- Beranda
- Stories from the Heart
ILLUSI
...
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•51.9KAnggota
Tampilkan semua post
TS
open.minded
#4427
A Shocking Reunion
Decisive Victory
Sebuah notice yang membuat gw senyum-senyum sendiri muncul di tengah layar PC gw. Sudah lebih dari dua puluh menit gw memainkan satu battle yang sengit ini. Dua pasukan gw yang mempunyai total 40 unit tentara dengan berbagai role, akhirnya sukses menembus pertahanan ibukota musuh yang gw lawan.
“Kamu kenapa senyum-senyum ga jelas? Bukannya kerja!” ucap Valli yang sedang duduk di kanan gw.
“Hm? Maksudmu apa Val? Aku kan masuk kantor sekarang, berarti aku kerja dong?” balas gw.
Hari ini adalah hari jumat, tepat lima hari setelah kunjungan kami ke kampungnya Valli. Hari ini, atas paksaan (demo) yang dilakukan oleh para lowlife di tim gw untuk menambah ‘pemanis mata’ di kantor ini (Yvette tidak diitung) maka gw ajak Anastasya dan Valli untuk menjadi asisten seharian disini. Khusus untuk Valli, dia hanya jadi assiten pribadi gw, bukan untuk yang lain.
“Liat tuh temen-temen kamu pada kerja semua Di. Kamu doang yang main.” Protes Valli.
“Lah kerjaanku kan emang mastiin kerjaan mereka tidak ada masalah. Kalau gak ada masalah, ya aku bebas dong?” protes gw balik.
“Kamu kan pemimpin, ya bantu kek, apa kek, kerjain apa kek.” Ucapnya membuat kuping gw panas.
Daripada berdebat dengan Valli, yang gw pastikan kalo gw ladeni tidak akan ada habisnya, gw memilih membuktikan dengan aksi saja. Gw pencet alt+tab di keyboard ini lalu berdiri dari posisi duduk gw. Belum gw sempat berbicara, tiba-tiba, representatif dari semua lowlife di tim gw, mr.Bushido menghampiri Valli menjelaskan sesuatu kepadanya, sambil menyuruh gw duduk. Entah apa yang dijelaksan mr.Bushido tapi itu berhasil membuat Valli tidak cerewet lagi.
“Aneh Di.” Ujarnya.
“Aneh kenapa?”
“Kenapa mereka ga mau kamu bekerja? Kenapa mereka kayak takut banget?” tanyanya.
“Kan aku bilang kerjaanku itu mastiin kerjaan mereka lancar. Fokus ke hal yang krusial. Aku bisa kerjain hal-hal kecil yang mereka kerjain, jangan salah, malah lebih efisien aku kayaknya. Cuma kalau gitu, guna mereka apa? Orang yang ga berguna lebih baik di cut.”
Valli hanya manggut-manggut mengerti mendengar penjelasan gw, untungnya gampang menjelaskan hal kayak gini ke Valli karena dia juga tau rasanya jadi pemimpin saat menjalankan toko kuenya. Tidak lama kemudian muncul satu lagi cewek di ruangan ini, siapa lagi kalo bukan Yvette.
“Valeryaaaa!!”
“Yvettteeee!!”
Suara kedua wanita itu membuat telingan penging. Valli dan Yvette pun langsung terlarut dalam obrolan mereka, gw pun juga bingung kenapa mereka bisa nempel kaya sodara begitu. Gw kira Valli bakal was-was dengan Yvette karena cerita gw dulu waktu Yvette pernah ngajak gw tidur dengan dia. Kalo mengikuti kamus wanita, harusnya mereka berdua akan menjadi musuh bebuyutan, setidaknya perang dingin lah, tapi realita memang sangatlah aneh.
“Udah lah Vale, kamu kalo ngeliat hal aneh yang Adi kerjain, anggap aja itu normal. Ga ada gunanya mikirin yang begituan, jadi beban otak aja. Aku aja udah pasrah kok.” Ucap Yvette menghela nafas pasrah.
