- Beranda
- Stories from the Heart
Girl, I'm Your Guardian Angel
...
TS
sebatsabs
Girl, I'm Your Guardian Angel
Sedikit perkenalan, panggil saja gue Andre. Gue lahir dari keluarga broken home, orang tua gue resmi bercerai saat gue baru berumur satu bulan. Sejak saat itu, gue hidup dengan keluarga nenek tanpa adanya kedua orang tua gue.
Oiya, gue anak pertama jika di keluarga kandung namun, di keluarga angkat gue, gue anak ke lima dalam kartu keluarga. Gue bersyukur hidup disini meskipun jauh dari kata mewah.
Gue selalu beranggapan bahwa semua yang terjadi sudah sesuai dengan takdirnya dan inilah jalan yang harus gue lewatin. Gue bersyukur banyak orang yang sayang sama gue, salah satunya adalah Raisa Putri. Gadis dengan kulit putih serta tinggi badan sekitar 160 CM adalah sosok gadis yang mewarnai hari-hari kelabu gue. Dia gadis yang pintar, ceria, bawel, dan seringkali manja ketika dengan gue.
Raisa Putri, biasa gue panggil dengan sebutan Rara, memiliki paras yang cantik serta body depan belakang kualitas premium. Namun, jangan salah. Dia adalah seorang gadis yang selalu memakai gamis ketika keluar rumah. Bagaimana gue tahu body dia? Jadi gini, hubungan gue dengan dia ini sudah cukup lama dan ketika sedang di rumah, dia memakai pakaian santai seperti biasa.
Cerita ini adalah tentang bagaimana gue menjalani lika liku kehidupan, support sistem, hinaan, makian, persahabatan, skandal, kasus, kepercayaan dan berbagai hal lainnya yang semakin membuat hidup gue makin abstrak. Gue hanya bersyukur bahwa di hidup gue yang engga mudah ini, gue masih bisa survive sampai detik ini.
So, enjoy this story. Seduh kopi, nyalain rokok biar nambah nikmat.
index next part
Oiya, gue anak pertama jika di keluarga kandung namun, di keluarga angkat gue, gue anak ke lima dalam kartu keluarga. Gue bersyukur hidup disini meskipun jauh dari kata mewah.
Gue selalu beranggapan bahwa semua yang terjadi sudah sesuai dengan takdirnya dan inilah jalan yang harus gue lewatin. Gue bersyukur banyak orang yang sayang sama gue, salah satunya adalah Raisa Putri. Gadis dengan kulit putih serta tinggi badan sekitar 160 CM adalah sosok gadis yang mewarnai hari-hari kelabu gue. Dia gadis yang pintar, ceria, bawel, dan seringkali manja ketika dengan gue.
Raisa Putri, biasa gue panggil dengan sebutan Rara, memiliki paras yang cantik serta body depan belakang kualitas premium. Namun, jangan salah. Dia adalah seorang gadis yang selalu memakai gamis ketika keluar rumah. Bagaimana gue tahu body dia? Jadi gini, hubungan gue dengan dia ini sudah cukup lama dan ketika sedang di rumah, dia memakai pakaian santai seperti biasa.
Cerita ini adalah tentang bagaimana gue menjalani lika liku kehidupan, support sistem, hinaan, makian, persahabatan, skandal, kasus, kepercayaan dan berbagai hal lainnya yang semakin membuat hidup gue makin abstrak. Gue hanya bersyukur bahwa di hidup gue yang engga mudah ini, gue masih bisa survive sampai detik ini.
So, enjoy this story. Seduh kopi, nyalain rokok biar nambah nikmat.
index next part
Diubah oleh sebatsabs 13-12-2021 21:56
efti108 dan 9 lainnya memberi reputasi
10
4.9K
72
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•52KAnggota
Tampilkan semua post
TS
sebatsabs
#8
Belum Ada Judul
Keesokan harinya setelah perkelahian antara gue dengan dua orang pecundang tersebut, gue memilih untuk bolos MOS hari ini. Gue bolos bukan karena gue takut, gue cuma udah muak aja dengan serangkaian acaranya. Tentu saja hari ini gue engga bolos sendirian, ada Rian yang juga ikut bolos bersama gue.
"Mau kemana lo? Ada ide? " Tanya Rian mengingat kami telah lama berada di warung ini sambil meminum kopi serta memakan beberapa cemilan.
"Gatau nih, gue lagi engga ada ide. " Jawab gue lalu menyeruput kopi yang telah dingin ini.
"Yaudah, kita ke rental ps aja ayo. " Ajaknya lalu bangun dari duduknya.
