- Beranda
- Stories from the Heart
Ku Kejar Cintamu Sampai Garis Finish
...
TS
congyang.jus
Ku Kejar Cintamu Sampai Garis Finish

Tuhan tidak selalu memberi kita jalan lurus untuk mencapai suatu tujuan. Terkadang dia memberi kita jalan memutar, bahkan seringkali kita tidak bisa mencapai tujuan yg sudah kita rencanakan diawal. Bukan karena tuhan tidak memberi yg kita inginkan, tetapi untuk memberi kita yg terbaik. Percayalah, rencana Tuhan jauh lebih indah.
Quote:
Polling
Poll ini sudah ditutup. - 13 suara
Siapa yang akan menjadi pemaisuri Raja?
Olivia
31%
Bunga
8%
Diana
15%
Zahra
15%
Okta
8%
Shinta
23%
Diubah oleh congyang.jus 04-03-2022 10:27
JabLai cOY dan 37 lainnya memberi reputasi
38
165.6K
793
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•52KAnggota
Tampilkan semua post
TS
congyang.jus
#642
Part 80
"Aku buatin kopi ya? Mau ngga?" Zahra menawarkan
Gua mengerutkan dahi. Rasanya Zahra lagi kesambet, pagi-pagi nawarin kopi
Zahra mencak-mencak ketika gua memegang dahinya untuk memastikan bahwa dia baik-baik saja
"Dibaikin malah gitu" kata Zahra, yang kemudian berbalik hendak meninggalkan gua
Gua menarik lengannya "eh, jangan ngambek. Maaf"
Matanya enggan melihat ke arah gua
"Mau dong, kopi" gua meminta secara sedikit memelas
Dengan ekspresi cemberut, ia menuju ke dapur, dan kembali ke teras membawa gelas kecil berisi kopi hitam.
Seseruput kopi masuk ke dalam mulut gua, lalu gua lempar umpan ke Zahra "kalo ada gorengannya lebih mantep lagi nih"
Ternyata Zahra cukup peka "Ya gimana lagi, ujan. Kalo ngga ujan udah aku beliin di warung nasi kuning pinggir jalan sana" balasnya, dengan wajah masih cemberut
Gua terkekeh "engga ra, bercanda kok. Aku dibuatin kopi gini tiap pagi juga udah seneng. Yang buatin cantik lagi" sedikit merayu
Sepotong lagu Aku Bukan Boneka terlontar dari mulutnya "Kau pikir aku akan tergoda..."
--
Hari-hari gua di kelas 3 ini berjalan seperti biasa, gua masih sering jalan bareng Revi semenjak kejadian hari itu, walau udah ngga sesering kemarin-kemarin.
Bokapnya Revi malah yang nyariin gua "Dicariin bapak, ditantang rematch main catur" kata Revi lewat chat
Yang berbeda justru Zahra, kali ini Zahra rutin menyajikan kopi maupun teh buat gua di pagi hari.
Sering juga ia sempatkan untuk membeli gorengan beberapa biji.
"Kenapa sih sekarang sikapmu jadi manis gini?" Tanya gua
"Seneng aja mas Raja balik ke sini lagi" jawabnya
Ia juga sering menanyakan "kapan pulang? Udah malem ini" ketika gua main sampai larut malam
Bagas, Kribo, dan Akbar juga menyadari perbedaan sikap Zahra ke gua
"Kayaknya Zahra demen ama lu deh ja" kata Akbar saat kami ngobrol di lorong kelas pada jam istirahat
"Mana mungkin, wajar aja dia baik ama gua, kita kan sepupuan. Lagian kayaknya dia lagi sumringah gua balik lagi ke rumah" balas gua
"Beda ja, sikap manisnya dia tuh bukan sikap manis yang kayak adek kakak. Gini deh.. Mbak Oliv sama Zahra kan sama-sama adek kakak an lu nih. Tapi coba rasain deh, sikap manisnya mereka berdua itu beda"
"..." Gua mengenyeritkan dahi, mencoba mencerna apa kata Akbar
"Kalo lu bilang Mbak Oliv ngga bakal naksir ke lu, gua percaya. Soalnya meskipun kalian ngga sedarah, tapi hubungan kalian udah dari bayi. Tapi kalo Zahra? Kalian itu adek kakak ketemu gede" lanjut Akbar
Setelah gua pikir-pikir, omongan Akbar ada benarnya.