“Iya Yv. Huft. Aku udah pasrah kok.”
“Kalo mau bicarain orang jangan bener bener di depannya pliss.” Protes gw.
“Eh Vale, tau gak? Kemarin kita dah gajian loh!!” ujar Yvette. Sepertinya gw tau arah pembicaraan ini.
“Ohya? Asyik dong!! Biasanya kalo orang gajian harus berbuat baik ke pacarnya kan ya Yv?” jawab Valli dengan ekspresi jahil melirik gw.
“Iya dong! Cowok sejati harus nunjukin kasih sayang ke pacar PLUS temen-temennya, apalagi abis gajian hahahaha.” Tawa Yvette.
“Sayang sekali. Gw miskin. Jadi. No money = No party.” Ucap gw berusaha memupuskan harapan mereka.
“Bohong! Vale! Cowokmu bohong!! Adi tajir banget tau, jangan ketipu sama gaya hidup pelitnya!!” protes Yvette.
“Nih periksa dompet gw.” Gw lempar dompet gw ke arah Yvette yang mana langsung ia dan Valli check. Tentunya dompet gw hanya berisi sekitar 10.000 rubel kurang lebih. Itu pun untuk jajan minggu ini.
“Hah! Cara yang bagus, tapi mana ada orang nyimpen duit pakai cash di jaman sekarang.”
“Betul. Betul.” Ucap Yvette, yang disambar sama Valli.
“Haah. Nih kalo gak percaya cek mobile banking gw deh.” Kali ini gw lempar HP gw ke Valli. Karena dia pasti tau pin yang gw set untuk mobile banking gw.
Yvette dan Valli dengan semangat melihat layar HP gw itu. Gw bisa melihat perubahan ekspresi mereka ketika menyadari, kalau apa yang mereka harapkan itu ga ada. Gw hanya bisa menahan ketawa saat melihat perubahaan ekspresi mereka.
“Ga. Ga mungkin. Vale. Ini ga mungkin! Pasti Adi punya pacar atau istri simpe-” ucap Yvette sembarangan.
“OWWWW. Sakit tau Di!!” teriaknya meringis sambil mengusap kepalanya.
“Jangan sembarangan ngomong makanya.” Protes gw.
Yvette memanyunkan mulutnya mendengar perkataan gw, ia lalu melanjutkan obrolannya dengan Valli. Sementara itu gw pun bersiap-siap untuk memulai sesi game baru di pc gw ini. Belum sempat gw menekan tombol ‘New Game’, tiba-tiba pc gw memberikan notifikasi bahwa ada request video call, dan yang menelfon gw adalah dr.Leo. Gw langsung memasang earphone dan nge click tombol hijau untuk memulai call itu, beberapa saat kemudia munculah muka dr.Leo, bersama seorang cewek, cewek yang mengenakan jas putih khas dokter, cewek yang gw kenal banget karena gw pernah mengajar dia selama 3 tahun. Cewe itu adalah Andina.
“Assalamu’alaikum Di. Piye Kabare?” sapa dr.Leo di sebrang sana.
“Baik Dok. Ada kerjaan buat gw lagi yang seru?” tanya gw.
“Hahahaha masalah itu nanti saja ya. Saya bawa tamu cantik nih yang request ngehubungi kamu sebagai hadiah”
“Gw bisa liat kok” ucap gw sambil menganggukan kepala ke Nina.
“Hadiah dalam rangka apa emangnya?” tanya gw ke dr.Leo.
“Hadiah karena dapet rata A di semua pelajaran di semester dua kedokterannya di Universitas itu.” Jawabnya.
“Loh Nina kok diem? Ini hadiahmu loh. Jangan sampe rugi ga manfaatin sepuasnya.” Tegur dr.Leo ke Nina.
“I.. iya om. Ha.. Haloo kak Adi.”