"Sabar nyet, kopi gue belum abis nih" Ucap gue lalu langsung menenggak habis kopi yang telah dingin ini.
Salah satu rental ps yang jaraknya tidak jauh dari sekolah dan rumah gue adalah rental ps milik keluarga Raisa Putri. Sosok yang kedepannya akan berperan banyak dalam kehidupan gue.
Setelah beberapa jam bermain ps akhirnya kami pulang. Gue yang engga bawa kendaraan apapun akhirnya jalan kaki, sedangkan Rian memilih untuk naik angkutan umum menuju rumahnya. Oiya, jarak rumah gue dengan sekolah ini kurang lebih tiga kilometer, tergolong dekat menurut gue, karena gue sudah terbiasa jalan kaki.
Hari mulai gelap dan gue masih sibuk menunggu balasan pesan singkat yang gue kirim untuk Raisa.
"Hai, kangen. " Ungkap gue melalui pesan singkat yang tak kunjung juga dibales.
Sembari menunggu balasan dari Raisa, akhirnya gue mulai membantu nenek persiapan untuk memulai jualannya. Nenek gue ini jual makanan entah pagi atau sore, kalo pagi nenek engga keliling jadi stay di satu tempat, sedangkan jika sore nenek gue berjualan secara keliling sambil membawa dagangan yang di gendongnya. Youre my hero{}.
Sedikit flashback, dulu ketika gue masih kecil beberapa kali gue hanya minum air putih campur gula ketika nenek engga punya persediaan susu formula dan engga ada uang untuk membelinya. Setiap pulang jualan, jika jualannya habis maka nenek langsung pergi ke pasar untuk membeli susu formula. Bagaimana dengan kedua orang tua gue? Mereka seakan akan menutup mata dan telinga mereka akan kehadiran gue di dunia ini.
Disaat anak seusia gue yang kala itu belum genap 10 tahun bermain dengan senangnya sampai lupa waktu, gue sudah mulai membantu nenek gue jualan keliling di umur gue yang belum genap sepuluh tahun. Bahkan engga jarang juga gue denger perkataan, "anak buangan. " "Kasian engga diakuin sama orang tuanya. " "Mati aja lo daripada jadi beban orang lain. " "Anak monyet. " Dan beberapa kalimat yang tak beretika lainnya, entah itu dari teman teman gue sendiri atau bahkan dari para tetangga gue.
Pada awalnya gue sering berpikir bahwa kelahiran gue di dunia inilah yang membuat kedua orang tua gue bercerai. Mungkin jika gue engga lahir di dunia ini, mereka berdua engga akan bercerai. Beragam pikiran dan rasa bersalah muncul begitu saja ketika gue mengingat bahwa gue adalah anak dari keluarga yang broken home sejak gue lahir. Apa orang tua gue sendiri engga ingin adanya kehadiran gue di dunia ini? Gue juga engga tau.
Kehidupan gue yang seperti ini akhirnya menempa gue untuk jadi lebih kuat dari anak anak lainnya, lebih kuat fisik, lebih kuat mental dan lebih kuat hatinya. Gue selalu berusaha gapai apa yang gue mau tanpa harus merengek sana sini.
***
Suara ponsel berbunyi menandakan adanya pesan masuk.
"Casu, aku kangen" Seperti itulah pesan yang terpampang pada ponsel gue. Casu adalah panggilan Raisa pada gue yang berarti calon suami, dan gue pun panggil dia dengan sebutan canis yang berarti calon istri. Sebuah panggilan dan juga sebuah doa yang selalu kami panjatkan.
"Hai, kangen juga. "
"Kapan pulang? "
"masih lamaa, kan ini juga baru masuk sekolah. Gimana kalo casu aja yang kesini kalo ada waktu luang? "
"oke, nanti deh ke kota canis kalo ada waktu yang pas, semoga aja yaa" Balas gue yang diakhiri dengan simbol peluk yang dikirimkan oleh Raisa.
Oiya, memang rumah gue dengan Raisa ini dekat namun, sejak SMP Raisa disekolahkan oleh orang tua nya di luar kota. Hal tersebut tentu saja menjadi rintangan tersendiri bagi gue dan Raisa. Namun, cinta tidak mengenal jarak. Dimata memang tidak tampak namun, dihati selalu terasa.
*Jika kamu baca ini, maka tersenyumlah yaa, big love from me.*
"Mau kemana lo? Ada ide? " Tanya Rian mengingat kami telah lama berada di warung ini sambil meminum kopi serta memakan beberapa cemilan.
"Gatau nih, gue lagi engga ada ide. " Jawab gue lalu menyeruput kopi yang telah dingin ini.