Segala bentuk perhatian Zahra bukanlah hal manis yang dilakukan seorang adek kakak, pelayanan Zahra biasa dilakukan oleh seseorang kepada kekasihnya.
"Gua dukung lu buat pacarin Zahra ja, jadi kalo pacaran ngga perlu keluar ongkos bensin sama Martabak" saut Bagas.
"Udah gila lu" ketus gua ke Bagas
Bagas membalas "kok gila sih? Kalian kan ngga ada hubungan darah, emang salahnya di mana?"
Gua melirik ke arah Kribo, dia hanya mengangkat kedua bahunya.
Selama pelajaran berlangsung, gua beberapa kali mencuri pandang ke Zahra yang kebetulan tempat duduknya berada di seberang kanan bangku gua, hanya berjarak sekitar dua ubin
Siapa sih yang ngga mengakui cantiknya Zahra. Tapi aneh rasanya kalau kami berpacaran.
Setelah semua perasaan gua ke dia yang hanya sebatas adek-kakak.
"Apa iya, gua adalah orang yang lu maksud dalam curhatan-curhatan lu kemaren?. Dan kalo yang lu maksud bener-bener gua, kenapa lu milih gua ra?" Tanya gua dalam hati
Sampai suara guru di depan kelas menyadarkan lamunan gua.
"Ucul matamu mengko mentelengi Zahra wae (lepas mata kamu nanti melototin Zahra mulu)" kata pak Kumis berseragam cokelat di depan kelas
Sontak kelas menjadi riuh dengan suara "cieeeeeee"
Zahra tertunduk malu karena menjadi pusat perhatian seisi kelas.
--
Dari pintu kamar Zahra, gua berdiri memandanginya yang sedang mempersiapkan buku untuk esok hari.
"Ra, abis ini ke atas ya? (Balkon)" pinta gua
Ia memandang gua sejenak, lalu mengangguk setuju
Ketika gua berbalik badan hendak menuju balkon, ia bertanya setengah berteriak "mau dibuatin kopi ngga? Apa teh?"
"Apa aja deh" balas gua, setengah berteriak juga
Sambil menunggu Zahra, gua menyulut sebatang rokok andalan.
Ia sudah tiba membawa secangkir kopi untum gua dan segelas teh hangat untum dirinya sendiri ketika rokok gua baru terbakar seperempat.
Gua langsung menyeruput kopi yang masih mengepulkan sedikit asap "cewek siapa sih ini? Kalo bikin kopi enak banget" ujar gua menggodanya
"Gausah pake ngerayu-ngerayu juga kali. Bilang aja pengen terus-terusan dibikinin kopi" balas Zahra
"Hehe.. tapi beneran enak kopinya"
Selanjutnya, ngga ada obrolan dari kami. Beberapa saat gua sengaja diam agar Zahra membuka omongan.
"Ada apa mas? Manggil ke sini?" Ia bertanya
"Ngga ada apa-apa sih, pengen tea time aja sama kamu" jawab gua
Lagi, kami berdua terdiam beberapa saat. Sampai akhirnya pancingan gua berhasil. Zahra mulai menanyakan hal serius
"Mas, ada lagi deket sama orang ngga?"
"Deket yang gimana?"