Ucap Nina terbata-bata. Gw pun hanya bisa tersenyum melihat gelagat Nina, hampir tiga tahun kita gak ketemu, Nina sudah tumbuh menjadi wanita dewasa. Sudah tidak ada lagi rasa kekanak-kanakanya di mata gw. Rambut hitamnya yang terurai sampai bahu, bibirnya yang merah oleh lipstik, dan matanya yang sekarang dihiasi oleh kacamat berframe bulat, persis seperti yang gw pakai, hanya saja, punya Nina framenya lebih besar. Ditambah dengan informasi dari dr.Leo kalau dia berhasil masuk ke jurusan impiannya, dengan nilai bagus lagi!! Rasa bangga yang gw rasakan sangatlah besar ke Nina.
“Haloo Nina. Kamu sudah besar ya sekarang, tambah cantik juga.” Puji gw.
“Kak Adi jugaa!! Sejak kapan punya brewok!! Ganteng banget sekarang tau!!” jawabnya sudah tidak canggung lagi.
“Oh jadi dari dulu ga ganteng ya Nin Kakak?”
“Tetep ganteng kok dulumah hahahahaha. Kak Adi gimana kabarnya disana?”
“Kakak baik kok. Baik banget sekarang, apalagi setelah tau kamu dapet nilai bagus, dan bisa masuk jurusan yang kamu impiin.”
“Iya dong! Murid siapa dulu aku?”
“Murid kakak kan? Makanya bisa tembus universitas itu?”
“Ga dong!! Karena aku murid dr.Leo!!”
“Yahh bukan karena kakak nih? Jadi kakak ga dianggap? Sedih banget. Huhuu.”
“Hahaha becanda aku kak! Pasti karena kak Adi lah, kalo bukan karena kak Adi, mana mungkin aku bisa lulus tes dari dr.Leo?”
“Ha?! Kamu di tes sama dr.Leo? padahal kakak udah bilang ke dia suruh bimbing kamu loh. Kaco lo dok!” protes gw.
“Heh! Saya juga punya standard orang yang mau saya bimbing! Enak aja hmph” jawab dr.Leo sambil mengenduskan hidungnya
“Hahahaha udah ga papa kok kak Adi. Kalo aku gak lolos tes berarti aku memang ga pantes di bimbing sama dr.Leo. Tapi untungnya aku diajarin ama kak Adi kan dulu?” godanya sambil mengedipkan satu matanya.
“Hooo sudah berani main goda-godaan ya?”
“Hehehehehe”
“Kak Adi” panggilnya sekarang dengan nada lebih serius.
“Hm?”
“Kenapa kakak pergi ga bilang bilang Nina kak?” tanyanya.
“Bukannya kakak udah bilang Nin?”
“Bilang kalo waktu bersama kita sudah habis?”
“Ya. Kakak bilang itu kan ke kamu?”
“Iya kakak bilang itu, tapi kakak ga ngabarin rencana kakak kaya gimana, kakak langsung ngilang aja.”
“Emang kenapa Nina harus tau rencana kakak?”
“Kenapa? Bagaimana kalau Nina mulai dari Nina peduli sama kakak?”
“Kakak tau Nina peduli kok. Makanya kakak ga kasih tau Nina, supaya Nina tidak ke distract dengan rencana kakak.”
“Emang kakak tau kalo Nina bakal ke distract dengan rencana kakak?”
“Gak tau.”
“Apa karena kakak ga peduli sama Nina? Apa karena kakak selama ini nganggap Nina hanya orang asing?” tanya Nina, dia tidak menunjukkannya, tapi gw tau ada amarah dalam kalimatnya.
“……” gw hanya terdiam tidak bisa menjawab apapun.
“Maaf kak. Nina gak pantes ngomong gitu ama kakak. Karena, setelah apa yang kakak lakuin buat Nina, bagaimana mungkin kalo kakak gak peduli dengan Nina kan? Hahahaha” tawanya sarkas.
“Apa yang kakak lakuin kedepannya, tidak penting buat mu Nin. Kamu punya masa depan cerah, dan kakak akan terus menunggu perkembangan kamu dari dr.Leo.”
