini!
Diubah oleh caffeine.seeker 19-12-2021 19:00
habibhiev dan 6 lainnya memberi reputasi
7