"Gebetan gitu"
Gua membalas dengan menyombongkan diri "ngga ada sih, tapi kalo yang ngedeketin, banyak"
"Idih, tengil"
Lalu gua respon dengan tertawa
"Kalo menurut mas Raja, aku orangnya gimana sih?" Ia bertanya
"Ya kayak cewek lainnya" balas gua singkat
"Ih seriuuus"
"Apa ya.." gua memutar bola mata ke atas, memikir apa yang harus gua katakan untuk mendeskripsikan Zahra. Tapi terlalu banyak hal spesial darinya sampai ngga ada kalimat yang tepat buat menggambarkan Zahra
"Istri-able" lanjut gua, asal ceplos
"Jadi?"
"Jadi apanya?" Gua balik bertanya
Gua mengerutkan dahi. Rasanya Zahra lagi kesambet, pagi-pagi nawarin kopi
Zahra mencak-mencak ketika gua memegang dahinya untuk memastikan bahwa dia baik-baik saja
"Dibaikin malah gitu" kata Zahra, yang kemudian berbalik hendak meninggalkan gua
Gua menarik lengannya "eh, jangan ngambek. Maaf"
Matanya enggan melihat ke arah gua
"Mau dong, kopi" gua meminta secara sedikit memelas
Dengan ekspresi cemberut, ia menuju ke dapur, dan kembali ke teras membawa gelas kecil berisi kopi hitam.
Seseruput kopi masuk ke dalam mulut gua, lalu gua lempar umpan ke Zahra "kalo ada gorengannya lebih mantep lagi nih"
Ternyata Zahra cukup peka "Ya gimana lagi, ujan. Kalo ngga ujan udah aku beliin di warung nasi kuning pinggir jalan sana" balasnya, dengan wajah masih cemberut
Gua terkekeh "engga ra, bercanda kok. Aku dibuatin kopi gini tiap pagi juga udah seneng. Yang buatin cantik lagi" sedikit merayu
Sepotong lagu Aku Bukan Boneka terlontar dari mulutnya "Kau pikir aku akan tergoda..."
--
Hari-hari gua di kelas 3 ini berjalan seperti biasa, gua masih sering jalan bareng Revi semenjak kejadian hari itu, walau udah ngga sesering kemarin-kemarin.
Bokapnya Revi malah yang nyariin gua "Dicariin bapak, ditantang rematch main catur" kata Revi lewat chat
Yang berbeda justru Zahra, kali ini Zahra rutin menyajikan kopi maupun teh buat gua di pagi hari.
Sering juga ia sempatkan untuk membeli gorengan beberapa biji.
"Kenapa sih sekarang sikapmu jadi manis gini?" Tanya gua
"Seneng aja mas Raja balik ke sini lagi" jawabnya
Ia juga sering menanyakan "kapan pulang? Udah malem ini" ketika gua main sampai larut malam
Bagas, Kribo, dan Akbar juga menyadari perbedaan sikap Zahra ke gua
"Kayaknya Zahra demen ama lu deh ja" kata Akbar saat kami ngobrol di lorong kelas pada jam istirahat
"Mana mungkin, wajar aja dia baik ama gua, kita kan sepupuan. Lagian kayaknya dia lagi sumringah gua balik lagi ke rumah" balas gua
"Beda ja, sikap manisnya dia tuh bukan sikap manis yang kayak adek kakak. Gini deh.. Mbak Oliv sama Zahra kan sama-sama adek kakak an lu nih. Tapi coba rasain deh, sikap manisnya mereka berdua itu beda"
"..." Gua mengenyeritkan dahi, mencoba mencerna apa kata Akbar
"Kalo lu bilang Mbak Oliv ngga bakal naksir ke lu, gua percaya. Soalnya meskipun kalian ngga sedarah, tapi hubungan kalian udah dari bayi. Tapi kalo Zahra? Kalian itu adek kakak ketemu gede" lanjut Akbar
Setelah gua pikir-pikir, omongan Akbar ada benarnya.
Segala bentuk perhatian Zahra bukanlah hal manis yang dilakukan seorang adek kakak, pelayanan Zahra biasa dilakukan oleh seseorang kepada kekasihnya.