“Ada beberapa hal yang Nina tau dari dr.Leo mengenai kakak. Sekarang Nina sedikit lebih tau gimana jalan berpikir kakak”
“Tau ga sih kak? Kakak adalah orang paling egois yang Nina kenal?” ucapnya.
“Kakak melakukan sesuatu, berpikir kalo apa yang kakak lakukan itu baik untuk orang disekitar kakak, tapi apa kakak tau kalo apa yang kakak lakuin malah punya efek sebaliknya?”
“Emang siapa yang kaka rugiin Nin?” tanya gw.
“Semuanya!! Nina, kak Disti, dan yang paling penting kak Lena!!” ucapnya meninggi.
“… Ada apa dengan mereka?”
“Kak… kakak jangan pura pura ga tau. Kakak orang yang pinter, kakak pasti tau apa maksud Nina.” Ujarnya.
“Haaaah” gw menghelas nafas panjang sebelum memberi penjelasan ke Nina.
“Nin. Kakak tau apa yang kamu maksut. Perasaan yang mereka rasain dulu, hanya sementara, mereka akan lupa dan pasti mendapatkan orang yang lebih baik dari kakak. Jadi jangan khawatir dengan mereka.”
“Kakak sok tau! Emang kakak tau ama yang mereka rasain? Apa yang Nina rasain?”
“……”
“Gak kan?!”
“……”
“Ihhhh Kakak BEGO banget!!!” teriak Nina habis itu cabut dari jangakauan cameranya.
Gw masih terdiam mencerna apa yang Nina katakan. Jujur gw agak shock mendengar Nina yang sopan, Nina yang lugu, Nina murid gw yang lucu itu ngatain gw bego. BEGO! Ga, gw ga marah, gw tidak mengira kalo gw dapat perkataan itu dari Nina. Di camera muncul lagi muka dr.Leo yang senyum senyum.
“Gw. Nina. Bilang bego. Lo ngajarin apa ke Nina oy dr.Leo?” tanya gw
“Hmph. Kamu memang bego Di. Ciao!”
*TUT*
Panggilan terputus. Layar pc gw hanya menampilkan layar hitam.
“Dokter bangsadd.”
Sebuah notice yang membuat gw senyum-senyum sendiri muncul di tengah layar PC gw. Sudah lebih dari dua puluh menit gw memainkan satu battle yang sengit ini. Dua pasukan gw yang mempunyai total 40 unit tentara dengan berbagai role, akhirnya sukses menembus pertahanan ibukota musuh yang gw lawan.
“Kamu kenapa senyum-senyum ga jelas? Bukannya kerja!” ucap Valli yang sedang duduk di kanan gw.
“Hm? Maksudmu apa Val? Aku kan masuk kantor sekarang, berarti aku kerja dong?” balas gw.
Hari ini adalah hari jumat, tepat lima hari setelah kunjungan kami ke kampungnya Valli. Hari ini, atas paksaan (demo) yang dilakukan oleh para lowlife di tim gw untuk menambah ‘pemanis mata’ di kantor ini (Yvette tidak diitung) maka gw ajak Anastasya dan Valli untuk menjadi asisten seharian disini. Khusus untuk Valli, dia hanya jadi assiten pribadi gw, bukan untuk yang lain.
“Liat tuh temen-temen kamu pada kerja semua Di. Kamu doang yang main.” Protes Valli.
“Lah kerjaanku kan emang mastiin kerjaan mereka tidak ada masalah. Kalau gak ada masalah, ya aku bebas dong?” protes gw balik.
“Kamu kan pemimpin, ya bantu kek, apa kek, kerjain apa kek.” Ucapnya membuat kuping gw panas.
Daripada berdebat dengan Valli, yang gw pastikan kalo gw ladeni tidak akan ada habisnya, gw memilih membuktikan dengan aksi saja. Gw pencet alt+tab di keyboard ini lalu berdiri dari posisi duduk gw. Belum gw sempat berbicara, tiba-tiba, representatif dari semua lowlife di tim gw, mr.Bushido menghampiri Valli menjelaskan sesuatu kepadanya, sambil menyuruh gw duduk. Entah apa yang dijelaksan mr.Bushido tapi itu berhasil membuat Valli tidak cerewet lagi.