"Yaudah, kita ke rental ps aja ayo. " Ajaknya lalu bangun dari duduknya.
"Sabar nyet, kopi gue belum abis nih" Ucap gue lalu langsung menenggak habis kopi yang telah dingin ini.
Salah satu rental ps yang jaraknya tidak jauh dari sekolah dan rumah gue adalah rental ps milik keluarga Raisa Putri. Sosok yang kedepannya akan berperan banyak dalam kehidupan gue.
Setelah beberapa jam bermain ps akhirnya kami pulang. Gue yang engga bawa kendaraan apapun akhirnya jalan kaki, sedangkan Rian memilih untuk naik angkutan umum menuju rumahnya. Oiya, jarak rumah gue dengan sekolah ini kurang lebih tiga kilometer, tergolong dekat menurut gue, karena gue sudah terbiasa jalan kaki.
Hari mulai gelap dan gue masih sibuk menunggu balasan pesan singkat yang gue kirim untuk Raisa.
"Hai, kangen. " Ungkap gue melalui pesan singkat yang tak kunjung juga dibales.
Sembari menunggu balasan dari Raisa, akhirnya gue mulai membantu nenek persiapan untuk memulai jualannya. Nenek gue ini jual makanan entah pagi atau sore, kalo pagi nenek engga keliling jadi stay di satu tempat, sedangkan jika sore nenek gue berjualan secara keliling sambil membawa dagangan yang di gendongnya. Youre my hero{}.
Sedikit flashback, dulu ketika gue masih kecil beberapa kali gue hanya minum air putih campur gula ketika nenek engga punya persediaan susu formula dan engga ada uang untuk membelinya. Setiap pulang jualan, jika jualannya habis maka nenek langsung pergi ke pasar untuk membeli susu formula. Bagaimana dengan kedua orang tua gue? Mereka seakan akan menutup mata dan telinga mereka akan kehadiran gue di dunia ini.
Disaat anak seusia gue yang kala itu belum genap 10 tahun bermain dengan senangnya sampai lupa waktu, gue sudah mulai membantu nenek gue jualan keliling di umur gue yang belum genap sepuluh tahun. Bahkan engga jarang juga gue denger perkataan, "anak buangan. " "Kasian engga diakuin sama orang tuanya. " "Mati aja lo daripada jadi beban orang lain. " "Anak monyet. " Dan beberapa kalimat yang tak beretika lainnya, entah itu dari teman teman gue sendiri atau bahkan dari para tetangga gue.
Pada awalnya gue sering berpikir bahwa kelahiran gue di dunia inilah yang membuat kedua orang tua gue bercerai. Mungkin jika gue engga lahir di dunia ini, mereka berdua engga akan bercerai. Beragam pikiran dan rasa bersalah muncul begitu saja ketika gue mengingat bahwa gue adalah anak dari keluarga yang broken home sejak gue lahir. Apa orang tua gue sendiri engga ingin adanya kehadiran gue di dunia ini? Gue juga engga tau.
Kehidupan gue yang seperti ini akhirnya menempa gue untuk jadi lebih kuat dari anak anak lainnya, lebih kuat fisik, lebih kuat mental dan lebih kuat hatinya. Gue selalu berusaha gapai apa yang gue mau tanpa harus merengek sana sini.
***
Suara ponsel berbunyi menandakan adanya pesan masuk.
"Casu, aku kangen" Seperti itulah pesan yang terpampang pada ponsel gue. Casu adalah panggilan Raisa pada gue yang berarti calon suami, dan gue pun panggil dia dengan sebutan canis yang berarti calon istri. Sebuah panggilan dan juga sebuah doa yang selalu kami panjatkan.
"Hai, kangen juga. "
"Kapan pulang? "
"masih lamaa, kan ini juga baru masuk sekolah. Gimana kalo casu aja yang kesini kalo ada waktu luang? "
"oke, nanti deh ke kota canis kalo ada waktu yang pas, semoga aja yaa" Balas gue yang diakhiri dengan simbol peluk yang dikirimkan oleh Raisa.
Oiya, memang rumah gue dengan Raisa ini dekat namun, sejak SMP Raisa disekolahkan oleh orang tua nya di luar kota. Hal tersebut tentu saja menjadi rintangan tersendiri bagi gue dan Raisa. Namun, cinta tidak mengenal jarak. Dimata memang tidak tampak namun, dihati selalu terasa.
*Jika kamu baca ini, maka tersenyumlah yaa, big love from me.*
Diubah oleh sebatsabs 12-12-2021 13:37
efti108 dan mmuji1575 memberi reputasi
2
Tutup