"Gua dukung lu buat pacarin Zahra ja, jadi kalo pacaran ngga perlu keluar ongkos bensin sama Martabak" saut Bagas.
"Udah gila lu" ketus gua ke Bagas
Bagas membalas "kok gila sih? Kalian kan ngga ada hubungan darah, emang salahnya di mana?"
Gua melirik ke arah Kribo, dia hanya mengangkat kedua bahunya.
Selama pelajaran berlangsung, gua beberapa kali mencuri pandang ke Zahra yang kebetulan tempat duduknya berada di seberang kanan bangku gua, hanya berjarak sekitar dua ubin
Siapa sih yang ngga mengakui cantiknya Zahra. Tapi aneh rasanya kalau kami berpacaran.
Setelah semua perasaan gua ke dia yang hanya sebatas adek-kakak.
"Apa iya, gua adalah orang yang lu maksud dalam curhatan-curhatan lu kemaren?. Dan kalo yang lu maksud bener-bener gua, kenapa lu milih gua ra?" Tanya gua dalam hati
Sampai suara guru di depan kelas menyadarkan lamunan gua.
"Ucul matamu mengko mentelengi Zahra wae (lepas mata kamu nanti melototin Zahra mulu)" kata pak Kumis berseragam cokelat di depan kelas
Sontak kelas menjadi riuh dengan suara "cieeeeeee"
Zahra tertunduk malu karena menjadi pusat perhatian seisi kelas.
--
Dari pintu kamar Zahra, gua berdiri memandanginya yang sedang mempersiapkan buku untuk esok hari.
"Ra, abis ini ke atas ya? (Balkon)" pinta gua
Ia memandang gua sejenak, lalu mengangguk setuju
Ketika gua berbalik badan hendak menuju balkon, ia bertanya setengah berteriak "mau dibuatin kopi ngga? Apa teh?"
"Apa aja deh" balas gua, setengah berteriak juga
Sambil menunggu Zahra, gua menyulut sebatang rokok andalan.
Ia sudah tiba membawa secangkir kopi untum gua dan segelas teh hangat untum dirinya sendiri ketika rokok gua baru terbakar seperempat.
Gua langsung menyeruput kopi yang masih mengepulkan sedikit asap "cewek siapa sih ini? Kalo bikin kopi enak banget" ujar gua menggodanya
"Gausah pake ngerayu-ngerayu juga kali. Bilang aja pengen terus-terusan dibikinin kopi" balas Zahra
"Hehe.. tapi beneran enak kopinya"
Selanjutnya, ngga ada obrolan dari kami. Beberapa saat gua sengaja diam agar Zahra membuka omongan.
"Ada apa mas? Manggil ke sini?" Ia bertanya
"Ngga ada apa-apa sih, pengen tea time aja sama kamu" jawab gua
Lagi, kami berdua terdiam beberapa saat. Sampai akhirnya pancingan gua berhasil. Zahra mulai menanyakan hal serius
"Mas, ada lagi deket sama orang ngga?"
"Deket yang gimana?"
"Gebetan gitu"
Gua membalas dengan menyombongkan diri "ngga ada sih, tapi kalo yang ngedeketin, banyak"
"Idih, tengil"
Lalu gua respon dengan tertawa
"Kalo menurut mas Raja, aku orangnya gimana sih?" Ia bertanya
"Ya kayak cewek lainnya" balas gua singkat
"Ih seriuuus"
"Apa ya.." gua memutar bola mata ke atas, memikir apa yang harus gua katakan untuk mendeskripsikan Zahra. Tapi terlalu banyak hal spesial darinya sampai ngga ada kalimat yang tepat buat menggambarkan Zahra
"Istri-able" lanjut gua, asal ceplos
"Jadi?"
"Jadi apanya?" Gua balik bertanya
mirzazmee dan 14 lainnya memberi reputasi
15