“Aneh Di.” Ujarnya.
“Aneh kenapa?”
“Kenapa mereka ga mau kamu bekerja? Kenapa mereka kayak takut banget?” tanyanya.
“Kan aku bilang kerjaanku itu mastiin kerjaan mereka lancar. Fokus ke hal yang krusial. Aku bisa kerjain hal-hal kecil yang mereka kerjain, jangan salah, malah lebih efisien aku kayaknya. Cuma kalau gitu, guna mereka apa? Orang yang ga berguna lebih baik di cut.”
Valli hanya manggut-manggut mengerti mendengar penjelasan gw, untungnya gampang menjelaskan hal kayak gini ke Valli karena dia juga tau rasanya jadi pemimpin saat menjalankan toko kuenya. Tidak lama kemudian muncul satu lagi cewek di ruangan ini, siapa lagi kalo bukan Yvette.
“Valeryaaaa!!”
“Yvettteeee!!”
Suara kedua wanita itu membuat telingan penging. Valli dan Yvette pun langsung terlarut dalam obrolan mereka, gw pun juga bingung kenapa mereka bisa nempel kaya sodara begitu. Gw kira Valli bakal was-was dengan Yvette karena cerita gw dulu waktu Yvette pernah ngajak gw tidur dengan dia. Kalo mengikuti kamus wanita, harusnya mereka berdua akan menjadi musuh bebuyutan, setidaknya perang dingin lah, tapi realita memang sangatlah aneh.
“Udah lah Vale, kamu kalo ngeliat hal aneh yang Adi kerjain, anggap aja itu normal. Ga ada gunanya mikirin yang begituan, jadi beban otak aja. Aku aja udah pasrah kok.” Ucap Yvette menghela nafas pasrah.
“Iya Yv. Huft. Aku udah pasrah kok.”
“Kalo mau bicarain orang jangan bener bener di depannya pliss.” Protes gw.
“Eh Vale, tau gak? Kemarin kita dah gajian loh!!” ujar Yvette. Sepertinya gw tau arah pembicaraan ini.
“Ohya? Asyik dong!! Biasanya kalo orang gajian harus berbuat baik ke pacarnya kan ya Yv?” jawab Valli dengan ekspresi jahil melirik gw.
“Iya dong! Cowok sejati harus nunjukin kasih sayang ke pacar PLUS temen-temennya, apalagi abis gajian hahahaha.” Tawa Yvette.
“Sayang sekali. Gw miskin. Jadi. No money = No party.” Ucap gw berusaha memupuskan harapan mereka.
“Bohong! Vale! Cowokmu bohong!! Adi tajir banget tau, jangan ketipu sama gaya hidup pelitnya!!” protes Yvette.
“Nih periksa dompet gw.” Gw lempar dompet gw ke arah Yvette yang mana langsung ia dan Valli check. Tentunya dompet gw hanya berisi sekitar 10.000 rubel kurang lebih. Itu pun untuk jajan minggu ini.
“Hah! Cara yang bagus, tapi mana ada orang nyimpen duit pakai cash di jaman sekarang.”
“Betul. Betul.” Ucap Yvette, yang disambar sama Valli.
“Haah. Nih kalo gak percaya cek mobile banking gw deh.” Kali ini gw lempar HP gw ke Valli. Karena dia pasti tau pin yang gw set untuk mobile banking gw.
Yvette dan Valli dengan semangat melihat layar HP gw itu. Gw bisa melihat perubahan ekspresi mereka ketika menyadari, kalau apa yang mereka harapkan itu ga ada. Gw hanya bisa menahan ketawa saat melihat perubahaan ekspresi mereka.
“Ga. Ga mungkin. Vale. Ini ga mungkin! Pasti Adi punya pacar atau istri simpe-” ucap Yvette sembarangan.
“OWWWW. Sakit tau Di!!” teriaknya meringis sambil mengusap kepalanya.
“Jangan sembarangan ngomong makanya.” Protes gw.
Yvette memanyunkan mulutnya mendengar perkataan gw, ia lalu melanjutkan obrolannya dengan Valli. Sementara itu gw pun bersiap-siap untuk memulai sesi game baru di pc gw ini. Belum sempat gw menekan tombol ‘New Game’, tiba-tiba pc gw memberikan notifikasi bahwa ada request video call, dan yang menelfon gw adalah dr.Leo. Gw langsung memasang earphone dan nge click tombol hijau untuk memulai call itu, beberapa saat kemudia munculah muka dr.Leo, bersama seorang cewek, cewek yang mengenakan jas putih khas dokter, cewek yang gw kenal banget karena gw pernah mengajar dia selama 3 tahun. Cewe itu adalah Andina.
“Assalamu’alaikum Di. Piye Kabare?” sapa dr.Leo di sebrang sana.
“Baik Dok. Ada kerjaan buat gw lagi yang seru?” tanya gw.
“Hahahaha masalah itu nanti saja ya. Saya bawa tamu cantik nih yang request ngehubungi kamu sebagai hadiah”
“Gw bisa liat kok” ucap gw sambil menganggukan kepala ke Nina.
“Hadiah dalam rangka apa emangnya?” tanya gw ke dr.Leo.
“Hadiah karena dapet rata A di semua pelajaran di semester dua kedokterannya di Universitas itu.” Jawabnya.
“Loh Nina kok diem? Ini hadiahmu loh. Jangan sampe rugi ga manfaatin sepuasnya.” Tegur dr.Leo ke Nina.
“I.. iya om. Ha.. Haloo kak Adi.”
Ucap Nina terbata-bata. Gw pun hanya bisa tersenyum melihat gelagat Nina, hampir tiga tahun kita gak ketemu, Nina sudah tumbuh menjadi wanita dewasa. Sudah tidak ada lagi rasa kekanak-kanakanya di mata gw. Rambut hitamnya yang terurai sampai bahu, bibirnya yang merah oleh lipstik, dan matanya yang sekarang dihiasi oleh kacamat berframe bulat, persis seperti yang gw pakai, hanya saja, punya Nina framenya lebih besar. Ditambah dengan informasi dari dr.Leo kalau dia berhasil masuk ke jurusan impiannya, dengan nilai bagus lagi!! Rasa bangga yang gw rasakan sangatlah besar ke Nina.
“Haloo Nina. Kamu sudah besar ya sekarang, tambah cantik juga.” Puji gw.
“Kak Adi jugaa!! Sejak kapan punya brewok!! Ganteng banget sekarang tau!!” jawabnya sudah tidak canggung lagi.
“Oh jadi dari dulu ga ganteng ya Nin Kakak?”
“Tetep ganteng kok dulumah hahahahaha. Kak Adi gimana kabarnya disana?”
“Kakak baik kok. Baik banget sekarang, apalagi setelah tau kamu dapet nilai bagus, dan bisa masuk jurusan yang kamu impiin.”
“Iya dong! Murid siapa dulu aku?”
“Murid kakak kan? Makanya bisa tembus universitas itu?”
“Ga dong!! Karena aku murid dr.Leo!!”
“Yahh bukan karena kakak nih? Jadi kakak ga dianggap? Sedih banget. Huhuu.”
“Hahaha becanda aku kak! Pasti karena kak Adi lah, kalo bukan karena kak Adi, mana mungkin aku bisa lulus tes dari dr.Leo?”
“Ha?! Kamu di tes sama dr.Leo? padahal kakak udah bilang ke dia suruh bimbing kamu loh. Kaco lo dok!” protes gw.
“Heh! Saya juga punya standard orang yang mau saya bimbing! Enak aja hmph” jawab dr.Leo sambil mengenduskan hidungnya
“Hahahaha udah ga papa kok kak Adi. Kalo aku gak lolos tes berarti aku memang ga pantes di bimbing sama dr.Leo. Tapi untungnya aku diajarin ama kak Adi kan dulu?” godanya sambil mengedipkan satu matanya.
“Hooo sudah berani main goda-godaan ya?”
“Hehehehehe”
“Kak Adi” panggilnya sekarang dengan nada lebih serius.
“Hm?”
“Kenapa kakak pergi ga bilang bilang Nina kak?” tanyanya.
“Bukannya kakak udah bilang Nin?”
“Bilang kalo waktu bersama kita sudah habis?”
“Ya. Kakak bilang itu kan ke kamu?”
“Iya kakak bilang itu, tapi kakak ga ngabarin rencana kakak kaya gimana, kakak langsung ngilang aja.”
“Emang kenapa Nina harus tau rencana kakak?”
“Kenapa? Bagaimana kalau Nina mulai dari Nina peduli sama kakak?”
“Kakak tau Nina peduli kok. Makanya kakak ga kasih tau Nina, supaya Nina tidak ke distract dengan rencana kakak.”
“Emang kakak tau kalo Nina bakal ke distract dengan rencana kakak?”
“Gak tau.”
“Apa karena kakak ga peduli sama Nina? Apa karena kakak selama ini nganggap Nina hanya orang asing?” tanya Nina, dia tidak menunjukkannya, tapi gw tau ada amarah dalam kalimatnya.
“……” gw hanya terdiam tidak bisa menjawab apapun.
“Maaf kak. Nina gak pantes ngomong gitu ama kakak. Karena, setelah apa yang kakak lakuin buat Nina, bagaimana mungkin kalo kakak gak peduli dengan Nina kan? Hahahaha” tawanya sarkas.
“Apa yang kakak lakuin kedepannya, tidak penting buat mu Nin. Kamu punya masa depan cerah, dan kakak akan terus menunggu perkembangan kamu dari dr.Leo.”
“Ada beberapa hal yang Nina tau dari dr.Leo mengenai kakak. Sekarang Nina sedikit lebih tau gimana jalan berpikir kakak”
“Tau ga sih kak? Kakak adalah orang paling egois yang Nina kenal?” ucapnya.
“Kakak melakukan sesuatu, berpikir kalo apa yang kakak lakukan itu baik untuk orang disekitar kakak, tapi apa kakak tau kalo apa yang kakak lakuin malah punya efek sebaliknya?”
“Emang siapa yang kaka rugiin Nin?” tanya gw.
“Semuanya!! Nina, kak Disti, dan yang paling penting kak Lena!!” ucapnya meninggi.
“… Ada apa dengan mereka?”
“Kak… kakak jangan pura pura ga tau. Kakak orang yang pinter, kakak pasti tau apa maksud Nina.” Ujarnya.
“Haaaah” gw menghelas nafas panjang sebelum memberi penjelasan ke Nina.
“Nin. Kakak tau apa yang kamu maksut. Perasaan yang mereka rasain dulu, hanya sementara, mereka akan lupa dan pasti mendapatkan orang yang lebih baik dari kakak. Jadi jangan khawatir dengan mereka.”
“Kakak sok tau! Emang kakak tau ama yang mereka rasain? Apa yang Nina rasain?”
“……”
“Gak kan?!”
“……”
“Ihhhh Kakak BEGO banget!!!” teriak Nina habis itu cabut dari jangakauan cameranya.
Gw masih terdiam mencerna apa yang Nina katakan. Jujur gw agak shock mendengar Nina yang sopan, Nina yang lugu, Nina murid gw yang lucu itu ngatain gw bego. BEGO! Ga, gw ga marah, gw tidak mengira kalo gw dapat perkataan itu dari Nina. Di camera muncul lagi muka dr.Leo yang senyum senyum.
“Gw. Nina. Bilang bego. Lo ngajarin apa ke Nina oy dr.Leo?” tanya gw
“Hmph. Kamu memang bego Di. Ciao!”
*TUT*
Panggilan terputus. Layar pc gw hanya menampilkan layar hitam.
“Dokter bangsadd.”
Diubah oleh open.minded 17-12-2021 16:51
junti27 dan 37 lainnya memberi reputasi
38
Tutup
